Biografi : Affandi Koesoema lahir di Cirebon pada 1907 sebagai putra dari Raden Koesoema yang bekerja sebagai mantri ukur di pabrik gula Ciledug. Pada saat itu Indonesia masih berada di bawah kekuasaan Belanda sehingga keturunan pribumi biasa akan sulit mendapatkan pendidikan tinggi, dan ia hanya bisa bersekolah sampai AMS (Algemene Middelbare School) atau setara SMA. Sejak kecil Affandi gemar menggambar dan telah memperlihatkan bakat seni sejak sekolah dasar, namun dunia seni lukis baru benar – benar digeluti pada era 1940an. Pada saat itu sulit untuk mendapatkan pekerjaan seni karena Belanda masih menguasai Indonesia. Ia mengawali karir sebagai seorang guru dan juru sobek karcis, menggambar reklame bioskop di Bandung. Pada tahun 1930an dalam biografi Affandi bergabung dengan kelompok Lima di Bandung, yang beranggotakan lima orang pelukis Bandung dan semuanya kelak memiliki andil besar terhadap perkembangan seni rupa Indonesia. Mereka adalah Barli, Sudarso, Hendra Gunawan, Wahdi dan Affandi sendiri yang memimpin kelompok tersebut. Kelompok ini memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan seni rupa Indonesia, tetapi berbeda dengan kelompok serupa lainnya, kelompok ini lebih fokus kepada kegiatan melukis dan belajar bersama untuk kalangan pelukis sehingga tidak formal seperti Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia). Di tahun 1933, Affandi menikah dengan Maryati yang merupakan seorang gadis kelahiran Bogor dan memiliki seorang putri yang kelak meneruskan jejaknya sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi. Ketahui juga mengenai biografi R.A. Kartini sebagai salah satu pahlawan nasional wanita Indonesia. 2. Lukisan The Starry Night
Karya : Vincent Van Gogh
Biografi :Vincent van Gogh dilahirkan di Groot-Zundert, Provinsi Brabant, Belanda, pada 30 Maret 1853. Ia merupakan anak kedua dari enam bersudara dari keluarga relijius di Belanda Selatan. Ayahnya, Theodorus van Gogh, seorang pendeta. Ibunya, Anna Cornelia Carbentus, Seorang poutri dari seorang penjual buku. Pada masa kecilnya, van Gogh memiliki mood atau suasana hati yang tidak stabil. Ia anak yang serius, pendiam, dan penuh dengan pikiran. Ia tak juga memperlihatkan bakat seni-nya semasa kanak-kanak. Van Gogh sempat menjalani homeschooling di bawah bimbingan ibunya dan pengasuh. Pada 1860, ia masuk di sekolah lokal. Empat tahun kemudian, ia ditempatkan di sekolah asrama. Di sana, ia merasa ditinggalkan sehingga berniat ingin pulang. Namun, alih-alih dikabulkan, pada 1866 ia malah dimasukkan ke sekolah menengah Tilburg. Ketertarikannya pada dunia seni telah muncul semenjak dirinya masih kecil. Ketika ibunya menyuruhnya menggambar, hasil gambarnya sangat ekspresif. Van Gogh kemudian diasah lebih mendalam di Tilburg, di bawah bimbingan Cinstan Cornelis Huijsman, seorang seniman di Paris. Huijsman memiliki filosofi menolak segala bentuk impresi akan benda, uatamanya pada alam atau objek biasa. Namun rupanya, filosofi tersebut tak disukai oleh van Gogh sehingga mata pelajaran itu sama sekali tak masuk di kepalanya. 3. Lukisan Never Lose Your Fighting Spirit
Karya : Hendra Gunawan
Biografi : Hendra Gunawan lahir di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1918, dan Wafat di Denpasar, Bali. 17 Juli 1983. Hendra Gunawan adalah seorang pelukis, penyair, pematung dan pejuang gerilya. Selama masa mudanya ia bergabung dengan tentara pelajar dan merupakan anggota aktif dari Poetera (Pusat Tenaga Rakyat) dan organisasi yang dipimpin oleh Sukarno dan lain-lain. Ia juga aktif dalam Persagi (Asosiasi Pelukis Indonesia, sebuah organisasi yang didirikan oleh S. Soedjojono dan Agus Djaya pada tahun 1938. Hendra Gunawan memiliki komitmen dalam pandangan politiknya, mengabdikan hidupnya untuk memerangi kemiskinan, ketidak adilan dan kolonialisme. Dia dipenjara di Kebon Waru atas keterlibatannya di Institut Budaya Populer (Lekra), sebuah organisasi budaya yang berafiliasi dengan komunis sekarang sudah tidak berfungsi, Partai Indonesia (PKI). Penahanan Hendra Gunawan selama 13 Tahun dimulai pada tahun 1965 hingga tahun 1978. Selama di dalam penjara beliau tetap aktif berkarya membuat lukisan bertema tentang kehidupan masyarakat pedesaan pada jamanya, seperti: Panen Padi, berjualan buah, kehidupan nelayan, suasana panggung tari-tarian, dll. Hampir disemua Lukisanya berlatar belakang alam. Dengan talenta sebagai seorang Pelukis senior dan memiliki karakter karya Lukisan yang khas, menjadikan namanya masuk dalam daftar Pelukis Maestro Legendaris ternama Indonesia. Karakter Lukisan beliau sangat berani dengan ekspresi goresan cat tebal, dan ekspresi warna kontras apa adanya, karya Lukisanya banyak dikoleksi oleh para kolektor dalam negeri. Perjalanan Aliran Lukisan karya Hendra Gunawan pada awalnya adalah realism yang melukiskan tema-tema tentang perjuangan sebelum kemerdekaan, namun setelah era kemerdekaan, karya-karya lukisan ber metamorfosa kedalam aliran lukisan ekspresionism, tema-tema lukisanya tentang sisi-sisi kehidupan masyarakat pedesaan. 4. The Scream
Karya : Edvarb Munch
Biografi: Edvard Munch lahir di Ådalsbruk, Loten pada 12 Desember 1863 dan meninggal di Ekely, 23 Januari 1944 adalah pelukis aliran ekspresionisme berkebangsaan Norwegia. Gambarannya terhadap kesengsaraan atau penderitaan sangat mempengaruhi perkembangan seni aliran ekspresionisme di Jerman pada awal abad ke-20. Salah satu karya lukisan paling terkenal Munch berjudul " The Scream " awalnya berjudul " Despair " yang dibuat pada tahun1893, dianggap sebagai ikon penggambaran penderitaan dan merupakan salah satu bagian dari seri yang disebut " The Frieze of Life " di mana Munch mengeksplorasi tema kehidupan, cinta, takut, kematian, dan kesedihan. Sebagaimana halnya dengan banyak karya lainnya, Munch melukis beberapa versi lukisan ini. Salah satunya dicuri pada tahun 1994 dan lainnya pada tahun 2004. Kedua lukisan yang dicuri ini akhirnya dapat ditemukan kembali. Tema " The Frieze of Life " berulang pada karya-karya Munch selanjutnya, dalam lukisan seperti " The Sick Child (1886, lukisan saudara perempuannya yang telah meninggal, Sophie), Vampire (1893–94), Ashes (1894), dan The Bridge ". Lukisan terakhir menggambarkan sosok pincang dengan wajah samar yang di latarbelakangi oleh bayangan pohon besar dan rumah yang menakutkan. Munch selalu menggambarkan wanita sebagai sosok yang rapuh, korban yang tak bersalah, atau vampir pencabut nyawa yang mengerikan. Para analis mengatakan bahwa hal ini mencerminkan kecemasan seksualnya. 5. Lukisan Kebun di dalam Rumah
Karya : Lee Man Fong
Biografi : Lee Man Fong (1913-1988) adalah seorang pelukis Indonesia yang dilahirkan di Tiongkok. Dia dibesarkan dan mendapatkan pendidikan di Singapura. Di sana dia belajar melukis dengan seorang pelukis Lingnan, dan terakhir dengan seorang guru yang mengajarkannya lukisan cat minyak. Pada tahun 1933 dia datang ke Indonesia dan tinggal selama 33 tahun. Pada masa Perang Dunia II dia ditawan Jepang, kemudian setelah Indonesia merdeka, Lee man fong didaulat menjadi pelukis istana Presiden Soekarno dan menjadi warga negara Indonesia. Lukisan-lukisan Lee Man Fong diakui sebagai perintis pelukis Asia Tenggara. Pada Tahun 1964 ia ditunjuk oleh Presiden Soekarno untuk membuat buku yang berjudul "Lukisan-Lukisan dan Patung Koleksi Presiden Soekarno dari Republik Indonesia" buku ini berisi seluruh karya-karya seni yang dikoleksi Presiden Soekarno dan semuanya berjumlah 5 Volume, setiap volume berisi sekitar 100 koleksi lukisan dari karya-karya pelukis Indonesia dan luar negeri. Lee man fong sendiri juga membuat buku sendiri yang berisi kumpulan lukisannya, diterbitkan dalam buku Lee Man Fong: Oil Paintings, volume I dan II dan diterbitkan oleh museum Art Retreat. Buku ini ditulis oleh kritikus seni Indonesia Agus Dermawan T., sementara seleksi karya dilakukan oleh Siont Tedja. Kedua buku yang keseluruhannya berisi 700 halaman ini berisi 471 lukisan pilihan koleksi banyak kolektor dari seluruh Dunia. Pada tahun 1966, karena kekacauan politik di Indonesia, Lee Man Fong hijrah ke Singapura dan lama menetap di sana, karena lama menetap di Singapura, dia bahkan dianggap sebagai pelukis Singapura. Tahun 1988 ia meninggal di Puncak, Jawa Barat, karena sakit.