Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Manusia yang hidup pada zaman Praaksara sekarang sudah berubah
menjadi fosil. Fosil manusia yang ditemukan di Indonesia dalam perkembangan
terdiri dari beberapa jenis. Penemuan - penemuan fosil ini banyak disumbang oleh
Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan wilayah tropis dan
mempunyai iklim yang cocok dihuni manusia kala itu. Penemuan - penemuan
fosil sangat berguna bagi perkembangan ilmu sejarah sekarang ini. Baik dalam hal
menjelaskan kehidupan manusia kala itu. Hewan yang pernah hidup dan
bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini. Indonesia banyak
menyumbang fosil manusia - manusia purba.
Dilihat dari hasil penemuan di Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia
mempunyai banyak sejarah peradapan manusia mulai saat manusia hidup. Dengan
begitu ilmu sejarah akan terus berkembang sejalan dengan fosil-fosil yang
ditemukan. Hal ini diketahui dari kedatangan para ahli dari Eropa pada abad ke-
19, dimana mereka tertarik untuk mengadakan penelitian tentang fosil manusia di
Indonesia. Itu sebabnya makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih jelas dan
terperinci mengenai pengertian manusia purba yang ditemukan di Indonesia dan
homo sapiens serta kehidupannya pada masa itu.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengertian zaman Pra Aksara?
2.      Bagaimana corak kehidupan dan perkembangan pada zaman Pra Aksara?
3.      Bagaimana perkembangan zaman Pra Aksara, di Indonesia?
C.  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan sebagai
berikut :
1.      Untuk mengetahui zaman Pra Aksara
2.      Untuk mengetahui kehidupan dan perkembangan pada zaman Pra Sejarah
3.      Untuk mengetahui zaman Pra Aksara Di Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Zaman Praaksara

Zaman praaksara adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal


tulisan. Praaksara berasal dari dua kata, yaitu pra yang artinya sebelum dan aksara
yang berarti tulisan. Praaksara disebut juga nirleka, nir berarti tanpa dan leka
berarti tulisan.
Batas antara zaman Praaksara dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan.
Hal ini menimbulkan suatu pengertian bahwa Praaksara adalah zaman sebelum
ditemukannya tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan.
Berakhirnya zaman Praaksara atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa
di dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut.
Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir + tahun 4000 SM masyarakatnya sudah
mengenal tulisan, sehingga + tahun 4000 bangsa Mesir sudah memasuki zaman
sejarah Gambar berikut: Hubungan zaman praaksara dan zaman sejarah Sumber
informasi zaman praaksaraSumber informasi yang dapat digunakan untuk
mengetahui kehidupan zaman praaksara:
1. Fosil adalah sisa-sisa makhluk hidup yang telah membatu karena adanya proses
kimiawi. Fosil merupakan peninggalan masa lampau yang sudah tertanam ratusan
peninggalan masa lampau yang sudah tertanam ratusan bahkan ribuan tahun di
dalam tanah.

2. Artefak yaitu peninggalan masa lampau berupa alat kehidupan/hasil budaya


yang terbuat dari batu, tulang, kayu dan logamGambar artefak dari
batu Pembabakan zaman praaksara

2
B. Kebudayaan Masyarakat praaksara tingkat lanjut (Tradisi lisan)

Masa praaksara atau nirleka (nir : tidak ada, leka: tulisan) adalah sebutan
terhadap suatu masa ketika manusia belum mengenal aksara atau tulisan.
Di sebut juga masa prasejarah . Meski belum mengenal tulisan , masyarakatnya
telah memiliki kemampuan berbahasa dan berkomunikasi lisan serta mampu
merekam pengalaman masa lalunya sedemikian rupa sehingga kita sekarang dapat
memperoleh gambaran tentang kehidupan masyarakat di masa lalu.
Kurun waktu masa praaksara di awali sejak manusia ada pada kala Pleistosen
yaitu sekitar 3jt sampai 10.000 tahun yang lalu, dan berakhir ketika manusia
mengenal tulisan (masa sejarah).

Dengan demikian, batas antara masa praaksara/prasejarah dan masa sejarah adalah
mulai di kenalnya tulisan .

Pada masa praaksara tingkat lanjut (menjelang berakhirnya masa praaksara),


hasil-hasil budaya nenek moyang kita semakin kaya berupa munculnya banyak
hasil budaya yang bersifat nonfisik (nonmaterial). pada masa bercocok tanam
telah satu bentuk hasil budaya nonfisik berupa kepercayaan, namun hasil-hasil
budaya yang bersifat fisik tetap dominan.

Menjelang berakhirnya masa praaksara itu, kepercayaan akan roh-roh nenek


moyang dan kekuatan yang melampaui kehidupan manusia semakin matang dan
menjadi ritus, upacara menghormati roh-roh yang telah mati dan bahkan
menyembah kekuatan supranatural menjadi praktik yang rutin.
Mereka juga sadar akan keberadaan mereka di dunia yang bersifat sementara,
serta tujuan hidup mereka.

Kesadaran sebagai sebuah komunitas juga membuat mereka melembagakan


aturan-aturan yang sudah ada, dan bahkan muncul nilai-nilai baru yang harus di
hayati semua anggota. Singkat kata mereka sadar hidup ini harus bermakna dan
dimaknai, tidak sekedar mencari makan dan menunggu mati.
Karena itu perlahan-lahan terbentuk semacam pandangan hidup atau falsafah
hidup ditengah-tengah mereka, yang terejawantah dalam nilai-nilai, etos, norma,

3
sikap-prilaku, dan ritual-ritual keagamaan. Ini semua merupakan bentuk hasil-
hasil budaya yang bersifat nonfisik.

Mereka ingin nilai dan pandangan hidup itu tidak hanya menjadi milik mereka,
tetapi juga milik generasi-generasi berikut. Maka, hasil-hasil bedaya yang bersifat
nonfisik ini mereka wariskan kepada generasi baru. Mereka belum mengenal
tulisan, dan karena itu proses pewarisan dilakukan secara lisan. Hal ini di dukung
semakin berkembangnya kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa.
Melalui bahasa, mereka mewariskan nilai-nilai dan pandangan hidup mereka ke
generasi-generasi berikutnya. Tokoh-tokoh penting dalam proses sosialisasi atau
pewarisan itu adalah keluarga, masyarakat dan para tetua.

Ada dua cara menyampaikan nilai-nilai dan pandangan hidup komunitas tersebut,
yaitu secara langsung melalui nasehat-nasehat dan petuah-petuah, dan secara tidak
langsung melalui contoh hidup dan folklor (mitos, legenda, dongeng, upacara,
nyanyian rakyat, dan lain-lain). Nasehat dan petuah yang disampaikan orang tua
biasanya juga merupakan nasehat dan petuah leluhur mereka.
Folklor itu bukan sebuah cerita dan/atau aktivitas tanpa makna, di dalamnya
terkandung pandangan hidup, etos, sistem kepercayaan, kebiasaan, atau adat-
istiadat masyarakat praaksara. Dalam kajian sejarah folklor itu juga di sebut
tradisi lisan.

Dalam bagian ini, kita akan membahas tentang tradisi lisan dalam bentuk folklor .
Pada masyarakat praaksara, penyampaian kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di
masyarakat dilakukan dengan cara bertutur, atau dengan berbicara secara lisan.
Karena penyampaiannya dilakukan secara lisan, dikenal istilah tradisi lisan.
Menurut Kuntowijoyo, tradisi lisan merupakan salah satu sumber sejarah, sebab
dalam tradisi lisan terekam masa lampau manusia yang belum mengenal tulisan
entah terkait dengan kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, nilai-nilai, atau
pengalaman sehari-hari mereka.

Tradisi lisan terangkum dalam folklor. Jejak sejarah masyarakat praaksara dalam
bentuk dongeng, legenda, mitos, musik, upacara, pepatah, lelucon, takhayul,

4
kebiasaan-kebiasaan, kepercayaan, pakaian , perhiasan tradisional dan kerajinan
tangan merupakan bagian dari apa yang disebut folklor.
Folklor adalah bagian dari kebudayaan suatu masyarakat yang tersebar dan
bersifat tradisional yang diwariskan secara lisan dan turun temurun. 
Jenis – jenis Tradisi lisan :

1. Petuah. Petuah merupakan rumusan kalimat yang dianggap mempunyai makna


khusus bagi kelompok masyarakat, dimana petuah itu berlaku. Petuah
disampaikan berulang – ulang, tujuannya untuk menegaskan pandangan kelompok
untuk dijadikan pegangan bagi generasi berikutnya.

2. Kisah perseorangan atau kisah kelompok. Adalah kisah tentang kejadian


disekitar kelompok masyarakat tersebut. Inti kisahnya berkaitan dengan fakta
tertentu. Tetapi sering disamarkan dengan unsur magis religi.
3. Cerita kepahlawanan: biasanya berpusat pada tokoh-tokoh tertentu untuk
diceritakan pada keturunan.

4. Dongeng: tidak mempunyai fakta yang nyata tidak hanya menghibur tapi ada
juga petuah yang berisi nasehat.

Ciri – ciri tradisi lisan antara lain :

1. Pesan – pesan disampaikan secara lisan, baik lewat ucapan maupun


nyanyian.
2. Tradisi lisan berasal dari generasi sebelum generasi yang sekarang.
3. Cara penuturannya lama, karena kisah yang disampaikan sangat
panjang dan cederung menggunakan bahasa hiperbola.
4. Tersusun dari serangkaian peristiwa yang benar – benar terjadi.
5. Pada umumnya dalam setiap penyampaian memiliki kerangka yang
sama. Penyampai cerita bebas melakukan improvisasi.
6. Kedudukan si pencerita beragam dari masyarakat yang bersangkutan .
Tradisi lisan terjadi karena manusia pada zaman dahulu belum mengenal
tulisan , baru bisa menyatakan dengan kata kata. 

5
C. Masa berburu dan meramu (mengumpulkan makanan)

1) di Indonesia sudah ada usaha-usaha bertempat tinggal secara tidak tetap di gua-
gua alam, utamanya di gua-gua payung, yang setiap saat mudah untuk
ditinggalkan jika dianggap sudah tidak memungkinkan lagi tinggal di tempat itu. 

2)Keadaan lingkungan

a) Api sudah dikenal sejak sebelumnya, karena sangat bermanfaat untuk berbagai
keperluan hidup untuk memasak makanan, penghangat tubuh, dan menghalau
binatang buas pada malam hari.

b) Terputusnya hubungan kepulauan Indonesia dengan Asia Tenggara pada akhir


masa glasial ke-4 maka terputus pula jalan hewan yang semula bergerak leluasa
menjadi lebih sempit dan terbatas, sehingga terpaksa menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru.

c) Tumbuh-tumbuhan yang mula-mula ditanam adalah kacang-kacangan,


mentimun, umbi-umbian dan biji-bijian, seperti juwawut, padi, dan sebagainya.

3) Keberadaan manusia

a) Ada dua ras yang mendiami Indonesia pada permulaan Kala Holosin, yaitu
Austromelanesoid dan Mongoloid. Mereka berburu kerbau, rusa, gajah, dan
badak, untuk dimakan.

b) Di bagian barat dan utara ada sekelompok populasi dengan ciri-ciri terutama
Austromelanesoid dengan hanya sedikit campuran Mongoloid. Di Jawa hidup
juga kelompok Austromelanesoid yang lebih sedikit dipengaruhi unsur-unsur
Mongoloid. Di Nusa Tenggara, terdapat Austromelanesoid.

4) Teknologi

a) Ada tiga tradisi pokok pembuatan alat-alat pada masa Pos Pleistosen, yaitu
tradisi serpih bilah, tradisi alat tulang, dan tradisi kapak genggam Sumatera. 

6
b) Persebaran alatnya meliputi Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara
Timur, Maluku, dan Papua.

c) Alat tulang ditemukan di Tonkin Asia Tenggara, sedangkan di Jawa ditemukan


di Gua Lawa Semanding Tuban, di Gua Petpuruh utara Prajekan, dan Sodong
Marjan di Besuki. Kapak genggam Sumatera ditemukan di daerah pesisir
Sumatera Utara, yaitu di Lhok Seumawe, Binjai, dan Tamiang. 

5) Kehidupan Masyarakat

a) mendiami gua-gua terbuka atau gua-gua payung dekat dengan sumber air atau
sungai sebagai sumber makanan, berupa ikan, kerang, siput, dan sebagainya.

b)mereka membuat lukisan-lukisan di dinding gua, yang menggambarkan


kegiatannya,dan kepercayaan masyarakat pada saat itu.

      Masa Praaksara ialah suatu masa dimana mayoritas masyarakat belum


mengenal tulisan, serta dalam pengungkapan sejarah nya masih secara lisan. Ciri-
ciri daripada masa ini ialah, belum mengenal tulisan, pengungkapan sejarah
dilakukan secara lisan, dan Masa Praaksara sering disebut sebagai tradisi lisan.
      Dan Masa Praaksara ini sering dikatakan mendahului tradisi tulis/ Masa
Aksara. Jejak sejarah dalam tradisi lisan/ Masa Praaksara dapat diikuti dalam
sumber-sumber sejarah yaitu sbb,  Folkor, Mitos, Legenda, Upacara-upacara
Adat.

D. Perkembangan Teknologi
 Pada kehidupan berburu dan meramu pada tahap awal, penguasaan manusia
terhadap teknologi masih sangat sederhana dan berkaitan erat dengan kebutuhan
dasar manusia pada saat itu. Setelah manusia menetap di goa-goa, mereka
mempunyai kesempatan untuk mengembangkan daya imajinasinya dan
keterampilan membuat alat-alat. 

7
Pembuatan alat-alat dari bahan batu, kayu, maupun tulang-tulang hewan
masih sangat sederhana dalam bentuk maupun cara pembuatannya. Hasil budaya
fisik pada saat itu berupa alat-alat dari batu oleh para ahli dianggap sebagai tahap
awal dari manusia menguasai satu bentuk teknologi sederhana yang disebut
teknologi paleolitik. Di Indonesia, alat-alat yang terbuat dari batu dengan berbagai
bentuk itu dikelompokkan dalam dua tradisi kapak perimbas dan tradisi alat
serpih.
Pada tingkat permulaan budaya, manusia membuat alat-alat yang sangat
sederhana dan bahannya dari batu, tulang, duri ikan, dan kayu. Alat-alat yang
terbuat dari bahan kayu sukar ditemukan bekas-bekasnya karena kayu tidak tahan
lama. Alat-alat dari zaman prasejarah itu mula-mula ditemukan di atas permukaan
tanah, sehingga para peneliti tidak dapat memastikan pada lapisan manakah asal
alat-alat tersebut.
Dalam sistem berburu dan meramu ini diutamakan cara-cara memburu dan
menangkap hewan dengan alat-alat yang diciptakan secara sederhana. Alat- alat
perburuan yang memainkan peranan penting pada masa itu, tetapi tidak dapat
ditemukan kembali karena telah musnah, misalnya gada dari kayu atau tulang,
tombak kayu dan jebakan-jebakan kayu. Cara-cara lain dengan membuat jebakan
berupa lubang-lubang atau dengan cara menggiring hewan buruan ke arah jurang
yang terjal. Perburuan biasanya dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil dan
hasilnya dibagi bersama. Kelompok berburu terdiri dari keluarga kecil, yaitu
orang laki-laki melakukan perburuan dan para perempuan mengumpulkan
makanan (tumbuh-tumbuhan). Di samping itu, para perempuan juga memelihara
anak-anak. Peranan para perempuan penting sekali dalam memilih (seleksi)
tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan dan membimbing anak-anak dalam
meramu makanan. Setelah ditemukan penggunaan api, maka perempuan
menemukan cara-cara memasak makanan, memperluas pengetahuan tentang jenis-
jenis tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan dan cara memasaknya.
Dengan melihat ciri-ciri tertentu, alat-alat yang terbuat dari batu ini
digolongkan menjadi empat, yaitu kapak perimbas, kapak penetak, pahat
genggam, dan kapak genggam awal. Kapak perimbas mempunyai ciri-ciri antara

8
lain bagian tajamnya berbentuk cembung atau lurus dengan memangkas satu sisi
pinggiran batu dan kulit batu masih melekat dipermukaan. Kapak penetak
mempunyai ciri-ciri ketajamannya dibentuk liku-liku dengan cara penyerpihan
yang dilakukan berselang-seling pada kedua sisi ketajamannya. Pahat genggam
mempunyai ciri-ciri tajamannya berbentuk terjal mulai dari permukaan atas batu
sampai pinggirannya dan dibuat juga dengan cara penyerpihan. Kapak genggam
awal mempunyai ciri-ciri bentuknya meruncing dan kulit batu masih melekat pada
pangkal alatnya serta tajamannya dibentuk melalui pemangkasan pada satu
permukaan batu.
Dari empat jenis utama kapak itu terdapat jenis-jenis lain dengan bentuk dan
variasinya sendiri. Hal itu terlihat, misalnya jenis kapak perimbas tipe setrika,
kura-kura, dan serut samping di daerah Punung, (Pacitan). Sementara itu, alat-alat
serpih yang paling umum ditemukan mempunyai ciri-ciri kerucut pukulnya
menonjol dan dataran pukulnya lebar dan rata. Ciri-ciri itu digolongkan ke dalam
jenis-jenis alat serpih sederhana. Temuan-temuan alat serpih di Indonesia juga
menunjukkan variasinya, bahkan terdapat beberapa alat serpih yang menunjukkan
teknik pembuatannya yang lebih maju.
Perkakas-perkakas batu yang digunakan pada masa berburu dan meramu
tingkat awal ini ditemukan tersebar dibeberapa tempat, terutama daerah-daerah
yang banyak mengandung bahan batuan yang cocok untuk pembuatan  alat
tersebut. Ini menunjukkan bahwa tradisi kapak perimbas pada masa itu sudah
digunakan hampir di seluruh Indonesia.
Dilihat dari cara pembuatannya, alat-alat batu yang digunakan pada masa
berburu dan meramu tingkat awal digolongkan menjadi dua. Pertama, disebut
tradisi batu inti, pembuatan alat dilakukan  dengan cara pemangkasan segumpal
batu atau kerakal untuk memperoleh satu bentuk alat, misalnya kapak perimbas,
kapak genggam, atau kapak penetak. Kedua, disebut tradisi serpih yaitu alat- alat
batu yang dibuat dari serpihan atau pecahan-pecahan batu.
Alat-alat serpih ini ditemukan bersama-sama dengan kapak perimbas atau
alat-alat batu lainnya dan ditemukan secara terpisah. Di beberapa tempat seperti

9
Sangiran (Jawa Tengah) atau di Sagadat (Timor) alat-alat serpih menjadi unsur
pokok perkembangan budaya masyarakat waktu itu.
Tradisi alat-alat serpih yang berkembang pada masa berburu dan meramu
tingkat awal bentuk alat-alatnya masih sederhana. Pada masa berikutnya, terutama
ketika manusia sudah menetap sementara di goa-goa, tradisi alat serpih menjadi
penting dan menjadi perkakas utama dalam kehidupan sehari- hari. Bentuknya
pun beraneka ragam dan teknik pembuatannya lebih maju dibanding masa
sebelumnya. Ketika bahan dasar dari alat serpih yang berupa batuan obsidian
mulai digunakan, alat-alat ini mempunyai peranan penting bagi kehidupan
manusia.
Tradisi alat serpih ini persebarannya juga luas. Di Jawa misalnya, alat serpih
ditemukan di daerah Punung, Gombong, Jampangkulon, Parigi, Sangiran, dan
Ngandong. Sedangkan di Sumatera, alat serpih hanya ditemukan di daerah Lahat.
Di Sulawesi alat serpih tersebut ditemukan juga di satu daerah Cabbenge. Di
Sumbawa alat serpih tersebut ditemukan di daerah Wangka, Soa, dan Mangeruda.
Di Timor alat serpih tersebut ditemukan di daerah Atambua, Ngoelbaki, Gassi
Liu, dan Sagadat.

E . Corak Kehidupan Prasejarah Indonesia dan Hasil Budayanya


1.  Hasil kebudayaan manusia prasejarah untuk mempertahankan dan
memperbaiki pola hidupnya menghasilkan dua bentuk budaya yaitu :
·   Bentuk budaya yang bersifat Spiritual
·   Bentuk budaya yang bersifat Material
2.     Masyarakat Prasejarah mempunyai kepercayaan pada kekuatan gaib yaitu :
·     Dinamisme, yaitu kepercayaan terhadap benda-benda yang dianggap
mempunyai kekuatan gaib. Misalnya : batu, keris
·     Animisme, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang mereka yang
bersemayam dalam batu-batu besar, gunung, pohon besar. Roh tersebut
dinamakan Hyang.
3.     Pola kehidupan manusia prasejarah adalah :

10
·    Bersifat Nomaden (hidup berpindah-pindah), yaitu pola kehidupannya belum
menetap dan berkelompok di suatu tempat serta, mata pencahariannya berburu
dan masih mengumpulkan makanan
·     Bersifat Permanen (menetap), yaitu pola kehidupannya sudah terorganisir dan
berkelompok serta menetap di suatu tempat, mata pencahariannya bercocok
tanam. Muali mengenal norma adat, yang bersumber pada kebiasaan-
kebiasaan
4.     Sistem bercocok tanam/pertanian
·       Mereka mulai menggunakan pacul dan bajak sebagai alat bercocok tanam
·       Menggunakan hewan sapi dan kerbau untuk membajak sawah
·       Sistem huma untuk menanam padi
·       Belum dikenal sistem pemupukan
5.  Pelayaran
Dalam pelayaran manusia prasejarah sudah mengenal arah mata angin dan
mengetahui posisi bintang sebagai penentu arah (kompas)
6.  Bahasa
Menurut hasil penelitian Prof. Dr. H. Kern, bahasa yang digunakan termasuk
rumpun bahasa Austronesia yaitu : bahasa Indonesia, Polinesia, Melanesia, dan
Mikronesia.Terjadinya perbedaan bahasa antar daerah karena pengaruh faktor
geografis dan perkembangan bahasa.
FOOD GATHERING
Ciri zaman ini adalah :
·    Mata pencaharian berburu dan mengumpulkan makanan
·    Nomaden, yaitu Hidup berpindah-pindah dan belum menetap
·    Tempat tinggalnya : gua-gua
·     Alat-alat yang digunakan terbuat dari batu kali yang masih kasar, tulang dan
tanduk rusa
·    Zaman ini hampir bersamaan dengan zaman batu tua (Palaeolithikum) dan
Zaman batu tengah (Mesolithikum)
FOOD PRODUCING
Ciri zaman ini adalah :

11
·     Telah mulai menetap
·     Pandai membuat rumah sebagi tempat tinggal
·     Cara menghasilkan makanan dengan bercocok tanam atau berhuma
·     Mulai terbentuk kelompok-kelompok masyarakat
·     Alat-alat terbuat dari kayu, tanduk, tulang, bambu ,tanah liat dan batu
·     Alat-alatnya sudah diupam/diasah
·     Zaman bercocok tanam ini bersamaan dengan zaman Neolithikum (zaman
batu muda) dan Zaman Megalithikum (zaman batu besar)

F. Corak Hidup Masyarakat Pra-aksara


 Kehidupan masyarakat indonesia pada masa pra aksaracorak kehidupan
masyarakat Indonesia pada masa pra aksara dapat dikelompokkan menjadi :

1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana


Kehidupan masyarakat masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana (zaman paleolitikum) masih sangat sederhana. Mereka hidup sangat
tergantung dengan alam dengan cara menumpulkan makanan dan berburu hewan.
Kegiatan tersebut dikenal dengan food gathering.
Perkakas yang dihasilkan pada masa ini adalah:
> Chopper ( kapak penetak / kapak genggam / kapak seterika, dinamakan
demikian sesuai dengan bentuk dan cara penggunaannya.
> Flakes (serpih bilah) yaitu pecahan batu kecil dan pipih serta tajam yang
digunakan sebagai pisau.
> Tulang dan Tanduk Hewan, alat ni digunakan sebagai mata panah, pengorek ubi
dan ujung tombak.
Perkakas-perkakas tersebut ditemukan di Pacitan Jawa Timur, Ngandong
dan Sangiran (Jawa Tengah)
Kebudayaan rohani yang ditemukan pada masa ini adalah penguburan orang
yang telah meninggal, berbeda dengan binatang.

2. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut

12
     Masa ini disebut juga masa Mesolitikum. Berkembangnya pemikiran manusia
menyebabkan peningkatan penggunaan pikiran dab meningkatnya kebutuhan
manusia dalam mempertahankan hidupnya. Peningkatan jumlah anggota
kelompok dan perpindahan tempat akan menyebabkan permasalahan baru.
Perpindahan tempat ( nomaden) dalam rangka berburu dan mengumpulkan
makanan (food gathering) dianggap sudah tidak memadai lagi maka manusia
purba mulai membuat tempat tinggal tetap untuk sementara (semi sedenter).
Kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan tetap berlangsung, namun
kegiatan mengolah lahan tingkat sederhana dan berternak tingkat awal sudah
dimulai.
Peninggalan budaya dari masa ini adalah budaya kjokkenmodding yang
ditemukan di pantai timur Sumatra dari Langsa (NAD) sampai Medan berupa
bukit kerang setinggi 7 meter, dan abris sous roche yang ditemukan di gua di
darah Sampung  Ponorogo Jawa Timur dan Lamoncong Sulawesi Selatan
Hasil kebudayaan:
Peable (Kapak Sumatra), hachecourte, pipisan batu, flakes, tulang dan
tanduk

3. Masa Bercocok Tanam di Sawah


    Masa bercocok tanam di sawah juga zaman neolitikum. Pada masa
ini terjadi perubahan besar dalam kehidupan manusia atau revolusi dari food
gathering menjadi food producing, dari nomaden menjadi menetap. Dengan
perubahan tersebut, semua kebutuhan dan perkakas untuk memenuhi kebutuhan
juga berubah. Perkakas menjadi lebih halus, manusia sudah mulai memasak,
mulai mempercantik diri dengan ditemukan berbagai perhiasan.
Perkakas yang dihasilkan: kapak persegi; kapak lonjong; gerabah/tembikar;
barang-barang perhiasan dari batu.
4. Masa Perundagian Logam
    Sebagai salah satu dampak kehidupan menetap adalah bahwa manusia
mulai semakin berkembang cara berpikirnya, sehingga mulai mampu menemukan
cara membuar perkakas dari logam. Penemuan logam mendorong manusia

13
menciptakan perkakas-perkakas untukmkebutuhan sehari-hari. Pengolahan logam
memerlukan keahlian khusus, sehingga kemudian berkembang menjadi mata
pencaharian untuk kelompok masyarakat tertentu.
Pembuatan perkakas dari logam menggunakan dua teknik, yaitu a cire
perdue dan bivalve.
Pembuatan perkakas dengan teknik a cire perdue, caranya dengan membuat model
terlebih dahulu dari lilin. Perkakas lilin kemudian dibungkus dengan tanah liat
basah yang bagian atas dan bawahnya diberi lubang, selanjutnya dikeringkan dan
kemudian dibakar. Pada saat dibakar, lilin melelh dan meninggalkan rongga.
Rongga pada tanah liat tadi kemudian diisi dengan cairan logam, dan setelah
dingin, tanah liat dipecah maka jadilah perkakas dari logam. teknik ini tidak
ekonomis karena hanya menghasilkan satu perkakas dari setiap model. Maka
kemudian dikembangkan teknik bivalve, yaitu membuat perkakas dengan cetak
masal, yaitu dibuat cetakan batu dengan tutup yang bisa dibuka dan dipakai
berulang-ulang.
Perkakas yang dihasilkan pada zaman perundagian: kapak corong; candrasa;
nekara; mokko; bejana; dan barang-barang perhiasan dari logam lainnya
5. Masa Batu Besar / Megalithikum
   Kebudayaan baru besar atau Megalithikum sebenarnya bukan babakan
budaya tersendiri. Kebudayaan ini berkembang seiring dengan perkembangan
kebudayaan spiritual / rohani manusia purba. Manusia purba sudah mempercayai
bahwa setelah kematian ada kehidupan, meski mereka belum faham benar tentang
hal itu. Maka kemudian setiap kematian selalu ditandai dengan menggunakan
bangunan batu yang besar.
Perkakas megalitikum:
> Menhir
> Dolmen

14
BAB III
PENUTUP
A.   Simpulan
            Berdasarkan pembahasan di atas, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
            Manusia yang hidup pada zaman praaksara (prasejarah)
disebut manusia purba.  Manusia purba adalah manusia penghuni bumi pada
zaman prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum mengenal
tulisan. Ditemukannya manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Jenis-jenis
manusia purba dibedakan dari zamannya yaitu zamanpalaeolitikum, zaman
mezolitikum, zaman neolitikum, zaman megalitikum, zaman logam dibagi
menjadi 2 zaman yaitu zaman perunggu dan zaman besi. Ada beberapa jenis
manusia purba yang ditemukan di wilayah
IndonesiaMeganthropus Paleojavanicus yaitu manusia purba bertubuh
besar tertua di Jawa dan Pithecanthrophus adalah manusia kera yang berjalan
tegak.
                        Corak kehidupan prasejarah indonesia dilihat dari segi hasil kebudayaan
manusia prasejarah menghasilkan dua bentuk budaya yaitu : bentuk budaya yang
bersifat spiritual dan bersifat material; segi kepercayaan  ada dinamisme
dan animisme; pola kehidupan manusia prasejarah adalah bersifat nomaden
(hidup berpindah-pindah dan bersifat permanen (menetap); sistem bercocok
tanam/pertanian; pelayaran; bahasa; food gathering dan menjadi food producing.

B.   Saran
1.    Diharapkan agar masyarakat dapat memahami maksud dari makalah ini dan
bisa menambah pengetahuan dan wawasan tentang kehidupan manusia purba pada
zaman dahulu.
2.    Diharapkan bagi penulis lain untuk mencari referensi yang lebih relevan
sebagai bahan dalam pembuatan makalah guna menciptakan karya tulis yang lebih
bermanfaat mengenai kehidupan manusia homo sapiens pada zaman dahulu.

15
DAFTAR PUSTAKA
http://www.plengdut.com/2013/03/Manusia-Purba-Indonesia-yang-Hidup-
pada-Masa-Praaksara.html
http://indonesiaindonesia.com/f/89905-manusia-purba-indonesia/
http://www.info-asik.com/2012/10/sejarah-manusia-purba.html
http://marhadinata.blogspot.com/2013/01/sejarah-manusia-purba-di-
indonesia.html
http://smpn1sdk91bubun2013.blogspot.com/2013/03/sejarah-manusia-
purba.html
http://yessicahistory.blogspot.com/2013/04/sejarah-manusia-purba-di-
indonesia.html
http://zulfahmigo.blogspot.com/2013/01/manusia-purba-pithecanthropus-
erectus.html
http://jagoips.wordpress.com/2012/12/28/kehidupan-manusia-pra-aksara/
  http://cahayawhyra.blogspot.com/2013/06/makalah-manusia-purba-dan-
homo-sapiens.html
  http://bimonugraha18.blogspot.com/2013/12/contoh-makalah-asal-usul-
dan-persevaran.html
  http://brainly.co.id/tugas/496331
  http://sejarahkelasx.blogspot.com/2014/06/teknologi-manusia-indonesia-
pada-zaman_7198.html

16

Anda mungkin juga menyukai