KELAS : XI IPA-3
B.STUDI : SENI BUDAYA
Narasi
Hendra Gunawan adalah salah satu seniman lukis Indonesia. Dia pernah ditahan selama
13 tahun dimulai pada tahun 1965 hingga 1978. Selama didalam penjara beliau tetap
berkarya membuat lukiasan bertema tentang kehidupan masyarakat pedesaan pada
zamannya. Seperti panen padi, berjualan buah, kehidupan nelayan. Ada salah satu
karyanya yang berjudul “mencari kutu rambut” yang dibuat pada tahun 1953. Lukisan
ini menampilkan subjek matter yaitu seorang wanita yang sedang duduk mencari kutu
wanita yang sedaang memangku anak perempuanya yang memegang wayang. Lukisan
ini dibuat dengan media cat minyak diatas kanvas dengan ukuran 84cm x 65cm.
Deskripsi
Dalam lukisan “mencari kutu rambut” nampak Hendra menampilkan dua sosok wanita
dewasa dengan memakai baju kebaya sederhana dengan rok menggunakan jarik, dan
satu anak kecil yang sedang memegang wayang dengan dipangku salah seorang wanita
dewasa. Wanita yang sedang mencari kutu menggunakan baju berwarna biru keputihan
yang warnanya hampir sama dengan warna backgroun yang ingin ditampilkan dengan
motif titik-titik berwarna-warni, dengan menggunakan rok dari jarik warna coklat,
dengan rambut diikat.
Ekspresi wanita tersebut terlihat serius mencari kutu pada wanita yang kedua. Wanita
yang kedua memakai baju kebaya sederhana juga berwarna putih dengan motif, dan
menggunakan jarik dengan warna coklat namun hampir sama dengan warna tanah yang
ditampilkan, wanita kedua terlihat rambutnya terurai panjang menandakan bahwa dia
yang sedang dicari kutu rambutnya. Tanganya sedang memegang kapala anak kecil
dengan rambut agak pendek dengan baju berwarna merah muda yang memegang
sebuah wayang. Kemudian background berwarna biru dan terlihat seperti ada pohon.
Lukisan ini cenderung menggunakan warna yang soft dengan background yang
sederhana. Kemudian warna kulit ketiganya sama, coklat keputihan.
Analisis formal
Lukisan ini cenderung bergaya ekspresionis dengan tampilan warna dan background
yang sederhana kemudian warna biru yang masuk pada warna baju wanita pertama,
kemudian warna tanah yang masuk pada warna jarik wanita kedua. Kebaya sederhana
merupakan pakaian tradisional jawa yang sering dikenakan oleh wanita-wanita pada
kesehariannya, dengan bertapihkan jarik sebagai kombinasi pakaian yang ia pakai.
Kemudian dengan wanita pertama mengikat rambutnya sehingga mirip seperti
disanggul itu juga menerangkan tentang kebudayaan jawa. Kemudian pada wanita
kedua dengan tanda yang ada dijidatnya berupa warna hijau, merupakan sebuah
kebiasaan wanita di jawa jika iya baru melahirkan. Rambut-rambut panjang yang
terurai juga mengesankan bahwa itu wanita jaman dahulu yang masih kental dengan
tradisi jawa. Kemudian adanya bentuk wayang yang sedang dipegang anak kecil sebagai
mainan menegaskan bahwa kebiasaan mencari kutu rambut yang ditampilkan
merupakan kebiasaan masyarakat dijawa.
Kelebihan
Karya lukisan berjudul “mencari kutu rambut” ini sangat menarik, seniman ingin
menampilkansebuah kebudayaan atau kegiatan masyarakat desa khususnya para
wanita. Dengan gambaran yang jelas yang mendukung judul sehingga apa yang
dipikirkan apresiator tidak jauh-jauh dari judul yang ditampilkan.
Kekurangan
Namun ada sedikit yang menjadikan kekuranga yaitu pada backgroun yang dibuat
kurang menampilkan bahwa itu adalah kebiasaan masyarakat pedesaan. Terlalu
sederhana dan tidak mendukung subjek matter yang ditampilkan. Padahal biasanya
orang yang mencari kutu rambut itu duduk didepan rumah. Kemudian untuk proporsi
manusia asli mungkin kurang diperhatikan sehingga untuk kaki wanita kedua
cenderung pendek. Kemudian untuk warna background dengan baju wanita pertama itu
sedikit membingungkan karya warnanya menyatu, kemudian warna tanah juga yang
disamakan dengan jarik wanita kedua itu agak kurang menarik.
NAMA : ALISA
KELAS : XI IPA-3
B.STUDI : SENI BUDAYA
Narasi
Media yang digunakan dalam lukisan di atas tergolong dalam mix media, dimana lebih dari
satu media digunakan dalam pembuatan lukisan ini. Diantara media yang digunakan ialah cat
minyak, cat poster dan serbuk yang menyerupai perak. Dikatakan bahwa penggunaan mix
media tersebut bertujuan agar dapat menimbulkan kesan meriah, berwarna dan tidak
monoton.
Bagi seniman-seniman profesional dan orang-orang yang sudah mengenal seni rupa dengan
sangat dalam, karya ini memang bisa dibilang tidak ada apa-apanya. Namun terkandung
makna yang begitu dalam di balik lukisan ini. Seperti yang diungkapkan senimannya, lukisan
ini dibuat untuk ibunya dan atas dasar kasih sayang kepada orang tuanya. Dia berfikir jika
lukisan buatannya ini memenangkan perlombaan, maka dia akan mengajak kedua orang
tuanya menyaksikan pameran perlombaan seni rupa itu, dia berharap orang tuanya bisa
bangga kepadanya.
Banyak kelemahan dalam lukisan ini, diantaranya adalah pemilihan warna yang tidak variatif
karena warna-warna yang dipilih banyak berupa warna primer dan sedikit sekali digunakan
warna sekunder apalagi warna tersier, jadi warna-warna pada lukisan tersebut cenderung
tidak matang.
Konsep lukisannya sendiri, sang seniman ingin menunjukan suatu gambaran bagaimana
perasaan seseorang (pelukis) ketika tengah memainkan gitar. Perasaan tersebut adalah
perasaan yang penuh warna, meliuk-liuk dengan tenang dan gemerlap bagaikan bintang. Dan
semua perasaan tersebut telah tertuang dalam lukisan itu dengan perwakilan-perwakilan
tertentu pada objek-objek atau komponen-komponen lukisan.
Meskipun lukisan ini masih jauh dibanding karya-karya seniman profesional, namun ini
adalah langkah awal yang baik bagi pelukis untuk terjun di dunia seni rupa.
MENGIDENTIFIKASI
Deskripsi
Konsep lukisannya sendiri, sang seniman ingin menunjukan suatu gambaran bagaimana
perasaan seseorang (pelukis) ketika tengah memainkan gitar. Perasaan tersebut adalah
perasaan yang penuh warna, meliuk-liuk dengan tenang dan gemerlap bagaikan bintang. Dan
semua perasaan tersebut telah tertuang dalam lukisan itu dengan perwakilan-perwakilan
tertentu pada objek-objek atau komponen-komponen lukisan.
Formal Interpretasi
Media yang digunakan dalam lukisan di atas tergolong dalam mix media, dimana lebih dari
satu media digunakan dalam pembuatan lukisan ini. Diantara media yang digunakan ialah cat
minyak, cat poster dan serbuk yang menyerupai perak. Dikatakan bahwa penggunaan mix
media tersebut bertujuan agar dapat menimbulkan kesan meriah, berwarna dan tidak
monoton.
Penilaian (Evaluasi)
Banyak kelemahan dalam lukisan ini, diantaranya adalah pemilihan warna yang tidak variatif
karena warna-warna yang dipilih banyak berupa warna primer dan sedikit sekali digunakan
warna sekunder apalagi warna tersier, jadi warna-warna pada lukisan tersebut cenderung
tidak matang.
Konsep lukisannya sendiri, sang seniman ingin menunjukan suatu gambaran bagaimana
perasaan seseorang (pelukis) ketika tengah memainkan gitar. Perasaan tersebut adalah
perasaan yang penuh warna, meliuk-liuk dengan tenang dan gemerlap bagaikan bintang
Kekurangan
Banyak kelemahan dalam lukisan ini, diantaranya adalah pemilihan warna yang tidak variatif
karena warna-warna yang dipilih banyak berupa warna primer dan sedikit sekali digunakan
warna sekunder apalagi warna tersier, jadi warna-warna pada lukisan tersebut cenderung
tidak matang.
Kelebihan
Meskipun lukisan ini masih jauh dibanding karya-karya seniman profesional, namun ini
adalah langkah awal yang baik bagi pelukis untuk terjun di dunia seni rupa.
Judul : Harmonis
Pohon menyimbolkan sebuah kehidupan yang utuh dan pasti, kepastian ini tergambar dari
karakter pohon yang pada umumnya memiliki batang yang kuat. Sesuatu yang berhubungan
dengan alam artinya hidup dan pohon merupakan salah satu bagian dari alam. Sedangkan
tiang listrik adalah penyangga dari listrik sendiri seolah-olah menjadi simbol dari sesuatu
yang lain, lain dari sesuatu yang hidup. Listrik merupakan sesuatu yang tidak hidup dan dapat
mematikan. Apalagi listrik itu dapat mematikan sebuah pohon pada kejadian tertentu.
Unsur-unsur visual dan prinsip estetik yang digunakan
Lukisan “harmonis” ini tidak mengkomposisikan subjek utama terlalu tengah, sehingga tidak
terlalu statis namun tetap fokus pada subjek utama. Penyusunan pohon besar inipun
dikomposisikan menjulang ke atas serong kanan sehingga lebih indah. Pengkomposisian
sebuah tiang listrik yang tegak menjulang dari bawah menjadi sorotan yang estetik ketika
puncaknya semakin berdekatan dengan puncak pohon. Garis-garis dari pembentukan ranting
pohon seolah menjadi ciri khas tersendiri dalam karya ini, sebab menjadi perpaduan pula
pada garis-garis yang terbentuk dari kabel listrik di sebelahnya. Hal ini menjadikan
komposisi yang menarik. Begitu pula perulangan daun-daun abstrak seolah menjadi taburan
yang membuat karya ini lebih indah.
Warna yang digunakan bukan merupakan warna asli dari sebuah pohon, Savic menggunakan
warna-warna campuran seperti warna orange, kuning dan biru. Hal ini membuat lukisan yang
dibuatnya menjadi estetis dan menarik. Warna pohon yang pada umumnya hijau dan coklat
menjadi lebih bervariasi. Meski jika Savic menggunakan warna-warna ini sebagai
background nuansa, warna-warna inipun masih menjadi unsur estetik dalam karyanya.
Penilaian anda terhadap gagasan, teknik dan media yang digunakan dalam kaitannya
dengan ekspresi yang dihasilkan
Menarik sekali lukisan ini mendapatkan gagasan dari sebuah pohon yang pada dasarnya
menyatu dengan alam namun Savic menampilkan dalam keadaan berada di perkotaan. Bukan
menjadi sosok pohon yang paling mendominasi keadaan kering di kota namun gagasannya
dalam menampilkan subjek utama adalah merupakan bentuk keharmonisan yang unik.
Teknik yang digunakan dalam lukisan ini adalah teknik aquarel, merupakan teknik yang tepat
untuk lukisan pada media kertas aquarel. Cat air yang digunakanpun sesuai dengan
penggambaran nuansa yang diharapkan. Teknik pelukisan wet on wet menjadikan
pembentukan warna nuansa membaur dengan warna kertas. Sehingga gradasi hilang yang
tercipta dalam lukisan ini berhasil menjadi background yang indah.
Media kertas memang merupakan media yang tepat ketika menggunakan cat jenis cat air.
Apalagi kertas yang digunakan memiliki tekstur yang kuat sehingga menunjang pada teknik.
Tekstur kertas ini memberikan peleburan warna menjadi sempurna, air yang digunakan Savic
ini mampu teresap sempurna pada kertas walaupun ada beberapa detail bagian yang kurang
diperhatikan.
Keharmonisan bukan merupakan suatu yang terdiri atas segala hal yang sama, namun terdiri
atas hal yang berbeda jauh. Sisi indah dari keharmonisan adalah kesamaan hal kecil yang tak
terduga dan berjalan begitu saja. Seperti segala sesuatu yang alami, ada kesenjangan yang
dapat terlihat dengan jelas dan gamblang namun ada jembatan lembut yang menyatukan
keindahan dari sebuah jalinan. Perbedaan kecil dapat menjadi penghias yang mengkukuhkan
sebuah hubungan, terkadang sesuatu yang menjadi pembeda itu adalah justru menjadi
penyatu.
NAMA : NAZUA AULYA PUTRI
KELAS : XI IPS-2
B.STUDI : SENI BUDAYA
Karya lukis Impian Sarang
1. Deskripsi Karya
Lukisan karya pelukis Mulyo Gunarso ini berjudul “Impian Sarang”. Karya ini digarap pada
tahun 2012 dengan ukuran 130x150 cm menggunakan cat akrilik pada kanvas. Lukisan yang
berjudul “Impian Sarang” tersebut menampilkan subject matter sebuah sarang burung dengan
keadaan alam yang indah di dalamnya. Alam yang digambarkan berupa gunung dan
persawahan yang keadaannya masih alami dan indah. Subjek pendukung pada lukisan berupa
pohon kering tau mati yang terlihat seperti habis dibakar dan awan pada background yang
digarap secara transparan. Unsur warna yang terdapat pada subject matter adalah : warna
coklat pada sarang, warna hijau pada pepohonan, kuning pada sawah dan biru keabu-abuan
untuk warna gunung. Sedangkan untuk background, terdapat warna putih dan abu-abu yang
terlihat transparan.
Dari segi teknik pembuatan karya, lukisan “Impian Sarang” digarap dengan teknik dry brush
yaitu teknik sapuan kering. Bentuk atau form dari karya Gunarso ialah realistik dengan gaya
surealisme. Proses penciptaannya terlihat penuh persiapan dan cukup matang tercermin dari
hasil karyanya yang rapi, rumit, dan tertata. Gunarso sepertinya asyik bermain-main dengan
komposisi. Ia mencoba menyampaikan kegelisahanya dalam bentuk karya dua dimensi yang
menyiratkan segala kegelisahan melalui torehan kuas di kanvas dengan pilihan warna- warna
yang menjadi karakter dalam karya lukisnya.
2. Analisis Formal
Representasi visual ditampilkan dengan bentuk realis yang terencana, tertata dan rapi, sesuai
dengan konsep realis yang menyerupai bentuk asli suatu objek. Penggunaan gelap terang
warna juga telah bisa memvisualisasikan gambar sesuai nyata. Penggarapan background yang
transparan dengan warna abu-abu kontras dengan warna sarang yang entah disadarinya atau
tidak. Sehingga jika dilihat dari kejauhan, background itu sendiri malahan lebih menarik
perhatian audien dari pada subjek utamanya.
Dalam berkarya Gunarso mampu mengemas karyanya hingga memiliki karakter tersendiri
yang mencerminkan bagian dari kegelisahan, latar belakang serta konflik yang disampaikan
kepada audien, bagaimana dia mampu menarik dan memancing audien untuk berinteraksi
secara langsung dan mencoba mengajak berfikir tentang apa yang dirasakan olehnya tentang
issu yang terjadi di dalam negerinya, kegelisahan tentang kerusakan yang semakin parah.
3. Interpretasi
Dalam setiap karya seni sudah pasti terdapat makna dan pesan yang ingin disampaikan oleh
seniman kepada audien atau masyarakatumum. Agar dapat mengetahui makna dan pesan
dalam karya seni yang ingin disampaikan, kita membutuhkan intepretasi/ penafsiran untuk
memaknainya yang didahului dengan mendeskripsikan. Dalam mendeskripsikan suatu karya
seni, setiap orang mungkin saja sama karena mendeskripsikan adalah berkaitan dengan apa
yang dilihatnya, tetapi dalam menafsirkan akan berbeda karena adanya perbedaan sudut
pandang atau paradigma dari setiap orang.
Dalam lukisan yang berjudul “Impian Sarang” ini, sang seniman mencoba menampilkan
keadaan negeri yang telah banyak kerusakan. Kerusakan tersebut digambarkan pada
background yaitu pohon-pohon yang kering tak berdaun dan mati yang seperti terlihat habis
dibakar. Selain itu, seniman juga menampilkan gambar asap atau awan yang menggambarkan
polusi udara yang dihasilkan dari pabrik, gas buang kendaraan bermotor, dan juga
pembakaran hutan yang sering terjadi di negeri kita. Sebenarnya kerusakan yang sudah
terjadi di negeri kita bukan hanya pembakaran hutan yang mengakibatkan polusi udara yang
parah, tetapi masih banyak lagi seperti banjir, tanah lonsor, kekeringan dan lain sebagainya.
Pada lukisan ini seniman memilih pembakaran hutan sebai gambaran kerusakakan negeri kita
karena setiap tahun hal itu terjadi dan terus berulang-ulang.
Kemudian pada lukisan ini juga terdapat sebuah sarang burung dengan keadaan alam yang
indah di dalamnya. Sarang burung ini diibaratkan oleh seniman sebagai bumi atau negeri kita,
yaitu sebagai tempat tinggal, tempat berlindung dan tempat beraktivitas sehari-hari.
Sedangkan alam yang indah merupakan impian dari keadaan negeri kita yaitu tanah yang
subur, udara yang segar tanpa polusi, air yang jernih dan keadaan yang damai. Keadaan
seperti itulah yang sebenarnya diimpikan oleh seniman pada negeri kita.
Perkembangan zaman yang begitu pesat mengakibatkan manusia menjadi serakah, egois,
individualis dan acuh tak acuh terhadap sesama juga terhadap alam. Hal inilah yang
mengakibatkan kerusakan di negeri kita. Gunarso lewat karya lukisannya ini seolah ingin
memberi penyadaran kepada kita, untuk memulai menyelamatkan dan melestarikan alam
negeri kita.
5. Penilaian
Penialaian keindahan suatu karya seni tidak hanya berdasar objek yang dilukis tetapi juga
menyangkut isi dan makna. Pada lukisan “Impian Sarang” ini merupakan karya yang
berkualitas, karena selain unsur visualnya digarap dengan serius, lukisan ini juga sarat akan
pesan moral. Lukisan ini tidak memesis mutlak tanpa makna, karena dalam lukisan ini
terdapat emosional dan personality Gunarso untuk menyampaikan gagasan.
6. Kelebihan
Karya lukisan berjudul “Impian Sarang” ini sangat menarik, seniman ingin menampilkan
sebuah karya yang berkualitas. Dengan gambaran yang jelas yang mendukung judul
sehingga apa yang dipikirkan apresiator tidak jauh-jauh dari judul yang ditampilkan.
7. Kekurangan
Namun ada sedikit yang menjadikan kekuranga yaitu pada backgroun yang dibuat
kurang menampilkan bahwa itu adalah sarang yang berada di atas pohon. Terlalu
sederhana dan terlalu transparan.
Contoh 5:
Identitas Karya
Judul karya : The Scream (Jeritan)
Nama Seniman : Edvard Munch
Bahan : kadmium kuning, merah terang, biru laut dan pensil di atas Karton
Ukuran : 91 cm x 73,5 cm
Tahun Pembuatan : 1893
1. Deskripsi Karya
Karya lukis oleh Edvard Munch yang berjudul The scream adalah sebuah lukisan
ekspresionsis yang telah banyak menjadi inspirasi oleh seniman lain yang berbeda aliran.
Lukisan ini dianggap oleh banyak orang sebagai karyanya yang paling penting. Lukisan ini
melambangkan manusia modern yang tercekam oleh serangan angst (kecemasan eksistensial,
dengan cakrawala yang diilhami oleh senja yang merah, yang dilihat setelah letusan Gunung
Krakatau pada 1883. Background di dilukisan adalah Oslofjord, yang dilihat dari bukit
Ekeberg. Kadang-kadang lukisan ini disebut juga The Cry ("Tangisan"). Medium lukisan the
scream adalah kadmium kuning, merah terang dan biru laut yang dikerjakan diatas karton
yang memiliki ukuran 91 x 73,5 cm. Pengerjaan lukisan ini dinilai cukup bagus karena
Edvard berhasil menggabungkan berbagai warna yang membuat keserasian didalam lukisan
ini menjadi hal yang menambah daya tarik dari karya lukisan ini serta dengan adanya sesosok
manusia yang digambar dengan gaya yang unik membuat lukisan ini mempunyai ciri khas
tersendiri.
2. Analisis karya
Lukisan ini memiliki banyak teori tentang maknanya salah satunya adalah keadaan Edvard
ketika dia melihat langit yang berubah menjadi merah darah saat dia berjalan jalan diluar.
Maka dapat disimpulkan bahwa sebetulnya lukisan ini adalah penggambaran perasaan Edard
saat dia dirundung rasa cemas dan rasa panic yang menimpanya saat dia mendengar “Jeritan
alam” dimana dia berusaha untuk menutup telinganya dengan kedua tengannya untuk tidak
mendengar “Jeritan Alam” sehingga seolah – olah dia mengalami serangan panic. Posisi di
mana ia melukiskan dirinya sendiri adalah reaksi refleks yang khas dari siapapun yang
berjuang untuk menghindari suara yang menekan, entah suara yang sungguhan atau yang
dibayang-bayangkan.
1. Deskripsi
Karya lukis oleh Budiana yang berjudul “Berkah” masih memvisualisasikan bentuk
dari lukisan tradisi dengan ciri khasnya tersendiri, yaitu figur manusia yang memiliki tubuh
yang subur. Material subjeknya merupakan gambar tentang sepasang suami istri dengan
tubuh yang subur tanpa alas kaki sedang berusaha memboyong keempat orang anaknya yang
telihat subur pula dengan menggunakan sepeda ontel. Secara umum suasananya tampak sesak
memenuhi badan sepeda yang terasa sempit dan menjadi kecil karena tidak sebanding
dengan postur tubuh anak-anak yang terlihat besar dan subur tersebut. Namun suasana dalam
lukisan tersebut dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Suasana pertama, telihat ekspresi
figur suami berusaha untuk menahan beban keempat anaknya agar tetap seimbang dan
menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa semua anak-anaknya telah mendapatkan dan
pada posisi aman (meskipun berdesakan). Suasana kedua, dilihat dari posisi figur anak yang
duduk pada kemudi sepeda dan yang duduk pada tempat duduk pengemudi dengan ekspresi
wajah yang penuh kekhawatiran berusaha untuk memegang tangan ayahnya agar tidak
terlepas dan terjatuh. Suasana ketiga, figur istri/ibu yang sedang menempatkan anaknya pada
bagian belakang (tempat duduk penumpang) sepeda yang telah ditempati oleh anaknya yang
lainnya. Serta suasana keempat, figur anak yang terlihat terjepit diantara kedua saudaranya
yang menghimpitnya dari depan dan belakangnya, namun terlihat tidak mampu berbuat apa-
apa.
Dalam lukisan Budiana ini, unsur tradisinya sangat kental, dilihat dari pemberian
aksesoris busana pada figur suami istri serta anak-anaknya tersebut yang menggunakan
busana khas Jawa, yaitu penggunaan baju batik, kemben batik, serta blankong penutup kepala
yang dikenakan oleh suami dan keempat orang anak tersebut. Busana ini menyiratkan bahwa
figur-figur yang ditampilkan oleh Budiana tersebut merupakan figur orang pedesaan (ndeso).
Lukisan ini didominasi dengan warna kulit (coklat), kream (yellow oker), hijau serta warna
hitam menjadi garis tepi pada setiap objek gambar.
3. Interpretasi
Setiap karya seni pasti mengandung makna, membawa pesan yang ingin
disampaikan kepada masyarakat penontonnya, sehingga dibutuhkan interpretasi atau
penafsiran untuk memaknainya yang sebelumnya didahului dengan mendeskripsikan. Dalam
mendeskripsikan suatu karya seni, pendapat setiap orang dalam membaca karya seni bisa saja
sama, namun dalam menafsirkan pasti akan berbeda karena akan melibatkan perbedaan
paradigma atau sudut pandang.
Dapat diidentifikasi, bahwa Budiana dalam berkarya selalu mengambil isu-isu yang
tidak jauh dari lingkungan sosialnya. Hubungannya terhadap kegelisahan sosial, yang
menjadi isu sosial bangsa ini selalu saja mampu menggugah perasaan dan kreatifitasnya
untuk mewujudkan kegelisahan-kegelisahannya tersebut menjadi sebuah bentuk karya seni.
Dengan menampilkan visualisasi figuratif dalam lukisan, ini menandakan bahwa Budiana
sedang berusaha untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat. Menyampaikan ide gagasan
dengan materi dan bentuk yang sederhana merupakan strategi yang tepat mengingat apa yang
ingin disampaikan Budiana bukanlah semata-mata hanya sekedar pemenuhan kepuasan
estetisnya, namun lebih kepada pesan sosial kepada masyarakat. Dalam hal ini jelas bahwa,
Budiana berusaha untuk mengungkapkan rasa kritisnya terhadap masyarakat Indonesia,
terutama masyarakat yang masih awam (ndeso). Begitu banyak mitos yang tersebar dan
hidup ditengah masyarakat, meskipun pengaruh modernitas dan teknologi telah berkembang
di tengah-tengah masyarakat, namun tak sedikit yang masih mempercayai dan melakoninya
hingga saat ini. Salah satu mitos kepercayaan itu diungkap Budiana dalam karya ini, yaitu
“Banyak anak, banyak rezeki”. Mitos/kepercayaan ini telah ada sejak zaman dahulu, entah
siapa yang pertama kali yang mengungkapkannya. Entah benar atau tidak, namun mitos ini
seakan telah mendarah daging dalam kehidupan berkeluarga, menganggap semakin banyak
anak, maka akan semakin banyak rezeki yang akan didapatkan.
Hal inilah yang mungkin bisa saja menjadi dasar penciptaan karya “Berkah”
Budiana. Dengan berbekal pengalaman sosial dan estetis, ia mencoba menvisualisasikan
mitos tersebut dari sudut pandang yang berbeda dengan pengungkapan bentuk figur sebuah
keluarga. Dimana Budiana tidak tanggung-tanggung mewujudkan figur-figur dalam keluarga
tersebut dengan tubuh-tubuh yang subur (gemuk). Meskipun keluarga tersebut terlihat
sederhana namun jelas mereka hidup berkecukupan terutama dengan masalah isi perut
mereka seperti tidak kekurangan, bahkan cenderung lebih. Inilah figur atas mitos “Banyak
anak, banyak rezeki” yang ada dibenak Budiana. Namun terlepas dari itu semua, tentu realitas
yang ada tidak sebanding dengan apa yang ditampilkan oleh Budiana dalam karyanya ini.
Budiana seolah inin memberi penyadaran kepada masyarakat, untuk berpikir dan bertidak
sesuai dengan kenyataan, bukan hanya sekedar mendengar omongan yang belum tentu benar
dan bermanfaat bagi kita.
4. Penilaian
Penilaian sebuah karya seni bukan berbicara mengenai baik atau buruk, salah atau
benar, melainkan mengenai pemaknaan yang ditampilkan tersebut meyakinkan atau tidak.
Penilaian keindahan suatu karya seni tidak hanya berdasar objek yang dilukis tetapi
menyangkut isi dan makna. Karya seni tidak terlahir begitu saja, selalu berkaitan berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang pernah dirasakan sebagai sumber inspirasi potensial, berupa
pengalaman estetik. Hasil karya representasi dari emosi-emosi yang berkembang dalam
masyarakat seperti karya Budiana, yang ingin merepresentasikan kemelut yang terjadi di
tengah-tegah masyarakat Indonesia, termasuk merupakan keresahannya mengenai hal
tersebut.
Banyak memiliki anak, tidak ada jaminan akan memberikan hidup yang lebih baik,
bahkan bisa membuat pusing. Pepatah “Banyak anak, banyak rezeki” memang benar adanya.
Tapi banyak orang yang salah mengartikan. Banyak orang yang terjebak dengan pepatah ini.
Dengan harapan akan bertambah rejekinya, banyak pasangan suami istri yang tidak peduli
dengan jumlah anggota keluarga yang akan dimiliki dan berpikir bahwa setiap anak
merupakan karunia Tuhan yang dititipkan kepada mereka. Sehingga banyak diantara mereka
yang cenderung masa bodoh tanpa memikirkan masa depan anak-anaknya, yang tentunya
dengan banyaknya anak yang dimiliki akan semakin banyak tanggungan dan biaya yang
harus dikeluarkan oleh mereka untuk memberi makan dan biaya sekolah mereka. Tentunya,
hal ini akan menjadi sulit dengan keadaan perekonomian yang pas-pasan, sehingga
menyebabkan kehidupannya semakin terpuruk dengan beban yang dipikulnya. Adanya mitos
seperti ini menjadi penghambat terbesar bagi program KB yang dicanangkan oleh pemerintah
Indonesia untuk menekan laju pertumbuhan penduduk yang semakin membludak. Dengan
membludaknya pertumbuhan penduduk akan menyebabkan semakin sempitnya lapangan
pekerjaan, sehingga kemiskinan pun akan semakin meningkat, anak-anak mereka pun akan
rentan terkena penyakit, terutama terhadap gizi buruk akibat dari kurangnya asupan nutrisi.
Karya yang diciptakan Budiana ini, seolah menyindir sekelompok masyarakat
tertentu yang masih setia dengan kepercayaan “Banyak anak, banyak rezeki”. Budiana ingin
menunjukkan bahwa apa yang mereka bayangkan tidak seindah kenyataan yang ada. Banyak
hal yang harus dipertimbangkan dalam membangun rumah tangga. Memang betul bahwa,
setiap anak yang dititipkan kepada kita akan membawa berkahnya masing-masing. Namun
sebagai manusia yang cerdas haruslah kritis dan intropeksi diri apakah keluarga yang dibina
memiliki dasar yang kuat terutama dalam hal perekonomian, agar tidak menyesal dikemudian
hari
1. Deskripsi Karya
Karya lukis oleh Gunarso yang berjudul “Ironi dalam Sarang” masih divisualisasikan
dengan metaforanya yang khas yaitu bulu-bulu meski tidak sebagai figure sentralnya.
Material subjeknya merupakan gambar tentang semut-semut yang mengerumuni
sarang burung dan diatasnya dilapisi lembaran koran, didalamnya terdapat berbagai
macam makanan seperti, beras putih, yang diberi alas daun pisang di atasnya terdapat
seekor semut, bungkusan kertas seolah dari koran bertuliskan ulah balada tradisi,
potongan dari sayuran kol, satu butir telur dan juga makanan yang dibungkus plastik
bening, disampingya juga terdapat nasi golong, seperti ingin menggambarkan makanan
untuk kenduri. Selain itu di dalam sarang juga terdapat kerupuk dan jajanan tradisional
yang juga dibungkus plastik bening, dan entah mengapa diantara sejumlah makanan
yang berbau tradisional juga terdapat sebuah apel merah, minuman soda bermerek
coca-cola yang tentunya bukan menggambarkan produk dalam negeri. Tumpahan coca-
cola menjadi pusat krumunan semut yang datang dari segala penjuru.
Medium lukisan Gunarso adalah cat akrilik yang dikerjakan di atas kanvas berukuran
140 cm x 180 cm dengan kombinasi pensil pada backgroundnya membentuk garis
vertikal. Teknik yang digunakan dominan ialah dry brush yaitu teknik sapuan kuas
kering. Bentuk atau form dari karya Gunarso ialah realistik dengan gaya surealisme.
Proses penciptaannya terlihat penuh persiapan dan cukup matang tercermin dari hasil
karyanya yang rapi, rumit, dan tertata. Gunarso sepertinya asyik bermain-main dengan
komposisi.bagaimana ia mencoba menyampaikan kegelisahanya dalam bentuk karya
dua dimensi yang menyiratkan segala kegelisahan melalui torehan kuas di kanvas
dengan pilihan warna- warna yang menjadi karakter dalam karya lukisnya.
2. Analisis
Makna atau isi karya seni selalu disampaikan dengan bahasa karya seni, melalui tanda
atau simbol. Ungkapan rupa dan permainan simbol atau tanda tentu tidak datang begitu
saja, ada api tentu ada asap. Begitu juga ketika kita menganalisis sebuah karya, perlu
tahu bagaimana asap itu ada, dengan kata lain, bagaimana kejadian yang
melatarbelakangi penciptaan karya. Pada dasarnya tahapan ini ialah menguraikan
kualitas unsur pendukung ‘subject matter’ yang telah dihimpun dalam deskripsi.
Representasi vsual ditampilkan dengan bentuk realis yang terencana, tertata dan rapi,
sesuai dengan konsep realis yang menyerupai bentuk asli suatu objek.Permainan garis
pada background dengan kesan tegak, kuat berbanding terbalik dengan bulu-bulu yang
entah disadarinya atau tidak. Penggunaan gelap terang warna juga telah bisa
memvisualisasikan gambar sesuai nyata, tetapi Gunarso tidak memainkan tekstur
disana. Kontras warna background dengan tumpahan coca-cola yang justru jadi pusat
permasalahan justru tak begitu terlihat jelas agak mengabur, begitu juga dengan
kerumunan semut-semut sedikit terlihat mengganggu, tetapi secara keseluruhan
komposisi karya Gunarso terlihat mampu sejenak menghibur mata maupun pikiran kita
untuk berfikir tentang permasalahan negri ini.
3. Intepretasi
Setiap karya seni pasti mengandung makna, membawa pesan yang ingin disampaikan
dan kita membutuhkan intepretasi/ penafsiran untuk memaknainya yang didahului
dengan mendeskripsikan. Dalam mendeskripsikan suatu karya seni, pendapat orang
membaca karya seni boleh saja sama tetapi dalam menafsir akan berbeda karena
diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang atau paradigma.
Gunarso tak pernah lepas dari hubunganya terhadap kegelisahan sosial, yang selalu
menjadi isu sosial bangsa ini. Dengan bulu-bulunya yang divisualkan dalam lukisan
sebagai simbol subjektif, yaitu menyimbolkan sebuah kelembutan, kehalusan,
ketenangan, kedamaian atau bahkan kelembutan, kehalusan tersebut bisa melenakan
dan menghanyutkan, sebagai contoh kehidupan yang kita rasakan di alam ini. Inspirasi
bulu-bulu tersebut didapatnya ketika dia sering melihat banyak bulu-bulu ayam
berserakan.
Dalam karya ini, Gunarso mengibaratkan manusia seperti semut, yang selalu tidak puas
dengan apa yang didapat, menggambarkan tentang seorang atau kelompok dalam posisi
lebih (misalnya pejabat) yang terlena oleh iming-iming negara asing, sehingga mereka
sampai mengorbankan bahkan menjual “kekayaan” negerinya kepada negara asing
demi kepentingan pribadi maupun golonganya. Divisualkan dengan semut sebagai
gambaran orang atau manusia (subjek pelaku) yang mana dia mengkerubuti tumpahan
coca-cola sebagai idiom atau gambaran negeri asing. Gunarso ingin mengatakan tentang
ironi semut yang mengkerubuti makanan, gula, sekarang mengkerubuti sesuatu yang
asing baginya, meski cukup ganjal karena semut memang sudah biasa dengan
mengekerubuti soft drink coca-cola yang rasanya manis. Mungkin Gunarso
mengibaratkan semut tadi sebagai semut Indonesia yang sebelumnya belum mengenal
soft drink, sedangkan sarang burung sebagai gambaran rumah tempat kita tinggal
(negeri ini), yang ironisnya lagi dalam sarang terdapat makanan gambaran sebuah
tradisi yang bercampur dengan produk asing yang nyatanya lebih diminati.
Perkembangan zaman yang begitu cepat, menuntut kita untuk beradaptasi dan
menempatkan diri untuk berada di tengahnya , namun itu semua secara tidak kita
sadari baik itu karakter sosial masyarakat, gaya hidup dan lain sebagainya dari barat
tentunya, masuk tanpa filter di tengah-tengah kita, seperti contoh, pembangunan
gedung dan Mall oleh orang asing di negeri kita ini begitu juga dengan minimarket, café
yang berbasis franshise dari luar negri sebenarnya merupakan gerbang pintu masuk
untuk menjadikan rakyat Indonesia semakin konsumtif dan meninggalkan budayanya
sendiri. Hal tersebut berdampak pada nasib kehidupan makhluk di sekeliling kita atau
lingkungan di sekitar kita. Gunarso seolah ingin memberi penyadaran kepada kita,
untuk memulai menyelamatkan dan melestarikannya, siapa lagi kalau tidak dimulai dari
kita?
4. Penilaian
Penilaian sebuah karya seni bukan berbicara mengenai baik atau buruk, salah atau
benar melainkan mengenai pemaknaan tersebut meyakinkan atau tidak. Karya seni
dapat dinilai dengan berbagai kriteria dan aspek, Barret, menyederhanakan penilaian
karya seni ke dalam 4 kategori yaitu realisme, ekspresionisme, formalism, dan
instrumentalisme. Untuk karya Gunarso kali ini, penilaian yang akan digunakan ialah
paham ekspresionisme, yang besifat subyektif, penialaian keindahan suatu karya seni
tidak hanya berdasar objek yang dilukis tetapi juga menyangkut isi dan makna.
Karya seni tidak lahir dari begitu saja, selalu berkaitan, berdasarkan pengalaman-
pengalaman yang pernah dirasakan sebagai sumber inspirasi potensial , yang dimaknai
sebagai pengalaman estetik. Hasil karya sebagai representasi dari emosi-emosi modern
seperti karya Gunarso, yang ingin merepresentasikan kemelut yang terjadi dalam
perkembangan negeri ini, termasuk keresahannya mengenai hal tersebut.
Coca-cola tidak selamanya manis, dan yang manis tak selamanya dirasakan manis oleh
orang yang berbeda. Semut yang pada dasarnya menyukai sesuatu yang bersifat manis
sehingga menjadi hal yang sangat wajar apabila semut-semut itu lebih suka
mengerumuni tumpahan coca-cola dibandingkan makanan lain yang berada dalam
sarang tersebut walaupun masih ada satu dua semut yang mengerumuni beras dan
bungkusan kerupuk.Seperti halnya manusia yang oleh Gunarso dalam karya ini
digambarkan seperti semut lebih menyukai hal-hal yang yang menyenangkan dan
menguntungkan untuk mereka tanpa mempedulikan dampak negatifnya meskipun itu
asing bagi mereka. Akan tetapi tidak semua orang ingin merasakan hal yang sama
karena masih ada orang-orang yang tetap mempertahankan sesuatu yang sejak dulu
sudah menjadi miliknya.
5. Kelebihan
Kelebihan dari karya Gunarso adalah bahwa karyanya ini memiliki komposisi warna
dan penempatan objek yang enak dipandang mata, dengan warna-warna yang
ditampilkannya sangat serasi dengan ide lukisan yang ia angkat.
6. Kekurangan