Anda di halaman 1dari 26

100 Tahun Seni Lukis Modern Indonesia

October 9, 2008 at 8:09 am (artikel seni rupa)

Berburu Banteng (R Saleh). Foto: http://isandri.blogspot.com/ Jejak panjang seni lukis modern Indonesia dirintis oleh Raden Saleh, lantas tumbuh dan berkembang sejak era naturalisme-realis Mooi Indie hingga kembalinya gejala Realisme Romantik abad 21. BERBURU Banteng. Itulah judul salah satu lukisan legendaris hasil karya Raden Saleh Syarif Bustaman (1807 1880), pelukis pribumi Indonesia yang disebut-sebut sebagai perintis aliran seni lukis modern (modern art) di tanah air. Seni lukis modern ini berjarak dengan seni lukis tradisional yang telah tumbuh dan berkembang berabad-abad sebelumnya. Punya karakter dan ciri khas sendiri. Pembentukan gaya seni rupa, pemilihan tema, pemakaian bahan lukisan serta fungsi kegunaannya berbeda dengan seni lukis tradisional. Raden Saleh melukis dengan maksud mengembangkan bakat seni pribadi atau potensi kreatif-artistik individu seniman, dengan wawasannya sebagai manusia budaya baru yang berpandangan universal. Seni rupa modern tidak lagi memahat patung nenek moyang dan menatah serta menyinggung tokoh-tokoh pewayangan dalam bermacam-macam bentuknya : wayang beber, kulit, golek, krucil. Pendek kata, seni rupa modern Indonesia sama sekali bersifat baru. Seni lukis modern sesungguhnya dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di Indonesia pada sekitar abad 17. Hanya saja, perintisan seni lukis modern ini bagi bangsa Indonesia berlangsung secara tidak sengaja atau tanpa direncanakan mengingat terjadinya perintisan di tengah-tengah kegelapan dari zaman penjajahan, sebelum adanya kemerdekaan. Dus, ini tentu saja tidak masuk dalam kesadaran budaya mengimgat Indonesia saat itu masih merupakan bangsa terjajah. Masa Perintisan Raden Saleh memang perintis seni lukis modern yang kesepian. Lahir dari rahim seorang ibu bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, Raden Saleh sejak kecil telah menampakkan bakat melukis yang kuat. Saat itu dia tinggal di daerah Terbaya, dekat Semarang dan sejak usia 10 tahun, dia diserahkan pamannya, Bupati Semarang, pada orang-orang Belanda atasannya di Batavia.

Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School). Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan lembagalembaga elite Hindia-Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di departemennya. Kebetulan pula di instansi itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J Payen yang didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor Departemen van Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan lantas berinisiatif memberikan bimbingan. Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, namun mantan mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden Saleh mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa mencari model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe orang Indonesia di daerah yang disinggahi. Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, Payen mengusulkan agar Raden Saleh bisa belajar ke Belanda. Usul ini didukung oleh Gubernur Jenderal Van Der Capellen yang memerintah waktu itu (1819-1826) setelah ia melihat karya Raden Saleh. Tahun 1829, nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal de Kock, Capellen membiayai Saleh belajar ke Belanda. Namun, keberangkatannya itu menyandang misi lain. Dalam surat seorang pejabat tinggi Belanda untuk Departemen van Kolonieen tertulis, selama perjalanan ke Belanda Raden Saleh bertugas mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang adat-istiadat dan kebiasaan orang Jawa,Bahasa Jawa dan Bahasa Melayu. Ini menunjukkan kecakapan lain Raden Saleh. Penguasaan teknik seni lukis masa akhir Renaissance Eropa yang bercorak realistis-naturalistis dengan jiwa romantis itu dilanjutkan oleh generasi pelukis Indonesia sepeninggal Raden Saleh. Ciri khasnya adalah lebih banyak mengambil tema kehidupan kaum bangsawan dan kehidupan binatang. Kepiawaian teknik, bentuk, karakter, terang gelap dan seterusnya, yang diterapkan dalam karya seni lukis tersebut, menjadi perhatian bagi pelukis-pelukis lain di Indonesia. Yang menarik, ada masa kekosongan yang cukup lama sejak wafatnya Raden Saleh pada 23 April 1880 di Bogor. Dia memang tak mempunyai murid atau kawan yang mampu meneruskan bakat melukisnya. Yang tertinggal ada hasil karyanya. Diantaranya yang masih utuh adalah lukisan berjudul : Seorang tua dan Bola Dunia (1835), Berburu Banteng (1851), Bupati Majalengka (1852), Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857), Harimau Minum (1863) dan Perkelahian dengan Singa (1870). Era Mooi Indie

Baru kemudian pada awal abad ke-20, muncullah sejumlah nama pelukis Indonesia yang dianggap pelanjut Raden Saleh. Masih sedikit jumlahnya, namun terbatas kemampuannya pada pelukisan keindahan alam. Mereka adalah R Abdullah Suriosubroto (1878-1914), Wakidi (18891979) dan Raden Mas Pirngadi (1875-1936). Ketiga pelukis itu lazim disebut masuk dalam mazhab Hindia Molek atau Mooi Indie. Tiga pelukis itu hidup berjauhan satu sama lain. Abdullah menetap di Bandung (Jawa Barat), Wakidi di Padang (Sumatera Barat) sedangkan Pirngadi menetap di Jakarta. Mereka berkarya tanpa pernah saling bertemu satu sama lain dan kemungkinan juga tidak banyak mengetahui karya satu sama lainnya. Hanya saja, tema yang dilukis mirip yaitu berupaya menampilkan keindahan alam Indonesia. Mazhab Hindia Molek (1925-1938) ini tumbuh dan berkembang hingga menjelang kedatangan bala tentara Jepang. Saat itulah sejumlah pelukis pribumi Indonesia sedang belajar di berbagai sekolah, menempa diri dan mulai berkarya secara pribadi. Alirannya sungguh berbeda dari para pelukis era Hindia Belanda. Hanya saja mereka belum menonjol saat itu, atau sibuk dalam pergerakan nasional. Pelukis R Abdullah Suriosubroto adalah putera Dr Wahidin Sudirohusodo, perintis pergerakan nasional Budi Utomo. Tetapi berlainan dengan ayahnya, Abdullah sama sekali tidak tertarik dengan dunia pergerakan, dia mengambil jalan hidup berbeda. Dia berkesempatan belajar di negeri Belanda mengikuti tujuan ayahnya supaya Abdullah menempuh studi kedokteran, tetapi sesuai kenyataannya Abdullah malah belajar seni lukis di Den Haag. Dalam melukis pemandangan alam, Abdullah dan Wakidi nampak lebih produktif maupun berkemampuan dibanding dengan Pirngadi yang tersita oleh pekerjaan rutinnya sebagai ilustrator museum antropologi di Jakarta. Abdullah wafat pada 1914, namun pekerjaannya sebagai pelukis aliran realis-naturalis nantinya dilanjutkan oleh puteranya, Basoeki Abdullah (1915-1993). Wakidi (1889-1979) adalah pelukis berusia panjang. Wakidi yang orang tuanya asal Semarang, namun dia sendiri lahir di Plaju, Sumatera Selatan ini memilih untuk menetap di Sumatera Barat. Dia memperoleh pendidikan di Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru) yang berdiri sejak 1837 di Bukittinggi. Di sekolah inilah Wakidi mendalami pelajaran menggambar dan melukis (1903). Mengingat kemampuan luar biasa yang dimiliki Wakidi di usia mudanya, setamat disana, dia memperoleh tawaran menjadi guru lukis dan menggambar untuk membina dan mengasuh anakanak pribumi yang menempuh pendidikan di Kweekschool. Diantara murid Wakidi tercatat tokoh proklamator Bung Hatta dan mantan Ketua MPRS Jenderal Besar Abdul Haris Nasution. Tidak hanya di Kweekschool, beberapa tahun kemudian Wakidi ditawari menjadi guru di INS Kayutanam, yang didirikan M. Syafei pada tahun 1926. Di INS Wakidi ternyata juga disukai dan disenangi puluhan bahkan ratusan murid dan pengikut-pengikutnya. Diantara murid-muridnya terdapat tokoh berkesinambungan yang berkiprah dalam peta seni lukis nasional seperti Baharuddin MS, Syamsul Bahar, Mara Karma, Hasan Basri DT. Tumbijo, Nasjah Jamin, Montingo Busye, Zaini, Nashar, Ipe Makruf, Alimin Tamin, Nuzurlis Koto, Arby

Samah, Muslim Saleh, Mukhtar Apin, AA Navis, Mukhtar Jaos, Osmania dan banyak lagi hingga ke tokoh-tokoh muda saat ini. Adapun Basoeki Abdullah (1915-1993) memang tak pernah melihat wajah sang ayah. Namun setelah dewasa Abdullah yunior ini bertekad melanjutkan garis karya ayahnya. Dia menyelesaikan studinya di sekolah Katolik Solo untuk kemudian melanjutkan pendidikan seni lukisnya di Academic Voor Beldeende Kunsten sebagaimana mendiang ayahnya. Sebagai penganut mazhab Hindia Molek, dia bertindak lebih maju. Basoeki Abdullah rajin menggelar pameran lukisan di berbagai kota besar di Jawa dengan menampilkan karya-karya potret, pemandangan alam dan lukisan binatang. Jadi, dia pelukis pertama sesudah Raden Saleh yang mampu melukis manusia. Tampak diantara model lukisan potretnya adalah Gusti Nurul dari Istana Mangkunegaran, Surakarta dan Sri Paku Alam dari Yogyakarta. Selain Basoeki Abdullah, para pelukis lain yang masih meneruskan gaya realisme adalah R.M. Surjo Subanto yang juga berkesempatan belajar di negeri Belanda dengan beberapa karyanya, seperti potret Wanita dalam Baju Kurung dan Gadis Bermain Gitar. Ada pula nama-nama seperti Lee Man Fong, Soedarso, S Sudjojono, Affandi Koesoema dan Rustamdji. Para pelukis ini juga merupakan bagian salah satu dari gabungan dalam sanggar-sanggar seni lukis Indonesia, seperti ada yang tergabung dalam sanggar Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia 19381942), Poetera (Poesat Tenaga Rakyat), SIM (Seniman Indonesia Muda), dan sebagainya. Hanya saja, dengan muncul dan berkembangnya beberapa sanggar seni lukis di Indonesia, maka tema-temanya pun mengalami perkembangan tidak lagi terbatas pada keindahan alam, binatang dan potret manusia saja. Mulailah muncul lukisan yang bersifat kritis-realis yang melukiskan soal-soal kehidupan dan penderitaan rakyat sehari-hari seperti kehidupan orang cacat, orang miskin, pengamen, kaum buruh, hingga petani. Era Persagi Zaman pergerakan yang ditandai dengan terselenggaranya Sumpah Pemuda 1928, dan pecahnya Perang Asia Timur dengan Jepang sebagai pemenangnya mempengaruhi geliat seni lukis di tanah air. Mazhab Mooi Indie lantas dikecam dan dikritik habis, dianggap hanya mengabadikan keindahan alam Indonesia saja dan kurang tanggap terhadap kenyataan di sekitarnya yang tidak semuanya indah, serba enak, tenang dan damai. Di sisi lain, pengembangan pada teknik melukis sangat diperhatikan pada masa itu, sehingga seni lukis realisme Indonesia makin memiliki identitas pribadi. Paska Sumpah Pemuda, terjadilah polemik kebudayaan yang riuh rendah dalam media massa. Terutama pada kurun waktu 19351939. Para pelukis tidak mau ketinggalan dan ikut ambil bagian. Tokoh-tokoh semacam Lee Man Fong, Ui Tiang Un, Henk Ngantung, Siauw Tik Kwie, Pirngadi, Subanto, Imandt, Jan Frank, Rudolf Bonnet ikut pula berdebat. Sindudarsono Sudjojono (1913-1986) dan Affandi Koesoema (1907-1990) adalah dua tokoh yang paling menonjol pada masa itu. Berbeda dengan Affandi yang pendiam, Sudjojono adalah

tokoh yang keras dan pemberang. Selain sebagai pelukis, dia juga kritikus seni lukis berlidah tajam. Pak Djon begitu panggilan akrabnya kerap mengecam Basoeki Abdullah sebagai tidak nasionalistis, karena hanya melukis perempuan cantik dan pemandangan alam. Kritik Pak Djon itu tentu saja membuat berang Basoeki. Pak Djon dan Basoeki kemudian dianggap sebagai musuh bebuyutan, bagai air dan api, sejak 1935. Namun di luar itu, Pak Djon yang memang memulai karirnya sebagai seorang guru sekolah menengah dianggap pionir yang mengembangkan seni lukis modern khas Indonesia. Pengikut dan muridnya banyak, sehingga komunitas seniman, menjulukinya sebagai Bapak Seni Lukis Indonesia Baru. Pak Djon lahir dari keluarga transmigran asal Pulau Jawa, buruh perkebunan di Kisaran, Sumatera Utara. Namun sejak usia empat tahun, ia menjadi anak asuh. Yudhokusumo, seorang guru HIS, tempat Djon kecil sekolah, melihat kecerdasan dan bakatnya dan mengangkatnya sebagai anak. Yudhokusumo, kemudian membawanya ke Batavia pada 1925. Djon menamatkan HIS di Jakarta. Kemudian SMP di Bandung dan SMA Taman Siswa di Yogyakarta. Dia pun sempat kursus montir sebelum belajar melukis pada RM Pirngadi selama beberapa bulan dan pelukis Jepang Chioji Yazaki di Jakarta. Bahkan sebenarnya sedari awal dia lebih mempersiapkan diri menjadi guru para calon pelukis. Dia sempat mengajar di Taman Siswa. Setelah lulus Taman Guru di Perguruan Taman Siswa Yogyakarta, ia ditugaskan Ki Hajar Dewantara untuk membuka sekolah baru di Rogojampi, Madiun pada 1931. Namun, Sudjojono yang berbakat melukis dan banyak membaca tentang seni lukis modern Eropa, itu akhirnya lebih memilih jalan hidup sebagai pelukis profesional. Pada 1937, dia pun ikut pameran bersama pelukis Eropa di Kunstkring Jakarya, Batavia. (Jakarta). Keikutsertaannya pada pameran itu, sebagai awal yang mempopulerkan namanya sebagai pelukis. Setelah itu, bersama pelukis Agus Djaja, Abdulsalam, Rameli, dan beberapa pelukis yang bekerja untuk bidang reklame di percetakan, dia mendirikan Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi). Usia Persagi tidak panjang. Dibentuk 23 Oktober 1938 di salah satu Sekolah Dasar Jakarta di Gang Kaji dan bubar karena dipaksa Jepang pada 1942. Di Persagi, Pak Djon menjadi Sekretaris dan sekaligus Juru Bicaranya. Diangkat sebagai Ketua adalah Agus Djaja dengan anggota-anggota L Setijoso, Rameli, Abdulsalam, S Sudiardjo, Saptarita Latif, H Hutagalung, S Tutur, Sindusisworo, T.B. Ateng Rusyan, Syuaib Sastradiwirja, Sukirno dan Surono. Pelukis Wakidi di Padang dan Hendrodjasmoro di Yogyakarta merupakan anggota di luar Jakarta. Semboyan ekstrim Persagi adalah : Teknik tidak penting. Yang penting isi jiwa ini tumpahkan di atas kanvas ! Lukisan Sudjojono punya ciri khas kasar, goresan dan sapuan bagai dituang begitu saja ke kanvas. Objek lukisannya lebih menonjol pada pemandangan alam, sosok manusia, serta suasana. Pemilihan objek itu lebih didasari hubungan batin, cinta, dan simpati sehingga tampak bersahaja. Lukisannya yang monumental antara lain berjudul : Di Depan Kelambu Terbuka, Cap Go Meh, Pengungsi dan Seko.

Ketiga pelukis itu yakni Basoeki Abdullah, Sindudarsono Sudjojono dan Affandi itu hingga kini dianggap sebagai ikon maestro seni lukis Indonesia. Beberapa bulan sebelum Pak Djon meninggal di Jakarta, 25 Maret 1985, pengusaha Ciputra mempertemukan Pak Djon dan Basuki bersama Affandi dalam pameran bersama di Pasar Seni Ancol, Jakarta. Sehingga Menteri P&K Fuad Hassan, ketika itu, menyebut pameran bersama ketiga raksasa seni lukis itu merupakan peristiwa sejarah yang penting. Tentang Affandi Affandi sendiri adalah kelahiran Cirebon pada 1907. Dia putra dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Pendidikan formalnya cukup tinggi, mulai dari HIS, MULO hingga AMS di jaman Belanda. Namun, bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain dalam kehidupannya, dan memang menjadikan namanya tenar sama dengan tokoh bidang lainnya. Pada umur 26 tahun, pada 1933, Affandi menikah dengan Maryati, gadis kelahiran Bogor. Affandi dan Maryati dikaruniai seorang putri yang nantinya akan mewarisi bakat ayahnya sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi. Sebelum mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja sebagai tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu gedung bioskop di Bandung. Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih tertarik pada bidang seni lukis. Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung, yaitu kelompok lima pelukis Bandung bersama Hendra Gunawan, Barli, Sudarso dan Wahdi. Wahdi adalah salah satu pelukis yang belajar langsung dari Abdullah Suriosubroto, ayah dari Basoeki Abdullah. Kelompok Lima Bandung pimpinan Affandi ini memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan seni rupa di Indonesia. Kelompok ini menjadi sebuah sebuah kelompok belajar bersama dan kerja saling membantu sesama pelukis yang ada di Bandung, termasuk sejumlah pelukis yunior. Dalam melukis Affandi melangkah dengan lebih mengutamakan kebebasan berekspresi. Dilandasi jiwa kerakyatan, Affandi tertarik dengan tema kehidupan masyarakat kecil. Teknik melukis bentuk bahkan yang cenderung memperindah obyeknya seperti yang dilakukan angkatan Moi India atau India Jelita, dirasakan Affandi tidak mewakili kondisi masyarakat dengan kemelaratan akibat penjajahan. Dengan pengalaman dan melihat kondisi masyarakat yang menderita, Affandi lebih tergugah mengungkapkan lewat tumpahan dan goresan warna kusam dan tema kemelaratan. Pengamatan terhadap sensitivitas lingkungan diungkapkan secara lugas, sehingga karyanya yang berjudul Pejuang Romusha (1943) yang menampilkan rakyat dalam kemelaratan tidak disukai penguasa Jepang. Humanisme Affandi terlihat juga pada karyanya Dia Datang, Menunggu, dan Pergi (1944). Dalam karya ini ditampilkan seorang pengemis yang baru datang, kemudian meminta, lalu pergi. Raut muka pengemis yang kurus dengan pakaian lusuh, namun dari sisa ketegarannya masih

bersemangat menjalani kehidupan walaupun dengan mengemis. Pengamatan Affandi seperti ini menunjukkan keprihatinan jiwanya terhadap penderitaan sesama antara anak bangsa. Tema-tema kerakyatan menjadi dominasi dalam karya-karya Affandi. Memang, saat jaman penjajahan Jepang (1942-1945), para pelukis hidup susah seperti kebanyakan rakyat pada umumnya. Meski Persagi dibubarkan, aspirasinya tetap hidup karena wibawa Pak Djon dan Agus Djaja yang memberikan tuntutan melukis di jaman penjajahan yang singkat namun bengis itu. Prinsip mazhab Persagi tetap hidup yaitu untuk tidak terlalu menghiraukan teknik lukis, selain lebih dahulu berani melukis. Beberapa tokoh muda pelukis muncul di jaman Jepang yakni Otto Djaja, Kusnadi, Kartono Yudokusumo, Baharuddin, Harjadi S, Njoman Ngendon. Mereka inilah yang nantinya menghidupkan sanggar-sanggar lukisan yang menjamur di awal kemerdekaan (1945-1950-an) dan menjadi tempat penghidupan para pelukis. Pak Djon selama jaman Jepang diserahi memimpin Bagian Kebudayaan dari Poetera, singkatan dari Poesat Tenaga Rakyat yang dipimpin empat serangkai : Soekarno, Hatta, Ki Hadjar Dewantara dan K.H. Mansyur. Affandi sempat berpameran tunggal pada jaman ini, dengan izin dan perlindungan dari Pak Djon pada 1943. Setelah itu pameran tunggal karya-karya Kartono Yudhokusumo, Basoeki Abdullah dan Njoman Ngendon digelar pula secara berurutan. Era Revolusi Berakhirnya penjajahan Jepang dan tibanya Hari Kemerdekaan telah menggairahkan kehidupan para pelukis. Ketika republik ini diproklamasikan 1945, banyak pelukis ikut ambil bagian. Gerbong-gerbong kereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain Merdeka atau mati !. Itulah hasil karya anak-anak ex Persagi. Kata-kata itu diambil dari penutup pidato Bung Karno, Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945. Saat itulah, Affandi mendapat tugas membuat poster. Poster itu idenya dari Bung Karno, gambar orang yang dirantai tapi rantai itu sudah putus. Yang dijadikan model adalah pelukis Dullah. Lalu kata-kata apa yang harus ditulis di poster itu? Kebetulan muncul penyair Chairil Anwar. Soedjojono lantas menanyakan kepada Chairil soal itu, maka dengan enteng Chairil ngomong : Bung, ayo Bung ! Dan selesailah poster bersejarah itu. Sekelompok pelukis siang-malam memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-daerah. Usut punya usut. Dari manakah Chairil memungut kata-kata itu? Ternyata kata-kata itu biasa diucapkan pelacur-pelacur di Jakarta yang menawarkan dagangannya pada zaman itu ! Wah, wah, wah. Era revolusi kemerdekaan di Indonesia membuat banyak pelukis Indonesia beralih dari tematema romantisme menjadi cenderung ke arah tema-tema kerakyatan. Obyek lukisan yang hanya berhubungan dengan keindahan alam Indonesia dianggap sebagai tema yang kurang cocok dan anti revolusi. Para pelukis kemudian beralih kepada potret nyata kehidupan masyarakat kelas bawah dan perjuangan menghadapi penjajah.

Di masa revolusi Basoeki Abdullah tidak berada di tanah air. Bisa jadi karena dia merasa terpojok pada serangan-serangan pedas pada karya-karyanya. Dia mendalami seni lukis di Eropa. Sempat pula dia bermukim di Italia dan Prancis untuk belajar langsung dari para pelukis dengan reputasi dunia. Pada 6 September 1948 bertempat di Amsterdam sewaktu peringatan penobatan Ratu Belanda, digelar sayembara melukis, dan Basoeki Abdullah berhasil mengalahkan 87 pelukis Eropa dan Amerika. Dia berhasil keluar sebagai pemenang. Basoeki banyak mengadakan pameran tunggal baik di dalam negeri maupun di luar negeri, antara lain karyanya pernah dipamerkan di Bangkok (Thailand), Malaysia, Jepang, Belanda, Inggris, Portugal dan negara-negara lain. Lebih kurang 22 negara yang memiliki karya lukisan Basoeki Abdullah. Hampir separuh hidupnya dihabiskan di luar negeri diantaranya beberapa tahun menetap di Thailand dan diangkat sebagai pelukis istana Raja Bhumibol Adulyadej. Di tanah air, dengan kepindahan ibukota negara ke Yogyakarta, sejumlah seniman terkemuka dari Jakarta dan Bandung turut juga hijrah. Pada 1946 berdirilah sanggar Seniman Masyarakat di Yogyakarta dipimpin oleh Affandi sebagai perkumpulan seni lukis pertama yang potensial. Tidak lama kemudian, namanya diganti menjadi Seniman Indonesia Muda (SIM) dan kali ini pimpinan beralih ke S. Sudjojono. Para pelukis era SIM saat itu adalah Affandi, S Sudjojono, Hendra, Sudarso, Trubus, Dullah, Kartono Yudhokusumo, Basoeki Resobowo, Rusli, Harjadi, Surono, Suromo, Abdulsalam, D Joes dan Zaini. Pameran sebagai hasil melukis bersama digelar pada waktu-waktu tertentu dalam sanggar saja. Pada 1947 sebagian anggota SIM pindah ke Surakarta, termasuk S Sudjojono, sang Ketua. Anggotanya bertambah dengan Trisno Sumardjo, Oesman Effendi, Sasongko, Suparto, Mardian, Wakidjan dan Srihadi. Terbit pula satu majalah seni rupa dengan nama Prolet Kult. Lantas pada tahun yang sama, Affandi, Sudarso, Sudiardjo, Trubus dan Sasongko berpisah dari SIM dan bersama dengan anggota baru seperti Kusnadi dan Sudjana Kerton mendirikan perkumpulan bernama Pelukis Rakyat. Lekra dan Manikebu Rustamadji, Sumitro, Sajono, Saptoto dan C.J. Ali bergabung pula dalam Pelukis Rakyat. Dan pada 1948, Pelukis Rakyat menggelar pameran pertama dri cabang baru seni rupa Indonesia di pendopo timur Museum Sonobudoyo. Dua tahun kemudian, pada 1950 sebagian anggotanya seperti Nasjah Djamin, Bagong Kussudiardja, Kusnadi, Sumitro, Saptoto keluar dari Pelukis Rakyat karena tidak suka dengan pengaruh Lekra. Lekra atau Lembaga Kebudayaan Rakyat adalah organisasi kebudayaan terbesar yang dekat dengan Presiden Soekarno. Affandi pernah menjadi salah satu pimpinan dan masuk di bagian seni rupa bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan sebagainya. Bersama pelukis Sholihin, Rubai dan umaryo L.E. para anggota Pelukis Rakyat yang keluar ini kemudian mendirikan perkumpulan yang ingin terbebas dari Lekra bernama Pelukis Indonesia.

Perkumpulan seni lukis lain yang sudah berdiri di Yogyakarta sejak 1945, dengan kegiatan mengadakan kursus menggambar serta pembuatan poster-poster adalah Pusat Tenaga Pelukis Indonesia (PTPI) dengan Ketuanya Djajengasmoro dan anggota-anggota Sindusisworo (ex Persagi), Indrosugondo dan Prawito. Meski berbeda perkumpulan, mereka kerap menggelar pameran bersama. Pada 1948, misalnya, SIM dan Pelukis Rakyat mengadakan pameran bersama. Sekolah Menengah Guru Gambar didirikan di Yogyakarta oleh Djajengasmoro bersama R.J. Katamsi yang juga banyak melahirkan kader-kader pelukis muda. Di Surakarta berdiri pula Himpunan Budaya Surakarta (HBS) dengan Ketuanya Dr Moerdowo sejak 1945 dan perkumpulan seni lukis Pelangi yang diketuai Sularko antara 1947 1949. HBS ini berusia panjang, bahkan di penghujung tahun 1980-an berusaha direvitalisasi dengan menggelar pameran akbar karya para anggotanya seperti Jeihan, Didik Suardi, Remy Silado, Srihadi Sudarsono dan lain-lain. Para anggota HBS kini tersebar di segala penjuru Indonesia. Adapun di Bandung, setelah era Affandi dengan kelompok Lima-nya, berdiri pula perkumpulanperkumpulan pelukis lain seperti Jiwa Mukti dan Pancaran Cipta Rasa dengan ketua masingmasing Barli dan Abedy. Kartono Yudhokusumo mendirikan pula Sanggar Seniman Bandung (SSB). Nasjah Djamin sebelum ke Jogjakarta sendiri sebelumnya di Medan pernah mendirikan Angkatan Seni Rupa Indonesia (ASRI) bersama Hasan Djafar dan Hussein, dengan Ketua Ismail Daulay. Selain ASRI, ada pula perkumpulan pelukis lain di Medan yang diketuai oleh Dr Djulham dengan anggotanya antara lain Tino Sidin. Tino Sidin ini belakangan hijrah ke Jakarta dan sering siaran di TVRI dalam acara menggambar untuk anak-anak. Adapun di Bukit Tinggi (Sumatera Barat), pada 1946 berdiri perkumpulan Seniman Muda Indonesia, disingkat SEMI yang diketuai Zetka dengan anggota antara lain A.A. Navis dan Zanain. Sementara di Jawa Timur, sejumlah pelukis mendirikan Gabungan Pelukis Muda di Madiun dengan Ketuanya Widagdo dan pada 1952 berdiri pula Sanggar Prabangkara di Surabaya dengan Ketuanya Karyono Ys, Pada 1952, maraknya perhimpunan pelukis berlanjut dengan berdirinya Pelukis Indonesia Muda (PIM) di bawah pimpinan Gregorius. Sidharta dan Widayat di Yogyakarta. Anggotanya kebanyakan mahasiswa-mahasiswa Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), kini menjadi Fakultas Seni Rupa di Institut Seni Indonesia (ISI). Di Surabaya, pada tahun yang sama Seusai revolusi fisik, Affandi kembali ke Jakarta dan mendirikan perkumpulan Gabungan Pelukis Indonesia dengan anggota-anggota antara lain Sutiksna, Nasjah Djamin, Handrio, Zaini, Sjahri, Nashar, Oesman Effendi dan Trisno Sumardjo. Lee Man Fong, pelukis dari era sebelum penjajahan Jepang mendirikan organisasi pelukis keturunan Tionghoa, Yin Hua pada 1955. Ada 100 lebih pelukis tergabung disitu dan aktivitasnya ramai. Beberapa anggota Yin Hua ikut mewarnai sejarah seni lukis Indonesia. Selain Lee Man Fong yang karya-karyanya unik karena memiliki dua gaya (Barat dan Chinese Art), ada pula karya-

karya atraktif dari Lim Wasim, Wen Peor, Lie Tjoen Tjay, Siauw Swi Tjing (kemudian merubah nama menjadi Chris Suharso), Samboja serta Liem Tjoe Ing. Disusul pada 1959, berdiri pula Sanggar Bambu dengan pimpinan Sunarto Pr dan Mulyadi W. Anggota-anggota Sanggar Bambu antara lain adalah Syahwil, Danarto, Arif Sudarsono dan Wardoyo. Ini adalah perkumpulan pelukis paling penting pada era 1950-1960-an karena memiliki ciri khas sendiri. Sanggar Bambu melahirkan gaya dekoratif pada lukisan dengan garis serba meliuk, ornamental dan didominasi bentuk datar. Desakan dan tekanan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang secara resmi mendesak para seniman, budayawan dan pelukis untuk secara agitatif memasukkan cita kerakyatan versi gerakan komunis membuat suasana kebebasan berekspresi sedikit terganggu. Lekra didominasi para pelukis di Jakarta. Kelompok ASRI dan Sanggar Bambu di Jogjakarta serta kubu seni lukis Bandung tentu saja tak menerima realitas ini. Mereka melawan. Sesungguhnya Lekra menunggangi idealisme S Sudjojono, Affandi dan Hendra Gunawan soal seni kerakyatan. Seni lukis yang bercita kerakyatan yang sesungguhnya berkonotasi netral dan biasa, dipakai sebagai corong politik. Lekra memasukkan gagasan tentang peranan kesenian, termasuk seni lukis, dalam perjuangan kelas. Seni lukis pada saat itu menjadi alat politik kelompok dominan yakni PKI. Gerakan Manifesto Kebudayaan pun lahir pada 17 Agustus 1963. Gerakan yang bertujuan untuk melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950-an memilih untuk membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan alat propaganda sebagaimana didengungkan Lekra, namun lebih sebagai sarana ekspresi pembuatnya. Manifestasi Kebudayaan (Manikebu) itu ditentang sengit oleh Lekra, dan celakanya Presiden Soekarno membela Lekra. Bung Karno menganggap pernyataan tersebut melemahkan semangat revolusi. Lalu diganyanglah Manikebu. Dan para pelukis yang mendambakan kebebasan kreatif, dihambat lajunya. Yang punya jabatan dan membela manikebu dicopot dari jabatannya. Meski kurun waktu ini penuh kemelut, sebuah tonggak sejarah seni lukis sempat dilahirkan yaitu terbitnya kitab seni lukis bersejarah berjudul : Lukisan-lukisan dan Patung-patung Koleksi Presiden Soekarno. Ini adalah kitab seni rupa yang besar, yang hingga kini belum ada yang mampu menandinginya. Buku tersebut untuk jilid I dan II terbit pada 1956, dan jilid III dan IV terbit pada 1959. Buku babon seni lukis yang dibuat atas dasar perintah Bung Karno itu memuat 384 reproduksi koleksi seni Presiden Soekarno dan disusun oleh Dullah, pelukis istana. Pada 1964 buku itu dicetak ulang dengan sejumlah reproduksi karya. Untuk edisi ini jumlah kitab menjadi lima seri. Yang ke 4 berisi 400 lukisan. Dan yang 1 jilid berisi 167 patung dan porselen koleksi Presiden Soekarno. Kitab yang diedarkan ke seluruh dunia ini disusun oleh Lee Man Fong, yang juga salah satu pelukis istana pada masa jabatan berikutnya.

Buku tersebut amat berarti bagi perkembangan seni lukis Indonesia. Karya-karya bagus Abdullah Suriosubroto, Basoeki Abdullah, Affandi, Hendra Gunawan, S Sudjojono, Dullah, Wakidi ada di sana. Ada pula karya pelukis kelas dunia seperti Diego Rivera. Juga karya pelukis asing yang pernah memberikan spirit pada dunia seni lukis Indonesia seperti Rudolf Bonnet, Antonio Blanco, Arie Smit. Buku ini berjasa besar sebagai referensi berharga bagi dunia seni lukis. Era Orde Baru Pada 30 September 1965 meletus Gerakan 30 September. Dan serentak dengan itu, perjalanan politik Indonesia segera berbalik. Lekra pun bubar. Dengan begitu, faham yang meletakkan politik sebagai panglima dalam kesenian, termasuk seni lukis, juga terhapuskan. Para pelukis di berbagai kota kembali menikmati kebebasan menciptanya, tanpa perlu diganggu berbagai agitasi. Seni lukis kembali ke seni lukis. Setahun kemudian, pada 1966 sejumlah seniman yang bergabung dalam Grup Sebelas Seniman Bandung muncul dalam pameran besar di Jakarta. Mereka antara lain adalah Achmad Sadali, But Mochtar, Popo Iskandar dan Srihadi Sudarsono. Semuanya adalah pengajar Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Seni Rupa. Aliran mereka jauh dari realisme sosial dan mengarah pada kubisme atau abstraksionisme. Aktivitas kebebasan ekspresi melukis ini terus berlanjut dengan pameran lukisan di Gedung Pola, Jakarta pada April 1968. Sejumlah nama besar ambil bagian diantaranya Agus Djaja (mantan Ketua Persagi jaman Jepang), Otto Djaja dan Affandi. Kemudian yang lebih muda adalah Kusnadi, Srihadi Sudarsono, Suparto, Zaini dan Oesman Effendi. Serta yang generasinya di bawah mereka seperti Mustika dan Mulyadi. Sejak itulah pameran demi pameran berlangsung tanpa pernah berhenti. November 1968 digelar Pesta Seni di Taman Ismail Marzuki (TIM), yang baru saja diresmikan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Ada 132 lukisan karya pelukis pilihan dari Yogyakarta, Jakarta dan Bandung ditampilkan di ruang pamer. Kekayaan corak para pelukis makin beragam dan makin berkembang. Realisme, Surealisme, Impresionisme, abstraksi, kubisme semua ada dan ambil bagian. Sejumlah pengajar perguruan tinggi Seni Rupa juga ingin unjuk gigi. Pada 1969 digelar pameran bersama antara dosen ASRI Jogjakarta bersama dosen Seni Rupa ITB Bandung di Jakarta. Tampil saat itu Bagong Kussudiardjo, Budiani, Edhi Sunarso, Widayat, Fadjar Sidik, Abas Alibasyah, Mujitha kesemuanya dari Jogja, dan Erna Pirous, Rustam Arief, Imam Bukhori, Sanento Yuliman, T Sutanto, Umi Dahlan dan Haryadi Suadi, wakil dari Bandung. Pameran bersama itu tampaknya hendak meredakan pertentangan dan pergulatan seru dua kubu seni lukis antara formalisme modernis ala ITB dan ekspresionisme nasionalis ala ASRI Jogjakarta yang terbentuk diantara mereka pada masa tersebut. Era 1970-an adalah era kemapanan. Banyak pelukis yang mampu berpameran tunggal. Padahal, sesuai konvensi yang ada di lingkungan komunitas pelukis, bila ada pelukis yang melakukan pameran tunggal, maka dia akan segera terangkat sebagai sosok yang lebih menggenggam citra

pelukis profesional. Pelukis-pelukis seperti Nashar, D.A. Peransi, Zaini, Popo Iskandar serta Mustika membuktikan hal itu. Surabaya yang selama ini jarang ambil bagian dalam hiruk pikuk pameran seni lukis mulai bangkit pada era 1970-an. Muncul sejumlah nama yang amat menjanjikan. Kelompok ini bernaung di bawah bendera Kelompok Aksera atau Akademi Seni Rupa Surabaya. Diantara tokoh-tokohnya adalah Gatot Kusumo, Amang Rahman, O.H. Supono, Daryono dan Krishna Mustajab. Hanya saja, Nashar, Zaini dan Popo Iskandar menjadi nama-nama pelukis yang menonjol dan terkuat pada era 1970-an. Rajin berpameran dan lukisannya diburu para kolektor. Tentu banyak yang lain yang juga patut dibicarakan, seperti karya-karya Srihadi Sudarsono, A.D. Pirous, O.H. Supono, Oesman Effendi dan sebagainya. Namun karya Nashar, Zaini dan Popo Iskandar mewakili semangat era 1970-an, yakni lirisisme dan berkembangnya generasi abstrak dan imajinatif, terutama Nashar dan A.D Pirous. Lirisisme pada seni lukis memiliki arti : getar perasaan atau emosi pelukis menjadi subyek utama yang menghidupi kanvas-kanvas. Lirisisme Versus Anto Lirisisme Akan tetapi dominasi itu mendapat tantangan dari generasi pelukis yang lebih muda. Mereka terbawa oleh iklim progresif yang melanda sejumlah perguruan tinggi seni baik di Jakarta, Bandung, Yogyakarta maupun Surabaya. Gejala yang menonjol dari progresivitas itu adalah munculnya bentuk-bentuk geometris dan matematis pada kanvas-kanvas pelukis muda. Itulah yang ditampakkan oleh pelukis-pelukis muda seperti Nanik Mirna, Harsono, Wardoyo Sugianto, Agustinus Sumargo lewat beberapa kali pameran mereka di Solo dan Jogjakarta. Di Bandung, Sugeng Santoso dan Anyool Broto juga menciptakan tema seni lukis yang sejalan. Sedangkan pelukis J Eka Suprihadi, Suatmadji dan Abdul Kholim melaju ke seni kolasi dan asemblasi. Pada 1973, Danarto menggebrak di TIM dan sekaligus menciptakan monumen gejala lirisisme versus progresivitas ini dengan pamerannya yang kontroversial. Dia menggelar sejumlah kanvas kosong putih tanpa pigura. Danarto mengatakan kepada publik bahwa ia memaksudkan karyanya sekaligus sebagai arsitektur, lukisan dan patung. Benturan ini akhirnya melahirkan polarisasi lirisisme dan antilirisisme dalam seni rupa Indonesia. Penyelenggaraan Biennale, atau pameran seni lukis dwi warsa (dua tahunan) di Jakarta mulai digelar Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada 1974. Pada pameran itu dipajang ratusan lukisan karya pelukis Indonesia untuk dilombakan. Pameran biennale ini juga memilih lima lukisan untuk diangkat sebagai yang terbaik. Muncullah lima nama dengan lima karya yang dianggap terbaik. Kelimanya adalah Karya Irsam berjudul Matahari di atas Taman, karya Widayat berjudul Keluarga, karya Abas Alibasyah dengan judul Lukisan Wajah, karya Aming Prayitno

dengan judul Pohon serta karya A.D. Pirous berjudul Tulisan Putih. Kelima karya dipilih oleh Dewan Juri yang terdiri dari Affandi, Popo Iskandar, Sudjoko, Fadjar Sidik, Alex Papadimitrou, Kusnadi dan Umar Kayam. Penetapan pemenang ini akhirnya berujung masalah. Sejumlah pelukis muda memprotes karena perwujudan-perwujudan baru yang sifatnya anti-lirisisme, rasional dan bahkan juga eksperimentatif tak mendapat tempat. Lirisisme, dekoratifisme, kiblat tradisi dan nasionalitas yang dicanangkan oleh panitia diprotes. DKJ dianggap memihak pada seni lukis yang mapan. Muncul-lah statemen Desember Hitam yang berisi tudingan bahwa seni lukis Indonesia sudah mati. Panitia menolak tuduhan tersebut. Sejumlah pelukis muda, mahasiswa STSRI ASRI di Jogjakarta mendapat sanksi. Mereka adalah Harsono, Bonyong Munni Ardhie, Siti Adiyati, Ris Purwono dan Hardi. Sanksi dari pimpinan Kampus STSRI ASRI ini mendapat simpati dari berbagai pihak. Setidaknya dua kegiatan digelar. Pertama, pameran di Gedung Karta Pustaka Jogjakarta berjudul Nusantara-Nusantara yang menampilkan karya-karya berbau sindiran dan karikatural. Pesertanya adalah Samikun, I Gusti Bagus Widjaja, Wardoyo S, Kristiyanto, Sudarisman, Suatmaji, Agustinus Sumargo dan Agus Dermawan T. Kedua, pameran Seni Rupa Baru pada Agustus 1975 di TIM Jakarta. Tak hanya pelukis yang muncul tetapi juga grafikus dan beberapa pematung. Mereka adalah Anyool Subroto, Bachtiar Zainoel, Pandu Sudewo, Nanik Mirna, Muryoto Hartoyo, Harsono, B. Munni Ardhie, Hardi, Ris Purwana, Siti Adiyati dan Jim Supangkat. Gerakan Seni Rupa baru ini memang menafikan imaji seni lukis konvensional terkait elemenelemen lukisan, elemen-elemen gambar dan sebagainya. Dengan lahirnya seni rupa baru, kebebasan cipta pada pelukis muda nampak lebih lepas. Elemen-elemen ruang, gerak dan waktu dianggap sah sebagai bentuk karya seni rupa. Dampak gerakan ini memang luar biasa. Dan gerakan ini bertahan hingga era 1980 dan 1990-an. Gerakan Seni Rupa Baru Ramai pelukis muda mencari idea baru dalam menghasilkan seni rupa baru, termasuklah dalam mengeksplorasi efek multimedia. Selain itu, mereka turut melakukan seni persembahan, seni pemasangan dan seni video. Hal itu terlihat dalam karya pelukis muda Indonesia seperti Tulus Warsito, T Sutanto, Haryadi Suadi, Budi Sulistyo, Satyagraha, Nyoman Nuarta, Dede Eri Supria, Nyoman Gunarsa dan Aming Prayitno serta generasi sesudahnya seperti Heri Dono, Dadang Christanto, Tisna Sanjaya, Marida Nasution, Ivan Sagita, I Gusti Ayu Kadek Murniasih dan Agus Suwage. Pada kurun ini, kemunculan Dede Eri Supria di penghujung 1970-an sangat memberikan harapan. Dede adalah salah seorang eksponen Seni Rupa baru yang paling serius, dan berjalan sebagai pelukis profesional. Karya-karyanya mengambil titik tolak bentuk realisme, namun ia mengocoknya dalam tema-tema yang sosialistik dan kritis. Sementara perwujudannya seringkali bernada surealistik.

Teknik Dede, yang mengambil gubahan potretis, amat bagus. Karya-karya pelukis yang pernah belajar di STSRI ASRI Jogjakarta ini umumnya berformat besar. Dan masalah-masalah sosial yang disentuhnya biasanya menggetarkan, seperti kehidupan orang miskin kota, urbanisasi, kesederhanaan orang-orang desa bahkan juga problem-problem sepakbola. Pelukis Widayat lewat pameran tunggalnya pada 1985 dan 1990 menunjukkan bahwa dia adalah salah satu pelukis terkuat di Indonesia setelah Affandi. Karya-karyanya memendam teknik tinggi, dengan pengungkapan yang dekoratif keprimitifan. Widayat adalah salah satu pelukis yang memiliki semangat berkarya yang konstan dan ketangguhan memegang serta mengembangkan gaya. Reputasi Widayat ini juga ditunjukkan oleh beberapa pelukis lain yang melejit di kurun ini seperti Srihadi Sudarsono, Nyoman Gunarsa, A.D. Pirous dan Amang Rahman. Nama-nama pelukis generasi berikutnya juga patut dipuji karena konsistensi mereka dalam berkarya dan menggelar pameran, seperti Made Wianta, Agus Kamal, Hening Swasona, Nisan Kristiyanto, Hardi, Pande Gde Supada, A.S. Kurnia, Salim M, Kamso Kholiban, Syahnagra, Ipung Gozali, Sukamto DS, Made Djirna, Ikhlas Taufik (Tikes), Godod Sutejo, Ivan Sagito dan tentu saja Dede Eri Supria. Ivan Sagito, dengan teknik impasto yang bagus, menawarkan tema-tema surealistik yang kaya dengan fantasi. Obyek-obyeknya dia gali dari dunia kampung dan alam pedesaan di Yogyakarta. Sumur, wanita-wanita desa, rumah-rumah di kampung dia olah sedemikian rupa menjadikan unsur-unsur seni lukisnya yang aneh menyimpan greget keseraman. Ivan mengejutkan dunia seni rupa Indonesia saat mulai berpameran di Singapura. Tak lama kemudian, dia menggelar pameran tunggal di Afrika Selatan tepatnya di The Pretoria Art Museum, Johannesburg, Afrika Selatan (2000) dan terakhir di Red Mill Gallery, Vermont Studio Centre, Amerika Serikat (2003). Lukisannya kini banyak diperdagangkan di galeri-galeri besar dunia. Konon karya pelukis yang kini tinggal di daerah Godean Yogyakarta ini, pada 2005 ada yang mencapai harga jual hingga Rp 1,3 milyar. Kemapanan seni lukis Indonesia memang akhirnya porak-poranda akibat intervensi gagasan post-modernisme yang membuahkan seni alternatif, dengan munculnya seni konsep (conseptual art): Instalation Art, dan Performance Art, yang pernah menjamur di berbagai pelosok kampus perguruan tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif semacam kolaborasi sebagai mode 1996/1997. Itulah dia yang disebut aliran progresif. Menampilkan seni lukis dalam berbagai ragam bentuk termasuk berkolaborasi dengan seni instalasi. Mereka juga sering tampil di berbagai galeri luar negeri. Nama-nama tersebut diantaranya adalah Heri Dono (kelahiran 1960), Dadang Christanto (kelahiran 1957), Tisna Sanjaya (kelahiran 1958), Marida Nasution (kelahiran 1956), I Gusti Ayu Kadek Murniasih (1966 2006) dan tentu saja yang paling akhir adalah Agus Suwage (kelahiran 1959). Bersamaan itu pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-galeri, yang bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan bisnis alternatif

investasi. Memasuki abad 21, seni lukis Indonesia terus berkembang dan muncul pula sejumlah profesi menjanjikan seperti art dealer yang menjadi penghubung antara pelukis dengan pihak gallery. Yang menarik, ada kecenderungan bahwa aliran Mooi Indie tetap bertahan. Ini dibuktikan dari pameran pada 2007 lalu, saat lima pelukis muda yakni J.B. Iwan Sulistyo, P. Lanny Andriani, Idran Yusup, Sukriyal Sadin, dan Pardoli Fadli berpameran bersama di Boulevard Lounge-Hotel Nikko Jakarta, 9-15 April 2007. Mereka menampilkan sejumlah lukisan beraliran realismeromantik. Akankah roda jaman berputar kembali ke awal setelah 100 tahun berlalu ? Kita lihat saja. (Sumber utama tulisan ini adalah Buku dwi bahasa berjudul Perjalanan Seni Rupa Indonesia, dari Zaman prasejarah hingga Masa kini, yang diterbitkan Panitia Pameran KIAS 1990-1991). Dimuat di Majalah ARTi edisi 001 Juni 2008, tulisan sepanjang 10 halaman dari halaman 049 halaman 057. Diambil dari Iwan Samariansyah iwansams@jurnas.com

aliran-aliran dalam seni lukisan 24Share Naturalisme Naturalisme Yaitu suatu bentuk karya seni lukis (seni rupa) dimana seniman berusaha melukiskan segala sesuatu sesuai dengan nature atau alam nyatan, artinya disesuaikan dengan tangkapan mata kita. Supaya lukisan yang dibuat benar benar mirip atau persis dengan nyata, maka susunan, perbandingan, perspektif, tekstur, pewarnaan serta gelap terang dikerjakan seteliti mungkin, setepat setepanya. di dalam seni rupa adalah usaha menampilkan objek realistis dengan penekanan seting alam. Hal ini merupakan pendalaman labih lanjut dari gerakan realismepada abad 19 sebagai reaksi atas kemapanan romantisme. Salah satu perupa naturalisme di Amerika adalah William Bliss Baker, yang lukisan pemandangannya dianggap lukisan realisterbaik dari gerakan ini. Salahs atu bagian penting dari gerakan naturalis adalah pandangan Darwinisme mengenai hidup dan kerusakan yang telah ditimbulkan manusia terhadap alam. Daftar Pelukis Naturalisme : Soeboer Doellah William Bliss Baker Raden Saleh Hokusai Affandi Fresco Mural Basuki Abdullah William Hogart Frans Hail Realisme Realisme di dalam seni rupa berarti usaha menampilkan subjek dalam suatu karya sebagaimana tampil dalam kehidupan sehari-hari tanpa tambahan embel-embel atau interpretasi tertentu. Maknanya bisa pula mengacu kepada usaha dalam seni rupa unruk memperlihatkan kebenaran, bahkan tanpa menyembunyikan hal yang buruk sekalipun. Pembahasan realisme dalam seni rupa bisa pula mengacu kepada gerakan kebudayaan yang bermula di Perancis pada pertengahan abad 19. Namun karya dengan ide realisme sebenarnya sudah ada pada 2400 SM yang ditemukan dikota Lothal, yang sekarang lebih dikenal dengan nama India. REALISME SEBAGAI GERAKAN KEBUDAYAAN Realisme menjadi terkenal sebagai gerakan kebudayaan di Perancis sebagai reaksi terhadap paham Romantisme yang telah mapan di pertengahan abad 19. Gerakan ini biasanya berhubungan erat dengan perjuangan sosial, reformasi politik, dan demokrasi. Realisme

kemudian mendominasi dunia seni rupa dan sastra diPerancis, Inggris, dan Amerika Serikat di sekitar tahun 1840 hingga 1880. Penganut sastra realisme dari Perancis meliputi nama Honor de Balzac dan Stendhal. Sementara seniman realis yang terkenal adalah Gustave Courbet dan Jean Franois Millet. REALISME DALAM SENI RUPA Perupa realis selalu berusaha menampilkan kehidupan sehari-hari dari karakter, suasana, dilema, dan objek, untuk mencapai tujuanVerisimilitude (sangat hidup). Perupa realis cenderung mengabaikan drama-drama teatrikal, subjek-subjek yang tampil dalam ruang yang terlalu luas, dan bentuk-bentuk klasik lainnya yang telah lebih dahulu populer saat itu. Dalam pengertian lebih luas, usaha realisme akan selalu terjadi setiap kali perupa berusaha mengamati dan meniru bentuk-bentuk di alam secara akurat. Sebagai contoh, pelukis foto di zamanrenaisans, Giotto bisa dikategorikan sebagai perupa dengan karya realis, karena karyanya telah dengan lebih baik meniru penampilan fisik dan volume benda lebih baik daripada yang telah diusahakan sejak zaman Gothic. Kejujuran dalam menampilkan setiap detail objek terlihat pula dari karya-karya RembrandtBarbizon School memusatkan pengamatan lebih dekat kepada alam, yag kemudian membuka jalan bagi berkembangnya impresionisme. Di Inggris, kelompokPre-Raphaelite Brotherhood menolak idealisme pengikut Raphaelyang kemudian membawa kepada pendekatan yang lebih intens terhadap realisme. yang dikenal sebagai salah satu perupa realis terbaik. Kemudian pada abad 19, sebuah kelompok di Perancis yang dikenal dengan nama Teknik Trompe l'oeil, adalah teknik seni rupa yang secara ekstrim memperlihatkan usaha perupa untuk menghadirkan konsep realisme. DAFTAR PELUKIS REALISME TERKENAL Karl Briullov Ford Madox Brown Jean Baptiste Simon Chardin Camille Corot Gustave Courbet Honor Daumier Edgar Degas Thomas Eakins Nikolai Ge Aleksander Gierymski William Harnett Louis Le Nain douard Manet Jean-Franois Millet Ilya Yefimovich Repin Romantisme Romantisme Merupakan aliran tertua di dalam sejarah seni lukis modern Indonesia. Lukisan dengan aliran ini berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap objeknya. Pemandangan alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar belakang lukisan.Romantisme dirintis oleh pelukis-pelukis pada zaman penjajahan Belanda dan ditularkan kepada pelukis pribumi untuk tujuan koleksi dan galeri di zaman kolonial. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Raden Saleh. Ekspresionisme Pengertian Ekspresionisme yaitu aliran seni lukis yang mengutamakan kebebasan dalam bentuk dan warna untuk mencurahkan emosi atau perasaan. Ekspressionisme adalah kecenderungan seorang seniman untuk mendistorsi kenyataan dengan efek-efek emosional. Ekspresionisme bisa ditemukan di dalam karya lukisan, sastra,film, arsitektur, dan musik. Istilah emosi ini biasanya lebih menuju kepada jenis emosi kemarahan dan depresi daripada emosi bahagia. Pelukis Matthias Grnewald dan El Greco bisa disebut ekspresionis. Daftar Pelukis Ekspresionisme dari abad 20 yang tergolong adalah: Jerman: Heinrich Campendonk, Emil Nolde, Rolf Nesch,Franz Marc, Ernst Barlach, Wilhelm Lehmbruck, Erich Heckel, Karl Schmidt-Rottluff, Ernst Ludwig Kirchner, Max Beckmann, August Macke, Elfriede Lohse-Wchtler,Ludwig Meidner, Paula Modersohn-Becker, Gabriele Mnter, dan Max Pechstein. Austria: Egon Schiele dan Oskar Kokoschka Russia: Wassily Kandinsky dan Alexei Jawlensky Netherlands: Charles Eyck, Willem Hofhuizen, Jaap Min, Jan Sluyters, Jan Wiegers dan Hendrik Werkman Belgia: Constant Permeke, Gust De Smet, Frits Van den Berghe, James Ensor, Floris Jespers, dan Albert Droesbeke. Perancis: Gen Paul dan Chaim Soutine Norwegia: Edvard Munch Swiss: Carl Eugen Keel Indonesia: Affandi kubisme kubisme adalah sebuah gerakan modern seni rupa pada awal abad ke-20 yang dipelopori oleh Picasso dan Braque. Prinsip-prinsip dasar yang umum pada kubisme yaitu menggambarkan bentuk objek dengan cara memotong, distorsi, overlap, penyederhanaan,

transparansi, deformasi, menyusun dan aneka tampak. Gerakan ini dimulai pada media lukisan dan patung melalui pendekatannya masing-masing pada kubisme, bentuk bentuk karyanya menggunakan bentuk bentuk geometri (segitiga, segiempat, kerucut, kubus, lingkaran dan sebagainya) seniman kubisme sering menggunakan teknik kolase, misalnya menempelkan potongan kertas surat kabar, gambar gambar poster dan lain- lain. Kubisme sebagai pencetus gaya nonimitative muncul setelah Picasso dan Braque menggali sekaligus terpengaruh bentuk kesenian primitif, seperti patung suku bangsa Liberia, ukiran timbul (basrelief) bangsa Mesir, dan topeng-topeng suku Afrika. Juga pengaruh lukisan Paul Cezanne, terutama karya still life dan pemandangan, yang mengenalkan bentuk geometri baru dengan mematahkan perspektif zaman Renaisans. Ini membekas pada keduanya sehingga meneteskan aliran baru. Istilah "Kubis" itu sendiri, tercetus berkat pengamatan beberapa kritikus. Louis Vauxelles (kritikus Prancis) setelah melihat sebuah karya Braque di Salon des Independants, berkomenmtar bahwa karya Braque sebagai reduces everything to little cubes(menempatkan segala sesuatunya pada bentuk kubus-kubus kecil. Gil Blas menyebutkan lukisan Braque sebagai bizzarries cubiques(kubus ajaib). Sementara itu, Henri Matisse menyebutnya sebagai susunan petits cubes (kubus kecil). Maka untuk selanjutnya dipakai istilah Kubisme untuk memberi ciri dari aliran seperti karya-karya tersebut. Perkembangan awal Dalam tahap perkembangan awal, Kubisme mengalami fase Analitis yang dilanjutkan pada fase Sintetis. Pada 1908-1909 Kubisme segera mengarah lebih kompleks dalam corak yang kemudian lebih sistematis berkisar antara tahun 1910-1912. Fase awal ini sering diberi istilah Kubisme Analitis karena objek lukisan harus dianalisis. Semua elemen lukisan harus dipecah-pecah terdiri atas faset-fasetnya atau dalam bentuk kubus. Objek lukisan kadang-kadang setengah tampak digambar dari depan persis, sedangkan setengahnya lagi dilihat dari belakang atau samping. Wajah manusia atau kepala binatang yang diekspos sedemikian rupa, sepintas terlihat dari samping dengan mata yang seharusnya tampak dari depan. Pada fase Kubisme Analitis ini, para perupa sebenarnya telah membuat pernyataan dimensi keempat dalam lukisan, yaitu ruang dan waktu karena pola perspektif lama telah ditinggalkan. Bila pada pereiode analitis Braque maupun Picasso masih terbelenggu dalam kreativitas yang terbatas, berbeda pada fase Kubisme Sintetis. Kaum Kubis tidak lagi terpaku pada tiga warna pokok dalam goresan-goresannya. Tema karya-karya mereka pun lebih variatif. Dengan keberanian meninggalkan sudut pandang yang menjadi ciri khasnya untuk beranjak ke tingkat inovatif berikutnya. Perkembangan karya kaum Kubis selanjutnya adalah dengan perhatian mereka terhadap realitas. Dengan memasukkan guntingan-guntingan kata atau kalimat yang diambil darisuratpaper colle. kabar kemudian direkatkan pada kanvas sehingga membentuk satu komposisi geometris. Eksperimen tempelan seperti ini lazim disebut teknik kolase atau Daftar Pelukis Kubisme : Paul Cezane Pablo Picasso George Braque Metzinger Albert Glazez But Mochtar Moctar Apin Fajar Sidik Andre Derain Fauvisme Fauvisme adalah suatu aliran dalam seni lukis yang berumur cukup pendek menjelang dimulainya era seni rupa modern. Nama fauvisme berasal dari kata sindiran "fauve" (binatang liar) oleh Louis Vauxcelles saat mengomentari pameran Salon d'Automnedalam artikelnya untuk suplemen Gil Blas edisi 17 Oktober 1905, halaman 2. Kepopuleran aliran ini dimulai dari Le Havre, Paris, hinggaBordeaux. Kematangan konsepnya dicapai pada tahun 1906. Fauvisme adalah aliran yang menghargai ekspresi dalam menangkap suasana yang hendak dilukis. Tidak seperti karyaimpresionisme, pelukis fauvis berpendapat bahwa harmoni warna yang tidak terpaut dengan kenyataan di alam justru akan lebih memperlihatkan hubungan pribadi seniman dengan alam tersebut. Konsep dasar fauvisme bisa terlacak pertama kali pada 1888 dari komentar Paul GauguinPaul Srusier: kepada "How do you see these trees? They are yellow. So, put in yellow;

this shadow, rather blue, paint it with pureultramarine; these red leaves? Put in vermilion." "Bagaimana kau menginterpretasikan pepohonan itu? Kuning, karena itu tambahkan kuning. Lalu bayangannya terlihat agak biru, karena itu tambahkan ultramarine. Daun yang kemerahan? Tambahkan saja vermillion." Segala hal yang berhubungan dengan pengamatan secara objektif dan realistis, seperti yang terjadi dalam lukisan naturalis, digantikan oleh pemahaman secara emosional dan imajinatif. Sebagai hasilnya warna dan konsep ruang akan terasa bernuansa puitis. Warna-warna yang dipakai jelas tidak lagi disesuaikan dengan warna di lapangan, tetapi mengikuti keinginan pribadi pelukis. Penggunaan garis dalam fauvisme disederhanakan sehingga pemirsa lukisan bisa mendeteksi keberadaan garis yang jelas dan kuat. Akibatnya bentuk benda mudah dikenali tanpa harus mempertimbangkan banyak detail. Pelukis fauvis menyerukan pemberontakan terhadap kemapanan seni lukis yang telah lama terbantu oleh objektivitas ilmu pengetahuan seperti yang terjadi dalam aliran impresionisme, meskipun ilmu-ilmu dari pelukis terdahulu yang mereka tentang tetap dipakai sebagai dasar dalam melukis. Hal ini terutama terjadi pada masa awal populernya aliran ini pada periode 1904 hingga 1907. PENGARUH Pengaruh awal dari aliran ini mungkin sekali didapat dari rintisan yang dimulai oleh karya-karya Paul Cezanne, Gustave Moreau, Paul Gauguin, maupun Vincent van Gogh. Meskipun pelukis tersebut tidak melibatkan diri kepada gerakan fauvisme dan berbeda era dengan dimulainya aliran ini, namun karyanya menjadi acuan bagi pelukis muda yang nantinya akan menjadi pelukis fauvis. Meskipun hanya berumur pendek, aliran fauvisme menjadi tonggak konsep seni rupa modern berikutnya. DAFTAR PELUKIS FAUVISME : Henri Matisse Andr Derain Georges Braque Albert Marquet Henri Manguin Charles Camoin Henri Evenepoel Jean Puy Maurice de Vlaminck Raoul Dufy Othon Friesz Georges Roua Surrealisme Lukisan dengan aliran ini kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk yang sering ditemui di dalam mimpi. Pelukis berusaha untuk mengabaikan bentuk secara keseluruhan kemudian mengolah setiap bagian tertentu dari objek untuk menghasilkan sensasi tertentu yang bisa dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya. Impresionisme Impresionisme adalah suatu gerakan seni dari abad 19 yang dimulai dari Paris pada tahun 1860an . Nama ini awalnya dikutip dari lukisan Claude Monet , Impression, Sunrise (Impression, soleil levant) . Kritikus Louis Leroy menggunakan kata ini sebagai sindiran dalam artikelnya di Le Charivari . Karakteristik utama lukisan impresionisme adalah kuatnya goresan kuas, warna-warna cerah (bahkan banyak sekali pelukis impresionis yang mengharamkan warna hitam karena dianggap bukan bagian dari cahaya), komposisi terbuka, penekanan pada kualitas pencahayaan, subjek-subjek lukisan yang tidak terlalu menonjol, dan sudut pandang yang tidak biasa. Impresionisme menjadi pelopor berkembangnya aliran-aliran seni modern lain seperti Post-Impresionisme , Fauvisme , and Kubisme . Ia memiliki ciri khas: Goresan kuas pendek dan tebal dengan gaya mirip sketsa, untuk memberikan kemudahan pelukis menangkap esensi subjek daripada detailnya. Warna didapat dengan sesedikit mungkin pencampuran pigmen cat yang digunakan. Diharapkan warna tercampur secara optis oleh retina . Bayangan dibuat dengan mencampurkan warna komplementer (Hitam tidak digunakan sebagai bayangan). Cat tidak ditunggu kering untuk ditimpa dengan warna berikutnya. Pengolahan sifat transparansi cat dihindari. Meneliti sedetail mungkin sifat pantulan cahaya dari suatu objek untuk kemudian diterapkan di dalam lukisan. Dikerjakan di luar ruangan ( en plein air ) Post-Impresionisme Post-Impresionisme adalah suatu masa yang masih dipengaruhi sisa-sisa impresionisme. Pada awal 1880 pelukis mulai mengeksplorasi sisi lain dari penggunaan warna, pola, bentuk, dan garis yang sedikit berlawanan dari pencapaian impresionisme. Pelukis pada era ini contohnya adalah Vincent Van Gogh , Paul Gauguin , Georges Seurat dan Henri de Toulouse-Lautrec . Camille Pissarro , yang

sebelumnya adalah seniman impresionis kemudian mengembangkan gaya pointilisme . Monet meninggalkan kewajiban melukis di luar ruangan. Paul Czanne , meskipun telah tiga kali terlibat dalam pameran impresionis, kemudian mengembangkan gayanya tersendiri. Karya seluruh seniman ini meskipun tidak lagi menganut aliran impresionisme namun masih mengandung unsur-unsur dasarnya. Konstruktivisme Konstruktivisme boleh dipertimbangkan sebagai epistemologi sebuah hasil kerja filosofi rangka kerja ataupun teori pembelajaran Jean Piaget,1967, yang menyatakan manusia membentuk sebuah arti dari struktur pengetahuan sekarang. Argumen mengenai sifat dasar bimbingan pembelajaran manusia membangun teori pembelajaran dan metode pengajaran pendidikan. Konstruktivisme menghargai pengembangan pembelajaran dengan fasilitator pendukung yang dicetuskan dan diarahkan oleh pelajar. Konstruktivisme dapat diartikan sebagai pergerakan di dalam seni dan arsitektur yang pertama kali berkembang di Moscow tahun 1915 dan merupakan pengaruh kubisme yang dipengaruh i oleh dari De Stij dan Bauhaus. Arsitek konstruk tivisme meminta peninggalan dari semua tradisi dan peraturan yang bersejarah, tanda dari arsitek yang menegaskan kegunaan dan aspek fungsional. Sejarah Pada abad lalu, ide-ide konstruktivis tidak dihargai secara luas oleh sebab persepsi yang ada bahwa permainan anak-anak terlihat tidak bertujuan dan tidak penting. Jean Piaget tidak setuju dengan pandangan tradisional ini. Dia melihat permainan sebagai bagian yang penting dan diperlukan dalam perkembangan kognitid pelajar dan menyediakan tanda-tanda ilmiah mengenai pandangan ini. Sekarang ini, teori konstruktivis mempengaruhi banyak sector dari pendidikan informal. Salah satu contohnya adalah investigate centre di Natural History Museum, London. Di sini, pengunjung dapat mengikutserta dalam investigasi terbuka mengenai spesimen sejarah alami asli yang menuju tujuan pribadi. Konstruktivisme dihasilkan di Rusia oleh kelompok perintis pelukis, tidak lama kemudian menyebar ke Eropa Barat. Yang paling ekstrim, gaya ini diberi permintaan bahwa sebuah bangunan seharusnya mengandung sematamata dari elemen yang benar-benar dibutuhkan untuk fungsi tersebut. Semua dari ide progresif ini berkumpul di dalam program dari Bauhaus yang ditemukan tahun 1919. Pergerakan konstruktivisme muncul dengan cepat setelah perang dunia I di Moscow dan menyokong penolakan komplit dari semua tradisi sebagai tanda dari Realita Baru. Arsitektur benar-benar dikurangi seperlunya, elemen fungsional dan seperti seni lain, bersubjek dari ketentuanketentuan teknologi. Pengikut pergerakan ini percaya bahwa gedung seharusnya terdiri sematamata dari bagian yang dibutuhkan untuk memastikan keutuhan strukturnya. Ini seharusnya direncanakan daripada didisaindengan dasar dari pendirian estetis, dimana ditolak sebagai formalisme belaka. Pengaruh konstruktivisme pada arsitektur di Eropa, terbatas dari grup De Stij di Holland, dan Bauhaus di Jerman. Ini memungkinkan untuk melihat tahap kedua dari konstruktivisme yang muncul sekitar tahun 1950. Ketika material konstruktivisme baru dan perkembangan baru dalam keahlian struktural membuat bentuk baru yang memungkinkan. Gema dari konstruktivisme juga bisa dideteksi dari beberapa teknologi tinggi dan bangunan dekonstruktivisme. Tokoh-Tokoh dalam Konstruktivisme Naum Gabo (1890 1977) Kebangsaan : Rusia-Amerika Laszlo Moholy-nagy (1895 1946) Kebangsaan : Hungaria Victor Pasmore (1908 1998) Kebangsaan : British Liubov Popova (1889 1924) Kebangsaan : Rusia Oskar Schlemmer (1888 1943) Kebangsaan : Jerman Futurisme Futurisme adalah aliran seni di Italia yang didirikan pada tahun 1909 oleh Filippo Marinetti, yang adalah seorang sastrawan. Gerakan ini mendapat inspirasi dari kehidupan yang berubah menjadi modern berkat teknologi mesin yang menghasilkan unsur gerak dan kecepatan sebagai unsur yang sangat berpengaruh bagi kehidupan menusia di awal abad ke-20. Tokoh Futurisme dalam seni sastra selain Marinetti adalah Giacomo Balla, Ardengo Soffici dan Stephane Mallarme. Futurisme kemudian juga

berkembang dalam seni rupa. Hal utama dalam Futurisme adalah bagaimana menangkap unsur gerak dan kecepatan dalam lukisan:.the Futurist developed the concept of dynamism, the representation of humanity or machines in action (Duro, 1994: 135). Futurisme memanfaatkan prinsip aneka-tampak (multiple viewpoints) yang dikembangkan Kubisme selain juga mempengaruhi De Stijl. Futurisme adalah aliran seni yang mendukung perkembangan tipografi sebagai unsur ekspresi dalam desain. Artinya, dalam Futurisme huruf tidak hanya diperlakukan sebagai tanda bunyi tetapi juga sebagai lambang rupa untuk menyampaikan suatu makna. Hal ini disebabkan karena banyak penyair-penyair Futurisme yang memanfaatkan tipografi sebagai bagian dari ungkapan perasaannya dalam berpuisi. De Stijl De Stijl atau dalam Bahasa Inggris the style adalah gerakan seni di sekitar tahun 1920an. Konsep ini berkembang seiring terjadinya perang dunia pertama yang berlarut-larut. Komunitas seni de Stijl kemudian berusaha memenuhi keinginan masyarakat dunia mengenai sistem keharmonisan baru di dalam seni. Konsep ini diwujudkan dalam pemikiran utopia. Mereka mewujudkan abstraksi dan keuniversalan dengan mengurangi campur tangan bentuk dan kekayaan warna semaksimal mungkin. Komposisi visual disederhanakan menjadi hanya bidang dan garis dalam arah horisontal dan vertikal, dengan menggunakan warna-warna primer seperti merah, biru, dan kuning di samping bantuan warna hitam dan putih. Dalam kebanyakan karya seni, garis vertikal dan horisontal tidak secara langsung bersilangan, tetapi saling melewati satu sama lain. Hal ini bisa dilihat dari lukisan Mondrian, Rietveld Schrder House, dan Red and blue chair. Composition with Yellow, Blue, and Red 1939-42. Piet Mondrian. Oil on canvas. 72.5 x 69 cm.London, Tate Gallery. Sekitar tahun 1915, Van Doesburg mengadakan pertemuan dengan para pelukis .Pertama bertemu dengaan Piet Mondrian pada suatu pameran di Museum Stedelijk, Amsterdam. Mondrian, yang pindah ke paris pada tahun 1912 telah mengunjungi holland ketika perang meletus dan dia tidak dapat kembali ke Paris dan bergabung komunitas pelukis Laren dimana bertemu dengan Bart van der Leck dan M. H. J. Schoenmaekers. Tahun 1915, Schoenmaekers mempublikasikan Het nieuwe wereldbeeld (The New Image of the World), yang diikutin oleh Beginselen der beeldende wiskunde (Principles of Plastic Mathematics) pada tahun 1916. Dua publikasi ini sangat berpengaruh hebat terhadap modrian dan anggota lain. Van Doesburg juga dikenal sebagai J.J.P. Oud and the Hungarian artist Vilmos Huszr . Tahun 1917, pelukis ini bekerja sama dengan poet Anthony Kok, dan menemukan gaya of De Stijl. Arsitek muda Gerrit Rietveld berpengaruh dalam kelompok pada tahun 1918. Setelah beberapa tahun kemudian, kelompok ini tetap serba sama walaupun pada tahun 1918, Van der Leck keluar dari kelompok itu dikarenakan perbedaan pendapat. The social and economic circumstances of the time formed an important source of inspiration for their theories. Their ideas about architecture were heavily influenced by Berlage and Franky Lloyd Wright Setelah tahun 1920Tahun 1920 mulai ada perubahan pandangan dalam kelompok. Dari Van Doesburgs bersatu dengan Bauhaus yang mempengaruhi Malevich dan Russian Constructivism. Hal ini tidak disetujui oleh sebagian kelompok. Tahun 1924 Mondrian keluar dari kelompok setelah Van Doesburg menerapkan teari elementarism, yang mengatakan garis horizontal lebih vital daripada vertikal. Sebagai tambahan grup De stijl merekrut anggota baru yang menganut gaya dadaist. Pengaruh dan perkembangan Konsep de Stijl banyak dipengaruhi filosofi matematikawan M. H. J. Schoenmaekers. Piet Mondrian, kemudian mempublikasikan manifes seni mereka NeoPlasticism pada tahun 1920, meskipun istilah ini sebenarnya sudah digunakan olehnya pada 1917 di Belanda dengan frase Nieuwe Beelding. Pelukis Theo van Doesburg kemudian mempublikasikan artikel De Stijl dari 1917 hingga 1928, menyebarkan teori-teori kelompok ini. Perupa de Stijl antara lain pematung George Vantongerloo, dan arsitek J.J.P. Oud dan Gerrit

Rietveld. Pada dasarnya aliran de Stijl hanya bergerak dalam dunia lukis. Sebab bagaimanapun konsep de Stijl adalah abstraksi secara ideal komposisi warna dalam bentuk dua dimensi, walaupun kemudian juga menghasilkan kesan ruang. Pemanfaatannya sangat banyak di dalam interior dan arsitekrur. namun seperti yang ditulis oleh Piet Mondrian bahwa de Stijl tetaplah sebuah konsep ideal dalam dua dimensi. Meskipun Theo van Doesburg berusaha keras memperjuangkan pengaplikasiannya dalam dunia arsitektur, de Stijl tetaplah hanya menjadi bahan pertimbangan dalam pengolahan bidang-bidang warna, bukan arsitekturnya sendiri. De Stijl meredup seiring perpecahan di antara Theo van Doesburg yang aplikatif dan Piet Mondrian yang teoritis. Hingga akhirnya majalah de Stijl terakhir kali terbit untuk mengenang kematian Theo van Doesburg. Prinsip dan pengaruhNama de stijl berasal dari gttfried Sempers Der Sill (1861-1863) dimana adanya kesalahpahaman dari penganut materialisme dan functionalism. Pada umunya De stijl menerapkan prinsip simple dan abstrack di lukisan dan arsitektur dengan menggunakan garis lurus (vertikal dan horizontal ) dan bentuk persegi. Lukisan dan arsitektur de stijl selanjutnya terbataas pada warna merah, kuning, biru dan 3 warna tambahan yaitu hitam, putih, dan abu-abu, De stijl menghindari bentuk simetris dan estetik keseimbangan. De stijl adalah aliran seni yang terpengaruh dari gaya lukisan kubisme seperti mysticism dan berasal dari idea bentuk geometrik dalam filosofi neoplatonic. De stijl memberi pengaruh bauhaus, gaya international, fashion dan interior design. Setelah Kematian Van Doesburg Theo van Doesburg meninggal di Davos pada tahun 1931. Karena Van Doesburg memiliki peranan penting dalam kelompok De stijl, gaya de stijl tidak bisa berkembang tanpa karakter sentral yang kuat. De stijl bukan kelompok yang bersatu. Faktanya anggotanya kenal satu sama lain, namun komunikasi antar anggota melalui surat menyurat . Contahnya Mondrian dan Reitveld tidak pernah bertemu tapi berkomunikasi melewati surat menyurat. Seniman yang terlibat dalam gerakan de Stijl Piet Mondrian (1872 1944) painter Theo van Doesburg (1883 1931) painter, designer dan writer Ilya Bolotowsky (1907 1981) painter Marlow Moss (1890 1958) painter and sculptor Amde Ozenfant (1886 1966) painter Max Bill (1908 1994) arsitek dan designer Jean Gorin (1899 1981) painter Burgoyne Diller (1906 1965) painter Georges Vantongerloo (1886 1965) sculptor Gerrit Rietveld (1888 1964) architect and designer Bart van der Leck (1876 1958) painter Cornelis van Eesteren (1897-1981) architect Robert vant Hoff (1887-1979) architect Vilm0s Huszar (1884-1960) painter Bauhaus - sebuah ikon dari perkembangan Seni dan Arsitektur yang lhair akibat revolusi industri di daratan Eropa pada awal abad 20 - aliran dengan ideologi Perdamaian antara Seni dan Industri. Bauhaus juga dikenal dengan faham-fahamnya yang bersifat revolusioner dan universal. Kelahiran Bauhaus didahului dengan terbentuknya Deutscher Werkbund pada 9 October 1907 di Munchen, Jerman yang digagas oleh dua arsitek,yaitu Theodor Fischer dan Hermann Mutheseus. Deutscher Werkbund merupakan nama kelompok diskusi yang terdiri dari seniman muda, arsitek muda , penulis muda, pengrajin muda, dan kelangan industri. Pada awalnya,kelompok ini beranggotakan 12 seniman dan 12 pemilik industri dan dianggap kelompok kelas menengah waktu itu. Tujuan didirikan kelompok ini untuk mencari solusi dalam meningkatkan kualitas produk-produk desain Jerman. Selan itu, diskusi ini juga mengarah pada usaha melepaskan diri dari idiom-idiom desain konservatif yang telah berkembang di daratan Eropa, termasuk Jerman selama berabad-abad. Karena hal itu, Deutscher Werkbund dikenal sebagai pionir Modernism dalam bidang arsitektur. Deutscher Werkbund dikenal sebagai The International Style berkat Henry Russel Hitchcock dan Philip Johnson pada pameran Arsitektur Modern di The Museum of Modern Art-New York pada tahun 1932. Deutscher Werkbund terpecah menjadi dua karena perbedaan ideologi, yaitu : 1. Typisierung yang dipimpin oleh Peter Behrens dan Mutheseus 2. Kunstwollen yang dipimpin oleh Henry van

de Velde, Hugo Hearing, Hans Poelzig, Walter Gropius dan Bruno Taut. * Walter Gropius nantinya yang mendirikan Bauhaus di kota Wiemar (yang merupakan kota Acropolis (negara kota) berbentuk republik yang baru saja berdiri) di Jerman pada tahun 1919. Peran Bauhaus dalam Desain Bauhaus berasal dari kata Bauen yang artinya to built dan Haus yang artinya house. Bauhaus merupakan seolah yang didirikan oleh Walter Gropius Pada awalnya, Bauhaus ini merupakan pengembangan pendidikan seni dan kerajinan yang dikelola oleh Henry van de Velde yang menekankan praktek ketrampilan di berbagai industri. Menjelang Perang Dunia pertama, 1914, Henry van de Velde (tokoh Art Nouveau) yang mempimpin sekolah seni dan kerajinan Weimar, mengundurkan diri dan kembali ke negara asalnya-Belgia. Hal ini disebabkan karena sikap radikal warga Jerman terhadap warga asing. Selama perang dunia, sekolah ini ditutup. Warga Jerman yang pada awalnya menyambut gembira perang dunia pertama, pada akhirnya muncul keraguan dan sikap anti perang mulai bermunculan, yaitu pada tahun 1916 dan 1917. Para seniman dan arsitek menerbitkan manifesto dan petisi anti perang. 1917, Walter Gropius,seorang arsitek menyatakan bahwa para intelektual harus melakukan perpindahan atau pergantian front, dari medan pertempuran fisik menuju medan pertempuran budaya. Ia menganggap sistem Werkbund Jerman ketinggalan zaman sehingga perlu reformasi pendidikan seni rupa. Saat perang usai, Walter mengirimkan proposal sebuah perombakan pendidikan dan sekolah seni rupa yang disetujui oleh pemerintah pada saat itu. Bauhaus berdiri saat Jerman masih mengalami keresahan sosial ekonomi akibat perang dunia pertama. 1919,Walter ditunjuk sebagai direktur sekolah yang baru didirikan, yaitu : Staatliches Bauhaus-Weimar Tujuan dari sekolah ini, yaitu seniman dan kriyawan bekerja sama untuk menciptakan bangunan masa depan. Bruno Taut adalah seorang yang sangat berpengaruh pada Gropius. Ia yang mengajak pertama kali membangun rumah untuk rakyat dan meminta keterlibatan setiap cabang seni dalam arsitektur. Dalam manifesto, Gropius menulis, Mari kita bersama-sama menciptakan bangunan masa depan, di mana segala sesuatunya menyatu dalam sebuah bentuk, arsitektur, patung , dan lukisan. (Droste,1990 :18) Perkembangan dan perhatian Gropius terhadap modernisme dan indutrialisasi tampak dari perubahan motto sekolah Bauhaus dari A unity of art and hadicraft menjadi Art and Technology, a new unity . Romantisme dan ekspresionisme digantikan oleh desain terapan yang snagat rasional dan dapat diproduksi secara massal menggunakan mesin. Pada dasarnya, Bauhaus berupaya meningkatkan mutu desain di era industri. Karya seni lukis Bauhaus kebanyakan berbentuk kubisme dan ekspresionisme yang merupakan pengaruh dari pelukis modern Rusia bergaya konstruktivisme. Revolusi desain oleh Bauhaus berintikan penolakan secara formal terhadap sejarah seni yang disebut anti historism pada asyarakat yang sangat konservatif antitesis dari lembaga yang sama di Paris,Prancis,Ecole des Beaux Arts yang mengutamakan pendidikan sejarah seni dan hal inilah yang memberi pengaruh sangat besar terhadap perkembangan desain dan industri di dunia sampi saat ini. Sekolah Bauhaus Sekolah Bauhaus berdiri pada tahun 1919,di mana sekolah ini merupakan penggabungan dari 2 sekolah seni, yaitu Kunstgewerbeschule (Grand Ducal Saxon School of Art and Crafts) dan Hochschule fuer Bildendekunst ( Grand Ducal Saxon Academy of Fine Arts). Misi Bauhaus adalah mengajarkan pendidikan arsitektur ,seni,desain dan creft sebagai sebuah kesatuan bersama teknologi. Dengan sistem pendidikan Bauhaus pada awalnya menyerupai sistem yang terdapat pada kuil-kuil Budha Shaolin dengan tema sentralnya di bidang desain. Para mahasiswa diberi pendidikan desain dengan metoda kerja praktek yang di selingi ritual latihan pernafasan, latihan disik, meditasi dan begetarian serta memanfaatkan bengkel praktek dan kantin sebagai pusat interaksi sosial antar warga Bauhaus, terutama antara master dan murid. Sistem pengajaran ini diperkenalkan oleh Johannes Itten. Pada tahun 1925, Bauhaus pindah ke Dessau dengan identitas

yang lebih jelas sebagai Institute of Design, dengan pengajarnya Joseph Albers, Marcel Breuer dan Gunta Stolzl. Antara tahun 1928- 1930 ,dibawah pengelolaan Meyer, desain-desain yang dihasilkan Bauhaus mencapai sukses secara komersial. Namun pada bulan April 1933, Bauhaus ditutup oleh pemerintah Nazi Jerman . Sebagian staf pengajar dan pengelolanya pindah ke Amerika dan thun 1937, Moholy Nagy membangun New Bauhaus di Chicago, sedangkan Gropius menjadi guru besar arsitektur di Universitas Harvard. Dalam perkembangan sejarah sekolah Bauhaus di bagi menjadi 2 periode ,yaitu Periode Weimar ,1919-1924 dan Periode Dessau , 1925-1932. Perpindahan sekolah Bauhaus ke Weimar disebabkan tekanan politis dari pemerintah Weimar yang menganggap Bauhaus dengan prinsip universalisme nya tidak punya rasa nasionalisme. Secara singkat,dapat disebutkan beberapa prinsip yang berlaku dalam pengajaran Bauhaus : - dipengaruhi seni ekspresionisme - menggunakan garis Bauhutte menggabungkan seniman dan kriyawan - pendekatan rasionalisme dan desain untuk mesin Bauhaus memiliki cita-cita utopia membangun masyarakat spiritual baru. Bengkel kaca patri, kayu dan metal diajarkan oleh para seniman dan kriyawan, menggunakan metode kerja dari Bauhutte: master (guru) journeyman (pengembara) apprentice (murid magang). Para pedesain yang pernah menjadi Direktur Bauhaus : - Walter Gropius ( memimpin hingga 1928) Johannes Itten - L.Mies Van der Rohe (1886-1969) Van der Rohe adalah seorang arsitek terkemuka yang menjadi direktur terakhir. Terkenal dengan ungkapannya Less is more Ideide baru diajarkan ketika Paul Klee dan Vassilly Kandinsky mengajar di Bauhaus tahun 1920 dan 1922. Klee menggabungkan seni rupa modern dengan seni primitif dan gambar anak dalam menciptakan gambar dna lukisan yang memperngaruhi komunikasi visual. Menurut Kandinsky, warna dan bentuk memiliki nilai-nilai spiritual dan makna tersendiri. Johannes Itten adalah seorang pelukis modern yang bergabung sebagai pengajar di Bauhaus pada 1920 dan membina mahasiswa baru dalam kuliah-kuliah pendahuluan. Itten sebelumnya, pernah belajar ilm kebatinan daam filsafat timur Persia Kuno. Metoda pendidikan yang berbau mistik ini berlangsung sampai Itten berhenti dari Bauhaus pada 1923 karena berbeda pendapat dengan Gropius. Metode yang diajarkan Itten dianggap tidak sesuai dengan prinsip Bauhaus yang lebih menitik beratkan pada rasionalisme dan desain untuk mesin. Bauhaus cenderung pad abahasa rupa dalam desain yang obyektif (prinsip modernisme) dna menolak metode pendekatan yang subyektif dan selera pribadi ( Meggs, 1992 :290 ). Lazlo Moholy-Nagy , terkenal dengan desain yang memanfaatkan tipografi dengan cermat : Tipografi adalah alat komunikasi, harus berkomunikasi dalam bentuknya yang paling kuat. Kejelasan sangat penting . Legability juga menjadi perhatian Moholy-Nagy selain juga menciptakan bahasa tipografi yang lentur. Jan tschichold ( 1902-1974) terkenal dengan buku-buku mengenai dasar-dasar desain tipografi yang berjudul : Elementare Typographie tahun 1925 dan Die Neue Typhographie tahun 1928. Beberapa pemikirannya mengenai tipografi adalah : -Susunan huruf asimetris -Huruf sans serif dengan ukuran dan berat yang berbeda : kembali pada bentuk dasar alfabet. -Susunan desain vertika / horisontal Art Deco Art Deco adalah gaya hias yang lahir setelah Perang Dunia I dan berakhir sebelum Perang Dunia II. Art Deco dipengaruhi oleh berbagai macam aliran modern, antara lain Kubisme, Futurisme dan Konstruktivisme serta juga mengambil ide-ide desain kuno misalnya dari Mesir, Siria dan Persia. Karya-karya seniman Art Deco memakai warna-warna yang kuat serta bentuk-bentuk abstrak dan geometris misalnya bentuk tangga, segitiga dan lingkaran terbuka. Komposisi elemen-elemennya mayoritas dalam format yang sederhana. Asal usul Nama Art Deco Ungkapan Art Deco diperkenalkan pertama kali pada tahun 1966 dalam katalog yang diterbitkan oleh Muse des Arts Dcoratifs di Paris yang pada saat itu sedang mengadakan pameran dengan tema Les Annes 25 yang bertujuan untuk meninjau kembali

pameran internasional Exposition Internationale des Arts Dcoratifs et Industriels Modernes yang diselenggarakan pada tahun 1925 di Paris. Pada tanggal 2 November 1966 artikel yang berjudul Art Deco dimuat di The Times, setahun kemudian artikel Les Arts Dco dari Van Dongen, Chanel dan Andr Groult furniture dimuat dalam majalah Elle. Ungkapan Art Deco semakin mendapat tempat dalam dunia seni dengan dipublikasikannya buku Art Deco karangan Bevis Hillier di Amerika pada tahun 1969. Latar Belakang Munculnya Art Deco Revolusi Industri Revolusi Industri (akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20) menciptakan pergeseran sosial, dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industrial. Tidak semua masyarakat menerima dan menyukai barang-barang yang diproduksi oleh mesin. Revolusi Industri juga membawa perubahan pada Arsitektur. Setelah Revolusi Industri diperlukan suatu tipologi bangunan yang berbeda dari abad sebelumnya, misalnya, pabrik, stasiun, bangunan perdagangan, bangunan perkantoran, perumahan dan lain lain. Pada jaman itu muncul konsepsikonsepsi baru tentang iklan, fotografi, produksi massal dan kecepatan/laju. Perang Dunia I (1914-1918) Setelah perang berakhir, masyarakat sibuk menata kembali lingkungannya, mereka memerlukan berbagai macam peralatan. Hal ini memberikan kesempatan dan semangat kepada para seniman untuk menghasilkan inovasi-inovasi baru yang modern dan fungsional. Art Nouveau suatu gerakan seni yang popular pada tahun 1894-1914 tidak lagi bisa bertahan lama karena hasil karya mereka kurang fungsional, penuh dekorasi dan harganya sangat mahal. Usahausaha Mencari Solusi Permasalahan Para seniman menciptakan suatu gaya yang dapat merangkul selera semua lapisan masyarakat. Pengenalan terhadap material baru seperti plastik, bakelit, kaca dan krom mengharuskan para seniman mencari cara dan gaya sehingga material tersebut dapat diolah dan diproduksi secara massal. Pengertian bahwa dengan desain yang bagus dapat menaikkan omset penjualan membuat mereka berpikir bagaimana menghasilkan barang yang sesuai dengan selera pasar. Hal ini dapat dilihat dalam keragaman hasil rancangan para seniman tersebut. Para Seniman Art Deco Art Deco yang orisinal lahir pada awal tahun-tahun setelah berakhirnya perang dunia pertama, saat para seniman mencari perspektif baru dengan menolak menggunakan ornamen yang identik dengan Art Nouveau. Mereka menggunakan lagi ornamen-ornamen historis, mereka menggunakan pendekatan eklektik. Para seniman dari berbagai media dengan cepat mengadopsi gaya yang spektakuler ini. Beberapa desainer Art Deco, misalnya Jaques-Emile Ruhlmann yang dikenal sebagai master Art Deco melalui karya mebelnya yang hampir selalu memakai material mahal. Desainer mebel lain misalnya Paul Follot, Pierre Chareau, Clement Rousseau, tim desain Se et Mare (Louis Se and Andr Mare) serta Eileen Gray. Rene Lalique dikenal dengan hiasan dari kaca dan desain perhiasannya, Susie Cooper dan Clarice Cliff terkenal dengan keramiknya, Jean Puiforcat dengan perak dan pekerjaan metalnya, Paul Poiret terkenal dengan motif tekstilnya, dan A.M Cassandre dikenal dengan poster-posternya. Desainer Art Deco terbagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama adalah desainer yang mengkonsentrasikan diri pada desain yang individual dan dikerjakan dengan kemampuan pekerjaan tangan yang tinggi, rancangan tersebut hanya dapat dibeli oleh kalangan atas, sedangkan kelompok lainnya adalah kelompok desainer yang mengutamakan desain berbentuk geometri dengan berdasarkan pada pertimbangan fungsional. Beberapa desainer Art Deco yang menciptakan barang-barang untuk masyarakat banyak misalnya Susie (Susan Vera) Cooper (1902-1995) yang terkenal tidak saja sebagai desainer tetapi juga sebagai produser keramik. Desainer Art Deco lainnya adalah Ren Lalique (1860-1945) sebagai desainer perhiasan dan desainer glass/kaca. Dari pakaian, perhiasan, poster sampai perabot dan peralatan rumah tangga, semua karya-karya ini memeriahkan dunia Art Deco, para seniman yang menghasilkannya berasal dari berbagai latar belakang. Mereka mencoba menghadirkan karya-

karya yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat itu ditengah perubahan jaman. Partisipasi masyarakat luaslah yang membuat seni ini menjadi spektakuler. Dadaisme Dadaisme lahir karena berkecamuknya Perang Dunia I. Sifatnya dikatakan anti seni, anti perasaan dan cenderung merefleksi kekasaran dan kekerasan. Karyanya aneh seperti misalnya mengkopy lukisan Monalisa lalu diberi kumis, tempat kencing diberi judul dan dipamerkan. Dilakukan juga metode kolase seperti misalnya kayu dan rongsokan barang-barang bekas. Tokoh-tokoh aliran ini : Juan Gross, Max Ernst, Hans Arp, Marcel Duchamp dan Picabia. Abstraksionisme Seni abstrak dalam seni lukis ialah seni yang berusaha mengambil obyek yang berasal dari dunia batin. Obyek itu bisa fantasi, imajinasi dan mungkin juga intuisi para seniman. Karena timbul dari dalam batin. Dalam seni abstrak terbagi dua katagori besar yaitu : a. Abstrak Ekspresionisme D Amerika abstrak ini terdapat dua kecenderungan yaitu : - Color Field Painting, yaitu lukisan yang menampilkan bidang-bidang lebar dan warna yang cerah. Pelopornya : Mark Rothko, Clyfford Stll, Adolf Got lieb, Robert Montherwell dan Bornet Newman. - Action Painting, yaitu lukisan yang tidak mementingkan bentuk yang penting adalah aksi atau cara dalam melukiskannya. Tokohnya adalah : Jackson Polack, Willem de Koning, Frans Kliner dan; adik Twarkov. Di Perancis abstrak ekspresionesme diikuti oleh : H. Hartum Gerard Schneider, G. Mathiew dan Piere Souloges. Kemudian yang diberi nama Technisme dipelopori : Wols Aechinsky dan Asger Yorn. b. Abstrak Geometris Abstrak Geometris disebut juga seni non obyektif. Dipelopori oleh Kandinsky. Setelah itu bermunculan abstrak geometris yang lain dengan nama berbeda antara lain : ? Suprematisme, yaitu lukisan yang menampilkan abstraksi bentuk-bentuk geometris mumi dengan tokohnya adalah kasimir Malevich. Konsiruktivisme, sebuah corak seni rupa 3 dimensi yang berusaha menampilkan bentuk-bentuk abstrak dengan menggunakan bahan-bahan modem seperti kawat, besi, kayu dan plastik. Tokohnya : Vladimir Tatlin, Antonic Pevner, Naum Gabo dan A. Rodehenko. Alexander Calder karena patungnya dapat bergerak disebut Mobilisme di Amerika patung yang dapat bergerak disebut Kinetic Sculpture. Minimal Art juga termasuk dalam kelompok konstruktivisme. Seni ini lahir karena situasi tehnologi industri yang tinggi dan karyanya cenderung kea rah aristektual. ? Neo Plastisisme (De Stijil), yaitu corak seni abstrak yang menampilkan keuniversalan ilmu pasti. Aliran ini berusaha mengembalikan pewarna kepada warna pokok dan bentuk yang siku-siku Tokohnya ialah Piet Mondarian, Theo Van Daesburg dan Bart Van Leck. ? Op Art (Optical Art), disebut juga Retinal Art yaitu corak seni lukis yang penggambarannya merupakan susunan geometris dengan pengulangan yang teratur rapi, bisa seperti papan catur. Karya ini menarik perhatian karena warnanya yang cemerlang dan seakan mengecohkan mata dengan ilusi ruang. Tokoh corak ini : Victor Vaserelly, Bridget Riley, Yacov Gipstein dan Todasuke Kawayama. Pop Art (Popular Art) Seni Pop atau Pop Art mulamula berkemang di Amerika pada tahun 1956. nama aslinya adalah Popular Images. Seni ini muncul karena kejenuhan dengan seni tanpa obyek dan mengingatkan kita akan keadaaan sekeliling yang telah lama kita lupakan. Dalam mengambil obyek tidak memilih-milih, apa yang mereka jumpai dijadikan obyek. Bahkan bisa saja mereka mengambil sepasang sandal disandarkan diatas rongsokan meja kemudian diatur sedemikian rupa dan akhirnya dipamerkan. Kesan umum dari karya-karya Pop art menampilkan suasana sindiran, karikaturis, humor dan apa adanya. Tokoh-tokohnya antara lain : Tom Wasselman, George Segal, Yoseph Benys, Claes Oldenburg dan Cristo. Di Indonesia yang menganut aliran ini adalah seniman-seniman yang memproklamirkan diri :Kaum Seni Rupa Baru Indonesia. Seni Instalasi Berarti sejumlah kanfas atau obyek ide instalasi dimulai dari barang-barang yang ditemukan di mana-mana dan kemudian di kembangkan, direkayasa di work shop, di improvisasi dengan ruang, atau merupakan input respons terhadap ruang ataupun yang mengelilinginya, susunan dalam sebuah fungsi dirakit

dengan obyek-obyek lain jadilah sebuah sistem itulah instalasi sumber: http://garryabsolutly.blogspot.com Read more at: http://profnazly.blogspot.com/2011/07/aliran-aliran-dalam-seni-lukisan.html Copyright profnazly.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution

Anda mungkin juga menyukai