Anda di halaman 1dari 8

KLIPING

SENI
BUDAYA
REPRODUK
SI KARYA
SENI LUKIS

OLEH :

Nama : Rizky Apandi Prayoga Nasution

Kelas : XI IPA

SMA/SMK RA.KARTINI

TEBING TINGGI

TAHUN AJARAN 2021


Pengertian  Seni Lukis
Seni lukis adalah satu cabang dari seni rupa. Dengan dasar pengertian yang sama. Seni
lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar. 

Di sini saya akan sediakan dokumen untuk sobat download secara gratis tepatnya di
bawah akhir artikel ini. Dan sobat bisa mulai copas dari no 1. jika ingin mendownload dokumen
silahkan klik

 Reproduksi karya seni lukis

1. Lukisan Karya Agus Djaya

Judul     : Tari Bali

Perupa : Agus Djaya

 Biografi Agus Djaya

Rd.Agoes Djajasoeminta, Lahir di Pandeglang, Banten , pada tanggal 1 April 1913


merupakan pelukis asal indonesia. Di zaman pendudukan jepang, ia di rekomendasikan oleh
Bung Karno untuk menjadi ketua pusat kebudayaan bagian seni rupa (1942-1945). 
Pada zaman revolusi kemerdekaan ia aktif sebagai kolonel intel Dan F.P (persiapan
lapangan), Namun setelah kemerdekaan ia kembali aktiv di bidang seni rupa. Warna biru dan
merah pada lukisan agus terdapat suasana magis yang terpancar dalam warna warna tersebut.
Sosok penari yang tampil pada lukisan merupakan penampilan suasana ritual dari masyarakat
yang masih sangat erat dengan alam.

Warna biru dan merahnya seperti sudah menemukan karakter tersendiri, sehingga
merupakan idiom khas dari pelukis agus djaya. Yang menarik hati pelukis kelahiran
pandeglang,banten ini adalah dunia pewayangan. Dalam kanvasnya apabila agus menggambar
objek wayangvterasa ada kekayaan.

Agus djaya ini Sering berpameran baik itu di dalam maupun di luar negeri, di dalam
negeri seperti di Taman Ismail Marzuki, Balai Budaya, Museum Pusat, Mitra Budaya, Lembaga
Indonesia (LIA), Oet’s fine art gallery, dll. Sedangkan pamerannya di luar negeri seperti di
Stedelijk Museum Amsterdam, Galerie Barbison Paris, Grand Prix des Beaux Art Monaco,
Biennale Sao Paolo Brazil, International Art Gallery Sydney dll. Ia berharap generasi muda
Indonesia mampu memenuhi museum-museum yang penuh dengan koleksi senilukis sebagai ciri
dari mutu seni budayanya sendiri.

Organisasi yang ada pada masa Persagi. Banyak tokoh yang muncul saat itu salah satunya
adalah Agus Djaya. Tokoh yang satu ini lahir di Pandeglang, Banten tanggal 1 April 1913
dengan nama aslinya Raden Agus Djaya Suminta, Dia merupakan pendiri Persagi (Persatuan
Ahli-ahli Gambar Indonesia), yang juga ketua selama empat tahun pada 1938 – 1942. Semasa
kecilnya, saudara kandung, R. Otto Djaya yang juga terkenal sebagai pelukis besar Indonesia ini
pernah berkeinginan menjadi dokter dengan alasan banyak anggota keluarga yang menjabat
profesi tersebut, namun karena bakat seni yang kuat dari ibunya ditambah pengarahan dari guru
gambarnya semasa sekolah di H.I.S.

Pandeglang, Suwanda Mihardja, membuat Agus Djaja menjadi seorang pelukis. Setelah
lulus HIS Agus Djaja melanjutkan sekolah ke MULO, Bandung pada tahun 1923, kemudian ke
Middelbare Landbouw School, Bogor (1923-1924), dan diteruskan ke H.I.K. Lembang,Bandung
tahun 1927.

Selama di Eropa, Agus Djaya juga berkenalan dengan pelukis-pelukis besar Eropa seperti
Pablo Picasso di Vallauris, Prancis Selatan. Juga bersahabat dengan perupa dunia Salvador Dali
di Madrid, Spanyol. Termasuk dengan pematung Paris asal Polandia, Ossip Zadkine.

Setelah memiliki kesempatan yang luar biasa di luar negri, akhirnya ia kembali juga ke
tanah air. Selama di tanah air, prestasi dia makin tenggelam dengan dunia seni rupa, hingga suatu
ketika ia memutuskan meninggalkan Ibu kota, hijrah ke Kuta, Bali. Di sanalah ia mendirikan
studio sekaligus galeri impian di tepi Pantai Kuta.
2. Lukisan Affandi

Judul  : Para Pejuang

Perupa :Affandi

 Biografi affandi

Affandi dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema, seorang mantri
ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Dari segi pendidikan, ia termasuk seorang yang
memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi orang-orang segenerasinya, memperoleh
pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya tamat dari AMS, termasuk pendidikan yang hanya
diperoleh oleh segelintir anak negeri.

Namun, bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain dalam
kehidupannya, dan memang telah menjadikan namanya tenar sama dengan tokoh atau pemuka
bidang lainnya.

Pada umur 26 tahun, pada tahun 1933, Affandi menikah dengan Maryati, gadis kelahiran
Bogor. Affandi dan Maryati dikaruniai seorang putri yang nantinya akan mewarisi bakat ayahnya
sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi.

Sebelum mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja sebagai
tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu gedung bioskop di
Bandung. Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih tertarik pada bidang seni lukis.

Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung, yaitu kelompok
lima pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta
Affandi yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan kelompok. Kelompok ini memiliki andil
yang cukup besar dalam perkembangan seni rupa di Indonesia. Kelompok ini berbeda dengan
Persatuan Ahli Gambar Indonesia(Persagi) pada tahun 1938, melainkan sebuah kelompok belajar
bersama dan kerja sama saling membantu sesama pelukis.

Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung Poetera
Djakarta yang saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di Indonesia. Empat
Serangkai—yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan
Kyai Haji Mas Mansyur—memimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) untuk
ikut ambil bagian. Dalam Seksi Kebudayaan Poetera ini Affandi bertindak sebagai tenaga
pelaksana dan S. Soedjojono sebagai penanggung jawab, yang langsung mengadakan hubungan
dengan Bung Karno.

Ketika republik ini diproklamasikan 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-
gerbong kereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain "Merdeka atau mati!". Kata-kata itu
diambil dari penutup pidato Bung Karno, Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945. Saat itulah, Affandi
mendapat tugas membuat poster. Poster yang merupakan ide Soekarno itu menggambarkan
seseorang yang dirantai tetapi rantainya sudah putus. Yang dijadikan model adalah pelukis
Dullah. Kata-kata yang dituliskan di poster itu ("Bung, ayo bung") merupakan usulan dari
penyair Chairil Anwar. Sekelompok pelukis siang-malam memperbanyaknya dan dikirim ke
daerah-daerah.

Bakat melukis yang menonjol pada diri Affandi pernah menorehkan cerita menarik dalam
kehidupannya. Suatu saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah melukis di Santiniketan,
India, suatu akademi yang didirikan oleh Rabindranath Tagore. Ketika telah tiba di India, dia
ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang sudah tidak memerlukan pendidikan melukis lagi.
Akhirnya biaya beasiswa yang telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling
negeri India.

Sepulang dari India, Eropa, pada tahun lima puluhan, Affandi dicalonkan oleh PKI untuk
mewakili orang-orang tak berpartai dalam pemilihan Konstituante. Dan terpilihlah dia, seperti
Prof. Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb, untuk mewakili orang-orang tak berpartai.

Di Dalam sidang konstituante, menurut Basuki Resobowo yang teman pelukis juga,
biasanya katanya Affandi cuma diam, kadang-kadang tidur. Tapi ketika sidang komisi, Affandi
angkat bicara. Dia masuk komisi Perikemanusiaan (mungkin sekarang HAM) yang dipimpin
Wikana, teman dekat Affandi juga sejak sebelum revolusi.

Topik yang diangkat Affandi adalah tentang perikebinatangan, bukan perikemanusiaan


dan dianggap sebagai lelucon pada waktu itu. Affandi merupakan seorang pelukis rendah hati
yang masih dekat dengan flora, fauna, dan lingkungan walau hidup di era teknologi. Ketika
Affandi mempersoalkan 'Perikebinatangan' tahun 1955, kesadaran masyarakat terhadap
lingkungan hidup masih sangat rendah.

Affandi juga termasuk pimpinan pusat Lekra(Lembaga Kebudayaan Rakyat), organisasi


kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rezim Suharto. Dia bagian seni rupa Lembaga Seni
Rupa) bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan sebagainya.

Tahun 60-an, gerakan anti imperialis AS sedang mengagresi Vietnamcukup gencar. Juga
anti kebudayaan AS yang disebut sebagai 'kebudayaan imperialis'. Film-film Amerika, diboikot
di negeri ini. Waktu itu Affandi mendapat undangan untuk pameran di gedung USIS Jakarta.
Dan Affandi pun, pameran di sana.

Ketika sekelompok pelukis Lekra berkumpul, ada yang mempersoalkan. Mengapa


Affandi yang pimpinan Lekra kok pameran di tempat perwakilan agresor itu. Menanggapi
persoalan ini, ada yang nyeletuk: "Pak Affandi memang pimpinan Lekra, tetapi dia tak bisa
membedakan antara Lekra dengan Lepra!" kata teman itu dengan kalem. Keruan saja semua
tertawa.

Meski sudah melanglangbuana ke berbagai negara, Affandi dikenal sebagai sosok yang
sederhana dan suka merendah. Pelukis yang kesukaannya makan nasi dengan tempe bakar ini
mempunyai idola yang terbilang tak lazim. Orang-orang lain bila memilih wayang untuk idola,
biasanya memilih yang bagus, ganteng, gagah, bijak, seperti; Arjuna, Gatutkaca, Bima, Krisna.

Namun, Affandi memilih Sokrasana yang wajahnya jelek namun sangat sakti. Tokoh
wayang itu menurutnya merupakan perwakilan dari dirinya yang jauh dari wajah yang tampan.
Meskipun begitu, Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Deparpostel) mengabadikan
wajahnya dengan menerbitkan prangko baru seri tokoh seni/artis Indonesia.

Menurut Helfy Dirix (cucu tertua Affandi) gambar yang digunakan untuk perangko itu
adalah lukisan self-portraitAffandi tahun 1974, saat Affandi masih begitu getol dan produktif
melukis di museum sekaligus kediamannya di tepi Kali Gajahwong Yogyakarta.
3. Lukisan Karya Basuki Abdullah

Judul: Diponegoro Memimpin Pertempuran

Perupa : Basuki Abdulah

 Biografi Basuki Abdullah

Basoeki Abdullah lahir di Desa Sriwidari, Surakarta Jawa Tengah, 27 Januari 1915 dengan
Indonesia yang masih berstatus Hindia Belanda. Lahir dari pasangan R. Abdullah Suryosubroto
dan Raden Nganten Ngadisah. Kakek Basuki Abdullah adalah seorang figure sejarah
Kebangkitan Nasional Indonesia, yaitu dokter Wahidin Sudirohusodo. Ayahnya adalah seorang
pelukis juga, salah satu tokoh Mooi indie.

Sejak dari kecil (umur 4 tahun) Basuki Abdullah sudah mulai menyukai dunia seni. Ia mulai
suka menggambar figur-figur penting seperti Yesus Kristus, Mahatma Ghandi, dll. Dalam
usianya yang masih muda Basoeki Abdullah telah berhasil menggambar dengan tingkat
kemiripan dan teknis yang luar biasa.

Bakat melukisnya terwarisi dari ayahnya, Abdullah Suriosubroto, yang juga seorang pelukis
dan penari. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh Pergerakan Kebangkitan Nasional
Indonesia pada awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin Sudirohusodo. Sejak masa umur 4
tahun Basuki Abdullah mulai gemar melukis beberapa tokoh terkenal diantaranya Mahatma
Gandhi, Rabindranath Tagore, Yesus Kristus dan Krishnamurti.

Pendidikan formal Basuki Abdullah diperoleh di HIS Katolik dan Mulo Katolik di Solo.
Berkat bantuan Pastur Koch SJ, Basuki Abdullah pada tahun 1933 memperoleh beasiswa untuk
belajar di Akademik Seni Rupa (Academie Voor Beeldende Kunsten) di Den Haag, Belanda, dan
menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun dengan meraih penghargaan Sertifikat Royal
International of Art (RIA).

Pendidikan dasar hingga menengahnya ditempuh di HIS (Hollands Inlandsche Scool)


kemudian dilanjutkan ke MULO (Meer Ultgebried Lager Onderwijs). Pada tahun 1913 Basuki
Abdullah mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di Akademi Seni Rupa
(Academie Voor Beldeende Kunsten) di Den Haag, Belanda berkat bantuan dari Pastur Koch SJ.
Ia menyelesaikan studinya dalam waktu dua tahun lebih dua bulan dan meraih penghargaan
sertifikat Royal International of Art (RIA). Tak berhenti disana setelah itu ia juga mengikuti
semacam program studi banding di beberapa sekolah seni rupa di Paris dan Roma.

Anda mungkin juga menyukai