Anda di halaman 1dari 2

11

Penangkapan Pangeran Diponogoro sumber: wikipedia

Penangkapan Pangeran Diponogoro (1857)


Seniman: Raden Saleh Syarif Bustaman
Aliran Seni: Romantisisme. Aliran ini menitikberatkan emosi, imajinasi dan ide untuk kembali pada
keniscayaan sejarah dan alam. Romantisisme adalah bentuk perlawanan pada seni neoklasik yang terikat
pada norma, selalu seimbang namun statis. Gerakan ini juga berusaha untuk memutarbalikkan konvensi
sosial, terutama pada kedudukan kaum aristokrat di masa itu.
Media Alat dan Bahan: Cat minyak dan canvas. Penggunaan cat minyak ini memang sedang terkenal
dimasanya, apalagi untuk aliran seni romantisisme dan di daratan eropa. Membuat Raden Saleh yang
bersekolah seni disana banyak membuat karya dengan menggunakan cat minyak dan canvas. Lukisan
berjudul "Gevangenneming van Diponegoro" (Penangkapan Diponegoro) salah satunya.
Teknik: Teknik yang digunakan Raden Saleh disini adalah teknik oil painting. Ini dilihat dari adanya
beberapa retakan khas oil painting yang dipakai oleh Raden Saleh. Pencampuran warnanya pun terlihat
sangat halus.
Tema/Subject Matter/Filosofi: Perang jawa yang berlangsung pada tahun 1825 hingga 1830 mengalami
kekalahannya dengan ditandai penangkapan pangeran diponogoro yang pada saat itu menjadi pemimpin
pasukan. Perang ini meski berlangsung cukup lama merupakan salah satu perang yang hingga bisa
membuat pemerintahan Belanda saat itu hampir bangkrut disebabkan kelihaian Pangeran Diponogoro
memainkan taktik perang. Kekalahan Pangeran Diponogoro inilah yang membuat Belanda senang (meski
perlu lakui pengkhianatan dengan penangkapan di bulan Ramadhan) dan ingin mendokumentasikannya
dalam bentuk lukisan. Dalam lukisan Pangeran Diponogoro dibuat sebagai pihak yang menyerahkan diri
dan Belanda sebagai pihak yang memegang otoriter. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Lukisan
Pieneman menggambarkan sosok Pangeran Diponegoro yang terlihat lesu dan pasrah saat peristiwa
penangkapannya pada 1830. Digambar dengan cat minyak, sosok De Kock berdiri gagah sementara
Diponegoro bersimpuh di hadapannya.
Tidak hanya itu, Pieneman memperlihatkan keangkuhan seorang De Kock yang bertolak pinggang,
sembari menunjuk kereta yang akan membawa Pangeran Diponegoro ke penjara. Lukisan itu dihadiahkan
ke Raja Belanda Willem 2.
Diketahui saat penangkapan Pangeran Diponegoro terjadi pada 28 Maret 1830 ia masih berada di Eropa.
Tahulah dia akan lukisan ini dan membuat Raden Saleh enggan diam. Raden Saleh pun beberapa tahun
kemudian setelah menyelesaikan studi, pulang ke Nusantara dan merencanakan untuk membuat sebuah
mahakarya baru dengan latar belakang yang sama dengan lukisan Pieneman. Tetapi pada hasil akhir,
lukisan yang diberi judul Gevangenname van Prins Diponegoro atau Penangkapan Pangeran
Diponegoro ini tampil dengan gaya yang berbeda. Tidak ada lagi nuansa pesta kemenangan pemerintah
kolonial, namun ada pesan visual yang sama sekali lain tampil di hadapan kita. Hal menonjol dari lukisan
Raden Saleh dengan Pieneman ini menggambarkan rasa nasionalismenya melihat kesengsaraan yang
dialami pejuang di tanah air. Saleh pun menggambarkan mengenai kemarahan terhadap pengkhianatan
Belanda, untuknya Raden Saleh melukiskan dirinya di dalam gambar sebagai seorang saksi dalam
perbuatan memalukan. Selain itu, puncak sarkastik dari lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro ialah
gambar perwira Belanda yang memiliki kepala besar, seperti kepala para hantu-hantu jahat di Jawa.

Sumber:
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/11/29/telaah-lukisan-penangkapan-pangeran-diponegoro-
cara-raden-saleh-membalas-dengan-karya
http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/detail/PO2017101200002/lukisan-penangkapan-
pangeran-diponegoro-karya-raden-saleh#:~:text=Lukisan%20dibuat%20dengan%20gaya
%20Romantisisme,antara%20sejarah%20lukisan%20aliran%20Eropa.

Anda mungkin juga menyukai