Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KLIPPING

SENI BUDAYA
(Lukisan Nusantara)

Nama kelompok:
1.Siti Nur Aisyah
2.Salsi Siti Hawa
3.Aisyah Rohaniyah
1. Raden Saleh Sjarif Boestaman (1807-1880)

Raden saleh kecil dengan keahliannya yang menonjol sebagai seorang pelukis besar sejak
bersekolah di sekolah rakyat di zamannya membuat Raden Saleh menjadi tokoh yang besar
dengan berbagai macam penghargaan. Belajar dari seorang pelukis keturunan Belgia berasal
dari Belanda, menjadikan raden saleh seorang pelukis dengan multi talenta, seperti melukis
dengan cat minyak, ditambah dengan terjun langsung dengan mencari objek pemandangan
dan objek lukisan tipe-tipe orang indonesia di daerah yang disinggahi.
Pada Tahun 1829, hijrahlah Raden Saleh ke Belanda untuk Belajar, selama di eropa Raden
Saleh juga belajar mendalami pelukisan hewan yang dipertemukan dengan sifat agresif
manusia, melukis kehidupan satwa di padang pasir juga merupakan salah satu ilham yg keluar
selama tinggal di Aljazair beberapa bulan pada tahun 1846. Raden Saleh juga di percaya
menjadi menjadi konservator pada "Lembaga Kumpulan Koleksi Benda-benda Seni". Dari
keunikan keunikan jiwa seni inilah yang menjadikan Raden saleh menjadi sosok tokoh yang
sangat inspiratif di zamannya.
Salah satu karya Raden Saleh adalah lukisan penangkapan Diponegoro, yang mana lukisan
tersebut menggambarkan bahwa Raden Saleh tidak menyukai penindasan serta mempercayai
idealisme kebebasan dan kemerdekaan. Berbagai macam penghargaan mengalir dari hasil
karya Raden Saleh baik penghargaan mancanegara maupun dari Indonesia. Raden saleh
menikah dengan gadis keluarga ningrat keturunan Keraton Solo setelah perceraiannya dengan
istri terdahulu. Batavia adalah tempat di mana Raden Saleh Tinggal dengan gedung hasil
karyanya sendiri  dari segi bangunan dan tekniknya yang mana sesuai dengan tugasnya
sebagai seorang pelukis.
Tanggal 23 April 1880 adalah sejarah bagi tokoh kebanggaan bangsa kita, meninggal dengan
berbagai macam kontroversi menjadi topik hangat diperbincangkan. Namun, Bangsa kita bisa
bangga, berkat Raden Saleh, Indonesia bisa menghasilkan anak bangsa dengan segala talenta
dan kreativitasnya. Hasil hasil karyanya bisa menembus museum besar seperti Rijkmuseum
belanda dan Louvre Paris.
Bahkan setelah sekian lama kematiannya sejak abad 18, hasil karyanya masih dikagumi dan
diakui oleh beberapa mancanegara. Tepatnya bulan september 2011 di kota Dresden Jerman
telah sukses mengadakan pameran lukisan hasil karya Raden Saleh.
2. Abdullah Suriosubroto (1878-1941)

Abdullah Suriosubroto lahir di Semarang pada tahun 1878. Ia adalah anak angkat dari Dr.
Wahidin Sudirohusodo, seorang Tokoh Gerakan Nasional Indonesia. Ia dikenal sebagai pelukis
Indonesia pertama pada abad 20.
Pada mulanya Abdullah mengikuti jejak ayah angkatnya untuk masuk ke sekolah kedokteran
di Jakarta. Setelah lulus dari Jakarta ia meneruskan kuliahnya di belanda. Setelah menetap
disana, entah mengapa Abdullah tiba-tiba banting setir ke seni lukis dan masuk sekolah seni
rupa.
Sepulangnya di Indonesia Abdullah konsisten menggeluti profesinya sebagai pelukis. Ia
sangat menyukai pemandangan, dimana ia sering menuangkan ke dalam lukisannya.
Keputusan yang diambilnya sewaktu muda tidaklah sia-sia, berkat karya yang dihasilkannya ia
dimasukkan dalam aliran yang dijuluki “Mooi Indie” atau Hindia Indah.
Abdullah Suriosubroto sering dibicarakan melalu karya-karya lukis cat minyaknya sebagai
hasil memandang alam dari jarak jauh dan bersifat romantik.
Salah satu pelukis terkenal Indonesia ini lebih banyak menghabiskan waktunya di bandung
agar dekat dengan pemandangan alam, sebelum akhirnya pindah ke Yogyakarta dan
meninggal pada tahun 1941.
 
3. Affandi Koesoema (1907-1990)

Diantara para maestro dan legenda pelukis terkenal Indonesia, mungkin Affandi lah yang
menggunakan teknik lukis paling aneh. Ia melukis tidak menggunakan kuas.
Proses awal yang ia lakukan adalah menumpahkan cat-cat berwarna ke dalam kanvas, jika
dilihat mungkin akan memberi kesan yang amburadul. Namun setelah itu Affandi akan
menyikat warna-warna cat tersebut dengan jarinya hingga tahap finishing  dengan hasil yang
menawan.
Affandi Koesoema termasuk seniman yang berumur panjang. Ia lahir di Cirebon pada tahun
1907 dan meninggal pada tahun 1990.
Affandi digadang-gadang sebagai pelukis Indonesia yang paling terkenal di kancah dunia,
berkat gaya ekspresionisnya dan romantisme yang khas. Pada tahun 1950-an ia banyak
mengadakan pameran tunggal di Amerika Serikat, Inggris, India dan Eropa.
Ia juga dikenal sebagai sosok yang sederhana dan rendah hati. Pernah pada suatu ketika,
kritisi lukisan dari Barat menanyakan apa gerangan aliran-aliran lukisannya. Tanpa disangka ia
malah balik bertanya dan meminta kritikus Barat tersebut untuk menjelaskan perihal aliran-
aliran yang ada dalam lukisan.
Namun, banyak orang yang menilainya jenius. Karena semasa hidupnya Affandi telah
menghasilkan karya lebih dari 2000.
4. Agus Djaya (1913-1994)

Pelukis terkenal Indonesia ini lahir dari keluarga Bangsawan Banten pada tanggal 1 April
1913 dengan nama asli Raden Agus Djaja Suminta.
Dengan latar belakang tersebut, tak heran ia mendapatkan pendidikan yang baik. Setelah
menamatkan pendidikan di Indonesia, Agus Djaja melanjutkan belajar di Akademi Rijks
(Academy of Fine Art) Amsterdam, Belanda.
Selama berada di Eropa, ia sempat berkenalan dengan beberapa seniman besar dunia, di
antaranya Pablo Picasso, Salvador Dali termasuk Ossip Zadkine, pematung Polandia yang
terkenal.
Sekembalinya ke Indonesia Agus Djaja mendirikan Persagi (Persatuan Ahli Gambar
Indonesia) sekaligus memimpinnya pada tahun 1938-1942 yang merupakan organisasi
pertama seniman senirupa di Indonesia. Oleh sebab itu, Agus Djaja dinyatakan sebagai salah
seorang cikal bakal seni lukis Indonesia.
Setelah itu, ia direkomendasikan oleh Bung Karno untuk menjadi Ketua Pusat Kebudayaan
Bagian Senirupa pada tahun 1942-1945.
Selain menjadi pelukis, pada jaman revolusi kemerdekaan Agus Djaja aktif sebagai Kolonel
Intel dan F.P (persiapan lapangan). Ia absen untuk tidak mengadakan pameran tunggal hampir
selama 40 tahun karena peran dan kondisi bangsa pada saat itu.
Setelah jaman revolusi telah usai, April pada tahun 1976 ia mengadakan pameran tunggal di
Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Lebih dari 70 lukisan dipajangnya. Agus Djaja mempunyai ciri
khas dengan warna biru dan merah yang terkesan memberi nuansa magis. Ia juga sering
menuangkan objek wayang dalam setiap karyanya.
Setelah lama malang melintang di Ibukota, akhirnya Agus Djaja memutuskan untuk pindah
Bali. Di sana ia mendirikan galeri impian di tepi pantai Kuta.
 
5. Barli Sasmitawinata (1921-2007)

Barli Sasmitawinata merupakan seorang maestro seni lukis realis kebanggaan Indonesia. Ia
lahir di Bandung pada 18 Maret 1921 dan meninggal di Bandung 8 Februari 2007.
Barli mulai menggeluti dunia seni lukis di tahun 1935, saat kakak iparnya memintanya belajar
melukis di studio milik Jos Pluimentz, pelukis asal Belgia yang sempat tinggal di Bandung.
Belum puas mendapatkan ilmu dari Jos Pluimentz, ia kemudian belajar pada Luigi Nobili,
pelukis asal Italia. Di studio ini Barli mulai berkenalan dengan Affandi.
Perkenalan tersebut tidaklah menjadi angin lalu. Bersama Affandi, Hendra Gunawan,
Soedarso dan Wahdi Sumanta. Barli Sasmitawinata mendirikan “kelompok Lima Bandung”.
Kelompok ini menjadikan hubungan mereka layaknya saudara. Kalau ada event melukis,
mereka selalu bersama-sama.
Hebatnya seorang Barli Sasmitawinata, ia tetap haus akan ilmu meskipun sudah memiliki
ketenaran nama. Pada tahun 1950, ia melanjutkan pendidikannya di Academie de la Grande
Chaumiere Paris, Perancis. Disusul di Rijksakademie van beeldende kunsten Amsterdam,
Belanda pada tahun 1956.
Barli juga dikenal sebagai pelukis terkenal Indonesia yang mementingkan pendidikan seni,
untuk itu sepulang dari Belanda ia mendirikan Rangga Gempol di Dago, Bandung pada tahun
1958.
Demi mengapresiasi sepak terjangnya yang panjang dalam hal seni lukis, pemerintah melalui
presiden memberikan penghargaan Satyalancana kepada Barli Sasmitawinata pada tahun
2000.
 

6. Basuki Abdullah (1915-1993)

Basuki Abdullah merupakan pelukis potret yang terkenal di dunia. Ia lahir di Surakarta, 25
januari 1915 dan meninggal pada 5 November 1993.
Pelukis terkenal Indonesia yang beraliran realis dan naturalis ini pernah diangkat menjadi
pelukis Istana Kerajaan Thailand pada tahun 1960-an dan pelukis resmi Istana Merdeka pada
tahun 1974.
Lebih dari itu, obsesinya yang mengejar kemiripan wajah dan bentuk membuat Basuki
Abdullah disukai orang-orang kalangan atas. Berbagai negarawan dan istri mereka berlomba
meminta agar dilukis olehnya, seperti Bung karno, Pangeran Philip dari Inggris, Pangeran
Bernard dari Belanda, Sultan Brunei sampai kaum jetset seperti Nyonya Ratna Sari Dewi.
Bakat melukis Basuki Abdullah terwarisi dari jiwa seni ayahnya, Abdullah Suriosubroto yang
juga sebagai pelukis.
Basuki Abdullah memulai pendidikannya di HIS Katolik dan Mulo Katolik Solo, Jawa Tengah.
Kemudian ia mendapatkan beasiswa pada tahun 1933 untuk belajar di Academie Voor
Beeldende Kunsten Den Haag, Belanda.
Ia juga merupakan salah satu pelukis Indonesia yang mengharumkan nama bangsa, karena
pada 6 September 1948, sewaktu penobatan Ratu Yuliana di Belanda Basuki berhasil
mengalahkan 87 pelukis kaliber internasional dalam sebuah sayembara yang diadakan di
Amsterdam.
Selain di Indonesia, ia sering menyelenggarakan pameran tunggal di luar negeri, seperti
Thailand, Malaysia, Jepang, Belanda, Inggris dan Negara-negara lainnya. Bahkan tidak kurang
dari 22 negera di dunia mengoleksi karyanya.
 
7. Delsy Syamsumar (1935-2001)

Multitalenta, kata itu sangatlah pantas untuk menggambarkan sosok pelukis terkenal


Indonesia yang bernama Delsy Syamsumar. Ya, seniman yang digadang-gadang sebagai yang
terbaik se Asia Tenggara ini tidak hanya memiliki bakat melukis saja, namun juga dikenal
sebagai komikus, ilustrator, desainer dan lain sebagainya.
Hal ini terbukti saat ia berhasil memenangkan penghargaan Art Director terbaik di Asia lewat
film yang berjudul “Holiday in Bali” dengan sutradara H. Usman Ismail dalam sebuah Festival
Film di Tokyo pada tahun 1962.
Dalam jagad seni lukis, ia bukanlah orang sembarangan. Kerja keras, kedisiplinan dan
ketekunannya menghasilkan karya bernilai tinggi yang bisa membuat banyak orang terpukau.
Bahkan menjadikan Delsy Syamsumar sebagai satu-satunya pelukis Indonesia yang diberi
predikat Litteratures Contemporaines L’ Azie du Sud Est dan II’exellent dessinateur oleh
Lembaga Seni dan Sejarah Perancis melalui buku literatur seni dunia yang fenomenal,  France
Art Journal 1974.
Delsy Syamsumar lahir di Medan pada tanggal 7 Mei 1935. Bakat seni yang beraliran Neo-
Klasik ini sudah malai terlihat saat ia masih berusia 5 tahun. Beruntung ia bertemu dengan
Wakidi, seorang pelukis ulung pada era Orde Lama. Dari pertemuan itulah Delsy Syamsumar
memperdalam ilmu lukis sekaligus terus mengasah bakat yang dimilikinya.
Pernah suatu ketika dalam suatu pameran, buah karyanya dicatat sebagai lukisan termahal
bersamaan dengan pelukis kondang lainnya seperti Affandi dan Basuki Abdullah. Hal tersebut
mengukuhkan Delsy Syamsumar tidak hanya sebagai pelukis terkenal Indonesia namun juga
sebagai salah satu legenda yang ada.
Delsy Syamsumar meninggal dunia pada tanggal 21 Juni 2001 di Jakarta pada usia 66 tahun.
Dan dengan demikian ia meninggalkan 9 orang anak yang sudah dikaruniakan Tuhan
kepadanya.
 

8. Dullah Suweileh

Pelukis Dullah lahir di Solo, Jawa Tengah, 17 September 1919, ia dikenal sebagai seorang
pelukis realis. Corak lukisannya realistik. Mempunyai kegemaran melukis portrait (wajah) dan
komposisi-komposisi yang menampilkan banyak orang (group). Diakui, Dullah belajar melukis
dari dua orang Gurunya yang sekaligus merupakan pelukis ternama, yaitu S. Sudjojono dan
Affandi. Meskipun demikian corak lukisannya tidak pernah mempunyai persamaan dengan
dua orang gurunya tersebut.  
Pernah dikenal sebagai pelukis istana selama 10 tahun sejak awal tahun 1950-an, dengan
tugas merestorasi lukisan (memperbaiki lukisan-lukisan yang rusak) dan menjadi bagian dalam
penyusunan buku koleksi lukisan Presiden Soekarno. Dullah juga dikenal sebagai pelukis
revolusi, karena dalam karya-karyanya banyak menyajikan lukisan dengan tema-tema
perjuangan selama masa mempertahankan kemerdekaan.
Pada waktu perang kemerdekaan II, saat Yogyakarta diduduki oleh tentara Belanda pada 19
Desember 1949 hingga 29 Juni 1950, Dullah memimpin anak didiknya yang masih belum
berumur 17 tahun untuk melukis langsung peristiwa-peristiwa selama pendudukan
Yogyakarta sebagai usaha pendokumentasian sejarah perjuangan bangsa. Lukisan-lukisan
yang dihasilkan ketika itu diulas di surat-surat kabar, bahkan oleh Affandi dinilai sebagai karya
satu-satunya di dunia.
 
9. Hendra Gunawan

Hendra Gunawan (lahir di Bandung, Hindia Belanda, 11 Juni 1918 – meninggal


di Bali, Indonesia, 17 Juli 1983 pada umur 65 tahun) adalah seorang pelukis dan pematung
yang terlahir dari pasangan bernama Raden Prawiranegara dan ibunya bernama Raden Odah
Tejaningsih. Sejak masih di SD telah tekun belajar sendiri mengambar segala macam yang ada
di sekitarnya seperti buah-buahan, bunga, wayang (golek dan kulit) serta bintang film. Bahkan
ketika duduk di kelas 7 HIS, ia sanggup melukis pemandangan alam. Ia mulai serius belajar
melukis setamat SMP Pasundan.
Mula-mula pada pelukis seorang pelukis pemandangan Wahdi Sumanta, Abdullah
Suriosubroto (ayah Basuki Abdullah). Kemudian bertemu dan berkenalan
dengan Affandi, Sudarso, dan Barli. Mereka lalu membentuk kelompok Lima serangkai. Di
rumah tempat tinggal Affandi mereka mengadakan latihan melukis bersama dengan tekun
dan mendalam. Dari Wahdi, ia banyak menggali pengetahuan tentang melukis. Kegiatannya
bukan hanya melukis semata, tetapi pada waktu senggang ia menceburkan diri pada
kelompok sandiwara Sunda sebagai pelukis dekor. Dari pengalaman itulah, ia mengasah
kemampuannya

.
10. Henk Ngantung

Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau juga dikenal dengan nama Henk Ngantung (lahir di
Manado, Sulawesi Utara, 1 Maret1921 – meninggal di Jakarta, 12 Desember 1991 pada umur
70 tahun) adalah pelukis Indonesia dan Gubernur Jakarta untuk periode 1964-1965. Henk
merupakan seorang pelukis dan budayawan, ia juga memprakarsai berdirinya Sanggar Gotong
Royong.
Sebelum menjadi Gubernur Jakarta, Henk dikenal sebagai pelukis tanpa pendidikan formal.
Bersama Chairil Anwar dan Asrul Sani, ia ikut medirikan "Gelanggang". Henk juga pernah
menjadi pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok 1955-1958. Henk di angkat
sebagai Gubernur Jakarta pada tahun 1964, ia dianggap memiliki bakat artistik sehingga
diharapkan mampu untuk menjadikan Jakarta sebagai kota budaya.
Tugu Selamat Datang yang menggambarkan sepasang pria dan wanita yang sedang
melambaikan tangan yang berada di bundaran Hotel Indonesia merupakan hasil sketsa Henk.
Ide pembuatan patung ini berasal dari Presiden Soekarno dan design awalnya dikerjakan oleh
Henk Ngantung yang pada saat itu merupakan wakil Gubernur DKI Jakarta. Henk juga
membuat sketsa lambang DKI Jakarta dan lambang Kostrad namun ironisnya, hal tersebut
belum diakui oleh pemerintah.
 

Anda mungkin juga menyukai