Anda di halaman 1dari 5

1.

Pengertian Folklor
Pengertian Folklor Menurut Danandjaja (1997:1) kata folklor adalah pengindonesiaan
kata Inggris folklore, yang berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Kata lore adalah
tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun temurun dan
lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu
pengingat. Folklor adalah kepercayaan, legenda, dan adat istiadat suatu bangsa yang
sudah ada sejak lama, yang diwariskan turun temurun secara lisan maupun tertulis kepada
generasi penerus (Sudjiman, 1991:35).

2. Bentuk-bentuk folklore
Bentuk-bentuk dari folklor misalnya nyanyian rakyat, cerita rakyat, peribahasa, teka-teki,
permainan rakyat, dan lain-lain. Dalam pengertian antropologi, folklor berarti unsur-
unsur kebudayaan rakyat yang meliputi seni suara, kepercayaan, cerita rakyat, bangunan-
bangunan, pakaian, alat-alat hidup, dan lain-lain. Folklor merupakan sesuatu yang
dianggap sebagai kekayaan milik bersama yang kehadirannya atas dasar keinginan untuk
berhubungan sosial dengan orang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa folklor merupakan
bagian dari kebudayaan rakyat yang disebarkan dan diwariskan secara turun temurun
baik secara lisan maupun secara tertulis dari satu generasi ke generasi berikutnya, dengan
tujuan untuk menjadi suatu ciri khas kelompok masyarakat pendukungnya dan agar tidak
musnah. Proses penyebaran folklor tersebut pada umumnya bersifat lisan, maka pemilik
folklor tersebut bersifat umum.

3. Macam-Macam Folklor
Kebudayaan mempunyai tujuh unsur kebudayaan universal, yakni sistem mata
pencaharian hidup (ekonomi), sistem peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi),
sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan sistem religi. Jan
Harold Brunvand (dalam Danandjaja, 1997:21-22) seorang ahli folklor dari Amerika
Serikat folklor dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya
yaitu :
A. Folklor Lisan (verbal folklore)
Menurut Brunvand (dalam Danandjaja, 1997:21) folklor lisan adalah folklor yang
bentuknya memang murni lisan.
Bentuk-bentuk (genre) folklor yang termasuk ke dalam kelompok ini antara lain :
1) Bahasa Rakyat (folk speech)
Danandjaja (1997:22-23) bahasa rakyat merupakan logat (dialect) bahasa-bahasa
nusantara, misalnya logat bahasa Jawa dan 9 Indramayu, yang merupakan bahasa
Jawa Tengah yang telah mendapat pengaruh bahasa Sunda.
2) Ungkapan Tradisional
Ungkapan tradisional mempunyai tiga sifat hakiki, yang perlu diperhatikan oleh
mereka yang hendak menelitinya: peribahasa harus berupa satu kalimat ungkapan,
tidak cukup hanya berupa satu kata tradisional saja, seperti “astaga” atau “ajigile”
(Brunvand dalam Danandjaja, 1997:28).
3) Pertanyaan Tradisional
Pertanyaan tradisional, di Indonesia lebih terkenal dengan nama teka-teki, adalah
pertanyaan yang bersifat tradisional dan mempunyai jawaban yang tradisional pula
(Danandjaja, 1997:33).
4) Sajak dan Puisi Rakyat
Sajak atau puisi rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya,
biasanya terjadi dari beberapa deret kalimat, ada yang berdasarkan mantra, ada yang
berdasarkan panjang pendek suku kata, lemah tekanan suara, atau hanya berdasarkan
irama (Danandjaja, 1997:46).
5) Cerita Prosa Rakyat
William R. Bascom (Danandjaja, 1997:50) cerita prosa rakyat dapat dibagi tiga
golongan besar yaitu :
 Mite (Myth)
Bascom (dalam Danandjaja, 1997:50) menyatakan bahwa mite adalah cerita prosa rakyat
yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Tokoh
tokoh dalam mite seperti para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di
dunia lain atau di dunia yang bukan seperti yang dikenal sekarang dan terjadi pada masa
lampau.
 Legenda
Danandjaja (1997:66) mengatakan bahwa legenda merupakan cerita yang menurut
pengarangnya merupakan peristiwa yang benar-benar ada dan nyata. Legenda adalah
cerita rakyat yang ditokohi manusia-manusia yang mempunyai sifat luar biasa, sering
juga dibantu oleh makhluk-makhluk ajaib. Sebagai bukti ada kekuatan di luar diri
manusia biasa. Cerita rakyat ini sering dianggap benar-benar terjadi pada masa yang
belum terlalu lama dan bertempat di dunia nyata seperti manusia.
Jan Harold Brunvand (dalam Danandjaja, 1997:67) legenda digolongkan menjadi empat
kelompok :
(1) Legenda keagamaan
Menurut Brunvand (dalam Danandjaja, 1997:67-71) legenda keagamaan merupakan
cerita mengenai kehidupan orang-orang saleh. Legenda mengenai orang suci dan
saleh, 11 legenda yang termasuk dalam golongan legenda kepercayaan adalah cerita-
cerita mengenai kemukjizatan, wahyu, dan lain-lain.
(2) Legenda alam gaib
Legenda alam gaib biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan
pernah dialami seseorang. Fungsi legenda semacam ini untuk meneguhkan kebenaran
“takhayul” atau kepercayaan rakyat (Brunvand dalam Danandjaja, 1997:71-73).
(3) Legenda perseorangan
Menurut Brunvand (dalam Danandjaja, 1997:73-75) legenda perseorangan
merupakan cerita mengenai tokohtokoh tertentu yang dianggap memiliki cerita benar-
benar pernah terjadi.
(4) Legenda setempat
Brunvand (dalam Danandjaja, 1997:75-83) menyatakan bahwa legenda setempat
adalah cerita yang berhubungan dengan satu tempat, nama tempat dan bentuk
topografi suatu tempat, misalnya legenda gunung Tangkuban Perahu, dan lain-lain.
Cerita-cerita mengenai asal usul suatu tempat bertalian erat dengan kejadian atau
kenyataan alam.
 Dongeng
Menurut Danandjaja (1997:84) dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusastraan
lisan. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang
melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran, atau bahkan sindiran. Anti Aarne dan
Stith Thompson (dalam Danandjaja, 1997:86) membagi jenis-jenis dongeng menjadi
empat yaitu dongeng binatang, dongeng biasa, lelucon dan anekdot, dan dongeng
berumus.
6) Nyanyian Rakyat
Menurut Jan Harold Brunvand (dalam Danandjaja, 1997:141-153) nyanyian rakyat
adalah salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang
beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional serta
banyak mempunyai varian.

B. Folklor Sebagian Lisan (partly verbal folklore)


Bentuk-bentuk folklor sebagian lisan antara lain: kepercayaan rakyat, dan permainan
rakyat (Brunvand dalam Danandjaja, 1997:153- 181).
1) Kepercayaan Rakyat
Kepercayaan rakyat atau yang sering disebut takhayul adalah kepercayaan oleh orang
berpendidikan Barat dianggap sederhana bahkan pandir, tidak berdasarkan logika,
sehingga 13 secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan. Berhubung kata
takhayul mengandung arti merendahkan atau menghina, maka ahli folklor modern
lebih senang mempergunakan istilah kepercayaan rakyat atau keyakinan rakyat
daripada takhayul, karena takhayul berarti hanya khayalan belaka hanya diangan-
angan saja (Poerwadarminto dalam Danandjaja, 1997:153).
2) Permainan Rakyat
Setiap bangsa di dunia ini umumnya mempunyai permainan rakyat. Kegiatan ini juga
termasuk folklor karena diperolehnya melalui warisan lisan. Hal ini terutama berlaku
pada permainan rakyat kanak-kanak, karena permainan ini disebarkan hampir murni
melalui tradisi lisan dan banyak di antaranya disebarluaskan tanpa bantuan orang
dewasa seperti orangtua mereka atau guru sekolah (Danandjaja, 1997:171).
C. Folklor Bukan Lisan (nonverbal folklore)
Brunvand (dalam Danandjaja, 1997:181) mengatakan bahwa folklor bukan lisan adalah
folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan.
Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok :
1) Material
Bentuk-bentuk folklor yang tergolong yang material antara lain: arsitektur rakyat
(bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan
rakyat, pakaian dan perhiasan 14 tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-
obtan tradisional (Brunvand dalam Danandjaja, 1997:181).
2) Bukan material
Bentuk folklor bukan lisan bukan material seperti gerak isyarat tradisional (gesture),
bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya di Jawa atau bunyi
gendang untuk mengirim berita seperti yang dilakukan di Afrika), dan musik rakyat
(Brunvand dalam Danandjaja, 1997:181). Dapat disimpulkan bahwa cerita rakyat
Candi Cetho yang berada di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar termasuk ke
dalam jenis folklor lisan yang termasuk jenis kelompok cerita prosa rakyat jenis
legenda setempat. Cerita rakyat Candi Cetho ini termasuk golongan cerita prosa
rakyat jenis legenda setempat karena menceritakan asal usul Candi Cetho sebagai
peninggalan Kerajaan Majapahit yang berwujud candi.
4. Folklor sebagai Bahan Ajar
Cara melestarikan dan mewariskan budaya beserta nilai-nilai luhur yang terkandung di
dalamnya salah satunya dengan memperkenalkan serta mempublikasikan cerita rakyat
Candi Cetho kepada peserta didik dengan menampilkan asal usul cerita sebagai bahan
ajar. Pembelajaran sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik sebagai alat komunikasi dalam berbahasa dengan baik dan benar, baik secara lisan
maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya sastra manusia
Indonesia. Menghadapi perkembangan zaman dengan diiringi masuknya budaya asing
yang dapat mempengaruhi mental serta perilaku masyarakat Indonesia, pengenalan
budaya lokal dalam usaha pewarisan kekayaan budaya yang mengandung nilai-nilai luhur
sangat tepat untuk membentengi diri dari budaya asing yang tidak sesuai dengan jiwa dan
kepribadian bangsa Indonesia. Berkenaan dengan hal tersebut, pengenalan folklor dapat
dimasukkan sebagai bahan ajar dalam penelitian sastra di sekolah yaitu disesuaikan
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang berlaku, pengajaran cerita rakyat
dimasukkan dalam standar kompetensi mendengarkan yang diajarkan untuk SMA kelas
X semester II.

Contoh Dongeng :

Hanasaka jiijii ( kakek pemekar bunga)


Sepasang kakek-nenek yang baik hati memungut seekor anak anjing berwarna putih, dan
membesarkannya seperti membesarkan anak sendiri. Pada suatu hari, anjing itu menggonggong
sambil menggali-gali tanah di ladang. "Gali di sini, guk, guk!" begitu kata anjing itu hingga
membuat kakek terkejut. Dengan memakai cangkul, kakek menggali di tempat yang ditunjukkan
oleh anjingnya. Di tempat yang digali ternyata ditemukan uang keping emas (ōban dan koban).
Kakek dan nenek begitu bahagia dan juga membagi-bagikan barang yang dibelinya kepada para
tetangga.
Keberhasilan kakek dan nenek membuat iri sepasang suami-istri tetangga. Keduanya dengan
paksa menyeret anjing milik kakek-nenek. Anjing itu disiksa agar mau menunjukkan lokasi
harta. Namun setelah tempat yang ditunjukkan digali, di tempat itu hanya ditemui barang
rongsokan, hantu, dan pecahan tembikar. Keduanya menjadi sangat marah, dan memukul anjing
itu dengan cangkul hingga mati. Kakek-nenek pemilik anjing juga dimaki-maki.
Kakek dan nenek yang baik hati merasa sangat sedih karena anjing itu dulunya dibesarkan
seperti membesarkan anak sendiri. Anjing itu lalu dikubur di halaman rumah, dan dibuatkan
sebuah makam untuknya. Sebatang pohon ditanam di sisi makam untuk melindunginya
dari angin dan hujan. Pohon ternyata tumbuh dengan cepat, dan menjadi sangat besar hanya
dalam beberapa tahun. Dalam mimpi, kakek dan nenek melihat anjing itu hidup kembali.
"Tebang pohon itu, dan buatkan aku sebuah lesung," begitu pintanya. Permintaan anjing itu
dituruti. Keduanya kemudian membuat sebuah lesung dari kayu pohon yang tumbuh di sisi
makam anjing. Dengan memakai lesung itu, kakek dan nenek menumbuk ketan untuk
dibuat mochi. Ketika selesai ditumbuk, mochi berubah menjadi kepingan emas yang berlimpah-
limpah.
Suami-istri tetangga kembali menjadi iri hati. Lesung mereka pinjam dengan paksa. Namun
ketika dipakai, lesung itu bukan menghasilkan emas, melainkan kotoran yang bau. Keduanya
menjadi sangat marah. Lesung dibelah-belah dengan kapak menjadi kayu bakar. Abu hasil
pembakaran lesung diambil oleh kakek-nenek yang bermaksud mengupacarainya. Dalam mimpi,
anjing itu kembali muncul, dan meminta agar abunya disebarkan ke pohon sakura yang sudah
mati. Kakek-nenek mengikuti pesan itu. Secara ajaib, pohon sakura yang telah ditebari abu
segera berbunga. Seorang daimyo yang kebetulan lewat, takjub dengan keindahan bunga sakura
yang sedang mekar. Kakek dan nenek dipujinya. "Ayo kita mekarkan bunga di pohon yang
sudah kering!" kata daimyo. Suami-istri yang tamak ingin pula dipuji. Keduanya ikut
menaburkan abu ke atas pohon, tetapi bukan bunga yang mekar. Abu yang ditebarkan malah
masuk ke mata daimyo yang sedang berada di bawah pohon. Tetangga yang tamak akhirnya
dihukum karena bertindak kurang ajar.

Sumber : http://eprints.ums.ac.id/24607/3/04_BAB_I.pdf

https://id.wikipedia.org/wiki/Kakek_Pemekar_Bunga

Anda mungkin juga menyukai