Anda di halaman 1dari 9

RADEN SALEH

Raden Saleh lahir di Semarang tahun 1807 meninggal di Bogor pada tahun 1880.
Raden Saleh dilahirkan dalam sebuah keluarga Jawa ningrat. Dia adalah cucu dari Sayyid
Abdoellah Boestaman dari sisi ibunya. Ayahnya adalah Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal
bin Jahja, seorang keturunan Arab.Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di
daerah Terboyo, dekat Semarang. Sejak usia 10 tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati
Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya di Batavia. Kegemaran menggambar
mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School).

Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan lembaga-
lembaga elite Hindia-Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt, pendiri Kebun
Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan
pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di departemennya. Kebetulan di
instansi itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J. Payen yang didatangkan dari Belanda untuk
membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor Departemen van
Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan berinisiatif memberikan
bimbingan.

Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, namun mantan
mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden Saleh
mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat
minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa mencari
model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe
orang Indonesia di daerah yang disinggahi.
Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, Payen mengusulkan agar Raden Saleh bisa
belajar ke Belanda. Usul ini didukung oleh Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen
yang memerintah waktu itu (1819-1826), setelah ia melihat karya Raden Saleh.

Tahun 1829, nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh
Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Capellen membiayai Saleh belajar ke Belanda. Namun,
keberangkatannya itu menyandang misi lain. Dalam surat seorang pejabat tinggi Belanda
untuk Departemen van Kolonieen tertulis, selama perjalanan ke Belanda Raden Saleh
bertugas mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang adat-istiadat dan kebiasaan
orang Jawa, Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu. Ini menunjukkan kecakapan lain Raden Saleh.

Semasa belajar di Belanda keterampilannya berkembang pesat. Wajar ia dianggap saingan
berat sesama pelukis muda Belanda yang sedang belajar. Para pelukis muda itu mulai melukis
bunga. Lukisan bunga yang sangat mirip aslinya itu pun diperlihatkan ke Raden Saleh.
Terbukti, beberapa kumbang serta kupu-kupu terkecoh untuk hinggap di atasnya. Seketika
keluar berbagai kalimat ejekan dan cemooh. Merasa panas dan terhina, diam-diam Raden
saleh menyingkir.
Ketakmunculannya selama berhari-hari membuat teman-temannya cemas. Muncul praduga,
pelukis Indonesia itu berbuat nekad karena putus asa. Segera mereka ke rumahnya dan pintu
rumahnya terkunci dari dalam. Pintu pun dibuka paksa dengan didobrak. Tiba-tiba mereka
saling jerit. "Mayat Raden Saleh" terkapar di lantai berlumuran darah. Dalam suasana panik
Raden Saleh muncul dari balik pintu lain. "Lukisan kalian hanya mengelabui kumbang dan
kupu-kupu, tetapi gambar saya bisa menipu manusia", ujarnya tersenyum. Para pelukis muda
Belanda itu pun kemudian pergi.

Lukisan tentang peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Jendral De Cock pada
tahun 1830 yang terjadi di rumah kediaman Residen Magelang. Dalam lukisan itu tampak
Raden Saleh menggambarkan dirinya sendiri dengan sikap menghormat menyaksikan
suasana tragis tersebut bersama-sama pengikut Pangeran Diponegoro yang lain. Jendral De
Kock pun kelihatan sangat segan dan menghormat mengantarkan Pangeran Diponegoro
menuju kereta yang akan membawa beliau ke tempat pembuangan.
Pada saat penangkapan itu, beliau berada di Belanda. Setelah puluhan tahun kemudian
kembali ke Indonesia dan mencari informasi mengenai peristiwa tersebut dari kerabat
Pangeran Diponegoro. Dari usaha dan karya tersebut, tidaklah terlalu berlebihan bila beliau
mendapat predikat sebagai Pahlawan Bangsa. Akhirnya, reputasi karya yang ditunjukkan oleh
prestasi artistiknya, membuat Raden Saleh dikenang dengan rasa bangga.

Dari beberapa yang masih ada, salah satunya lukisan kepala seekor singa, kini tersimpan
dengan baik di Istana Mangkunegaran, Solo. Lukisan ini dulu dibeli seharga 1.500 gulden.
Berapa nilainya sekarang mungkin susah-susah gampang menghitungnya. Sekadar
perbandingan, salah satu lukisannya yang berukuran besar, Berburu Rusa, tahun 1996 terjual
di Balai Lelang Christie's Singapura seharga Rp 5,5 miliar.

Tahun 1883, untuk memperingati tiga tahun wafatnya diadakan pameran-pameran lukisannya
di Amsterdam, di antaranya yang berjudul Hutan Terbakar, Berburu Kerbau di Jawa, dan
Penangkapan Pangeran Diponegoro. Lukisan-lukisan itu dikirimkan antara lain oleh Raja
Willem III dan Ernst dari Sachsen-Coburg-Gotha.
Memang banyak orang kaya dan pejabat Belanda, Belgia, serta Jerman yang mengagumi
pelukis yang semasa di mancanegara tampil unik dengan berpakaian adat ningrat Jawa
lengkap dengan blangkon. Di antara mereka adalah bangsawan Sachsen Coburg-Gotha,
keluarga Ratu Victoria, dan sejumlah gubernur jenderal seperti Johannes van den Bosch, Jean
Chrtien Baud, dan Herman Willem Daendels.
Tak sedikit pula yang menganugerahinya tanda penghargaan, yang kemudian selalu ia
sematkan di dada. Di antaranya, bintang Ridder der Orde van de Eikenkoon (R.E.K.),
Commandeur met de ster der Frans Joseph Orde (C.F.J.), Ksatria Orde Mahkota Prusia
(R.K.P.), Ridder van de Witte Valk (R.W.V.), dll.

Sedangkan penghargaan dari pemerintah Indonesia diberikan tahun 1969 lewat Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, secara anumerta berupa Piagam Anugerah Seni sebagai Perintis
Seni Lukis di Indonesia. Wujud perhatian lain adalah, pembangunan ulang makamnya di
Bogor yang dilakukan oleh Ir. Silaban atas perintah Presiden Soekarno, sejumlah lukisannya
dipakai untuk ilustrasi benda berharga negara, misalnya akhir tahun 1967, PTT mengeluarkan
perangko seri Raden Saleh dengan reproduksi dua lukisannya bergambar binatang buas yang
sedang berkelahi.
Berkat Raden Saleh, Indonesia boleh berbangga melihat karya anak bangsa menerobos
museum akbar seperti Rijkmuseum, Amsterdam, Belanda, dan dipamerkan di museum
bergengsi Louvre, Paris, Perancis.


Lukisan dan Maknanya



Salah satu lukisan karya Raden Saleh berjudul " Berburu (Hunt), 1811-1880" media lukisan
cat minyak diatas canvas, dikoleksi oleh Museum Mesdag, Belanda.




















SINDOEDARSONO SOEDJOJONO

Sindoedarsono Soedjojono (Kisaran, Sumatera Utara Mei 1913 25 Maret, Jakarta, 1985)
merupakan pelukis legendaris di Indonesia. Dengan diawali oleh Trisno Soemardjo,
Sudjojono dijuluki sebagai Bapak Seni Rupa Indonesia Modern. Julukan ini diberikan
kepadanya karena Sudjojono adalah senimaan pertama Indonesia yang memperkenalkan
modernitas seni rupa Indonesia dengan konteks kondisi faktual bangsa Indonesia. Ia biasa
menulis namanya dengan S. Sudjojono.

Biografi
Masa sekolah
Soedjojono lahir dari keluarga transmigran asal Pulau Jawa. Ayahnya, Sindudarmo, adalah
mantri kesehatan di perkebunan karet Kisaran, Sumatera Utara, beristrikan Marijem, seorang
buruh perkebunan. Ia lalu dijadikan anak angkat oleh seorang guru HIS, Yudhokusumo. Oleh
bapak angkat inilah, Djon (nama panggilannya) diajak ke Jakarta (waktu itu masih bernama
Batavia) pada 1925. Ia menamatkan HIS di Jakarta, lalu melanjutkan SMP di Cimahi, dan
menyelesaikan SMA di Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Di Yogyakarta itulah ia
sempat belajar montir sebelum belajar melukis kepada RM Pirngadie selama beberapa bulan.
Sewaktu di Jakarta, ia belajar kepada pelukis Jepang, Chioji Yazaki.
Karier guru
Ia sempat menjadi guru di Taman Siswa seusai lulus dari Taman Guru di perguruan yang
didirikan oleh Ki Hajar Dewantara itu. Ia ditugaskan oleh Ki Hajar Dewantara untuk
membuka sekolah baru di Rogojampi, Banyuwangi, tahun 1931.
Pelukis
Namun ia kemudian memutuskan untuk menjadi pelukis. Pada tahun 1937, ia ikut pameran
bersama pelukis Eropa di Bataviasche Kunstkring, Jakarta. Inilah awal namanya dikenal
sebagai pelukis. Pada tahun itu juga ia menjadi pionir mendirikan Persatuan Ahli Gambar
Indonesia (Persagi). Oleh karena itu, masa itu disebut sebagai tonggak awal seni lukis
modern berciri Indonesia. Ia sempat menjabat sebagai sekretaris dan juru bicara Persagi.
Selain sebagai pelukis, ia juga dikenal sebagai kritikus seni rupa pertama di Indonesia.
Lukisannya punya ciri khas kasar, goresan dan sapuan bagai dituang begitu saja ke kanvas.
Obyek lukisannya lebih menonjol kepada kondisi faktual bangsa Indonesia yang
diekspresikan secara jujur apa adanya.
Pandangan Politik
Sebagai seorang kritikus seni rupa, ia dianggap memiliki jiwa nasionalis. Djon sering
mengecam Basoeki Abdoellah sebagai tidak nasionalistis karena hanya melukis keindahan
Indonesia sekedar untuk memenuhi selera pasar turis. Dua pelukis ini pun kemudian
dianggap sebagai musuh bebuyutan. Sengketa ini mencair ketika Ciputra, pengusaha penyuka
seni rupa, mempertemukan Djon, Basoeki Abdoellah, dan Affandi dalam pameran bersama di
Pasar Seni Ancol, Jakarta. Pada masa Orde Lama, ia pernah ikut dalamLekra dan
bahkan Partai Komunis Indonesia. Ia sempat menjadi wakil partai di parlemen. Namun, pada
1957, ia dipecat dari partai dengan alasan resmi pelanggaran etik karena ketidaksetiaan
kepada keluarga/istri. Tahun 1959 setelah didesak tuntutan Mia Bustam, istri pertamanya,
Sudjojono resmi bercerai dari Ibu yang memberi delapan anak untuk pasangan ini, setelah
secara sembunyi-sembunyi mencintai Rosalina Poppeck - seorang sekretaris dan penyanyi -
selama beberapa tahun, yang kemudian dinikahinya sekaligus mengganti nama istri barunya
menjadi Rose Pandanwangi.


Lukisan karya Sudjojono
Lukisanya memiliki karakter Goresan ekspresif dan sedikit bertekstur, goresan dan sapuan bagai dituang begitu
saja ke kanvas, pada periode sebelum kemerdekaan, karya lukisan S.Sudjojono banyak bertema tentang
semangat perjuangan rakyat Indonesia dalam mengusir penjajahan Belanda, namun setelah jaman
kemerdekaan kemudian karya Lukisanya banyak bertema tentang pemandangan Alam, Bunga, aktifitas
kehidupan masayarakat, dan cerita budaya.



"Pertemuan di Tjikampek yang Bersedjarah" by S. Sudjojono, Size: 104cm x 152 cm, Medium: Oil on canvas,
Year: 1964
*) Auction: Christie's Hongkong

AFFANDI ( Cirebon 1907 1990 )

Merupakan salah satu Pelukis Maestro Legendaris Indonesia yang namanya telah mendunia
karena karya-karya lukisan abstraknya yang unik dan berkarakter, dimana gaya lukisanya
tersebut belum pernah ada, atau belum pernah diciptakan oleh pelukis sebelumya. Gaya aliran
Lukisanya merupakan gaya baru dalam aliran lukisan modern khususnya ekspresionism.
Karya-karya Lukisanya banyak mendapatkan apresiasi dari para pengamat seni baik dari
dalam dan luar negeri, beliau aktif berpameran tunggal di Negara-negara seperti: Inggris,
Eropa, Amerika dan India, pada masa Tahun 1950-an.

Affandi merupakan salah satu Pelukis yang paling produktif, dimana beliau telah
menciptakan lebih dari 2 ribu lukisan selama hidupnya, karyanya telah tersebar diseluruh
pelosok Dunia dan dikoleksi oleh para Kolektor kelas lokal dan Dunia.
Gaya aliran Lukisan Affandi adalah Abstrak yang masuk dalam bagian aliran ekspresionism.

Salah satu karya lukisan Affandi berjudul "Wajah - wajah putra Irian" , media lukisan cat
minyak diatas canvas, ukuran 98cm X 126cm, dibuat tahun 1974















HERRI SOEDJARWANTO

Herri Soedjarwanto adalah salah satu pewaris tekhnik realisme Dullah yang terpenting.
Karyanya dikoleksi antara lain : Istana Negara RI, Museum Purna Bhakti Pertiwi, Jakarta.
Wisma Lukisan TMII. Museum Dullah Solo, Museum Rudana, Bali.. Para tokoh, pejabat,
kolektor dalam dan luar, gallery-gallery, dll.
Dia sangat dekat dengan Dullah, bahkan selama 5 tahun (1978-83 ) ia pernah tinggal serumah
dengan Raja Realisme itu di SANGGAR PEJENG Bali. Tak heran bila Herri dikenal
menguasai tehnis Dullah, lalu ditugasi membimbing pelukis-pelukis sanggar Pejeng
Salah satu karyanya dimuat dalam buku "Treasures of Bali, a guide to museums in Bali"
terbitan Gateway Books International ( 2006 ) berkolaborasi dengan 'Museum Association of
Bali'.
Awalnya...
*1978 1983 Herri aktif di SANGGAR PEJENG Bali, asuhan Dullah.
*Th1979- Berdasarkan seleksi karya ia dipilih dan dipercaya Dullah, untuk menggarap
lukisan penting dan bergengsi yang diincar oleh semua murid Dullah ketika itu. Sebuah
lukisan besar kolosal tentang pak Harto (Presiden RI)

*Hal itu menjadi catatan sejarah penting bagi Herri: Pada umur 20 th, baru belajar setahun,
karya lukis kolosalnya ( 2,5 m x 1, 5 m ), sudah terpajang di Istana Negara RI Jakarta.
Kuratornya langsung Dullah sendiri setelah memilih dari puluhan muridnya, yang beberapa
diantaranya sudah 9 tahun lebih belajar pada Dullah.

*) Kemudian raja Realisme Indonesia itu menunjuk Herri sebagai asisten dengan tugas
khusus sebagai pengajar dan pembimbing teknis melukis di studio maupun alam terbuka,
selain tugas rutin lainnya.
( *Dua hal tersebut diatas tentunya cukup menggambarkan secara gamblang bagaimana
pandangan dan penilaian Dullah terhadap Herri, murid termudanya saat itu )

Kendatipun menguasai tehnik melukis Dullah yang sangat khas, ia tidak serta merta
mengekor senilukis Dullah. Ia mencoba mengembangkan senilukisnya sendiri, melalui
pengembangan obyek maupun pengembangan tehnik seperti yang terlihat beberapa tahun
terakhir.
Karyanya masuk Finalis : INDONESIAN ART AWARDS 1999 yang diadakan Yayasan
Seni Rupa Indonesia dengan sponsor PHILIP MORRIS. Dan dipamerkan
bersama karya para Finalis Kompetisi Seni Lukis Tingkat Nasional 99. Dalam judul
pameran : A STROKE OF GENIUS PHILIP MORRIS.

Selain itu lebih 50 pameran di berbagai kota besar dan di luar negri telah diikuti antara
lain:Pameran-pameran bersama :di Jakarta, Bali, Jogja, Bandung, Solo, Semarang, Penang
Malaysia.dll.
Catatan lain-lain :
Sejak remaja Herri sudah serius melukis. Pada usia 18 th karya pertamanya, berupa komik,
dengan naskah Asmaraman S Kho Ping Hoo , sejumlah 7 jilid, diterbitkan ( 1976 77 )
Selain dari Dullah, Herri juga belajar dan mendapat didikan sikap kesenimanan dari
S.Sudjojono. Sebelum itu ( 1976 ) di HBS (Himpunan Budaya Surakarta ), pada Soemitro
Hendronoto ( kakak Sapto Hudoyo).

Herri Soedjarwanto melukis dalam corak Realis Naturalis... sampai ke impresif. Dia melukis
berbagai tema. Dari tema umum yang bersahaja,... sampai tema serius yang rumit dan berat.
Dari keindahan alam, bunga, manusia yang menawarkan kesegaran,.. sampai problem sosial
kemanusiaan, yang membuat dahi berkerut*

Contoh Lukisannya


PANDE BESI karya Herri Soedjarwanto media lukisan cat minyak diatas canvas

Anda mungkin juga menyukai