Anda di halaman 1dari 6

5 TOKOH SENIMAN INDONESIA

1. Abdullah Suriosubroto

Abdullah Suriosubroto lahir si Kota Semarang pada tahun 1878. Beliau


merupakan anak angkat dari seorang tokoh gerakan Nasional Indonesia, yakni
Wahidin Sudirohusodo.
Beliau juga merupakan merupakan ayah dari pelukis ternama Indonesia lainnya
yakni Basoeki Abdullah, Sudjono Abdullah dan sang pematung Trijoto Abdullah.
Pada mulanya, dia dimasukkan ayahnya pada sebuah sekolah kedokteran di
Batavia kala itu. Karena tidak adanya ketertarikan dengan dunia pergerakan, akhirnya
Abdullah Suriosubroto melanjutkan kuliahnya di Belanda.
Namun karena tidak sepemikiran dengan sang ayah, dia malah memperdalam
ilmu seni lukis ketika di Belanda, tepatnya di kota Den Haag.
Setelah belajar beberapa waktu, dia kembali ke Tanah Air dengan melanjutkan
impiannya tersebut untuk menjadi pelukis ternama.
Perjalanan Karir Abdullah Suriosubroto
Abdullah Suriosubroto merupakan salah satu tokoh seni lukis terbaik sekaligus
yang pertama di abad ke-20. Beliau sangat menyukai pemandangan alam, yang
kemudian diimplementasikan dalam bentuk lukisan.
Kecintaan terhadap pemandangan akhirnya memberikan dia kelebihan spesial
dalam menciptakan karya seni lukis yang indah, sehingga dia diberi gelar sebagai
“Mooi Indie” yang berarti “Hindia Indah”.
Dalam beberapa karyanya, lukisan pemandangan terlihat sangat apik dan
kompleks, dengan mengusung tema ketentraman, kesejukan dan keindahan dalam
jangkauan pemandangan alam yang luas.
Menurut Kusnadi, topik Abdullah Suriosubroto sering diulas lewat beberapa
karya lukis cat minyaknya, sebagai hasil praktik memandang tamasya alam dari jarak
jauh, dan bersifat romantik.
Bandung menjadi kota pilihannya untuk menetap, karena pada masa itu sangat
banyak pemandangan alam yang indah dan sangat menginspirasinya.
Setelah menetap di bandung beberapa waktu, dia pindah ke Yogyakarta dan
menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1941.
Lukisan Karya Abdullah Suriosubroto :
2. Delsy Syamsumar

Nama Delsy Syamsumar dikenal sebagai pelukis terkemuka di Indonesia yang


telah membuahkan beberapa karya-karya indah hingga dia menjadi satu-satunya
pelukis asal Indonesia yang diakui bakat dan keterampilannya dalam bidang seni
lukis oleh Lembaga Seni dan Sejarah Perancis melalui sebuah buku literatur seni
dunia "France Art Journal 1974". Dalam buku tersebut, dia diberi predikat "
II'exellent dessinateur" dan "Litteratures Contemporaines L' Azie du Sud Est" hingga
diakui sebagai seniman dari Asia Tenggara terbaik yang memiliki bakat tak hanya
dalam seni lukis, melainkan juga sebagai designer, ilustrator, komikus, dan lain
sebagainya.
Kepiawaiannya dalam dunia seni ternyata juga bisa menyatu dengan dunia
perfilman. Pada saat diselenggarakannya Festival Film Asia di Tokyo tahun 1962,
Delsy Syamsumar berhasil menyabet penghargaan sebagai Art Director terbaik di
Asia atas film yang berjudul "Holiday in Bali" yang disutradarai oleh H. Usmar
Ismail.
Delsy Syamsumar dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1935 di Medan, Sumatera
Utara, Indonesia. Keahliannya sebagai seorang pelukis Neo-Klasik sudah didengar
oleh orang banyak. Bakat seni melukisnya mulai tampak ketika ia masih kecil
berumur 5 tahun. Ketika telah menduduki bangku persekolahan, Delsy Syamsumar
berhasil memenangkan dan menjadi juara beberapa sayembara di sekolah-sekolah
Sumatera Barat. Bakatnya semakin terasah ketika dia mendalami ilmu seni lukis dari
Gurunya yang bernama Wakidi, seorang pelukis handal di masa Orde Lama.
Pameran tunggal  Delsy pernah diselenggarakan di Hotel Indonesia, Gedung
Kesenian Jakarta. Lukisan hasil karyanya bahkan pernah tercatat sebagai lukisan
termahal yang terjual dalam suatu pameran bersama para seniman lukis tersohor
Indonesia lainnya (Afandi, Basuki Abdullah, dll).
Delsy Syamsumar menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan istri
pertamanya, Adila, di Jakarta pada tanggal 21 Juni 2001. Dengan demikian, 5 orang
istri yang ia nikahi dan 9 orang anak yang dikaruniakan untuknya telah ia tinggalkan.
Riset dan analisa oleh: Giri Lingga Herta Pratama
Pendidikan
 SMA Negeri
 Sekolah Seni Rupa (NASRI)
 Training Animasi Film Kartun Compugrafic ARVISCO (1992 - 1994)
Karir
 Pelukis Neo-Klasik
 Komikus dan Pelukis Komik di Jakarta (1954)
 Art Director (1960
 Illustrator tetap sekaligus wartawan di majalah “CARAKA” Ditpom. (1966-1970)
 Wakil Ketua kelompok seluruh Art Director Film dan Televisi Indonesia (KFT)
(1978-1982)
 Production Designer (1995)
Penghargaan
 Meraih penghargaan kritisi melukis credit title film PERFINI “Pejuang” berbentuk
sketsa (1961)
 Sebagai Art Director : Menerima penghargaan dekor tata warna terbaik dalam
Festival Film Asia di Tokyo (1962)
 Predikat  "Litteratures Contemporaines L' Azie du Sud Est" oleh Perancis
Karya

3. Hendra Gunawan
SILSILAH HENDRA GUNAWAN
Hendra Gunawan adalah seorang pelukis yang lahir di kota Bandung, Jawa Barat
pada tanggal 11 Juni 1918 dan wafat pada tanggal 17 Juli 1983 di Denpasar, Bali.
Beliau adalah putra dari Raden Prawiranegara dan Raden Odah Tejaningsih. 
Ketika Hendra Gunawan masih kecil, beliau sangat tekun belajar menggambar segala
macam yang ada di sekelilingnya seorang diri. Hingga ketika beliau duduk di bangku
kelas 7, beliau sanggup melukis sebuah pemandangan alam. 
PENDIDIKAN YANG DITEMPUH HENDRA GUNAWAN
Setelah Hendra Gunawan berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMP Pasundan,
Hendra Gunawan mulai serius mempelajari melukis. Pada awal mulanya, Hendra
Gunawan belajar kepada seorang pelukis pemandangan Wahdi Sumanata yaitu
Abdullah Suriosubroto yang merupakan ayah dari Basuki Abdullah.

Selanjutnya, setelah Hendra Gunawan belajar melukis pada Abdullah Suriosubroto,


beliau bertemu dengan Affandi Koesoema, Sudarso dan Barli. Kemudian mereka
membentuk sebuah tim dan diberi nama Lima Serangkai. Hingga akhirnya mereka
mengadakan latihan untuk melukis bersama di rumah Affandi. 
Bertemunya dengan Affandi adalah tahap dimana Hendra Gunawan merasakan
terinspirasi untuk menjadi seorang pelukis. Sehingga akhirnya beliau memberanikan
diri untuk berkecimpung di dunia lukis dan didasari dengan niat tulus dan besar dan
ketekunan. Dengan bermodalkan pensil, kertas, kanvas dan cat, beliau mulai
berkarya. Bukti keberanian beliau untuk tetap maju menjadi seorang pelukis
dibuktikan dengan membentuk Sanggar Pusaka Sunda pada tahun 1940-an dan
mengadakan pameran bersama dengan pelukis Bandung lainnya. 
ORGANISASI YANG DIIKUTI HENDRA GUNAWAN
Ketika Hendra Gunawan masih muda, beliau aktif dalam organisasi PUTERA (Pusat
Tenaga Rakyat). Organisasi ini diprakarsai oleh tiga serangkai yaitu Ir. Soekarno,
Moh. Hatta, dan K.H Mas Mansyur. Selama masa penjajahan Jepang, Hendra
Gunawan banyak membantu para pemudak yang memiliki minat dalam bidang lukis
dan seni patung. Hendra Gunawan juga banyak melukis di tempat-tempat terlarang
bersama dengan kawan-kawannya sehingga pada saat revolusi pecah, Hendra
Gunawan ikut berjuang. 
Dengan ikut, berjuang pada saat revolusi, Hendra mendapat banyak inspirasi dan
Hendra Gunawan mampu melahirkan karya lukisan-lukisan yang revolusioner.
Kontribusi lain Hendra Gunawan terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia yaitu,
membuat poster-poster perjuangan. 
HASIL KARYA LUKISAN HENDRA GUNAWAN

4. Henk Ngantung

Biografi
Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau yang lebih dikenal dengan nama Henk
Ngantung adalah seorang pelukis Indonesia dan Gubernur Jakarta untuk periode
1964-1965. Henk merupakan seorang pelukis dan budayawan dari organisasi Lekra
yang pada saat itu berafiliasi ke PKI. Sebagai pengurus Lekra ia juga memprakarsai
berdirinya Sanggar Gotong Royong.
Sebelum menjadi Gubernur Jakarta, Henk dikenal sebagai pelukis. Bersama
Chairil Anwar dan Asrul Sani, ia ikut mendirikan "Gelanggang". Henk juga pernah
menjadi pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok 1955-1958. Henk di
angkat sebagai Gubernur Jakarta pada tahun 1964, ia dianggap memiliki bakat artistik
sehingga diharapkan mampu untuk menjadikan Jakarta sebagai kota budaya.
Setelah tidak menjabat, Henk mengalami krisis finansial yang cukup parah sehingga
ia harus menjual rumahnya di pusat kota dan kemudian pindah ke perkampungan.
Meski demikian, kesetiaan Henk melukis terus berlanjut meski dia digerogoti
penyakit jantung dan glaukoma yang membuat mata kanan buta dan mata kiri hanya
berfungsi 30 persen. Pada akhir 1980-an, dia melukis dengan wajah nyaris melekat di
kanvas dan harus dibantu kaca pembesar. Sebulan sebelum wafat, saat ia dalam
keadaan sakit-sakitan, pengusaha Ciputra memberanikan diri mensponsori pameran
pertama dan terakhir Henk.
Karya-karya Henk yang masih bisa dinikmati khalayak seperti Dia juga
pembuat sketsa Tugu Tani sebelum bangunan monumen di Jalan Ridwan Rais itu
berdiri. Karya terakhir Henk adalah sebuah lukisan berjudul Ibu dan Anak.
Karir
 Wakil Sekjen Lekra,
 Wakil Gubernur DKI Jakarta (1960-1964),
 Gubernur DKI Jakarta (1964-1965)
 Pelukis
Penghargaan
 Lukisannya yang bejudul ‘Digiring Ke Kandang, mendapat Hadiah karya lukisan
terbaik dari Keimin Bunka Sidosho (1942)
Karya

5. Popo Iskandar

Lahir di Garut, Jawa Barat (1927-2000).


Di tahun 1947 Popo Iskandar belajar dari seniman Hendra Gunawan dan
Barli Samintawinata. Ia memelajari seni lukis dan merupakan lulusan dari
Jurusan Seni Rupa, Institut Teknologi Bandung tahun 1958. Ia sempat
mengajar di institusi tersebut dari tahun 1957 hingga 1961, lalu pindah dan
mengajar Pendidikan Seni di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Bandung dari tahun 1961 hingga 1993. Popo telah menuliskan sejumlah essai
dan kritik seni dan telah dicetak di sejumlah media di Indonesia antara tahun
1958 dan 1995.

Eksplorasi Popo sendiri sangat dipengaruhi oleh ekspresionisme, kubisme,


abstraksi, dan seni kaligrafi Asia. Dari sejak awal tahun 1960-an ia lebih
berfokus pada penggambaran akan ayam jago, kucing, dan harimau dalam
pencariannya akan esensi dari ketiga binatang itu.

Keanggotaan Seumur Hidup telah dianugerahkan kepadanya oleh Akademi


Jakarta karena dedikasi dan kontribusinya terhadap seni, terutama seni di
Indonesia, sejak tahun 1970. Popo telah berpartisipasi di beberapa pameran
bersama sejak tahun 1953, dan telah berkeliling dari Inggris, India, Cina,
Jepang, dan negara-negara lainnya. Ia juga telah mengadakan pameran
tunggal di Belanda dan Indonesia.

Ia dianugerahi Anugerah Seni oleh Pemerintah Indonesia di tahun 1980.


Popo wafat di Bandung pada tanggal 29 Januari 2000.
Karya

Anda mungkin juga menyukai