Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, namun mantan mahaguru
Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden Saleh mendalami seni lukis
Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat minyak. Payen juga
mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa mencari model pemandangan
untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe orang Indonesia di daerah
yang disinggahi.
Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, Payen mengusulkan agar Raden Saleh bisa
belajar ke Belanda. Usul ini didukung oleh Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen yang
memerintah waktu itu (1819-1826), setelah ia melihat karya Raden Saleh.
Tahun 1829, nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal
Hendrik Merkus de Kock, Capellen membiayai Saleh belajar ke Belanda. Namun,
keberangkatannya itu menyandang misi lain. Dalam surat seorang pejabat tinggi Belanda untuk
Departemen van Kolonieen tertulis, selama perjalanan ke Belanda Raden Saleh bertugas
mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang adat-istiadat dan kebiasaan orang Jawa,
Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu. Ini menunjukkan kecakapan lain Raden Saleh.
Semasa belajar di Belanda keterampilannya berkembang pesat. Wajar ia dianggap saingan berat
sesama pelukis muda Belanda yang sedang belajar. Para pelukis muda itu mulai melukis bunga.
Lukisan bunga yang sangat mirip aslinya itu pun diperlihatkan ke Raden Saleh. Terbukti,
beberapa kumbang serta kupu-kupu terkecoh untuk hinggap di atasnya. Seketika keluar berbagai
Itulah salah satu pengalaman menarik Raden Saleh sebagai cermin kemampuannya. Dua tahun
pertama ia pakai untuk memperdalam bahasa Belanda dan belajar teknik mencetak menggunakan
batu. Sedangkan soal melukis, selama lima tahun pertama, ia belajar melukis potret dari Cornelis
Kruseman dan tema pemandangan dari Andries Schelfhout karena karya mereka memenuhi
selera dan mutu rasa seni orang Belanda saat itu. Krusseman adalah pelukis istana yang kerap
menerima pesanan pemerintah Belanda dan keluarga kerajaan.
Raden Saleh makin mantap memilih seni lukis sebagai jalur hidup. Ia mulai dikenal, malah
berkesempatan berpameran di Den Haag dan Amsterdam. Melihat lukisan Raden Saleh,
masyarakat Belanda terperangah. Mereka tidak menyangka seorang pelukis muda dari Hindia
dapat menguasai teknik dan menangkap watak seni lukis Barat.
Saat masa belajar di Belanda usai, Raden Saleh mengajukan permohonan agar boleh tinggal
lebih lama untuk belajar "wis-, land-, meet- en werktuigkunde (ilmu pasti, ukur tanah, dan
pesawat), selain melukis. Dalam perundingan antara Menteri Jajahan, Raja Willem I (1772-
1843), dan pemerintah Hindia Belanda, ia boleh menangguhkan kepulangan ke Indonesia. Tapi
beasiswa dari kas pemerintah Belanda dihentikan.
Saat pemerintahan Raja Willem II (1792-1849) ia mendapat dukungan serupa. Beberapa tahun
kemudian ia dikirim ke luar negeri untuk menambah ilmu, misalnya Dresden, Jerman. Di sini ia
tinggal selama lima tahun dengan status tamu kehormatan Kerajaan Jerman, dan diteruskan ke
Weimar, Jerman (1843). Ia kembali ke Belanda tahun 1844. Selanjutnya ia menjadi pelukis
istana kerajaan Belanda.
Wawasan seninya pun makin berkembang seiring kekaguman pada karya tokoh romantisme
Ferdinand Victor Eugene Delacroix (1798-1863), pelukis Perancis legendaris. Ia pun terjun ke
dunia pelukisan hewan yang dipertemukan dengan sifat agresif manusia. Mulailah
pengembaraannya ke banyak tempat, untuk menghayati unsur-unsur dramatika yang ia cari.
Saat di Eropa, ia menjadi saksi mata revolusi Februari 1848 di Paris, yang mau tak mau
memengaruhi dirinya. Dari Perancis ia bersama pelukis Prancis kenamaan, Horace Vernet, ke
Aljazair untuk tinggal selama beberapa bulan pada tahun 1846. Di kawasan inilah lahir ilham
untuk melukis kehidupan satwa di padang pasir. Pengamatannya itu membuahkan sejumlah
lukisan perkelahian satwa buas dalam bentuk pigura-pigura besar. Negeri lain yang ia kunjungi:
Austria dan Italia. Pengembaraan di Eropa berakhir tahun 1851 ketika ia pulang ke Hindia
bersama istrinya, wanita Belanda yang kaya raya.
Tak banyak catatan sepulangnya di Hindia. Ia dipercaya menjadi konservator pada "Lembaga
Kumpulan Koleksi Benda-benda Seni". Beberapa lukisan potret keluarga keraton dan
pemandangan menunjukkan ia tetap berkarya. Yang lain, ia bercerai dengan istri terdahulu lalu
Tahun 1875 ia berangkat lagi ke Eropa bersama istrinya dan baru kembali ke Jawa tahun 1878.
Selanjutnya, ia menetap di Bogor sampai wafatnya pada 23 April 1880 siang hari, konon karena
diracuni pembantu yang dituduh mencuri lukisannya. Namun dokter membuktikan, ia meninggal
karena trombosis atau pembekuan darah.
Tertulis pada nisan makamnya di Bondongan, Bogor, "Raden Saleh Djoeroegambar dari Sri
Padoeka Kandjeng Radja Wolanda". Kalimat di nisan itulah yang sering melahirkan banyak
tafsir yang memancing perdebatan berkepanjangan tentang visi kebangsaan Raden Saleh.
Tokoh romantisme Delacroix dinilai memengaruhi karya-karya berikut Raden Saleh yang jelas
menampilkan keyakinan romantismenya. Saat romantisme berkembang di Eropa di awal abad
19, Raden Saleh tinggal dan berkarya di Perancis (1844 - 1851).
Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paradoks.
Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas) sekaligus
ketidakpastian takdir (dalam realitas). Ekspresi yang dirintis pelukis Perancis Gerricault (1791-
1824) dan Delacroix ini diungkapkan dalam suasana dramatis yang mencekam, lukisan
kecoklatan yang membuang warna abu-abu, dan ketegangan kritis antara hidup dan mati.
Lukisan-lukisannya yang dengan jelas menampilkan ekspresi ini adalah bukti Raden Saleh
seorang romantisis. Konon, melalui karyanya ia menyindir nafsu manusia yang terus mengusik
makhluk lain. Misalnya dengan berburu singa, rusa, banteng, dll. Raden Saleh terkesan tak hanya
menyerap pendidikan Barat tetapi juga mencernanya untuk menyikapi realitas di hadapannya.
Kesan kuat lainnya adalah Raden Saleh percaya pada idealisme kebebasan dan kemerdekaan,
maka ia menentang penindasan.
Wajar bila muncul pendapat, meski menjadi pelukis kerajaan Belanda, ia tak sungkan mengkritik
politik represif pemerintah Hindia Belanda. Ini diwujudkannya dalam lukisan Penangkapan
Pangeran Diponegoro.
Meski serupa dengan karya Nicolaas Pieneman, ia memberi interpretasi yang berbeda. Lukisan
Pieneman menekankan peristiwa menyerahnya Pangeran Diponegoro yang berdiri dengan wajah
letih dan dua tangan terbentang. Hamparan senjata berupa sekumpulan tombak adalah tanda
kalah perang. Di latar belakang Jenderal de Kock berdiri berkacak pinggang menunjuk kereta
tahanan seolah memerintahkan penahanan Diponegoro.
Berbeda dengan versi Raden Saleh, di lukisan yang selesai dibuat tahun 1857 itu pengikutnya tak
membawa senjata. Keris di pinggang, ciri khas Diponegoro, pun tak ada. Ini menunjukkan,
peristiwa itu terjadi di bulan Ramadhan. Maknanya, Pangeran dan pengikutnya datang dengan
niat baik. Namun, perundingan gagal. Diponegoro ditangkap dengan mudah, karena Jenderal de
Kock tahu musuhnya tak siap berperang di bulan Ramadhan. Di lukisan itu Pangeran
Diponegoro tetap digambarkan berdiri dalam pose siaga yang tegang. Wajahnya yang bergaris
keras tampak menahan marah, tangan kirinya yang mengepal menggenggam tasbih.
Dari beberapa yang masih ada, salah satunya lukisan kepala seekor singa, kini tersimpan dengan
baik di Istana Mangkunegaran, Solo. Lukisan ini dulu dibeli seharga 1.500 gulden. Berapa
nilainya sekarang mungkin susah-susah gampang menghitungnya. Sekadar perbandingan, salah
satu lukisannya yang berukuran besar, Berburu Rusa, tahun 1996 terjual di Balai Lelang
Christie's Singapura seharga Rp 5,5 miliar.
Tahun 1883, untuk memperingati tiga tahun wafatnya diadakan pameran-pameran lukisannya di
Amsterdam, di antaranya yang berjudul Hutan Terbakar, Berburu Kerbau di Jawa, dan
Penangkapan Pangeran Diponegoro. Lukisan-lukisan itu dikirimkan antara lain oleh Raja Willem
III dan Ernst dari Sachsen-Coburg-Gotha.
Memang banyak orang kaya dan pejabat Belanda, Belgia, serta Jerman yang mengagumi pelukis
yang semasa di mancanegara tampil unik dengan berpakaian adat ningrat Jawa lengkap dengan
blangkon. Di antara mereka adalah bangsawan Sachsen Coburg-Gotha, keluarga Ratu Victoria,
dan sejumlah gubernur jenderal seperti Johannes van den Bosch, Jean Chrétien Baud, dan
Herman Willem Daendels.
Tak sedikit pula yang menganugerahinya tanda penghargaan, yang kemudian selalu ia sematkan
di dada. Di antaranya, bintang Ridder der Orde van de Eikenkoon (R.E.K.), Commandeur met de
ster der Frans Joseph Orde (C.F.J.), Ksatria Orde Mahkota Prusia (R.K.P.), Ridder van de Witte
Valk (R.W.V.), dll.
Sedangkan penghargaan dari pemerintah Indonesia diberikan tahun 1969 lewat Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, secara anumerta berupa Piagam Anugerah Seni sebagai Perintis
Seni Lukis di Indonesia. Wujud perhatian lain adalah, pembangunan ulang makamnya di Bogor
yang dilakukan oleh Ir. Silaban atas perintah Presiden Soekarno, sejumlah lukisannya dipakai
untuk ilustrasi benda berharga negara, misalnya akhir tahun 1967, PTT mengeluarkan perangko
seri Raden Saleh dengan reproduksi dua lukisannya bergambar binatang buas yang sedang
berkelahi.
Berkat Raden Saleh, Indonesia boleh berbangga melihat karya anak bangsa menerobos museum
akbar seperti Rijkmuseum, Amsterdam, Belanda, dan dipamerkan di museum bergengsi Louvre,
Paris, Perancis.
Sumber: Wikipedia
Salah satu lukisan karya Raden Saleh berjudul " Berburu (Hunt), 1811-1880" media lukisan cat
minyak diatas canvas, dikoleksi oleh Museum Mesdag, Belanda.
"Penangkapan Diponegoro II" by Raden Saleh, Medium: Oil on canvas, Size: 112cm x 178cm,
Year: 1857
Pada umur 26 tahun, pada tahun 1933, Affandi menikah dengan Maryati, gadis kelahiran Bogor.
Affandi dan Maryati dikaruniai seorang putri yang nantinya akan mewarisi bakat ayahnya
sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi.
Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung, yaitu kelompok lima
pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta Affandi
yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup
besar dalam perkembangan seni rupa di Indonesia. Kelompok ini berbeda dengan Persatuan Ahli
Gambar Indonesia (Persagi) pada tahun 1938, melainkan sebuah kelompok belajar bersama dan
kerja sama saling membantu sesama pelukis.
Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung Poetera Djakarta
yang saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di Indonesia. Empat Serangkai--
yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas
Mansyur--memimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) untuk ikut ambil
bagian. Dalam Seksi Kebudayaan Poetera ini Affandi bertindak sebagai tenaga pelaksana dan S.
Soedjojono sebagai penanggung jawab, yang langsung mengadakan hubungan dengan Bung
Karno.
Ketika republik ini diproklamasikan 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-gerbong kereta
dan tembok-tembok ditulisi antara lain "Merdeka atau mati!". Kata-kata itu diambil dari penutup
pidato Bung Karno, Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945. Saat itulah, Affandi mendapat tugas
membuat poster. Poster yang merupakan ide Soekarno itu menggambarkan seseorang yang
dirantai tapi rantainya sudah putus. Yang dijadikan model adalah pelukis Dullah. Kata-kata yang
dituliskan di poster itu ("Bung, ayo bung") merupakan usulan dari penyair Chairil Anwar.
Sekelompok pelukis siang-malam memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-daerah.
Bakat melukis yang menonjol pada diri Affandi pernah menorehkan cerita menarik dalam
kehidupannya. Suatu saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah melukis di Santiniketan,
India, suatu akademi yang didirikan oleh Rabindranath Tagore. Ketika telah tiba di India, dia
ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang sudah tidak memerlukan pendidikan melukis lagi.
Akhirnya biaya beasiswa yang telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling
negeri India.
Sepulang dari India, Eropa, pada tahun lima puluhan, Affandi dicalonkan oleh PKI untuk
mewakili orang-orang tak berpartai dalam pemilihan Konstituante. Dan terpilihlah dia, seperti
Prof. Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb, untuk mewakili orang-orang tak berpartai. Dalam sidang
konstituante, menurut Basuki Resobowo yang teman pelukis juga, biasanya katanya Affandi
cuma diam, kadang-kadang tidur. Tapi ketika sidang komisi, Affandi angkat bicara. Dia masuk
komisi Perikemanusiaan (mungkin sekarang HAM) yang dipimpin Wikana, teman dekat Affandi
juga sejak sebelum revolusi.
Topik yang diangkat Affandi adalah tentang perikebinatangan, bukan perikemanusiaan dan
dianggap sebagai lelucon pada waktu itu. Affandi merupakan seorang pelukis rendah hati yang
masih dekat dengan flora, fauna, dan lingkungan walau hidup di era teknologi. Ketika Affandi
mempersoalkan 'Perikebinatangan' tahun 1955, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup
masih sangat rendah.
Pada tahun enampuluhan, gerakan anti imperialis AS sedang mengagresi Vietnam cukup gencar.
Juga anti kebudayaan AS yang disebut sebagai 'kebudayaan imperialis'. Film-film Amerika,
diboikot di negeri ini. Waktu itu Affandi mendapat undangan untuk pameran di gedung USIS
Jakarta. Dan Affandi pun, pameran di sana.
Ketika sekelompok pelukis Lekra berkumpul, ada yang mempersoalkan. Mengapa Affandi yang
pimpinan Lekra kok pameran di tempat perwakilan agresor itu. Menanggapi persoalan ini, ada
yang nyeletuk: "Pak Affandi memang pimpinan Lekra, tapi dia tak bisa membedakan antara
Lekra dengan Lepra!" kata teman itu dengan kalem. Karuan saja semua tertawa.
Meski sudah melanglangbuana ke berbagai negara, Affandi dikenal sebagai sosok yang
sederhana dan suka merendah. Pelukis yang kesukaannya makan nasi dengan tempe bakar ini
mempunyai idola yang terbilang tak lazim. Orang-orang lain bila memilih wayang untuk idola,
biasanya memilih yang bagus, ganteng, gagah, bijak, seperti; Arjuna, Gatutkaca, Bima atau
Werkudara, Kresna.
Namun, Affandi memilih Sokrasana yang wajahnya jelek namun sangat sakti. Tokoh wayang itu
menurutnya merupakan perwakilan dari dirinya yang jauh dari wajah yang tampan. Meskipun
begitu, Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Deparpostel) mengabadikan wajahnya
dengan menerbitkan prangko baru seri tokoh seni/artis Indonesia. Menurut Helfy Dirix (cucu
tertua Affandi) gambar yang digunakan untuk perangko itu adalah lukisan self-portrait Affandi
tahun 1974, saat Affandi masih begitu getol dan produktif melukis di museum sekaligus
kediamannya di tepi Kali Gajahwong Yogyakarta.
Semasa hidupnya, ia telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya lukis. Karya-karyanya yang
dipamerkan ke berbagai negara di dunia, baik di Asia, Eropa, Amerika maupun Australia selalu
memukau pecinta seni lukis dunia. Pelukis yang meraih gelar Doktor Honoris Causa dari
University of Singapore tahun 1974 ini dalam mengerjakan lukisannya, lebih sering
menumpahkan langsung cairan cat dari tube-nya kemudian menyapu cat itu dengan jari-jarinya,
bermain dan mengolah warna untuk mengekspresikan apa yang ia lihat dan rasakan tentang
sesuatu.
Dalam perjalanannya berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari University of
Singapore tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut aliran ekspresionisme
atau abstrak. Sehingga seringkali lukisannya sangat sulit dimengerti oleh orang lain terutama
oleh orang yang awam tentang dunia seni lukis jika tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta
lukisan hal demikianlah yang menambah daya tariknya.
Kesederhanaan cara berpikirnya terlihat saat suatu kali, Affandi merasa bingung sendiri ketika
kritisi Barat menanyakan konsep dan teori lukisannya. Oleh para kritisi Barat, lukisan Affandi
dianggap memberikan corak baru aliran ekspresionisme. Tapi ketika itu justru Affandi balik
bertanya, Aliran apa itu?.
Bahkan, dalam keseharian, ia sering mengatakan bahwa dirinya adalah pelukis kerbau, julukan
yang diakunya karena dia merasa sebagai pelukis bodoh. Mungkin karena kerbau adalah
binatang yang dianggap dungu dan bodoh. Sikap sang maestro yang tidak gemar berteori dan
lebih suka bekerja secara nyata ini dibuktikan dengan kesungguhan dirinya menjalankan profesi
sebagai pelukis yang tidak cuma musiman pameran. Bahkan terhadap bidang yang dipilihnya,
dia tidak overacting.
Misalnya jawaban Affandi setiap kali ditanya kenapa dia melukis. Dengan enteng, dia
menjawab, Saya melukis karena saya tidak bisa mengarang, saya tidak pandai omong. Bahasa
yang saya gunakan adalah bahasa lukisan. Bagi Affandi, melukis adalah bekerja. Dia melukis
seperti orang lapar. Sampai pada kesan elitis soal sebutan pelukis, dia hanya ingin disebut
sebagai tukang gambar.
Lebih jauh ia berdalih bahwa dirinya tidak cukup punya kepribadian besar untuk disebut
seniman, dan ia tidak meletakkan kesenian di atas kepentingan keluarga. Kalau anak saya sakit,
saya pun akan berhenti melukis, ucapnya.
Sampai ajal menjemputnya pada Mei 1990, ia tetap menggeluti profesi sebagai pelukis. Kegiatan
yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia dimakamkan tidak jauh dari museum yang
didirikannya itu.
Museum yang diresmikan oleh Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu
dalam sejarahnya telah pernah dikunjungi oleh Mantan Presiden Soeharto dan Mantan Perdana
Menteri Malaysia Dr. Mahathir Mohammad pada Juni 1988 kala keduanya masih berkuasa.
Museum ini didirikan tahun 1973 di atas tanah yang menjadi tempat tinggalnya.
Saat ini, terdapat sekitar 1.000-an lebih lukisan di Museum Affandi, dan 300-an di antaranya
adalah karya Affandi. Lukisan-lukisan Affandi yang dipajang di galeri I adalah karya restropektif
yang punya nilai kesejarahan mulai dari awal kariernya hingga selesai, sehingga tidak dijual.
Sedangkan galeri II adalah lukisan teman-teman Affandi, baik yang masih hidup maupun yang
sudah meninggal seperti Basuki Abdullah, Popo Iskandar, Hendra, Rusli, Fajar Sidik, dan lain-
lain. Adapun galeri III berisi lukisan-lukisan keluarga Affandi.
Di dalam galeri III yang selesai dibangun tahun 1997, saat ini terpajang lukisan-lukisan terbaru
Kartika Affandi yang dibuat pada tahun 1999. Lukisan itu antara lain "Apa yang Harus
Kuperbuat" (Januari 99), "Apa Salahku? Mengapa ini Harus Terjadi" (Februari 99), "Tidak Adil"
(Juni 99), "Kembali Pada Realita Kehidupan, Semuanya Kuserahkan KepadaNya" (Juli 99), dan
lain-lain. Ada pula lukisan Maryati, Rukmini Yusuf, serta Juki Affandi.
Affandi memang hanyalah salah satu pelukis besar Indonesia bersama pelukis besar lainnya
seperti Raden Saleh, Basuki Abdullah dan lain-lain. Namun karena berbagai kelebihan dan
keistimewaan karya-karyanya, para pengagumnya sampai menganugerahinya berbagai sebutan
dan julukan membanggakan antara lain seperti julukan Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia
bahkan julukan Maestro. Adalah Koran International Herald Tribune yang menjulukinya sebagai
Dari dalam negeri sendiri, tidak kalah banyak penghargaan yang telah diterimanya, di antaranya,
penghargaan "Bintang Jasa Utama" yang dianugrahkan Pemerintah Republik Indonesia pada
tahun 1978. Dan sejak 1986 ia juga diangkat menjadi Anggota Dewan Penyantun ISI (Institut
Seni Indonesia) di Yogyakarta. Bahkan seorang Penyair Angkatan 45 sebesar Chairil Anwar pun
pernah menghadiahkannya sebuah sajak yang khusus untuknya yang berjudul "Kepada Pelukis
Affandi".
Untuk mendekatkan dan memperkenalkan karya-karyanya kepada para pecinta seni lukis,
Affandi sering mengadakan pameran di berbagai tempat. Di negara India, dia telah mengadakan
pameran keliling ke berbagai kota. Demikian juga di berbagai negara di Eropa, Amerika serta
Australia. Di Eropa, ia telah mengadakan pameran antara lain di London, Amsterdam, Brussels,
Paris, dan Roma. Begitu juga di negara-negara benua Amerika seperti di Brasil, Venezia, San
Paulo, dan Amerika Serikat. Hal demikian jugalah yang membuat namanya dikenal di berbagai
belahan dunia. Bahkan kurator terkenal asal Magelang, Oei Hong Djien, pernah memburu
lukisan Affandi sampai ke Rio de Janeiro.
Penghargaan:
Pameran:
"At the Cockfight" by Affandi, Size: 120cm x 136.5 cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1964
*) Auction: Christie's Hongkong
"Barong Dance" by Affandi, Size: 110.5cm x 181.5 cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1970
*) Auction: Christie's Hongkong
"Crabs and Watermelon" by Affandi, Size: 99cm x 120 cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1962
*) Auction: Christie's Hongkong
"Orang-orangan sawah" by Affandi, Size: 101cm x 129cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1986
*) Auction: Masterpiece
"Teratai merah" by Affandi, Size: 90cm x 130cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1986
*) Auction: Masterpiece
"Perahu-perahu Madura" by Affandi, Size: 97cm x 128cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1981
*) Auction: Masterpiece
Lukisanya memiliki karakter Goresan ekspresif dan sedikit bertekstur, goresan dan sapuan bagai
dituang begitu saja ke kanvas, pada periode sebelum kemerdekaan, karya lukisan S.Sudjojono
banyak bertema tentang semangat perjuangan rakyat Indonesia dalam mengusir penjajahan
Belanda, namun setelah jaman kemerdekaan kemudian karya Lukisanya banyak bertema tentang
pemandangan Alam, Bunga, aktifitas kehidupan masayarakat, dan cerita budaya.
"Ngaso" by S. Sudjojono, Size: 140cm x 100 cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1964
*) Auction: Christie's Hongkong
"Didalam kampung" by S.Sudjojono, Medium: Oil on canvas, Size: 130cm x 150,5cm, Year:
1950
*) Koleksi Bung Karno
"Potret Seorang Tetangga" by S.Sudjojono, Medium: Oil on Canvas, Size: 120,5cm x 151cm,
Year: 1950
*) Koleksi Bung Karno
"Figur lelaki" by S.Sudjojono, Size: 55cm x 45cm, Medium: oil on canvas, Year: 1976
"Still life" by S.Sudjojono, Medium: oil on board, Size: 74,5cm x 54,5cm, Year: 1963
ed undefined
JAVADESINDO Art Gallery
" A self-portrait with a bandaged ear " by Van Gogh, 1889, oil on canvas, 60 x 49 cm (
Courtauld Galleries, London)
Vincent Willem van Gogh lahir pada 30 Maret 1853 dan meninggal pada 29 Juli 1890, ia adalah
pelukis pasca-impresionis Belanda, karya lukisan, gambar dan sketsa nya termasuk karya seni
yang terbaik, paling terkenal, dan paling mahal di dunia. Van Gogh disebut sebagai salah satu
pelukis terbesar dalam sejarah seni Eropa. Ia merupakan sulung dari 6 bersaudara, putra pendeta
protestan di Groot Zundert, lukisannya beraliran “ post impressionism “ yang mewakili era
spontanitas emosional dalam seni lukis. Van Gogh adalah orang yang muram, gelisah, dan
temperamental, namun pengetahuannya sangat luas. Hal ini dapat dilihat di 700 surat yang
dikirimkannya pada saudara yang paling dikasihinya, Theo, yang juga bertugas sebagai
manajernya. Surat-surat ini kemudian diterbitkan sebagai catatan kehidupan Van Gogh pada
tahun 1911.
Pada masa mudanya Van Gogh bekerja pada sebuah perusahaan penjual karya seni, dan setelah
beberapa waktu bekerja sebagai guru, ia melayani sebagai misionaris yang bekerja di wilayah
pertambangan yang sangat miskin. Pada usia 16, Vincent dikirim belajar ke Den Haag untuk
bekerja pada pamannya yang merupakan rekan perusahaan internasional yang berdagang karya
seni. Disana ia belajar melukis pada Anton Mauve. Setelah gagal menangani klien, ia dikirim ke
London dan kemudian berpindah-pindah ketempat paman-pamannya yang lain, sampai ia
mengejutkan semua orang akan kemampuan berkothbahnya. Ia pun belajar disebuah pelatihan
Pada usia 27 tahun, ia menemukan panggilan sejatinya dan kembali ke Belanda. Ia membuat
sebuah karya yang sesuai dengan kemanusiaannya, pemakan kentang (1885), gelap dan muram,
mengungkapkan kesedihan dan kemiskinan orang-orang dalam lukisannya. Tahun yang sama, ia
mendaftar di akademi seni di Antwerpen, Belgia. Namun ia pergi pada hari ke dua, setelah
gurunya mengatakan bahwa sapuan kuasnya terlalu berat. Dikota ini ia sempat dipengaruhi gaya
lukisan Peter Paul Rubens dan pelukis Jepang bernama Hokusai (1760-1849).
Kemudian, ia dan Theo pergi keParis pada 1886. Setelah itu, Vincent pindah ke Arles, sementara
Theo tetap tinggal dan bertugas menjual lukisannya. Van Gouh pun meninggalkan sapuan kuas
yang berani dan realitas moralitasnya. Ia memutuskan menggunakan warna-warna cerah untuk
mengungkapkan simbolime dalam lukisannya tentang ladang-ladang, pohon-pohon dan
kehidupan pedesaan seperti Night watch (1888) dan Starry Night (1889). Ia kemudian
mengundang pelukis Paul Gauguin untuk bergabung. Namun, setelah mereka bertengkar dan
Gauguin pergi, Van Gogh mengalami depresi berat.
sumber lain tentang kematiannya mengatakan bahwa Adiknya akhirnya mengirimnya kerumah
sakit jiwa untuk beristirahat. Van Gogh merasa tenang di tempat itu dan mulai melukis lagi.
Akhirnya ia keluar dan tinggal di sebuah pondokan. Depresinya yang belum hilang total
membuatnya menembak dirinya sendiri pada 27 Juli 1890. Ia ditemukan oleh pemilik
pondokannya dihutan, dan karena belum meninggal, adiknya pun dipanggil. Dua hari kemudian
Van Gogh meninggal dan dimakamkan. Setelah Theo meninggal, ia pun dimakamkan di samping
kakaknya. Selama masa hidupnya, Vincent Van Gogh hanya menjual 1 lukisan, "Red Vineyard
at Arles" (1889).
Dalam kejadian penyebab meninggalnya Van Gogh terjadi beberapa perbedaan kronologi dari
para ahli sejarah, penelitian terbaru mengatakan bahwa Van Gogh meninggal dalam sebuah
insiden ketidak sengajaan saat ia menjumpai anak-anak disebuah hutan dekat pemondokanya,
sedang bermain pistol rusak namun masih terisi peluru, dan tanpa sengaja pistol tersebut meletus
mengenai perut Van Gogh, dan untuk menyembunyikan kesalahan atas kecerobohan anak - anak
tersebut, Van Gogh mengaku bahwa ia menembak dirinya sendiri, agar anak-anak tersebut tidak
dihukum atas kesalahanya, Van Gogh menderita sakit hingga beberapa hari akibat luka yang
dideritanya akibat terkena tembakan tersebut sebelum akhirnya meninggal Dunia.
Bagi anda yang ingin memiliki koleksi lukisan karya Vincent van Gogh dalam bentuk lukisan
repro berkualitas karya seni tinggi, silahkan order di JAVADESINDO Art Gallery
Referensi Wikipedia
" Majolica Jar with Branches of Oleander " by Vincent van Gogh, 60.3 x 73.7 cm, Oil on
canvas, 1888.
" Cypress and wheatfield frank woods " by Vincent van Gogh, 1889.
" The Starry Night " by Vincent van Gogh, 73.7 cm × 92.1 cm, Oil on canvas, 1889.
Location Museum of Modern Art, New York City
" Self-portrait without beard " by Vincent van Gogh, 40 cm × 31 cm, Oil on canvas, 1889.
Private collection
Potret diri tanpa jenggot, September 1889, adalah karya terakhir potret diri Van Gogh, yang
diberikan sebagai hadiah ulang tahun untuk ibunya.
ed
JAVADESINDO Art Gallery
Leonardo da Vinci, self portrait, red chalk on paper, 1512-1515, at Royal Library, Windsor.
Leonardo da Vinci (lahir di Vinci, propinsi Firenze, Italia, 15 April 1452 – meninggal di Clos
Lucé, Perancis, 2 Mei 1519 pada umur 67 tahun) adalah arsitek, musisi, penulis, pematung, dan
pelukis Renaisans Italia. Ia digambarkan sebagai arketipe "manusia renaisans" dan sebagai
genius universal.
Leonardo terkenal karena lukisannya yang piawai, seperti Jamuan Terakhir dan Mona Lisa. Ia
juga dikenal karena mendesain banyak ciptaan yang mengantisipasi teknologi modern tetapi
jarang dibuat semasa hidupnya, sebagai contoh ide-idenya tentang tank dan mobil yang
dituangkannya lewat gambar-gambar dwiwarna. Selain itu, ia juga turut memajukan ilmu
anatomi, astronomi, dan teknik sipil bahkan kuliner.
Latar belakang
Leonardo merupakan anak dari Ser Piero Da Vinci dan Caterina. Ia memiliki nama lengkap
Leonardo di Ser Piero da Vinci yang berarti Leonardo putra Ser Piero dari kota Vinci.
Pada usia belia, Leonardo sudah belajar melukis dengan Andrea del Verrocchio dan mulai
melukis di Firenze. Ada kabar mengisahkan Verrochio menyatakan pensiun melukis setelah
menyaksikan bahwa lukisan muridnya yang satu ini lebih bagus dari lukisannya sendiri. Selain
menjadi pelukis, Leonardo juga sanggup menunjukkan kemampuannya di bidang yang lain.
Sementara itu ia membantu Raphael dan Michaelangelo dalam merancang katedral Santo Petrus.
Dalam hidupnya Leonardo sangat tertarik pada ilmu pengetahuan. Ia mulai mempelajari burung
terbang dan mulai merancang mesin terbang. Pemikirannya itu terdapat dalam buku catatanya
sebanyak 7.000 halaman.
Di dalam buku itu juga terdapat sketsa tentang studi tubuh manusia. Pada zaman itu, anatomi
tubuh manusia tak lebih dari sekadar kira-kira karena siapapun dilarang keras membedah
jenazah. Dengan kenekatannya mencuri-curi kesempatan membedah-bedah tubuh orang mati, di
kemudian hari tindakan yang tak lazim pada zamannya ini memberikan kontribusi yang sangat
besar bagi dunia kedokteran.
Mahakaryanya, Jamuan Terakhir (The Last Supper) pada tahun 1495 sampai tahun 1497 yang
dilukis pada dinding biara Santa Maria di Milan, kini telah rusak akibat dimakan waktu. Lukisan
terkenal lainnya adalah Mona Lisa yang kini terdapat di musium Louvre Paris.
Sebuah spekulasi yang beredar tentang siapa sesungguhnya Mona Lisa antara lain menyatakan
bahwa citra perempuan tersebut merupakan hasil rekaan wajah Da Vinci sendiri. Spekulasi yang
lain menyatakan bahwa perempuan tersebut memang pernah ada, seorang istri pedagang.
Karya seni lukisan tidak saja mencerminkan luarnya benda, pendapat Da Vinci: yang dimaksud
dengan lukisan adalah segala sesuatu yang terkandung di dalamnya, yang dasarnya alami dan
tidak dapat dilihat oleh mata telanjang manusia, lalu diekspresikan dalam bentuk gambar.
Menurut Da Vinci, Ilmu pengetahuan dan lukisan ada hubungannya, misalnya gambar manusia,
dia pernah melakukan sebuah percobaan (membedah mayat agar dapat mengerti anatomi tubuh
manusia).
Sehingga dalam lukisannya, dia selalu dengan tepat menangkap gerakan otot di bawah lapisan
kulit, maka hasil lukisannya sangat halus, dan cermat, contohnya: sketsa tangannya yang masih
tersimpan hingga kini, setiap goresannya sangat indah, goresan penanya juga jelas, hal ini jarang
dijumpai pada saat itu. Terutama pada bagian mata dan rambut, tidak saja lembut, juga
mengandung suatu daya tarik. Ini menunjukan kematangan, kemampuan lukis tingkat tinggi.
Leonardo dikenal sebagai seniman terkemuka yang menghasilkan karya-karya terbaik.
Leonardo Da Vinci tidak saja seorang seniman, ia juga seorang ilmuwan, tukang mesin, dan
penemu. Dalam sketsanya, terdapat gambar rancangan kapal terbang dan mesin penggerak ke
atas, juga masih terdapat sketsa 'Cara Terbang Burung'. Semua ini hasil penemuan dari
pengamatan cara terbang burung. Kesimpulan dari penelitian ini, dia menemukan hubungan
besar kecilnya sayap dengan berat badan manusia. Meskipun tidak karena teori ini manusia bisa
Dari sketsa penelitian kapal selam bisa terlihat, mula - mula dia tertarik pada arus air. Kemudian
dengan serius meneliti ikan - ikan yang berenang melawan arus serta hambatan tekanan arus
yang terjadi pada kapal, dan meninggalkan sejumlah lima sketsa mengenai badan kapal, yang
besar pengaruhnya pada masa sekarang.
Pada zaman Da Vinci, sudah ada jam waktu, tapi rancangan jam Da Vinci berbeda dan memiliki
ciri khas, jam lain kebanyakan menunjukkan jam, menit,dan detik tapi kepunyaan Da Vinci ,
bagian luar menunjukkan keadaan bulan, seperti bundar, setengah bundar dan lain - lain, bagian
kiri atas menunjukkan 'menit', bagian kanan atas menunjukkan 'detik'
Tahun 1483, kebakaran besar terjadi di Milan dan wabah penyakit di Eropa menyebabkan
puluhan ribu orang meninggal, Da Vinci pernah mengusulkan pada Il Moro untuk membangun
kembali Milan, kemungkinan karena cara pemikiran melampaui mutu masa itu, juga biaya yang
dibutuhkna terlalu banyak, sehingga cita-citanya tak terwujud. Tapi tak henti - hentinya dia
mempelajari, menyelidiki dan mendiskusikan teknik pembangunan. Meskipun Da Vinci adaah
ilmuwan yang luar biasa, tapi pada dasarnya, dia masih tetap milik dunia seni. Dia memadukan
ilmu dengan seni, dan tidak karena mengejar kebenaranilmu lalu melupakan keindahan.
Saat itu banyak seniman yang menggemari teknik gambar nyata. Orang - orang ini meski bisa
dengan tepat menggambar bentuk dari bagian sesuatu, namun melupakan segi keindahan yang
utuh. Sehingga memberi kesan rumit. Pada kenyataannya, perkembangan seni pada zaman
pemulihan budaya, perpaduan antara sifat nyata dan mempertahankan keindahan menyeluruh
secara untuh, hanya Da Vinci yang paling menonjol. Meski sepanjang hidup Da Vinci tak henti -
hentinya mengejar kemauan dan tak pernah mengenal puas, sehingga meninggalkan setumpuk
sketsa, namun karya yang benar - benar selesai tidaklah banyak, hal ini amat disayangkan bagi
sang genius dan bagi dunia.
Pada kenyataannya, seorang ahli matematka sahabatnya, sering menjuluki dia sebagai
'Pelukis,Pemusik';murid Michelangelo, pernah menulis tentang Da Vinci dalam 'Buku Para
Pelukis sebagai berikut; Da Vinci pernah menekuni bidang musik. Pada dasarnya dia memiliki
hati yang agung. Dan sambil memainkan biola, dia bernyanyi gembira.
Da Vinci pernah membawa alat musik buatannya sendiri, dimainkan di depan Il Moro di Milan.
Menurut catatan, alat musik ini terbuat dari perak, bentuknya seperi tulang kepala kuda, suara
yang dihasilkan, amat nyaring. Dari semua dapat diketahui, meskipun tidak ada peninggalan Da
Vinci yang berupa catatan lagu not balok tapi keberhasilan dalam musik, juga tidak bisa
ditandingi orang biasa. Leonardo da Vinci wafat di Clos Lucé, Perancis pada tanggal 2 Mei
1519, dan dimakamkan di Kapel St. Hubert di kastel Amboise, Perancis.
Bagi anda yang ingin memiliki koleksi lukisan karya Paul Cezanne dalam bentuk lukisan repro
Referensi Wikipedia
Leonardo da Vinci, Mona Lisa, 189.5 × 120 cm, oil on poplar wood, 1503 - 1506, at Musée du
Louvre, Paris
Leonardo da Vinci, Last supper, tempera on gesso, pitch and mastic, 1495-1498
Leonardo da Vinci, The Adoration of the Magi, 243 cm x 246 cm, oil and tempera on panel,
1480 - 1482, at Galleria degli Uffizi, Florence
Leonardo da Vinci, The Annunciation, 98 × 217 cm, oil on panel, 1452–1519, at Galleria degli
Uffizi, Florence
Leonardo da Vinci, The Virgin and Child with St. Anne, 189.5 × 120 cm, oil on poplar wood,
1500 - 1513, at Musée du Louvre, Paris
Leonardo da Vinci, Isabella d'Este, 63 cm x 46 cm, Black and red chalk, yellow pastel chalk
on paper, 1500, at Musée du Louvre, Paris