Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SEJARAH

HASIL KEBUDAYAAN PADA MASYARAKAT


PRAAKSARA TINGKAT LANJUT:

TRADISI LISAN

DISUSUN OLEH:

1. ANDREAN HENRY ( X-9 / 03 )


2. DAVINA FATHYA R ( X-9 / 11 )
3. ISNA WIDYADITAMA ( X-9 / 19 )
4. NABILLA ICHA A ( X-9 / 24 )
5. REVAN ARDYA G ( X-9 / 27 )
6. SALWA FADIA N A ( X-9 / 30 )
7. TATTAQQUNA PRAWINA P ( X-9 / 33)
8. WIRA BAYU S ( X- 9 / 35 )

SMA NEGERI 01 MADIUN


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................1
I. TRADISI...................................................................................2
A. Pengertian...............................................................................2
B. Ciri-ciri...................................................................................2
C. Fungsi.....................................................................................3
II. TRADISI LISAN......................................................................3
A. Pengertian...............................................................................3
B. Ciri-ciri...................................................................................3
C. Bentuk-bentuk........................................................................4
D. Contoh....................................................................................4
III. FOLKLOR..............................................................................4
A. Pengertian...............................................................................4
B. Jenis-jenis...............................................................................5
C. Fungsi.....................................................................................6
IV. TRADISI LISAN YANG MASIH LESTARI........................8
A. Wayang...................................................................................8
B. Mak Yong...............................................................................9
C. Didong....................................................................................9
D. Rabab Pariaman....................................................................10
E. Tanggomo.............................................................................11

1
I. TRADISI
A. Pengertian
Secara bahasa kata tradisi berasal dari bahasa latin tradition yang berarti
"menyampaikan" atau "meneruskan". Ada pula yang menginformasikan, bahwa
tradisi berasal dari kata traditium, yaitu segala sesuatu yang di transmisikan,
diwariskan oleh masa lalu ke masa sekarang.

Sedangkan secara istilah menurut khazanah bahasa Indonesia, tradisi berarti


segala sesuatu seperti adat, kebiasaan, ajaran, dan sebagainnya, yang turun temurun
dari nenek moyang. Tradisi juga dipahami sebagai suatu adat kebiasaan yang
dipertahankan turun-temurun dan masih dihayati oleh masyarakat pendukungnya.

B. Ciri-ciri
Berikut adalah beberapa ciri dari tradisi:

1.) Dilakukan berulang-ulang oleh sekelompok masyarakat tertentu. Tradisi antara


kelompok masyarakat satu dan lainnya boleh jadi tidak sama. Baik adanya
perbedaan secara keseluruhan maupun hanya sebagian kecil prosesi tradisi.
Biasanya tradisi dari kelompok masyarakat di daerah yang berdekatan (dalam
lingkup satu pulau) memiliki perbedaan yang sedikit dibandingkan dengan
kelompok masyarakat yang berbeda pulau. Hal ini dipengaruhi oleh adanya
perbedaan warna budaya dan ajaran nenek moyang pulau tersebut.
2.) Dilakukan dengan cara yang sama dan memiliki pakem. Sebagian besar tradisi
dianggap sebagai sesuatu yang sakral dan tidak dapat diubah-ubah tata cara
pelaksanaannya. Oleh karena itu, para pendahulu secara konstan turun-temurun
mewariskan tata cara pelaksanaan sebuah tradisi kepada penerusnya. Sebuah
tradisi juga memiliki pakem yang perlu diperhatikan dan tidak boleh sembarang
diabaikan karena dipercaya dapat membawa malapetaka jika pakem tersebut
sampai dilanggar.
3.) Memiliki tujuan tertentu. Dalam pelaksanaannya, tradisi dilakukan dengan
adanya maksud/tujuan tertentu dari kelompok masyarakat. Tujuan pelaksanaan
tradisi beragam, mulai dari tujuan politik, pemujaan, bahkan sebagai pelestari
kebudayaan yang telah ada.

2
C. Fungsi
Berikut fungsi-fungsi dari tradisi:

1.) Tradisi adalah kebijakan turun-temurun. Tempatnya di dalam kesadaran,


keyakinan norma dan nilai yang kita anut kini serta di dalam benda yang
diciptakan di masa lalu. Tradisi pun menyediakan fragmen warisan historis yang
kita pandang bermanfaat. Tradisi merupakan gagasan dan material yang dapat
digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun masa depan.
2.) Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata dan aturan
yang sudah ada. Semuanya ini memerlukan pembenaran agar dapat mengikat
anggotanya. Salah satu sumber legitimasi terdapat dalam tradisi. Biasa dikatakan:
"selalu seperti itu", dimana orang selalu mempunyai keyakinan demikian meski
dengan resiko yang paradoksal yakni bahwa tindakan tertentu hanya akan
dilakukan karena orang lain melakukan hal yang sama di masa lalu atau
keyakinan tertentu diterima semata-mata karena mereka telah menerima
sebelumnya.
3.) Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas
primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok. Tradisi daerah, kota dan
komunitas lokal sama perannya yakni mengikat warga atau anggotanya dalam
bidang tertentu.

II. TRADISI LISAN


A. Pengertian
Secara istilah tradisi lisan, budaya lisan dan adat lisan adalah pesan atau
kesaksian yang disampaikan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Pesan atau kesaksian itu disampaikan melalui ucapan, pidato,
nyanyian, dan dapat berbentuk pantun, cerita rakyat, nasihat, balada, atau lagu.

B. Ciri-ciri
Ciri-ciri dari tradisi lisan antara lain:
1) pewarisan dan penyebaran dilakukan secara lisan;
2) memiliki sifat menurut tradisi;
3) terdapat bentuk dan varian yang berbeda;
4) tidak diketahui pengarang atau penciptanya atau bersifat anonim;
5) memiliki bentuk yang berpola;
6) memiliki kegunaan (fungsi) bagi kehidupan kolektifnya;

3
7) memiliki logika tersendiri (di luar logika umum atau pralogis);
8) merupakan milik bersama suatu masyarakat;
9) bersifat polos dan lugu.

C. Bentuk-bentuk
Tradisi lisan juga memiliki berbagai macam bentuk yaitu :
1) folk speech atau ragam tutur rakyat atau bahasa rakyat seperti logat, julukan,
jabatan tradisional, dan gelar kebangsawanan;
2) ungkapan tradisional, meliputi peribahasa, pepatah, dan pameo;
3) teka-teki atau pertanyaan tradisional;
4) puisi rakyat yang meliputi gurindam, pantun, dan syair;
5) cerita prosa rakyat (legenda, dongeng, dan mitos);
6) nyanyian rakyat.

D. Contoh
Berikut adalah beberapa contoh dari tradisi lisan:
1) Cerita Rakyat. Cerita rakyat merupakan cerita yang hidup di kalangan
masyarakat zaman dahulu dan diceritakan secara turun-menurun.
2) Bahasa Rakyat. Bentuk tradisi lisan yang termasuk ke dalam bahasa rakyat
berbentuk seperti logat, slang, bahasa pedagang, dan bahasa sehari-hari.

III. FOLKLOR
A. Pengertian
Folklore atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan istilah
folklor, merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mengulas serta membahas
mengenai kebudayaan. Folklore sendiri berasal dari bahasa Inggris yang terdiri
dari dua suku kata yaitu folk dan lore.

Folk dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang memiliki ciri khas
pengenal fisik, sosial, dan budaya, sehingga mudah dibedakan dari kelompok-
kelompok lainnya. Ciri-ciri itu antara lain berupa warna kulit, bentuk rambut
yang sama, mata pencarian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang
sama, dan agama atau kepercayaan yang sama.

Sedangkan lore berarti kebiasaan atau tradisi dari folk yang diwariskan
secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu tindakan. Adapun contoh
tersebut disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

4
Sedangkan secara istilah Folklor adalah salah satu bagian dari
kebudayaan yang diciptakan atau dikreasikan oleh manusia (man made) atau
yang secara rincinya dapat diartikan sebagai bagian dari kebudayaan suatu
masyarakat yang tersebar dan bersifat tradisional yang diwariskan secara lisan
serta turun temurun.

Folklor berkaitan erat dengan sistem mitologi atau kepercayaan


masyarakat. Berdasarkan klasifikasinya, folklor yang pertama adalah folklor
esoterik, yang artinya sesuatu yang memiliki sifat yang hanya dapat dimengerti
oleh sejumlah besar orang saja. Kedua, folklor eksoterik adalah sesuatu yang
dapat dimengerti oleh umum, tidak terbatas oleh kolektif tertentu. Folklor
esoterik dianggap lebih sakral karena hanya berlaku dan diketahui oleh beberapa
kelompok orang saja. Sedangkan, folklor esoterik lebih bebas dan tidak kuno.

Folklor dapat meliputi cerita rakyat, legenda, musik, sejarah lisan,


pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam
suatu budaya, sub budaya, atau kelompok. Folklor juga merupakan salah satu
sarana dalam penyebaran berbagai tradisi budaya. Bidang studi yang
mempelajari folklor disebut folkloristik.

B. Jenis-jenis
berikut adalah jenis-jenis dari folklore:

a. Mitos
Mitos adalah cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman
dahulu yang mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia,
dan bangsa itu sendiri yang mengandung arti mendalam yang diungkapkan
dengan cara gaib dan diyakini sekelompok masyarakat. Contoh : cerita Nyi Roro
Kidul, Dewi Sri, dan cerita Aji Saka.
b. Legenda
Legenda adalah prosa atau cerita rakyat yang telah berkembang di suatu
daerah. Contoh : legenda mengenai Wali Songo, legenda Lutung Kasarung,
legenda Danau Toba.
c. Dongeng
Dongeng adalah kisah orang-orang yang mengandung nilai-nilai moral
kehidupan. Biasanya, orang tua memberi tahu anak-anak mereka dongeng seperti
lagu pengantar tidur. Contoh : Si Kancil yang Cerdik, Bawang Merah dan
Bawang Putih, Joko kendil, dan sebagainya.

5
d. Nyanyian Rakyat
Nyanyian Rakyat adalah salah satu bentuk folklor yang terdiri dari kata-
kata dan lagu, yang beredar secara lisan di antara masyarakat dan berbentuk
tradisional. Contoh : Ninan Bobo, Pok Ame Ame, Holipis kuntul baris, dan
sebagainya
e. Upacara
Upacara adalah cara untuk memberikan penghormatan kepada leluhur,
tempat, dan beberapa peristiwa yang telah terjadi di masa lalu yang telah
dihormati sampai sekarang. Contoh : upacara penguburan, mendirikan rumah,
membuat perahu, upacara memulai perburuan, upacara perkabungan, upacara
pengukuhan kepala suku, dan upacara sebelum berperang.

C. Fungsi
Menurut Bascom dan Dudnes dalam Folklor Nusantara Hakikat, Bentuk,
dan Fungsi oleh Prof. Dr. Robert Sibarani, M. S., Folklor mempunyai delapan
fungsi yaitu:
1) Sebagai sistem proyeksi (projective system), yakni sebagai alat
pencermin angan-angan suatu kolektif.
2) Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga- lembaga
kebudayaan.
3) Sebagai alat pendidikan (pedagogical device).
4) Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma- norma masyarakat akan
selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya.
5) Untuk mempertebal perasaan solidaritas kolektif.
6) Sebagai alat pembenaran suatu masyarakat.
7) Sebagai alat memprotes ketidakadilan.
8) Sebagai alat yang menyenangkan dan memberi hiburan.

D. Ciri-ciri
Folklor berbeda dari kebudayaan lainnya, karena itu perlu untuk
diketahui ciri-ciri folklor secara umum. Mengutip Modul Pembelajaran Kajian
Folkor oleh Drs. Sumaryadi, M.Pd. dan Dra. Rumi Wiharsih, M.Pd., berikut
adalah ciri-ciri folklore:

6
1) Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan
dari mulut ke mulut.
2) Bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap. Folklor
disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama atau
paling sedikit dua generasi.
3) Folklor terdiri dari beberapa versi hal itu terjadi karena penyebarannya
dilakukan secara lisan, sehingga mudah berubah. Adapun transformasi itu
biasanya terjadi pada bagian luar saja, sedangkan bentuk dasarnya tetap
bertahan.
4) Nama pencipta sudah tidak diketahui lagi karena itulah bisa disebut
bahwa folklor bersifat anonim.
5) Mempunyai bentuk berumus atau berpola, seperti dalam cerita rakyat
atau permainan rakyat pada umumnya.
6) Folklor memiliki kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif.
Pada cerita rakyat, misalnya, folklor berguna sebagai alat atau media
pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
7) Folklor mempunyai logika tersendiri yang tak sejalan dengan logika
umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian
lisan. Karena itulah folklor bersifat pralogis.
8) Folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini karena
penciptanya tak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang
bersangkutan berasa memilikinya.
9) Folklor bersifat polos dan lugu, sehingga sering kali kelihatannya kasar
dan terlalu spontan. Namun hal tersebut bisa dimengerti karena sejatinya
folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur
manifestasinya.

E. Hubungan Lestarinya Folklor dengan Keberlanjutan Tradisi di Masyarakat


Folklor tentunya tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Indonesia. Setiap
wilayah di nusantara memiliki warna folklor yang beranekaragam. Folklor-
folklor yang ada di Indonesia merupakan salah satu bentuk pengabadian tradisi
peninggalan nenek moyang sehingga dengan lestarinya folklor akan ikut serta
melestarikan tradisi peninggalan nenek moyang.

7
IV. TRADISI LISAN YANG MASIH LESTARI

A. Wayang
Wayang adalah seni tradisional yang berkembang di daerah Jawa dan Bali. Kata
Wayang berasal dari bahasa Jawa "Ma Hyang" yang artinya menuju kepada roh
spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu juga dapat bermakna
"bayangan", karena pertunjukan wayang ditonton dari belakang kelir atau hanya
bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi
narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang
dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden.
Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain
putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak
(blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat
bayangan wayang yang jatuh ke kelir.

Umumnya wayang mengambil cerita dari dua epos Hindu, yaitu Mahabharata
dan Ramayana. Namun seiring perkembangan jaman, cerita wayang dapat diambil
dari cerita-certa panji maupun kisah rohani dari agama Islam, Kristen, Hindu,
Buddha.

Kesenian wayang diperkirakan lahir pada masa Raja Airlangga, dari Kerajaan
Kahuripan (976-1012), yang terletak di Jawa Timur. Hal itu ditunjukkan dengan
sebuah prasasti yang ditemukan pada masa pemerintahan Raja Airlangga. Lalu mulai
berkembang saat agama Hindu masuk ke Indonesia. Di awal abad ke-10, cerita
Ramayana Kakawin ditulis pada masa Raja Dyah Balitung (989-910) dari Kerajaan
Mataram Kuno. Cerita itu diadaptasi dari kisah Ramayana karya Walmiki dari India.
Pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1500), wayang mulai berkembang dengan
kisah lain di luar Ramayana dan Mahabharata. Selanjutnya pada periode Kerajaan
Demak, cerita Ramayana dan Mahabharata semakin jauh dari cerita aslinya. Para
Walisongo memakai wayang sebagai sarana menyampaikan ajaran Islam.

Seiring perkembangan zaman, wayang tetap bertahan hidup dan terus mengalami
perkembangan yang dipengaruhi oleh agama, serta nilai-nilai budaya yang masuk,
tidak hanya sebagai pertunjukan hiburan saja namun wayang juga mengandung
banyak amanat secara filosofis yg masih identik dengan budaya atau kebiasaan
masyarakat dan berkembang di Indonesia. Proses akulturasi ini berlangsung sejak
lama sehingga seni wayang memiliki daya tahan dan daya kembang tinggi.

8
B. Mak Yong
Mak Yong adalah seni teater tradisional masyarakat Melayu yang sampai
sekarang masih digemari dan sering dipertunjukkan sebagai dramatari dalam
forum internasional. Mak Yong adalah sandiwara cerita yang digabungkan
dengan tarian dan nyanyian sekaligus.
Cerita Mak yong selalu berkisar tentang kehidupan kerajaan. Cerita yang
paling disukai adalah kisah cinta antara Mak Yong dan dewa Muda. Meski
menceritakan kisah cinta, tokoh utama pria dan wanita keduanya dibawakan oleh
penari wanita. Tokoh-tokoh lain yang muncul dalam cerita misalnya pelawak,
dewa, jin, pegawai istana, dan binatang. Dialog antar pemain di lakukan secara
improvisasi dan umumnya dialog ini berkembang sesuai kekuatan imajinatif
permainan tanpa ada patokan. Pertunjukan mak yong diiringi alat musik seperti
rebab, gendang, dan tetawak.
Mak Yong berkembang tepatnya di Riau, kabupaten Lingga, yang pernah
menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Johor. Perbedaan Mak Yong di Kelantan
dengan di Batam dan Bintan adalah jika di Kelantan tidak menggunakan topeng,
sedangkan di Batam dan Bintan menggunakan topeng sebagai salah satu
perlengkapan pada pertunjukan Mak Yong. Mak Yong juga digunakan untuk
merawat orang yang sakit, namun sudah tidak digunakan kembali tetapi hanya
keseniannya saja yang masih dipersembahkan dengan adat istiadat di panggung
yang dilakukan dengan mantra yang sudah diwariskan.
Sekarang di Batam dan Bintan, praktisi Mak Yong merupakan generasi
ketiga dan telah ada hampir selama 150 tahun dan menghadapi ancaman
kepunahan. Indonesia telah mengambil langkah memelihara Mak Yong dengan
melancarkan program merekam tradisi ini dengan bantuan Persatuan Tradisi
Lisan dan membantu para praktisi Mak Yong melanjutkan pertunjukan mereka
dengan bantuan peralatan dan pakaian. Rekaman tersebut disimpan di Kantor
Persatuan Tradisi Lisan dan PUSKAT di Jakarta (Yogyakarta).

C. Didong
Secara bahasa, Didong berasal dari kata Bahasa Indonesia yaitu
“dendang” yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah nyanyian
ungkapan rasa senang, gembira sambil bekerja atau diiringi bunyi-bunyian.
Didong merupakan seni pertunjukkan yang dilakukan oleh para lelaki secara
berkelompok (biasanya berjumlah 15 orang), dengan ekspresi yang bebas, sambil
duduk bersila atau berdiri sambil mengentak-entakkan kakinya. Mereka
melantunkan syair-syair berbahasa Gayo dengan suara merdu, sambil manabuh

9
gendang, bantal atau panci dan bertepuk tangan secara bervariasi, sehingga
memunculkan suara dan gerak yang indah dan menarik.
Sejarah Didong masih belum bisa dipastikan, sehingga muncul banyak
versi sejarah masuknya Didong. Salah satu versi yang diyakini masyarakat Gayo
di Aceh Tengah adalah bahwa didong berasal dari seni tari dan sastra, yang
dilengkapi dengan beberapa jenis instrumen tradisional, serta dilakukan oleh
Sengeda, anak Raja Linge XIII ketika membangunkan Gajah Putih jelmaan
adiknya dari pembaringannya ketika hendak menuju pusat Kerajaan Aceh di
Bandar Aceh. Seiring berjalannya waktu, Didong mengalami perubahan dan
penambahan kreasi yang masuk kedalam kesenian ini, meski aslinya tidak ada.
Contohnya, penggunaan bantal untuk tepukan. Daya tarik kelompok seniman
didong biasanya pada suara tokoh utama dari pertunjukan (ceh) dan kepintaran
mengungkapkan sesuatu melalui lirik didong yang dibawakan.
Kesenian Didong menjadi salah satu media yang paling mudah dan mulus
dalam mengubah dan menyampaikan pesan kepada masyarakat. Pola perubahan
yang diharapkan adalah dari segi apektif dan kognitif individual yang selanjutnya
turut pula mempengaruhi kehidupan sosial secara kolektif. Kesenian bukan saja
dimanfaatkan dan didayagunakan sebagai media penyampaian pesan atau
sebagai media komunikasi, tetapi juga menjadi sarana sekaligus metode untuk
mempengaruhi komunikan untuk menerima dan mengikuti mesege komunikasi.

D. Rabab Pariaman
Rabab Pariaman adalah tradisi pertunjukan seni dalam bentuk lisan dari
Sumatera Barat. Dalam Rabab Pariaman, pelaku pertunjukan yang disebut
'tukang rabab' mempersembahkan cerita dengan iringan gesekan rabab.
Tukang rabab harus merupakan laki-laki berdarah asli Pariaman. Dalam
memberikan pertunjukan Rabab Pariaman, mereka akan duduk bersila
memegang rabab yang didirikan di hadapan mereka.
Bagian leher rabab dijepit kendur antara jempol kiri dan jari-jari lain agar
tukang rabab dapat memetik senarnya dan memegang penggeseknya di tangan
kanan.
Dilansir dari Ensiklopedia Indonesian Heritage edisi Bahasa dan Sastra
(2002), biasanya pertunjukan Rabab Pariaman diadakan pada malam hari selepas
salat Isya, dan berakhir menjelang salat subuh, atau sekitar pukul 21.00-05.00.
Lokasi yang digunakan untuk pertunjukan bisa dimana saja dengan suasana
tradisional, bisa di lapau atau warung kopi, atau di pesta-pesta untuk merayakan
pengangkatan seorang penghulu (pemimpin satuan matrilineal) baru.

10
Isi cerita yang disampaikan dalam Rabab Pariaman umumnya menyoroti
perujuangan untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Tokoh yang diceritakan
adalah sosok yang menghadapi cobaan hidup, namun akhirnya meraih
keberhasilan.

E. Tanggomo
Tanggomo adalah tradisi lisan masyarakat Gorontalo yang mempunyai
sistem teratur yang diciptakan berdasarkan peristiwa nyata dan yang dianggap
nyata dalam masyarakat.

Cara penyampaian cerita Tanggomo murni melalui lisan dengan repetisi,


persamaan rima, dan pemilihan kata yang sesuai dengan irama membuat bentuk
kelisanan tradisi ini tidak hanya sekedar diucapkan tapi ketika dituliskan, tradisi
ini termasuk dalam genre puisi lisan. Di dalam Tanggomo yang diutamakan
adalah rangkaian adegan yang berkesinambungan sehingga membentuk satu
skema tertentu. Skema itulah yang dipahami oleh pencerita yang kemudian
diciptakan kembali dengan menggunakan pola-pola baris formulaik pada waktu
penceritaan sehingga menjadi satu cerita yang utuh dan hidup.

Hasil penceritaan kembali pada saat penampilan Tanggomo adalah


bentuk sastra lisan, interaksi antara pencerita dan penonton serta suasana yang
tercipta merupakan bentuk tradisi lisan sehingga dapat dikatakan bahwa
Tanggomo adalah ragam tradisi lisan yang disampaikan secara lisan kepada
masyarakat luas.

11

Anda mungkin juga menyukai