Anda di halaman 1dari 4

RADEN SALEH

Raden Saleh Sjarif Boestaman (Semarang, 1807[1] - Buitenzorg (sekarang Bogor), 23 April
1880) adalah salah seorang pelukis paling terkenal dari Indonesia.

Masa kecil
Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terboyo, dekat Semarang. Sejak
usia 10 tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda
atasannya di Batavia. Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah
rakyat (Volks-School).Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang
Belanda dan lembaga-lembaga elite Hindia-Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar
Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu
Pengetahuan untuk Jawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di
departemennya. Kebetulan di instansi itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J. Payen yang
didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan
kantor Departemen van Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan
berinisiatif memberikan bimbingan.Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di
Belanda, namun mantan mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu
Raden Saleh mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis
dengan cat minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa
mencari model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-
tipe orang Indonesia di daerah yang disinggahi.Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya,
Payen mengusulkan agar Raden Saleh bisa belajar ke Belanda. Usul ini didukung oleh Gubernur
Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen yang memerintah waktu itu (1819-1826), setelah ia melihat
karya Raden Saleh.Tahun 1829, nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran
Diponegoro oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Capellen membiayai Saleh belajar ke
Belanda. Namun, keberangkatannya itu menyandang misi lain. Dalam surat seorang pejabat
tinggi Belanda untuk Departemen van Kolonieen tertulis, selama perjalanan ke Belanda Raden
Saleh bertugas mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang adat-istiadatkebiasaan
orang Jawa, Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu. Ini menunjukkan kecakapan lain Raden Saleh.
Belajar ke Eropa

Raden Saleh. Potret sendiri.

Semasa belajar di Belanda keterampilannya berkembang pesat. Wajar ia dianggap saingan berat
sesama pelukis muda Belanda yang sedang belajar. Para pelukis muda itu mulai melukis bunga.
Lukisan bunga yang sangat mirip aslinya itu pun diperlihatkan ke Raden Saleh. Terbukti,
beberapa kumbang serta kupu-kupu terkecoh untuk hinggap di atasnya. Seketika keluar berbagai
kalimat ejekan dan cemooh. Merasa panas dan terhina, diam-diam Raden saleh menyingkir.

Ketakmunculannya selama berhari-hari membuat teman-temannya cemas. Muncul praduga,


pelukis Indonesia itu berbuat nekad karena putus asa. Segera mereka ke rumahnya dan pintu
rumahnya terkunci dari dalam. Pintu pun dibuka paksa dengan didobrak. Tiba-tiba mereka saling
jerit. "Mayat Raden Saleh" terkapar di lantai berlumuran darah. Dalam suasana panik Raden
Saleh muncul dari balik pintu lain. "Lukisan kalian hanya mengelabui kumbang dan kupu-kupu,
tetapi gambar saya bisa menipu manusia", ujarnya tersenyum. Para pelukis muda Belanda itu
pun kemudian pergi.

Itulah salah satu pengalaman menarik Raden Saleh sebagai cermin kemampuannya. Dua tahun
pertama ia pakai untuk memperdalam bahasa Belanda dan belajar teknik mencetak menggunakan
batu. Sedangkan soal melukis, selama lima tahun pertama, ia belajar melukis potret dari Cornelis
Kruseman dan tema pemandangan dari Andries Schelfhout karena karya mereka memenuhi
selera dan mutu rasa seni orang Belanda saat itu. Krusseman adalah pelukis istana yang kerap
menerima pesanan pemerintah Belanda dan keluarga kerajaan.

Raden Saleh makin mantap memilih seni lukis sebagai jalur hidup. Ia mulai dikenal, malah
berkesempatan berpameran di Den Haag dan Amsterdam. Melihat lukisan Raden Saleh,
masyarakat Belanda terperangah. Mereka tidak menyangka seorang pelukis muda dari Hindia
dapat menguasai teknik dan menangkap watak seni lukis Barat.
Saat masa belajar di Belanda usai, Raden Saleh mengajukan permohonan agar boleh tinggal
lebih lama untuk belajar "wis-, land-, meet- en werktuigkunde (ilmu pasti, ukur tanah, dan
pesawat), selain melukis. Dalam perundingan antara Menteri Jajahan, Raja Willem I (1772-
1843), dan pemerintah Hindia Belanda, ia boleh menangguhkan kepulangan ke Indonesia. Tapi
beasiswa dari kas pemerintah Belanda dihentikan.

Saat pemerintahan Raja Willem II (1792-1849) ia mendapat dukungan serupa. Beberapa tahun
kemudian ia dikirim ke luar negeri untuk menambah ilmu, misalnya Dresden, Jerman. Di sini ia
tinggal selama lima tahun dengan status tamu kehormatan Kerajaan Jerman, dan diteruskan ke
Weimar, Jerman (1843). Ia kembali ke Belanda tahun 1844. Selanjutnya ia menjadi pelukis
istana kerajaan Belanda.

Wawasan seninya pun makin berkembang seiring kekaguman pada karya tokoh romantisme
Ferdinand Victor Eugene Delacroix (1798-1863), pelukis Perancis legendaris. Ia pun terjun ke
dunia pelukisan hewan yang dipertemukan dengan sifat agresif manusia. Mulailah
pengembaraannya ke banyak tempat, untuk menghayati unsur-unsur dramatika yang ia cari.

Saat di Eropa, ia menjadi saksi mata revolusi Februari 1848 di Paris, yang mau tak mau
mempengaruhi dirinya. Dari Perancis ia bersama pelukis Prancis kenamaan, Horace Vernet, ke
Aljazair untuk tinggal selama beberapa bulan di tahun 1846. Di kawasan inilah lahir ilham untuk
melukis kehidupan satwa di padang pasir. Pengamatannya itu membuahkan sejumlah lukisan
perkelahian satwa buas dalam bentuk pigura-pigura besar. Negeri lain yang ia kunjungi: Austria
dan Italia. Pengembaraan di Eropa berakhir tahun 1851 ketika ia pulang ke Hindia bersama
istrinya, wanita Belanda yang kaya raya.
KARYA –KARYA RADEN SALEH

Anda mungkin juga menyukai