Anda di halaman 1dari 5

KARYA LEONARDO DA VINCI

Fokus Gambar : Mata dan gambar ratu monalisannya.


Karya Seni : Seni rupa 3 dimensi.
Garis : Garis lengkung dan garis lurus.
Warna : Coklat muda, coklat tua, hijau lumut, hijau tua, hitam, dan agak kekuning-kuningan.
Lukisan : Lukisan minyak di atas kayu polar.
Lebarnya : 53 cm pada lukisan aslinya.
Pangjang : 77 cm pada lukisan aslinya.

HASIL DESKRIPSI :

Lukisan monalisa merupakan lukisan minyak diatas kayu polar. Lukisan ini memiliki lebar 53
cm dan panjangnya 77 cm yang tergantung di balik cermin yanng terlindungi. Sebelum
dipindah ke suatu galery khusus pada April 2005.

Lukisan ini menggambarkan seorang wanita berambut keriting kecoklatan yang


mengenakan gaun panjang berwarna coklat dilengkapi dengan renda, baju yang dikenakan
oleh obyek lukisan tersebut dilapisi dengan kain lutsinar.Dlam lukisan monalisa ini, ia tidak
terlihat memiliki alis dan bulu mata. Dan jari kirinya belum sepenuhnya selesai. Dan juga
memiliki noda hitam di sudut mata dan ujung dagunya.

Wanita yang bertubuh gemuk tersebut dilukis di depan sebuah background yang
menggambarkan pemandangan danau dan pegunungan. Lengkungan jembatan yang ada di
belakang Monalisa tertulis angkan 72 namun bisa saja itu huruf "L" dan angka "2".

Selain itu lukisan setengah badan ini menggambarkan wanita yang tatapannya menuju
pengunjung dengan ekspresi yang seringa dideskripsikan sebagai enigmatik dan misterius.

Menurut pengamatan cara matanya memandang membuat senyuman Monalisa hanya


tampak unik ketika seseorang memandang bagian lain dari lukisan tersebut. Dari segi
'pengenal emosi' itu memberikan kesimpulan bahwa wanita dalam lukisan Leonardo Da
Vinci tengah berada dalam beberapa kondisi emosional, delapan puluh persen dikatakan
gembira, sembilan persen muak, enam persen takut, dan dua persen marah.

ANALISA LUKISAN MONALISA :

Tidak punya alis bukan suatu hal yang aneh bagi perempuan masa kini yang gemar
bersolek. Mencukur habis rambut di atas mata itu sengaja dilakukan agar mempermudah
mereka melukis alis yang melengkung sempurna di pagi hari yang sibuk. Tapi Mona Lisa
bukan perempuan masa kini. Istri pedagang dari Florentine yang dilukis oleh Leonardo Da
Vinci itu hidup pada abad ke-16.

Sehingga muncul berbagai pertanyaan mengapa wanita dalam lukisan itu sama sekali tak
memiliki alis, bahkan bulu mata. Beberapa peneliti menyatakan bahwa mencabuti rambut di
wajah adalah praktek umum bagi wanita beradab pada masa itu. Sebab, rambut itu
dianggap tak elok dilihat. Tentu saja penjelasan ini tak memuaskan banyak penikmat
senyum wanita yang penuh tanda tanya itu.

Pascal Cotte adalah salah seorang di antaranya. Warga Paris ini kerap bertanya-tanya
mengapa Mona Lisa berbeda dengan lukisan sang maestro lainnya. Da Vinci selalu
menggoreskan alis dan bulu mata pada semua lukisannya. Karya Da Vinci yang paling
terkenal ini memang bukan barang baru buat Cotte. Pada 1969, Cotte kecil meminjam kartu
pass Metro milik ibunya dan pergi ke Museum Louvre untuk melihat sendiri apa yang disebut
ibunya sebagai lukisan terindah di dunia.

Bocah 11 tahun itu berdiri berjam-jam di depan lukisan etrsebut, sangat lama sehingga
seorang penjaga museum menawarkan kursinya. Sudah 35 tahun berlalu, Cotte--yang kini
seorang insinyur teknik--kembali menghabiskan tiga jam di depan lukisan itu. Namun, kali ini
ia membawa sebuah kamera raksasa dan izin untuk mengeluarkan lukisan itu dari bingkai
dan kotak pengamannya. Foto-foto hasil jepretan Cotte, termasuk mata, mulut, dan tangan
yang diperbesar 20 kali lipat, dipamerkan di Metreon, San Francisco, Amerika Serikat.

Foto mata yang diperbesar itulah yang akhirnya menjawab pertanyaan Cotte. Ketika meneliti
foto itu, ia menemukan selembar rambut di dahi kiri Mona Lisa, bukti sesuatu yang dulunya
alis. Ada kemungkinan alis ini hilang karena pigmen cat memudar atau terhapus gara-gara
upaya restorasi yang ceroboh. "Saya adalah seorang insinyur dan saintis. Bagi saya, semua
harus masuk akal," ujarnya. "Tidak masuk akal bahwa Mona Lisa tidak punya alis atau bulu
mata. Saya menemukan selembar rambut alisnya."
Selain menemukan alis, Cotte menciptakan reproduksi yang disebutnya definisi tinggi yang
paling akurat dari lukisan yang berumur 500 tahun itu. Berkat teknik pemindaian gambar 240
juta piksel yang memakai 13 spektrum warna, termasuk ultraviolet dan inframerah, Cotte
bisa menampilkan warna asli lukisan itu ketika baru selesai dikerjakan Da Vinci.

Cotte mengatakan pemindaian digital ultradetail lukisan itu memungkinkan ia menggali


secara efektif menembus tumpukan cat yang berlapis-lapis dan melihat wajah asli Lisa
Gherardini, wanita dalam lukisan tersebut. "Cukup dengan satu foto, Anda bisa lebih
mendalami konstruksi lukisan itu dan mengerti bahwa Leonardo adalah seorang jenius,"
kata Cotte dalam pembukaan pameran "Da Vinci: An exhibition of Genius" di San Francisco,
Rabu lalu.

Kamera supercanggih yang lahir dari keahlian Cotte dalam bidang optik dan cahaya itu
membantunya memeriksa lukisan yang menjadi obsesinya. Pria 49 tahun itu memperkirakan
tak kurang dari 3.000 jam dihabiskannya untuk menganalisis data hasil pemindaian Mona
Lisa yang dibuatnya di laboratorium Louvre pada tiga tahun lalu.

Sensor pendeteksi cahaya dari spektrum warna sampai inframerah dan ultraviolet yang tak
terlihat mata manusia itu juga mengungkapkan berbagai detail yang hilang dari lukisan
tersebut. Gambar zoom in ini membuat Cotte bisa melihat perubahan posisi tangan kanan
istri Francesco del Giocondo itu, yang terletak persis di perutnya.

Sebelum Mona Lisa, tidak pernah ada lukisan potret dengan posisi tangan seperti itu. Meski
tak mengetahui alasan Da Vinci, banyak pelukis yang meniru posisi tersebut.

Cotte menemukan pigmen yang berada di bawah pergelangan tangan kanan sama persis
dengan gambar selimut yang menutupi lutut Mona Lisa. Hal itu menjelaskan bahwa lengan
bawah dan pergelangan tangan tersebut memegang satu sisi selimut. "Pergelangan tangan
kanan itu terletak jauh di atas perutnya," kata Cotte. "Tapi, jika dilihat lebih dalam memakai
inframerah, Anda akan tahu bahwa ia memegang selimut dengan pergelangan tangannya."

Gambar inframerah itu juga mengungkapkan sketsa yang berada di bawah tumpukan
lapisan cat dan pernis. Cotte menyatakan hal itu menunjukkan bahwa Da Vinci juga
manusia. "Jika memperhatikan tangan kirinya, Anda bisa melihat posisi pertama jari
jemarinya serta mengubah pikiran dan melukisnya dengan posisi lain," katanya. "Bahkan Da
Vinci pun punya keraguan."

Hasil analisis Cotte juga mengungkapkan warna asli lukisan itu. Waktu, pernis, dan restorasi
menyebabkan lukisan yang kini tersimpan di balik kaca antipeluru itu tampak penuh dengan
warna hijau gelap, kuning, dan cokelat.

Namun, foto digital 22 gigabita yang dihasilkan 13 filter warna berbeda, bukan filter tiga atau
empat warna yang biasa ditemukan dalam kamera digital pasaran, mengembalikan warna
asli lukisan itu. Dalam bentuk aslinya, Mona Lisa memiliki warna biru terang dan putih
cemerlang. "Bagi generasi mendatang, kami menjamin Anda akan bisa melihat warna asli
lukisan itu," ujar Cotte.

Meski sejumlah sejarawan seni mengungkapkan skeptisisme atas temuannya, Cotte


berharap teknik baru ini bisa digunakan sebagai panduan bagi restorasi beragam lukisan
kuno di masa depan. Setelah memindai Mona Lisa, Cotte membuat foto dengan resolusi
supertinggi dari 500 lukisan, termasuk karya Van Gogh, Brueghel, Courbet, dan pelukis
Eropa lainnya. "Untuk mengkomunikasikan warisan budaya bagi anak-anak kita, kami perlu
menyediakan informasi sebanyak-banyaknya," ujar Cotte.
INTERPRESTASI :

Lukisan monalisa karya Da Vinci tersebut mengandung 'keberanian' yang luar biasa untuk
ukuran zamannya (di Italia pada waktu itu, manusia dianggap sebagai citra Tuhan). Maka,
melukis manusia tidak boleh sembarangan, biasanya manusia dilukis dengan 'tanda suci'
berupa lingkaran cahaya di daerah kepala (pada Monalisa sengaja tidak diadakan). Hal ini
menandakan pencarian ilmiah atas sesuatu yang keduniawian, badani, ragawi, fisik, dan
teramati secara indrawi (secara simbolik mengarah ke paham-paham filsafat dan sains yang
timbul kemudian seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme, positivisme dan materialisme)
sekaligus reaksi atas pengetahuan yang agamawi sebagaimana mendominasi alam
kecendekiwanan Eropa Barat pada masa itu.
Salam redaksi
Assalamu’alaikum.. Wr.Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin ... merupakan satu kata yang sangat


pantas Kami ucapkan kepada Allah S.W.T atas segala
berkat,rahmat,taufik serta hidayahnya yang tiada terkira besarnya,
sehingga Kami dapat menciptakan MADING ini.

Dalam penerbitan perdana ini, Kami mengambil tema


“Kesehatan” sebagai materi dalam MADING kali ini, dengan
harapan kita memahami tujuan kita sebagai seorang pelajar.

MADING sekolah ini diciptakan sebagai media penyampaian informasi untuk


menambah pengetahuan siswa dalam proses hal kesehatan dan
merupakan suatu sarana sebagai tempat penyalur minat dan bakat
siswa.

Kami menyadari bahwa MADING sekolah ini memiliki


banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karna itu
kami mengharap kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat
membangun agar kedepannya MADING ini bisa menjadi lebih
baik lagi.

Terimakasih, semoga MADING ini dapat bermanfaat dan


memberikan sumbangsih yang positif bagi kita semua. Amien.

Salam

Anda mungkin juga menyukai