Di
Oleh:
Kelas :XI.SAINS.8
Seni lukis adalah satu cabang dari seni rupa. Dengan dasar pengertian yang sama.
Seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar.
Di sini saya akan sediakan dokumen untuk sobat download secara gratis tepatnya di
bawah akhir artikel ini. Dan sobat bisa mulai copas dari no 1. jika ingin
mendownload dokumen silahkan klik.
Pada zaman revolusi kemerdekaan ia aktif sebagai kolonel intel Dan F.P (persiapan
lapangan), Namun setelah kemerdekaan ia kembali aktiv di bidang seni rupa.
Warna biru dan merah pada lukisan agus terdapat suasana magis yang terpancar
dalam warna warna tersebut. Sosok penari yang tampil pada lukisan merupakan
penampilan suasana ritual dari masyarakat yang masih sangat erat dengan alam.
Warna biru dan merahnya seperti sudah menemukan karakter tersendiri, sehingga
merupakan idiom khas dari pelukis agus djaya. Yang menarik hati pelukis kelahiran
pandeglang,banten ini adalah dunia pewayangan. Dalam kanvasnya apabila agus
menggambar objek wayangvterasa ada kekayaan.
Agus djaya ini Sering berpameran baik itu di dalam maupun di luar negeri, di dalam
negeri seperti di Taman Ismail Marzuki, Balai Budaya, Museum Pusat, Mitra Budaya,
Lembaga Indonesia (LIA), Oet’s fine art gallery, dll. Sedangkan pamerannya di luar
negeri seperti di Stedelijk Museum Amsterdam, Galerie Barbison Paris, Grand Prix
des Beaux Art Monaco, Biennale Sao Paolo Brazil, International Art Gallery Sydney
dll. Ia berharap generasi muda Indonesia mampu memenuhi museum-museum yang
penuh dengan koleksi senilukis sebagai ciri dari mutu seni budayanya sendiri.
Organisasi yang ada pada masa Persagi. Banyak tokoh yang muncul saat itu salah
satunya adalah Agus Djaya. Tokoh yang satu ini lahir di Pandeglang, Banten tanggal
1 April 1913 dengan nama aslinya Raden Agus Djaya Suminta, Dia merupakan
pendiri Persagi (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia), yang juga ketua selama
empat tahun pada 1938 – 1942. Semasa kecilnya, saudara kandung, R. Otto Djaya
yang juga terkenal sebagai pelukis besar Indonesia ini pernah berkeinginan menjadi
dokter dengan alasan banyak anggota keluarga yang menjabat profesi tersebut,
namun karena bakat seni yang kuat dari ibunya ditambah pengarahan dari guru
gambarnya semasa sekolah di H.I.S.
Selama di Eropa, Agus Djaya juga berkenalan dengan pelukis-pelukis besar Eropa
seperti Pablo Picasso di Vallauris, Prancis Selatan. Juga bersahabat dengan perupa
dunia Salvador Dali di Madrid, Spanyol. Termasuk dengan pematung Paris asal
Polandia, Ossip Zadkine.
Setelah memiliki kesempatan yang luar biasa di luar negri, akhirnya ia kembali
juga ke tanah air. Selama di tanah air, prestasi dia makin tenggelam dengan dunia
seni rupa, hingga suatu ketika ia memutuskan meninggalkan Ibu kota, hijrah ke
Kuta, Bali. Di sanalah ia mendirikan studio sekaligus galeri impian di tepi Pantai
Kuta.
2. Lukisan Affandi
Perupa :Affandi
Biografi affandi
Affandi dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema, seorang
mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Dari segi pendidikan, ia termasuk
seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi orang-orang
segenerasinya, memperoleh pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya tamat dari
AMS, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir anak negeri.
Namun, bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain
dalam kehidupannya, dan memang telah menjadikan namanya tenar sama dengan
tokoh atau pemuka bidang lainnya.
Pada umur 26 tahun, pada tahun 1933, Affandi menikah dengan Maryati, gadis
kelahiran Bogor. Affandi dan Maryati dikaruniai seorang putri yang nantinya akan
mewarisi bakat ayahnya sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi.
Sebelum mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja
sebagai tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu
gedung bioskop di Bandung. Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih
tertarik pada bidang seni lukis.
Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung, yaitu
kelompok lima pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra Gunawan, Barli,
Sudarso, dan Wahdi serta Affandi yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan
kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan seni
rupa di Indonesia. Kelompok ini berbeda dengan Persatuan Ahli Gambar
Indonesia(Persagi) pada tahun 1938, melainkan sebuah kelompok belajar bersama
dan kerja sama saling membantu sesama pelukis.
Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung
Poetera Djakarta yang saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di
Indonesia. Empat Serangkai—yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta,
Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur—memimpin Seksi Kebudayaan
Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) untuk ikut ambil bagian. Dalam Seksi Kebudayaan
Poetera ini Affandi bertindak sebagai tenaga pelaksana dan S. Soedjojono sebagai
penanggung jawab, yang langsung mengadakan hubungan dengan Bung Karno.
Ketika republik ini diproklamasikan 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-
gerbong kereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain "Merdeka atau mati!". Kata-
kata itu diambil dari penutup pidato Bung Karno, Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945.
Saat itulah, Affandi mendapat tugas membuat poster. Poster yang merupakan ide
Soekarno itu menggambarkan seseorang yang dirantai tetapi rantainya sudah
putus. Yang dijadikan model adalah pelukis Dullah. Kata-kata yang dituliskan di
poster itu ("Bung, ayo bung") merupakan usulan dari penyair Chairil Anwar.
Sekelompok pelukis siang-malam memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-daerah.
Bakat melukis yang menonjol pada diri Affandi pernah menorehkan cerita menarik
dalam kehidupannya. Suatu saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah
melukis di Santiniketan, India, suatu akademi yang didirikan oleh Rabindranath
Tagore. Ketika telah tiba di India, dia ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang
sudah tidak memerlukan pendidikan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang
telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling negeri India.
Sepulang dari India, Eropa, pada tahun lima puluhan, Affandi dicalonkan oleh PKI
untuk mewakili orang-orang tak berpartai dalam pemilihan Konstituante. Dan
terpilihlah dia, seperti Prof. Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb, untuk mewakili
orang-orang tak berpartai.
Di Dalam sidang konstituante, menurut Basuki Resobowo yang teman pelukis juga,
biasanya katanya Affandi cuma diam, kadang-kadang tidur. Tapi ketika sidang
komisi, Affandi angkat bicara. Dia masuk komisi Perikemanusiaan (mungkin
sekarang HAM) yang dipimpin Wikana, teman dekat Affandi juga sejak sebelum
revolusi.
Namun, Affandi memilih Sokrasana yang wajahnya jelek namun sangat sakti. Tokoh
wayang itu menurutnya merupakan perwakilan dari dirinya yang jauh dari wajah
yang tampan. Meskipun begitu, Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi
(Deparpostel) mengabadikan wajahnya dengan menerbitkan prangko baru seri
tokoh seni/artis Indonesia.
Menurut Helfy Dirix (cucu tertua Affandi) gambar yang digunakan untuk perangko
itu adalah lukisan self-portraitAffandi tahun 1974, saat Affandi masih begitu getol
dan produktif melukis di museum sekaligus kediamannya di tepi Kali Gajahwong
Yogyakarta.