Anda di halaman 1dari 11

BERAKHIRNYA FANGIRL-KU

Aku adalah seorang fanatik dari sebuah boyband Korea yaitu BTS yang sangat menyukai setiap
lagu-lagu, dance, dan setiap gerak-gerik para membernya. Tapi, aku amat sangat mengidolakan
satu orang di boy band tersebut yaitu Kim Taehyung.

---------

Saat itu, bulan Ramadhan di tahun 2018 tiba. Bulan Ramadhan kali ini dibarengi oleh liburan
panjang sekolah. Bibiku mendapat informasi tentang acara hafalan Quran di daerah Kuningan,
Jawa Barat dan menginformasikannya kepada orang tuaku dan budeku. Mereka setuju untuk
mengirimkan anak-anak perempuannya untuk mengikuti acara itu, yakni Aku dan kedua
sepupuku yaitu Amel dan Nada. Awalnya kami tidak terlalu tertarik dengan acara itu karena
menurut kami menghafal Quran itu susah, dan mendingan liburan ini untuk jalan-jalan saja.
Namun, karena berbagai pembicaraan yang menurutku lebih cocok disebut sebagai ceramah itu
akhirnya membuat kami mau untuk mengikutinya. Berawal dari acara inilah aku mendapat
kenikmatan hakiki atau lebih cocok disebut hidayah.

Acara itu berlangsung selama 10 hari dengan kegiatan menghafal Quran di setiap waktu. Di
tengah malam pada suatu hari itu Nada mengirimkan timeline kepadaku, aku membuka dan
membacanya. Ternyata itu adalah sebuah cerita inspiratif seorang perempuan muda yang
sedang berhijrah.

Ketika aku mendapat pesan itu awalnya aku berkata kepada Nada

"apasih, da? Ga tertarik ah"

Karena memang pada saat itu aku sedang sesuka itu oleh Kpop. Tapi tidak tahu kenapa, aku
penasaran karena kata Nada ada mistis-mistisnya. Okelah aku baca
Kisah itu diawali dengan perkenalan sang penulis selaku pelaku utama dalam kisah tersebut
yang bernama Rifkha. Ia adalah seorang pelajar di tahun akhir SMAnya yang juga sangat
menyukai kpop seperti aku sekarang. Ia seringkali mengikuti acara-acara kpop, bahkan rela
untuk membeli apapun yang berbau kpop. Di kamarnya, penuh dengan stuf-stuf kpop seperti
foto-foto idolanya, tas atau sepatu bergambar idolanya, bahkan dia membuat banner sebesar
1,5 meter lebih.

Dia menceritakan betapa cintanya dia kepada kpop melebihi apapun, dampak-dampak
positifnya menyukai kpop seperti ketika remaja-remaja lain berkumpul menggibah atau
melakukan hal-hal negatif sampai pergaulan bebas, ia hanya menonton drama Korea atau hanya
gila-gilaan sendiri di kamarnya. Ia lebih rela kehilangan uangnya demi mendapat apalun yang
berhubungan dengan kpop daripada berbelanja atau nongkrong seperti teman-temannya.

Kak Rifkha lahir di keluarga yang Islami, itulah alasan mengapa mama dan papanya sangat
cerewet ketika ia menyetel musik kpop keras-keras.

"lebih baik mendengar shalawat Nabi," ujar papanya.

Papanya juga seringkali memberi tahu kak Rifkha tentang kamarnya yang penuh dengan gambar
itu

"bagaimana malaikat rahmat mau masuk jika kamarmu seperti ini? Baiknya kamu pajang
kaligrafi di kamarmu. Asmaul husna, ataupun ayat kursi."

Namun komentar papanya tak pernah ia pedulikan. Ia merasa bahwa semua yang ia lakukan itu
wajar saja, karena ia merasa bahwa ia mengonsumsi kpop dalam kadar yang tak berlebihan.
"Apa yang salah? Toh meskipun aku menyukai mereka, tapi aku tetap melaksanakan
kewajibanku sebagai seorang muslimah. Toh aku masih sholat, puasa, ngaji, dll. Apa yang salah
dari itu?"

Membaca dialog kak Rifkha ini aku mengangguk mantap, aku sangat setuju dengannya! Lagian
yang menyukai kpop juga aku, aku yang merasakan untung ruginya, ga perlulah orang lain
mengomentari atau bahkan menyuruhku untuk berhenti menyukai kpop.

Lalu aku melanjutkan membaca, namun tiba-tiba

"Mbak, mbak, mbak Nada, mbak Zahra, mba Amel ayo setor!"

Itu adalah suara Ibu Cicih selaku ketua acara ini yang setiap jam-jam tertentu menagih setoran
hafalan kami.

Namun karena bandalnya aku, aku mengabaikannya dan malah lebih tertarik dengan cerita
hijrah kak Rifkha.

Pada suatu minggu di bulan Agustus. Kak Rifkha datang ke sebuah acara festival Kpop di
daerahnya, hanya dia sendiri tanpa ada yang menemani. Semua orang yang datang memakai
pakaian fandom atau idola mereka masing-masing, tentunya kak Rifkha juga. Ia memakai
sneakers dengan celana jeans hitam, t-shirt fanart idolanya, dan tentunya karena ia adalah
seorang muslimah ia memakai kerudung.

Hanya di sebuah gedung kesenian di pusat Tasikmalaya. Tapi bisa dibayangkan bagaimana
ketika orang-oranh dengan jiwa yang sama dikumpulkan dalam satu ruangan? Woah pasti
sangat menyatu menimbulkan euforia yang drastis! Teriakan dan kegilaan melebur jadi satu.
Setelah tiba di sana, ia merasakan atmosfer keluarga yang menyeruak memenuhi rongga dada.
Kak Rifkha larut dalam teriakan. Bukan lagi hanya kak Rifkha, melainkan mereka semua.

Yang mereka lihat bukanlah idola asli mereka, itu hanyalah grup Dance cover. Namun reaksi
mereka sama gilanya saat mendengar musik idolanya mulai diputar, euforia saat melihat orang
yang mengcover dance idola mereka pun tumpah ruah di sini, seolah-olah Dance cover itu
adalah idola mereka sungguhan. Ya, mereka lupa sesaat.

Bagaimana tidak, orang-orang dengan kegilaan yang sama disatukan dalam sebuah ruangan
yang sama.

Acara dipending sekitar setengah jam untuk istirahat siang. Kak Rifkha melihat jam hitam
berlogo EXO yang bertengger manis di tangan kirinya. Jam 12 siang. Ia melihay sekeliling, semua
sibuk berburu kpop stuff di bazar yang ada di depan gedung. Sekilas pertanyaan berkelebat di
kepalanya,

"Ini kalau mau sholat dimana ya? Ga ada yang mau sholat apa?"

Kak Rifkha gusar hendak sholat namun bingung harus kemana. Sendirian itu tidak apa-apa.
Hanya saja, ia tak tahu arah. Ia bertanya kepada beberapa panitia namun mereka juga tidak
tahu pasti dimana lokasi masjid yang pasti.

Ia keluar gedung, mencari masjid di sekeliling. Benar-benar tak didapati arah yang pasti dimana
ada masjid terdekat. Hingga pengumuman acara akan dimulai lagi, dan pada saat itu ia hanya
bisa berdoa dalam hati,

"Semoga ini selesai sebelum jam 2! Aku mau pulang, belum sholat."

Ah gusar sekali ia saat itu. Di sebelahnya, ada seorang gadis yang kalau bisa ditebak mungkin dia
masih SMP. Dan ternyata benar, ketika mereka saling tersenyum kemudian berkenalan.
"Silvi," ujar gadis itu.

"Rifkha," ucapnya.

Setelah itu mereka membicarakan pertanyaan umum Kpopers.

Acara terus berjalan hingga akhirnya giliran bintang tamu yang tampil pada acara itu. Bintang
tamunya adalah sebuah grup dance cover asal Bandung.

Kak Rifkha bilang, katanya saat ia menulis ini, ia merasa geli sendiri. Betapa berlebihannya ia
waktu itu. Tapi ia bersyukur. Karena kalo ia tidak berlebihan atau lebay waktu itu, maka mungkin
cerita ini tidak akan pernah ada.

Kelebayannya waktu itu adalah ingin foto bersama member dance covernya. Karena ada yang
rambutnya dicat pirang, style dan wajahnya agak ke korea-koreaan. Dan itu adalah yang
mengcover Chanyeol! Wajar jika ia agak histeris.

Saat itu ponsel kak Rifkha sudah mati. Innalillahi...

Ia gusar. Lihat kan? Lebay sekali ia waktu itu. Ga bisa foto sama salah satu member grup dance
covernya saja ia gelisah. Apalagi kalau beneran ketemu sama Chanyeol aslinya? Ah aku yang
membacanya saja tidak sanggup membayangkannya!Kak Rifkha berdoa dalam hati. Kemudian
berbicara sendiri seperti sedang merapalkan mantra:

"Ya Allah, aku sadar bahwa aku belum sholat dzuhur. Tapi aku pengen difoto sama yang
ngecover Chanyeol itu, Ya Allah. Katanya, kalau sholat dhuha itu bakalan melancarkan urusan
seharian, ya? Engkau tahu kan Ya Allah aku tadi sholat dhuha (sejak kecil emang sudaj diajarin
buat selalu sholat dhuha). Ah aku malu melanjutkan doa ini... Tali aku berharap kemurahan-Mu.
Meski aku belum sholat dzuhur, semoga berkah dari sholat dhuha aku bisa foto dengan yang
mirip Chanyeol itu."
Tak ayal betapa malunya ia saat itu kepada Allah. Bayangkan saja, sholat dzuhur belum, tapi
meminta kepada Allah dengan tidak tahu diri seperti itu.

Entah keberanian dari mana yang mendorong kak Rifkha untuk bertanya kepada Silvi."Silvi,
kamu mau difofo sama yang ngecover EXO itu ga?" Tanyanya tanpa tedeng aling-aling. Rasanya
urat malunya saat itu sudah terputus.

"Mau, deh," jawab Silvi.

"Bareng ya nanti sama aku."

Sumpah.

"hahaha gimana sih kak Rifkha ini," tanpa sadar kata-kata itu terucap dari bibirku.

Amel yang sedang menghafalkan Quran seketika berhenti,

"kak Rifkha siapa, ra? Kamu lagi baca apa sih dari tadi kok kayaknya ga selesai," tanyanya

"Iya nih ta, cerita hijrahnya kak Rifkha dari Kpop. Seru banget tau! Nanti ta Amel baca ya!"
jawabku penuh semangat.

"Heala, oke oke. Kamu cepetan bacanya terus hafalin qurannya. Nanti kena marah Bu Cicih loh
haha," kata Amel.

"Yeee iya iya." Lalu aku melanjutkan membaca.

---

Aku malu kepada diriku sendiri. Bukaan saat itu, tapi saat ini. Saat ini aku malu kepada diriku
yang waktu itu.

"Iya, Teh."

"Tapi aku nebeng foro di HP kamu, ya? Soalnya HP ku mati. Hehe."


Kalo kamu tanya di mana rasa malu ku saat itu. Mungkin sudah aku karungin dan aku buang
jauh-jauh ke Pluto. Biar jauh di luar tata surya.

Atau mungkin Allah menghilangkannya khusus hanya untuk waktu itu.Aku sama Silvi keluar
gedung. Mengincar backstage untuk meminta foto. Dan akhirnya kami dapat fotonya!

Setelah foto itu, aku bergegas untuk pulang. Entah bagaimana rasanya, saat itu yang aku
pikirkan adalah aku ingin lekas sholat. Bergetar rasanya seluruh tubuh ini. Mataku terasa ingin
banjir karena air mata yang ingin segera tumpah di atas sajadah. Saat itu adalah perasaan yang
aku sulit mendefinisikannya denhan kata.

Saat itu badanku merinding.

Bahkan mungkin menggigil?

Suatu kenyataan yang menyayat hati dan membuatku ngilu.

Bagaimana cara Allah memperlakukanku, mendengar doaku yang serupa bisikan itu, Ia
mengabulkan doaku secara langsung, membayangkan Allah tersenyum disaat aku memanjatkan
doa kepada-Nya dalam keadaan buntu.

Ia memperlakukanku seolah Ia hanya memiliki satu hamba. Sedangkan aku memperlakukanNya


seolah aku memiliki ribuan Tuhan.
Mungkin itu terlihat sederhana untukmu. Tapi untukku lain halnya. Bagaimana aku merasakan
kasih sayang Allah saat itu, yang bahkan aku belum sholat dzuhur tapi Allah mengabulkan
doaku. Langsung.

Dengan jalan yang tak pernah aku pikirkan sebelumnya.

Entah dari mana datangnya keberanian itu. Entah ke mana hilangnya rasa malu itu. Dan entah
bagaimana aku mengenal Silvi hanya di hari itu.

Atau mungkin, itu adalah malaikat yang Allah kirimkan?

Aku pulang ke rumah. Yang langsung aku temui Papa dan kemudian menangis padanya. Aku
masih ingat raut wajah Papa yang bingung, dan Mama yang tak mau aku ajak salaman sebelum
aku memberikan penjelasan. Mama kira aku kesurupan."Papa, doain Teteh. InshaAllah, mulai
sekarang Teteh mau hijrah. Sekarang Teteh masih jadi tanggung jawab Mama dan Papa. Telah
pengen ngelindungi Mama sama Papa. Biar nanti pas kelak ditanya Allah, mana tanggung jawab
Papa sama Mama sebagai orang tua, Teteh bisa jadi bukti anak Papa sama Mama yang
sholehah. Teteh minta ridho dari Papa sama Mama."

Bukankah keridhoan Allah beegantung pada ridhonya orang tua? Dan aku percaya akan hal itu.
Dibekali ridho dari Mama dan Papa, sejak saat itu aku memutuskan untuk berhijrah.

Kamu harus tahu, aku termasuj orang yang jarang memakai rok kecuali kalo sekolah, pengajian,
dan di bulan Ramadhan.
Kamu harus tau, rambutku dulu panjang sepinggang yang diwarnai pirang.

Dengan alasan ingin berhijrah itulah, aku memutuskan untuk memotong rambutku. Dari yang
tadinya sepinggang, aku potong pendek bahkan sampai tidak bisa aku ikat.

Supaya apa?

Aku hanya ingin menghilangkan warna rambutku. Pokoknya aku potong sampai tidak ada
rambut yang berwarna selain warna asli rambutku.

Tampilan baru dengan hati yang baru.

Selain mengubah tampilan rambut dan pakaian, aku juga menjadi lebih sering ikut pengajian
dan acara training kerohanian. Bahkan, dulu saking sedang semangatnya hijrah, setiap awal
waktu sholat aku selalu ke masjid. Meski aku tahu bahwa utamanya wanita sholat adalah di
rumah. Namun pada saat itu, di masjid lah aku bisa menemukan ketenangan. Dan sekarang,
Alhamdulillah di manapun ketenangan bisa dirasakan, selama aku mengingat Allah.

Karena sejatinya, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenang.

---

Aku menangis sejadi-jadinya usai membaca cerita hijrah kak Rifkha. Tidak tahu kenapa, tapi
hatiku sangat terenyuh membacanya. Tulisan kak Rifkha membuatku sadar bahwa segala
sesuatu sekecil apapun yang kita lakukan di dunia yang fana ini akan dipertanggung jawabkan di
akhirat nanti.
Itu membuatku berpikir, bagaimana disaat kelak Allah bertanya,

"Wahai mata! Jam sekian, menit sekian, detik sekian, Zaya sedang di mana dan sedang
ngapain?"

'Sedang menonton drama, di kamar, Ya Allah. Jarang sekali mata ini dipakai untuk membaca
kalamMu.'

"Wahai telinga! Jam sekian, menit sekian, detik sekian, Zaya sedang ngapain?"

'Sedang mendengarkan lagu yang tidak ada hubungannya dengan mengingatMu, Ya Rabbi.'

"Wahai mulut..."

"Wahai tangan..."

Bayangkan bagaimana kita menjawabnya kelak?

Disaat lisan tak lagi bisa berdusta, dan semua pengakuan akan disampaikan kepasa Ia yang
Maha Menciptakan.

Betapa malunya diri ini.

Betapa meruginya diri ini.

Maka sejak saat itu, aku juga memutuskan untuk berhenti.


Berat? Iya.

Tidak siap? Harus siap.

Jika seandainya Allah meminta Izrail untuk mengambil nyawaku saat itu, pastilah aku tidak akan
bisa menawar. Pastilah aku tidak akan bisa berkata, "Aku tidak siap."

Aku tidak mau mati sia-sia.

Aku tidak mau hidupku sia-sia.

Maka aku tinggalkan,

Sebelum kematian yang memaksaku untuk meninggalkan semuanya.

Big thanks to Nada, sepupuku yang menjadi distributor hidayah Allah untukku dengan
memberiku cerita hijrah Kak Rifkha.

Nada dan kak Rifkha, semoga kalian selalu dilindungi Allah ya! Aku sayang kalian!

Anda mungkin juga menyukai