Anda di halaman 1dari 12

- Naturalisme

Istilah naturalisme berasal dari kata nature atau natural yang berarti alami dan isme yang berarti gaya seni rupa yang penggambarannya sesuai dengan keadaan alam atau alami. Perupa mancanegara yang mengambil gaya ini antara lain Ruben, Claude, Gainsborough, dan Constable. Perupa nusantara yang mengambil gaya ini antara lain Abdullah Suryo Subroto, Wahidi, Mas Priyadi, dan Basuki Abdullah. 1.Abdullah Suryo Subroto

Lahir di : Semarang , 1878 Meninggal : Yogyakarta , 1941 Ia merupakan anak tokoh pergerakan nasional dr.Wahidin Sudirohusodo . Abdullah Suriosubroto di sekolahkan kedokteran ke Negeri Belanda 2.Wikidi

Nama Lahir Wafat

: Wakidi : Plaju, Palembang, Sumatera Selatan, tahun 1889 : Bukittinggi, Sumatera Barat, tahun 1979

Pendidikan Profesi

: Pendidikan seni lukis di Kweekshool Bukittinggi : Pengajar SMA Landbouw & SMA Birugo Bukittinggi

3.Basuki Abdullah

Basuki Abdullah (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 25 Januari 1915 meninggal 5 November 1993 pada umur 78 tahun) adalah salah seorang maestro pelukis Indonesia.Ia dikenal sebagai pelukis aliran realis dan naturalis. Ia pernah diangkat menjadi pelukis resmi Istana Merdeka Jakarta dan karya-karyanya menghiasi istana-istana negara dan kepresidenan Indonesia, disamping menjadi barang koleksi dari berbagai penjuru dunia.

-Surealisme
Surrealisme adalah gaya atau aliran seni rupa yang penggambarannya melebih-lebihkan kenyataan, bahkan ada yang menyebutnya otomatisme psikis yang murni atau alam mimpi. Tokoh pelopor Surrealisme : Joan Miro, Salvador Dali dan Andre Masson. Di Indonesia yang menganut aliran ini: Sudibio, Sudiardjo dan Amang Rahman. 1.Sudibyo

Bambang Sudibyo lahir di Temanggung, Jawa Tengah, 8 Oktober 1952. Ia adalah anak guru agama yang juga berprofesi sebagai petani tembakau dan padi di Temanggung. Bambang adalah anak kelima dari 11 bersaudara. Masa kecil bersama keluarga sampai beranjak remaja ia jalani di desa sekitar Temanggung. 2.Sudiardjo

Lahir di Yogakarta tahun 1928 . meninggal pada tahun 2004 . pekerjaan Sudiarjo adalah seniman . Dan berkebangsaan Indonesia . Beragama Katholik

3.Amang Rahman

Nama Lahir Kegiatan lainnya

: :

Amang Rahman Jubair Ampel, Surabaya, Jawa Timur,21 Nopember 1931 (sejak tahun

: Pengasuh Yayasan Pendidikan Kesenian Surabaya

1967),Mendirikan Akademi Seni Rupa Surabaya (AKESERA),Sekretaris Dewan Kesenian Surabaya (1971),Ketua Dewan Kesenian Surabaya (1984)

-Realisme
Istilah realism berasal dari kata real yang berarti nyata dan isme yang berarti aliran atau gaya. Realism adalah gaya atau aliran seni rupa yang penggambarannya sesuai dengan kenyataan hidup. Perupa nusantara yang mengambil gaya ini antara lain Trubus, Tarmizi, dan Dullah. 1.Trubus

Trubus Soedarsono lahir di Wates, Yogyakarta, 23 April 1926. Trubus Soedarsono adalah pelukis dan pematung yang belajar secara otodidak. Berasal dari keluarga petani di Kabupaten Wates, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Trubus tidak pernah tamat sekolah dasar. Namun demikian Trubus di kemudian hari diangkat menjadi dosen ASRI. Pada mulanya Trubus bekerja sebagai pemberi makan kuda andong di Yogyakarta. Karena nampak berbakat melukis, Daoed Joesoef mendaftarkannya sebagai anggota sanggar SIM (Seniman Indonesia Moeda). Trubus yang berbakat terus mengembangkan kemampuan melukisnya di bawah asuhan S. Sudjojono, Affandi, Hendra Gunawan. Trubus keluar dari SIM pada tahun 1947, di saat yang sama di mana Hendra Gunawan mendirikan 'Pelukis Rakjat'. Trubus mengubur kehidupannya yang miskin dalam tema-tema lukisannya yang serba indah, seperti kembang sepatu, penari cantik, pemain piano, tafril lingkungan yang asri. Beberapa karya Trubus juga menjadi koleksi Presiden Sukarno, yaitu lukisan "Potret Wanita," "Putri Indonesia," dan patung batu berjudul "Gadis dan Kodok." Namun karena profesi pelukis pada saat itu belum terhargai mahal, ia tetap saja miskin. Sehingga ketika pada akhir tahun 1950-an Trubus mendengar bahwa di Bilangan Cideng, Jakarta, ada studio seni lukis Tio Tek Djien ia pun bergabung. Di sini ia digaji Rp. 1000,- sehari. Potensinya yang bagus menyebabkan Trubus diimbau bergabung dengan Lekra, dengan janji Lekra akan memfasilitasi seluruh kebutuhan melukisnya. Trubus menerima tawaran itu. Trubus sempat juga menjadi anggota

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah - DIY, mewakili fraksi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pasca kudeta Gerakan 30 September 1965, para anggota Lekra diburu lawan politiknya. Trubus dikabarkan hilang pada tahun 1966, atau diduga mati terbunuh di Yogyakarta. 2.Tarmizi

Tarmizi Firdaus lahir tahun 1951, di kota Bukittinggi, kami sudah berteman sejak Taman Kanak-kanak di Franciscus Caverius, dan Sekolah Dasar no 9 di Bukittinggi. Kemudian di SMP I Bukittinggi, di SMA berpisah sebab beliau di SMA I, sedangkan penulis di SMA III, tetapi jurusan yang dimasuki sama yaitu jurusan Ilmu Pasti Alam (Pas/Pal). Beliau kemudian menyambung ke jurusan Seni Lukis di Departemen Seni Rupa, ITB Bandung tahun 1970. 3.Dullah

Lahir Profesi

: Solo, Jawa Tengah, 17 September 1919 : Pelukis dan penulis

Karya Buku

: Lukisan-lukisan koleksi DR. Ir. Soekarno, Presiden RI, sebayak 4 jilid diterbitkan di RRC(1956 dan 1961),Ukiran-ukiran rakyat Indonesia koleksi DR. Ir. Soekarno Presiden RI, diterbitkan di RRC (1961),Karya dalam peperangan dan revolusi, diterbitkan di Indonesia (1982)

-Romantisme
Istilah Romantisme berasal dari kata roman yang berarti cerita dan isme yang berarti aliran atau gaya. Romantisme adalah gaya atau aliran seni rupa yang berusaha menampilkan hal-hal yang fantastic, irrasional, indah dan absurd. Aliran ini melukiskan cerita-cerita romantis tentang tragedi yang dahsyat, kejadian dramatis yang biasa ditampilkan dalam cerita kehidupan manusia ataupun binatang. Tokoh-tokoh pelopor Romantisme ialah : Fransisco de Goya (Spanyol), Turner (Inggris) dan Rubens (Belanda). Di Indonesia yang menganut aliran ini : Raden Saleh 1.Raden Saleh

Lahir
Meninggal Tepat peristirahatan Pekerjaan Orang Tua

: 1807[1][2] atau 1811[3]


: 1807[1][2] atau 1811[3]

Semarang, Hindia Belanda

Semarang, Hindia Belanda

:Bogor,Jawa Barat,Indonesia :Pelukis : Sayyid Husen bin Alwi bin Awal bin Yahya Mas Adjeng Zarip Husen

Pasangan

: Raden Ayu Danudirdja

-Ekspresionisme
Istilah ekspresionisme berasal dari kata expression yang berarti ungkapan jiwa yang spontan dan isme yang berarti aliran atau gaya. Gaya seni rupa ini dipelopori oleh pelukis belanda yang bernama Vincent van Gegh. Perupa nusantara yang mengambil gaya ini adalah Affandi. 1.Affandi

Affandi dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Dari segi pendidikan, ia termasuk seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi orang-orang segenerasinya, memperoleh pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya tamat dari AMS, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir anak negeri. Namun, bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain dalam kehidupannya, dan memang telah menjadikan namanya tenar sama dengan tokoh atau pemuka bidang lainnya. Pada umur 26 tahun, pada tahun 1933, Affandi menikah dengan Maryati, gadis kelahiran Bogor. Affandi dan Maryati dikaruniai seorang putri yang nantinya akan mewarisi bakat ayahnya sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi. Sebelum mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja sebagai tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu gedung bioskop di Bandung. Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih tertarik pada bidang seni lukis. Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung, yaitu kelompok lima pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta Affandi yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan seni rupa di Indonesia. Kelompok ini berbeda dengan Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) pada tahun 1938, melainkan sebuah kelompok belajar bersama dan kerja sama saling membantu sesama pelukis. Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung Poetera Djakarta yang saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di Indonesia. Empat

Serangkaiyang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyurmemimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) untuk ikut ambil bagian. Dalam Seksi Kebudayaan Poetera ini Affandi bertindak sebagai tenaga pelaksana dan S. Soedjojono sebagai penanggung jawab, yang langsung mengadakan hubungan dengan Bung Karno. Ketika republik ini diproklamasikan 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-gerbong kereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain Merdeka atau mati!. Kata-kata itu diambil dari penutup pidato Bung Karno, Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945. Saat itulah, Affandi mendapat tugas membuat poster. Poster itu idenya dari Bung Karno, gambar orang yang dirantai tapi rantai itu sudah putus. Yang dijadikan model adalah pelukis Dullah. Lalu katakata apa yang harus ditulis di poster itu? Kebetulan muncul penyair Chairil Anwar. Soedjojono menanyakan kepada Chairil, maka dengan enteng Chairil ngomong: Bung, ayo Bung! Dan selesailah poster bersejarah itu. Sekelompok pelukis siang-malam memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-daerah. Dari manakah Chairil memungut kata-kata itu? Ternyata kata-kata itu biasa diucapkan pelacur-pelacur di Jakarta yang menawarkan dagangannya pada zaman itu. Bakat melukis yang menonjol pada diri Affandi pernah menorehkan cerita menarik dalam kehidupannya. Suatu saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah melukis di Santiniketan, India, suatu akademi yang didirikan oleh Rabindranath Tagore. Ketika telah tiba di India, dia ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang sudah tidak memerlukan pendidikan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling negeri India. Sepulang dari India, Eropa, pada tahun lima puluhan, Affandi dicalonkan oleh PKI untuk mewakili orang-orang tak berpartai dalam pemilihan Konstituante. Dan terpilihlah dia, seperti Prof. Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb, untuk mewakili orang-orang tak berpartai. Dalam sidang konstituante, menurut Basuki Resobowo yang teman pelukis juga, biasanya katanya Affandi cuma diam, kadang-kadang tidur. Tapi ketika sidang komisi, Affandi angkat bicara. Dia masuk komisi Perikemanusiaan (mungkin sekarang HAM) yang dipimpin Wikana, teman dekat Affandi juga sejak sebelum revolusi. Lalu apa topik yang diangkat Affandi? Kita bicara tentang perikemanusiaan, lalu bagaimana tentang perikebinatangan? demikianlah dia memulai orasinya. Tentu saja yang mendengar semua tertawa ger-geran. Affandi bukan orang humanis biasa. Pelukis yang suka pakai sarung, juga ketika dipanggil ke istana semasa Suharto masih berkuasa dulu, intuisinya sangat tajam. Meskipun hidup di zaman teknologi yang sering diidentikkan zaman modern itu, dia masih sangat dekat dengan fauna, flora dan alam semesta ini. Ketika Affandi mempersoalkan Perikebinatangan tahun 1955, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup masih sangat rendah. Affandi juga termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), organisasi kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rezim Suharto. Dia bagian seni rupa Lembaga Seni Rupa) bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan sebagainya. Pada tahun enampuluhan, gerakan anti imperialis AS sedang mengagresi Vietnam cukup gencar. Juga anti kebudayaan AS yang disebut sebagai kebudayaan imperialis. Film -film Amerika, diboikot di negeri ini. Waktu itu Affandi mendapat undangan untuk pameran di gedung USIS Jakarta. Dan Affandi pun, pameran di sana.

Ketika sekelompok pelukis Lekra berkumpul, ada yang mempersoalkan. Mengapa Affandi yang pimpinan Lekra kok pameran di tempat perwakilan agresor itu. Menanggapi persoalan ini, ada yang nyeletuk: Pak Affandi memang pimpinan Lekra, tapi dia tak bisa membedakan antara Lekra dengan Lepra! kata teman itu dengan kalem. Karuan saja semua tertawa. Meski sudah melanglangbuana ke berbagai negara, Affandi dikenal sebagai sosok yang sederhana dan suka merendah. Pelukis yang kesukaannya makan nasi dengan tempe bakar ini mempunyai idola yang terbilang tak lazim. Orang-orang lain bila memilih wayang untuk idola, biasanya memilih yang bagus, ganteng, gagah, bijak, seperti; Arjuna, Gatutkaca, Bima atau Werkudara, Kresna. Namun, Affandi memilih Sokasrana yang wajahnya jelek namun sangat sakti. Tokoh wayang itu menurutnya merupakan perwakilan dari dirinya yang jauh dari wajah yang tampan. Meskipun begitu, Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Deparpostel) mengabadikan wajahnya dengan menerbitkan prangko baru seri tokoh seni/artis Indonesia. Menurut Helfy Dirix (cucu tertua Affandi) gambar yang digunakan untuk perangko itu adalah lukisan self-portrait Affandi tahun 1974, saat Affandi masih begitu getol dan produktif melukis di museum sekaligus kediamannya di tepi Kali Gajahwong Yogyakarta.

TUGAS SENI BUDAYA D I S U S U N

Anda mungkin juga menyukai