Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH INDIVIDU

PERLAWANAN RADEN SALEH TERHADAP


BELANDA MELALUI LUKISAN
“PENANGKAPAN PANGERAN DIPONEGORO”
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hubungan Indonesia-Belanda A
Dosen Pengampu: Dr. Achmad Sunjayadi, S.S., M.Hum.

Disusun Oleh:
Sandra Audyra Noverdi
2106744456

PROGRAM STUDI SASTRA BELANDA


FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Raden Saleh Syarif Bustaman atau yang lebih dikenal Raden saleh merupakan pionir
seni Indonesia yang lahir di Terboyo, Semarang. Terdapat perdebatan mengenai kapan
lahirnya Raden Saleh. Raden Saleh pernah menuliskan Mei 1811 namun pada catatan surat
lain dicantumkan beliau lahir pada tahun 1814. Yang kemudian para sejarawan kemudian
menyepakati lahirnya pada tahun 1811. Beliau merupakan sosok yang menjunjung tinggi
idealisme kebebasan dan kemerdekaan sehingga ia sangat menentang penindasan. Atas
pemikirannya tersebut, ia melukis lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro” oleh
pemerintah kolonial Belanda yang menggambarkan peristiwa pengkhianatan pihak Belanda
kepada Pangeran Diponegoro pada tahun 1830.

Lukisan yang berjudul “Penangkapan Pangeran Diponegoro” ini selesai dibuat pada
tahun 1857 dengan media cat minyak di atas kanvas. Lukisan ini sangat mirip dengan salah
satu karya seorang seniman berdarah Belgia yaitu Nicolaas Pieneman, yang berjudul “De
onderwerping van Diepo Negoro aan luitenant generaal Hendrik Merkus Baron de Kock, 28
Maart 1830” atau juga dikenal sebagai “Penyerahan Pangeran Diponegoro”. Dalam kedua
lukisan tersebut dapat ditemukan beberapa kesamaan namun memang dibuat secara berbeda.
Perbedaan terbesar dalam kedua lukisan tersebut ada pada sudut pandangnya.

Nicolaas Pieneman yang dibayar oleh Jenderal de Kock diminta untuk mengabadikan
penangkapan pangeran diponegoro karena penghianatan Belanda. Pieneman melukiskan
peristiwa tersebut dalam perspektif kolonial Belanda yang merasa menang dan
menggambarkan sosok Diponegoro dengan wajah lesu dan pasrah. Raden Saleh yang diduga
melihat lukisan Pieneman tersebut saat ia tinggal di Eropa dan tidak setuju dengan lukisan
karya Pieneman tersebut. Itu mengapa Raden Saleh melukiskan kembali dengan perubahan-
perubahan yang dipandang sebagai rasa nasionalisme dengan menunjukan semangat
kebangkitan nasional sebagai bentuk kemarahan terhadap penghianatan Belanda.

1.2 Rumusan Masalah


Raden Saleh dan karyanya yang dibuat pada tahun 1830 dengan judul “Penangkapan
Pangeran diponegoro” akan menjadi fokus penelitian dalam makalah ini. Lukisan ini adalah
adaptasi dari salah satu peristiwa bersejarah di Indonesia dan penggambaran ulang dari
lukisan Nicolaas Pieneman yang berjudul “Penyerahan Pangeran Diponegoro”. Walaupun
lukisan Raden Saleh adalah penggambaran ulang dari lukisan Nicolaas Pieneman, nyatanya
kedua lukisan tersebut memiliki makna dan sudut pandang yang berbeda berdasarkan
kebangsaan masing-masing pelukis, bahkan dapat dilihat hanya dari judul kedua lukisan
tersebut.
Dari gambaran di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu: bagaimana Raden
Saleh melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda melalui pelukisan ulang dari karya
Nicolaas Pieneman yang berjudul “Penyerahan Pangeran Diponegoro” yang kemudian diberi
judul “Penangkapan Pangeran Diponegoro”.

1.3 Tujuan dan Manfaat


Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah dijabarkan maka tujuan yang ingin
dicapai oleh penulis yaitu untuk mengetahui bagaimana Raden Saleh memberikan
perlawanan terhadap kolonial Belanda melalui lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro”.
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pengetahuan baru dalam
dunia seni pada masa kolonial belanda dan memperlihatkan bahwa perlawanan terhadap
kolonial tidak selamanya melalui peperangan maupun politik. Kemudian penulis
mengharapkan penelitian ini dapat mendorong masyarakat untuk lebih peduli akan sejarah
karya seni Indonesia pada masa kolonial dan mendorong lahirnya penelitian-penelitian baru
tentang karya seni Indonesia pada masa kolonial.

1.4 Tinjauan Pustaka


Penelitian mengenai lukisan Raden Saleh yang berjudul “Penangkapan Pangeran
Diponegoro” sebenarnya bukanlah penelitian yang pertama kali adanya, sebelumnya telah
ada beberapa penulis yang mengkaji penelitiannya dengan garis besar tema yang sama, baik
itu membahas riwayat hidup Raden Saleh, Raden Saleh dan karya-karyanya, Lukisan Raden
saleh menggunakan videography, dan masih banyak lagi. Beberapa kajian tersebut adalah
Didit Prasetyo Nugroho dalam skripsi yang berjudul “Penangkapan Pangeran Diponegoro
Dengan Menggunakan Teknik Motion Graphic”. Penelitian tersebut membahas tentang
penciptaan karya seni videografi yang mentransformasikan lukisan “Penangkapan Pangeran
Diponegoro”, karena lukisan tersebut memiliki aliran romantisme yang dianggap memiliki
komposisi visual dinamis dan berpotensi animatif, yang artinya lukisan Raden Saleh tersebut
memiliki kesan “hidup” dan “bergerak”. Kajian selanjutnya adalah, I Ketut Winaya dalam
bukunya yang berjudul “Lukisan-Lukisan Raden Saleh : Ekspresi Antikolonial”. Buku ini
membahas tentang riwayat hidup Raden Saleh dan memberikan makna-makna tersembunyi
dalam simbol visual yang rumit pada lukisan-lukisan karya Raden Saleh.

1.4 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam makalah ini adalah metode sejarah. Metode
sejarah terbagi menjadi empat tahap, diantaranya:
a. Heuristik : pencarian dan pengumpulan data yang terbagi menjadi data
verbal atau data secara tertulis maupun lisan dan data visual atau data
berbentuk gambar, foto, video, dan lainnya.
a. Verifikasi : kritik atau penelitian kembali.
b. Interpretasi : penafsiran ulang informasi yang telah diperoleh.
c. Historiografi : penulisan ulang dari semua sumber yang telah lolos pada
tahap sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Riwayat Hidup Raden Saleh


Menurut Para sejarawan Raden Saleh Sjarif Bestaman atau yang lebih dikenal dengan
Raden Saleh merupakan pionir seni Indonesia yang lahir pada tahun 1811 di Desa Terboyo,
dekat Semarang, Jawa Tengah. Beliau lahir dalam keluarga bangsawan beretnis Arab-Jawa.
Raden Saleh merupakan putra dari Raden Sayyid Hoesen bin Alwi Awal bin Jahja dan Raden
Mas Adjeng Zarip Hoesen. Keluarga beliau disebut sebagai keluarga bangsawan karena
memiliki peran besar di bidang agama. Beberapa anggota keluarganya memiliki jabatan
sebagai penghulu, yaitu pejabat Islam tertinggi di suatu wilayah (Kraus, 2018).
Raden Saleh mengawali pendidikannya di sekolah rakyat atau Volksschool dan dari
sanalah bakat melukisnya mulai terlihat. Raden Saleh merupakan sosok yang ramah
sehingga Raden Saleh mudah diterima oleh orang-orang Belanda dan dapat menyesuaikan
diri ke dalam lingkungan orang-orang Elite Hindia Belanda. Karena sifatnya itu pula Raden
Saleh mendapatkan kesempatan yang diberikan oleh Prof. Caspar Reinwardt untuk menjadi
calon pegawai di Lembaga Pusat Penelitian Pengetahuan dan Kesenian di Bogor. Dari
lembaga tersebut Raden Saleh bertemu dengan seorang pelukis Belgia bernama Antoine
Auguste Joseph Payen atau A.A.J Payen. Payen yang ditugaskan oleh pemerintahan kolonial
Belanda di Indonesia untuk melukiskan alam Indonesia tepatnya di Pulau jawa, yang
nantinya akan menjadi hiasan di kantor Departemen van Kolonieen Belanda. Sebetulnya,
pada masa itu Payen bukan lah pelukis yang menonjol di kalangan seniman lukis Belanda,
Namun berkat Payen lah Raden Saleh mulai mengenal dan mendalami teknik seni lukis
Eropa serta seni Barat. Raden Saleh mulai berkenalan dengan cat minyak, terpentin, minyak
rami, palet, dan pisau lukis. Sebuah teknik yang sebelumnya tidak dapat dipelajari selain
berguru langsung kepada para seniman Barat.
Saat Payeng menilai kemampuan melukis raden Saleh semakin matang, Payen
mengusulkan Raden Saleh untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik di Belanda.
Usulan itu pun kemudian mendapatkan dukungan yang positif dari G.A.G.Ph. van der
Capellen, setelah Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1819-1826) itu melihat hasil karya
Raden Saleh. Berkat dukungan Van Der Capellen, Raden Saleh mendapatkan kesempatan
untuk menimba ilmu di Eropa. Raden Saleh berlayar ke Belanda pada 1829.
Keberangkatannya ke Eropa tidak hanya untuk belajar seni lukis tetapi juga untuk
memberikan ilmu mengenai adat-istiadat Jawa, Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu kepada
Inspektur Keuangan Belanda de Linge.
Raden Saleh memanfaatkan kesempatan untuk bisa belajar di luar negeri dengan
sangat baik. Beliau memilih menetap lebih lama di Eropa untuk belajar berhitung, bahasa
Belanda, dan litografi (menulis di atas batu). Sedangkan di bidang seni, selama lima tahun
pertama beliau mendapat bimbingan seni lukis potret dari Cornelis Kruseman sedangkan ia
belajar tema pemandangan dari Andries Schelfhout. Cornelis Kruseman dan Andries
Schelfhout adalah seniman yang hasil karyanya memenuhi standar seni orang Belanda pada
masa itu. Berkat mereka Raden Saleh semakin yakin untuk menjadikan seni lukis sebagai
jalur hidupnya.
Secara perlahan, nama Raden Saleh mulai dikenal dan memiliki kesempatan untuk
menggelar pameran di Den Haag dan Amsterdam. Masyarakat Belanda sangat mengapresiasi
hasil lukisannya. Saat melihat karya lukisan Raden, masyarakat Belanda tidak menyangka
bahwa seorang pelukis dari Hindia Belanda dapat menguasai teknik seni lukis Barat. Saat
masa pemerintahan Raja Willem II (1792-1849), Raden Saleh dikirim ke Dresden, Jerman
untuk menambah ilmu. Beliau tinggal di sana selama empat tahun. Pada tahun 1843, Raden
Saleh meneruskan perjalanannya untuk menuntut ilmu ke Weimar. Setahun kemudian ia
kembali ke Belanda dan menjadi pelukis istana kerajaan. Meski telah banyak menghasilkan
karya besar keingintahuannya terhadap seni belum juga terpuaskan. Raden Saleh terus
mengasah kemampuannya dengan mempelajari seni lukis dari negara Eropa di luar Belanda.
Raden Saleh melanjutkan perjalanan ke Prancis, beliau tinggal dan berkarya di sana selama 7
tahun, disaat aliran romantisisme sedang berkembang di Eropa. Selain negara-negara
tersebut, Raden Saleh juga pernah mendatangi Austria, Inggris dan Italia.
Setelah 23 tahun menjalani hidup di Eropa dan menjadi bagian penting dari sejarah
kesenian di Eropa, Raden Saleh kembali ke Jawa pada tahun 1851 yang kemudian menetap di
Batavia. Setelah kembali ke Indonesia Raden Saleh terus menghasilkan karya-karya
terbaiknya dan memberikan pengaruh besar bagi sejarah seni lukis modern di Jawa. Hidup di
Eropa membuatnya mendapat didikan ala Barat. Beliau merupakan sosok yang menjunjung
tinggi idealisme kebebasan dan kemerdekaan sehingga beliau sangat menentang penindasan.
kemudian atas pemikirannya tersebut ia menggambarkan kedalam sebuah lukisan peristiwa
penangkapan pangeran diponegoro oleh pemerintah kolonial Belanda yang menggambarkan
peristiwa pengkhianatan pihak Belanda kepada Pangeran Diponegoro pada tahun 1830,
lukisan tersebut selesai dibuat pada tahun 1857.
2.2 Riwayat Singkat Nicolaas Pieneman
Nicolaas Pieneman lahir pada 1 Januari 1809 di Amersfoort, Belanda. Beliau adalah
anak dari pelukis Jan Willem Pieneman. Selain melukis beliau juga seorang litografer dan
kolektor seni. Pieneman mendapatkan ilmu di bidang seni melalui bimbingan ayahnya dan
juga Royal Academy of Fine Arts di Amsterdam. Pieneman berspesialisasi dalam jenis
lukisan sejarah terkini dan potret. Pada tahun 1840 dia diberi kesempatan untuk melukis
pelantikan raja William II, dan para anggota keluarga kerajaan.
Sebelumnya pada tahun 1835 atas perintah Jenderal de Kock, Pieneman berhasil
menyelesaikan lukisannya yang dikenal dengan judul “Penyerahan Pangeran Diponegoro”,
yang kemudian diberikan kepada raja William II.

2.3 Perbandingan Kedua Lukisan Peristiwa Penangkapan Pangeran Diponegoro


Perang Jawa atau yang lebih dikenal dengan Perang Diponegoro merupakan
peperangan antara Belanda dengan pasukan Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro,
Perang ini berlangsung dari tahun 1825 hingga tahun 1830.
Pada tahun 1827, dengan menggunakan taktik Benteng Stelsel atau sistem benteng,
Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro yang membuat Pasukan Diponegoro
dan beberapa pemimpin pasukannya tertangkap. Pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De
Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Dengan sebagian besar pemimpin
gerilya yang tertangkap, Diponegoro diundang untuk mendatangi rumah Letjan De Kock di
Magelang untuk menegosiasikan akhir pertikaian dan mewujudkan kesepakatan bersama.
Disana, setelah tiga jam, Diponegoro ditangkap. Ia diasingkan ke Manado kemudian dipindah
ke Makassar, dimana ia menjalani sisa hidupnya disana sampai kematiannya.
Peristiwa penting ini diabadikan ke dalam lukisan oleh dua orang pelukis terkenal
pada masanya, yaitu pelukis berdarah Belanda yang bernama Nicolaas Pieneman, dan
seorang pelukis berdarah Jawa-Arab yang bernama Raden Saleh.
Lukisan karya Raden Saleh yang berjudul “Penangkapan Pangeran Diponegoro”
(selesai dilukis pada tahun 1857) adalah penggambaran ulang dari lukisan Nicolaas Pienam
yang berjudul “Penyerahan Pangeran Diponegoro” (selesai dilukis pada tahun 1835) yang
memang ditugaskan untuk mendokumentasikan momen penangkapan Pangeran Diponegoro
oleh Pemerintah Belanda, sebagai bentuk perlawanan Raden Saleh terhadap kolonial
Belanda. Pada 28 maret 1830 saat peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro , Raden
Saleh sedang berada di Eropa. Diduga Raden Saleh melihat lukisan Pieneman tersebut saat
tinggal di Eropa.
Lukisan Penyerahan Pangeran Diponegoro Kepada Jenderal De Kock Karya Nicolaas
Pieneman. (sumber: id.wikipedia.org)

Lukisan Pieneman yang berjudul “Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal


De Kock”, atau dalam bahasa Belanda “De onderwerping van Diepo Negoro aan luitenant-
generaal baron De Kock” diselesaikan pada tahun 1835 yang dibuat menggunakan media cat
minyak di atas kanvas. Lukisan ini dibuat dengan perspektif koloni Belanda saat
penangkapan Pangeran Diponegoro. Itu mengapa lukisan ini diberi judul “Penyerahan
Pangeran Diponegoro” karena Pieneman tidak ingin menggambarkan Belanda dalam
perspektif yang buruk.
Pieneman banyak menuangkan detail rumit yang menarik pada lukisan ini. Dalam
lukisan ini Pieneman menggambarkan Pangeran Diponegoro dengan wajah lesu dan pasrah,
memakai sorban hijau, jubah, dan mengalungkan syal. Di depannya terdapat sosok
perempuan yang sedang bersujud, sosok tersebut merupakan istri Pangeran Diponegoro, Ayu
Retnaningsih. Sementara pemuda yang sedang berlutut di depannya merupakan putra
Pangeran Diponegoro. Di belakang Pangeran Diponegoro adalah jenderal De Kock yang
sedang menunjuk dan mengenakan topi tinggi yang dihiasi bulu berwarna putih. Di bagian
kiri lukisan terlihat para penduduk Jawa yang meratapi penangkapan Pangeran Diponegoro,
sementara di belakang orang-orang itu puluhan serdadu Belanda berbaris untuk mengawal
kereta kuda
yang akan

membawa Pangeran Diponegoro. Dapat terlihat pula di bagian atas lukisan terdapat bendera
Belanda yang berkibar.
Lukisan PenangkapanPangeran Diponegoro Raden Saleh. (sumber: nationalgeographic.grid.id)

Berbeda dengan lukisan Pieneman, lukisan hasil karya Raden Saleh diberi judul
“Penangkapan Pangeran Diponegoro” atau dalam bahasa belanda dikenal sebagai
“Gefangennahme von Prinz Diponegoro”. Lukisan ini berhasil diselesaikan pada tahun 1857
dengan media cat minyak di atas kanvas berukuran 112x178 cm. Hanya dari judulnya kita
sudah bisa melihat perbedaan perspektif antara kedua lukisan tersebut. Pada lukisan ini
Raden Saleh ingin menunjukan perspektif bangsa Indonesia terhadap kolonial Belanda.
Antara lukisan Raden Saleh dan Nicolaas Pieneman memang terlihat adanya
kemiripan, tetapi jika diperhatikan lebih mendetail, selain membalik sudut pandang lukisan,
Raden Saleh juga banyak merubah detail yang telah dibuat oleh Pieneman. Seperti pada raut
wajah Pangeran Diponegoro yang digambarkan dengan wajah tegas dan menahan amarah.
Pada lukisan tersebut juga digambarkan Pangeran Diponegoro berdiri di depan Letnan
Jenderal Hendrik Merkus de Kock di depan bangunan milik pimpinan kolonial. Ia
mengenakan sebuah serban hijau, jubah putih, celana, dan sebuah jaket, mengikatkan
pinggangnya dengan ikat pinggang emas, memegang tasbih, dan mengalungkan
punggungnya dengan syal. sementara orang-orang Eropa digambarkan bermata tajam dan
tidak saling bertatap muka. De Kock, sang penangkap, berdiri di kiri Pangeran Diponegoro.
Bagian paling kiri adalah para perwira Belanda, yang diidentifikasikan oleh sejarawan dan
biografer Diponegoro Peter Carey diantaranya Kolonel Louis du Perr, Letkol W.A. Roest,
dan Mayor Ajudan Francois Victor Henri Antoine Ridder de Stuer. Di kanan pangeran,
berdiri seorang pria Jawa yang diidentifikasikan oleh Carey sebagai putra Diponegoro,
bersebelahan dengan Residen Kedu Franciscus Gerardus Valck, Mayor Johan Jacob Perie,
dan Kapten Johan Jacob Roeps. Di kaki Diponegoro, seorang wanita yang diyakini istri
Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih yang berusaha untuk memegangnya. Raden
Saleh juga tidak menggambarkan bendera Belanda pada lukisan ini.
Selain hal-hal tersebut Raden Saleh juga menggambarkan dua detail menarik pada
lukisan ini. Dikutip dari jurnal Raden Saleh Dipanagara and The Painting of The Capture of
Dipanagara at Magelang (1982) oleh Peter Carey, sang pelukis, Raden Saleh
menggambarkan self portrait atau dirinya sendiri dalam lukisan tersebut sebanyak dua kali,
yaitu sebagai seorang prajurit yang mengenakan baju merah sedang menunduk kepada
pemimpin yang menangkapnya dan kedua sebagai seorang prajurit yang menghadap ke arah
penonton. Pelukisan tersebut menggambarkan bahwa Raden Saleh seakan menempatkan
dirinya sebagai saksi dari peristiwa memilukan itu. Detail menarik selanjutnya adalah Raden
Saleh menggambarkan kepala orang-orang Belanda yang tampak lebih besar dibandingkan
dengan badan mereka, sementara para prajurit Jawa digambarkan dalam keadaan yang wajar,
hal menyiratkan orang-orang Belanda sebagai raksasa impoten. Tidak banyak orang yang
menyadari detail tersebut terutama penonton yang asing dengan lukisan, namun detail
tersebut dianggap sebagai perlawanan dan komentar pahit yang diberikan Raden Saleh
tentang pemerintah kolonial Belanda.
BAB III
KESIMPULAN

Raden Saleh dan Nicolaas Pieneman berasal dari kebangsaan yang berbeda. Meskipun
Raden Saleh sempat tinggal selama lebih dari 20 tahun di Eropa, beliau tetap memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi, itu mengapa saat Raden Saleh melihat lukisan karya Pieneman
“Penyerahan Pangeran Diponegoro” beliau ingin membuat pelukisan ulang atas karya
tersebut dengan perspektif dari bangsa yang berbeda. Dalam makalah inilah penulis mengkaji
tentang perlawanan Raden Saleh terhadap kolonial Belanda melalui lukisan “Penangkapan
Pangeran Diponegoro”, yang juga membahas tentang perjalanan Raden Saleh hingga menjadi
sosok pionir seni lukis modern di Indonesia, memberikan info singkat tentang perjalanan seni
lukis Nicolaas Pieneman, dan juga mengkaji secara detail perbedaan kedua lukisan tersebut.
Konsep makalah ini disusun melalui proses pengumpulan data, dengan kendala yang dialami
berupa keterbatasan informasi tentang Nicolaas Pieneman, masalah ini teratasi dengan
mencari referensi data yang lebih mendalam melalui perpustakaan online. Maka dari itu,
dapat disimpulkan bahwa makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi mendetail
tentang Raden Saleh serta sejarah di balik perlawanan dan caranya beliau membela bangsa
melalui seni lukis, terutama pada karyanya yang berjudul “Penangkapan Pangeran
Diponegoro”.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Perlindungan Kebudayaan. (2019). Lukisan Penangkapan Pangeran


Diponegoro, Perlawanan Raden Saleh atas Karya Nicolaas Pieneman. Diakses pada: 18
Desember 2022, dari: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/lukisan-penangkapan-
pangeran-diponegoro-perlawanan-raden-saleh-atas-karya-nicolaas-pieneman/

Nicolaas Pieneman. (t.thn.). Diakses pada: 16 Desember 2022, dari:


https://artvee.com/artist/nicolaas-pieneman/

Nugroho, Didit Prasetyo. (2015). “HOMMAGE TO RADEN SALEH” Penangkapan


Pangeran Diponegoro dengan Menggunakan Teknik Motion Graphic. Diakses pada: 12
Desember 2022, dari: http://digilib.isi.ac.id/1238/1/Bab%201.pdf

Purnomo, Setianingsih. (2016). Seni Rupa Masa Kolonial : MOOI INDIE VS


PERSAGI. Diakses pada: 12 Desember 2022, dari ResearchGate:
https://www.researchgate.net/publication/328341378_Seni_Rupa_Masa_Kolonial_MOOI_IN
DIE_VS_PERSAGI

Zikrillah, Liqa'i (2020) Perancangan Buku Ilustrasi Biografi Raden Saleh. Diakses
pada: 15 Desember 2022, dari: http://digilib.isi.ac.id/10519/

Anda mungkin juga menyukai