Anda di halaman 1dari 4

Kritik Jurnalistik: LUKISAN "BERKAH" KARYA BUDIANA

Kritik Jurnalistik
LUKISAN BERKAH KARYA BUDIANA

Oleh: Edy Semara Putra

Judul Karya : “Berkah”


Nama Seniman : Budiana
Bahan : Oil on Kanvas
Ukuran : 110 cm x 140 cm
Tahun Pembuatan : 2014

1. Deskripsi
Karya lukis oleh Budiana yang berjudul “Berkah” masih memvisualisasikan bentuk
dari lukisan tradisi dengan ciri khasnya tersendiri, yaitu figur manusia yang memiliki tubuh
yang subur. Material subjeknya merupakan gambar tentang sepasang suami istri dengan
tubuh yang subur tanpa alas kaki sedang berusaha memboyong keempat orang anaknya yang
telihat subur pula dengan menggunakan sepeda ontel. Secara umum suasananya tampak sesak
memenuhi badan sepeda yang terasa sempit dan menjadi kecil karena tidak sebanding
dengan postur tubuh anak-anak yang terlihat besar dan subur tersebut. Namun suasana dalam
lukisan tersebut dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Suasana pertama, telihat ekspresi
figur suami berusaha untuk menahan beban keempat anaknya agar tetap seimbang dan
menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa semua anak-anaknya telah mendapatkan dan
pada posisi aman (meskipun berdesakan). Suasana kedua, dilihat dari posisi figur anak yang
duduk pada kemudi sepeda dan yang duduk pada tempat duduk pengemudi dengan ekspresi
wajah yang penuh kekhawatiran berusaha untuk memegang tangan ayahnya agar tidak
terlepas dan terjatuh. Suasana ketiga, figur istri/ibu yang sedang menempatkan anaknya pada
bagian belakang (tempat duduk penumpang) sepeda yang telah ditempati oleh anaknya yang
lainnya. Serta suasana keempat, figur anak yang terlihat terjepit diantara kedua saudaranya
yang menghimpitnya dari depan dan belakangnya, namun terlihat tidak mampu berbuat apa-
apa.
Dalam lukisan Budiana ini, unsur tradisinya sangat kental, dilihat dari pemberian
aksesoris busana pada figur suami istri serta anak-anaknya tersebut yang menggunakan
busana khas Jawa, yaitu penggunaan baju batik, kemben batik, serta blankong penutup kepala
yang dikenakan oleh suami dan keempat orang anak tersebut. Busana ini menyiratkan bahwa
figur-figur yang ditampilkan oleh Budiana tersebut merupakan figur orang pedesaan (ndeso).
Lukisan ini didominasi dengan warna kulit (coklat), kream (yellow oker), hijau serta warna
hitam menjadi garis tepi pada setiap objek gambar.

2. Analisis Formal
Refresentasi visual tampilan dengan bentuk figuratif, tertata, dan rapi, sesuai dengan
konsep tradisi, meskipun tidak mengusung konsep dekoratif, namun objek materinya
memiliki bentuk menyerupai lukisan gaya kamasan. Penggunaan gelap terang warna tidak
terlalu mencolok dalam lukisan ini, tetapi Budiana memainkan garis untuk membentuk visual
dua dimensinya. Keberadaan garis dalam lukisan ini, pada dasarnya berfungsi sebagai
penegas bentuk, sehingga bentuknya dapat dikenali dengan baik. Garis-garis yang ada terlihat
cukup luwes, lemah gemulai mengikuti bentuk yang berirama. Garis-garis tersebut
mendeskripsikan batas-batas atau kontras dari nada gelap terang, warna atau tekstur yang
terjadi sepanjang batas-batas bentuk tersebut. Bangun (space) pada lukisan ini terjadi karena
dibatasi oleh warna dan juga dibatasi oleh garis. Hal ini dapat diidentifikasi pada figur-
figurnya, selain menggunakan warna-warna, seperti: coklat, kream (yellow oker), hijau, putih
serta warna hitam yang hadir dalam lukisan ini yang menunjukkan suatu tanda pada bentuk
yang membedakan ciri bentuk atau benda satu dengan yang lainnya. Tetapi lukisan ini juga
dipertegas dengan adanya garis yang membentuk wujud dan batas dari bentuk dan anatomi
tubuhnya. Warna background pada lukisan ini terlihat kontras dengan figur sebagai objek
materinya, Namun, hal ini justru bernilai fositif, karena warnanya mendukung dan memberi
ruang perhatian lebih pada objek materinya, karena warna backgroun-nya cenderung lebih
lembut. Keseluruhan komposisi karya Budiana ini terlihat mampu menghibur penonton untuk
berfikir tentang permasalahan di masyarakat saat ini.
3. Interpretasi
Setiap karya seni pasti mengandung makna, membawa pesan yang ingin
disampaikan kepada masyarakat penontonnya, sehingga dibutuhkan interpretasi atau
penafsiran untuk memaknainya yang sebelumnya didahului dengan mendeskripsikan. Dalam
mendeskripsikan suatu karya seni, pendapat setiap orang dalam membaca karya seni bisa saja
sama, namun dalam menafsirkan pasti akan berbeda karena akan melibatkan perbedaan
paradigma atau sudut pandang.
Dapat diidentifikasi, bahwa Budiana dalam berkarya selalu mengambil isu-isu yang
tidak jauh dari lingkungan sosialnya. Hubungannya terhadap kegelisahan sosial, yang
menjadi isu sosial bangsa ini selalu saja mampu menggugah perasaan dan kreatifitasnya
untuk mewujudkan kegelisahan-kegelisahannya tersebut menjadi sebuah bentuk karya seni.
Dengan menampilkan visualisasi figuratif dalam lukisan, ini menandakan bahwa Budiana
sedang berusaha untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat. Menyampaikan ide gagasan
dengan materi dan bentuk yang sederhana merupakan strategi yang tepat mengingat apa yang
ingin disampaikan Budiana bukanlah semata-mata hanya sekedar pemenuhan kepuasan
estetisnya, namun lebih kepada pesan sosial kepada masyarakat. Dalam hal ini jelas bahwa,
Budiana berusaha untuk mengungkapkan rasa kritisnya terhadap masyarakat Indonesia,
terutama masyarakat yang masih awam (ndeso). Begitu banyak mitos yang tersebar dan
hidup ditengah masyarakat, meskipun pengaruh modernitas dan teknologi telah berkembang
di tengah-tengah masyarakat, namun tak sedikit yang masih mempercayai dan melakoninya
hingga saat ini. Salah satu mitos kepercayaan itu diungkap Budiana dalam karya ini, yaitu
“Banyak anak, banyak rezeki”. Mitos/kepercayaan ini telah ada sejak zaman dahulu, entah
siapa yang pertama kali yang mengungkapkannya. Entah benar atau tidak, namun mitos ini
seakan telah mendarah daging dalam kehidupan berkeluarga, menganggap semakin banyak
anak, maka akan semakin banyak rezeki yang akan didapatkan.
Hal inilah yang mungkin bisa saja menjadi dasar penciptaan karya “Berkah”
Budiana. Dengan berbekal pengalaman sosial dan estetis, ia mencoba menvisualisasikan
mitos tersebut dari sudut pandang yang berbeda dengan pengungkapan bentuk figur sebuah
keluarga. Dimana Budiana tidak tanggung-tanggung mewujudkan figur-figur dalam keluarga
tersebut dengan tubuh-tubuh yang subur (gemuk). Meskipun keluarga tersebut terlihat
sederhana namun jelas mereka hidup berkecukupan terutama dengan masalah isi perut
mereka seperti tidak kekurangan, bahkan cenderung lebih. Inilah figur atas mitos “Banyak
anak, banyak rezeki” yang ada dibenak Budiana. Namun terlepas dari itu semua, tentu realitas
yang ada tidak sebanding dengan apa yang ditampilkan oleh Budiana dalam karyanya ini.
Budiana seolah inin memberi penyadaran kepada masyarakat, untuk berpikir dan bertidak
sesuai dengan kenyataan, bukan hanya sekedar mendengar omongan yang belum tentu benar
dan bermanfaat bagi kita.

4. Penilaian
Penilaian sebuah karya seni bukan berbicara mengenai baik atau buruk, salah atau
benar, melainkan mengenai pemaknaan yang ditampilkan tersebut meyakinkan atau tidak.
Penilaian keindahan suatu karya seni tidak hanya berdasar objek yang dilukis tetapi
menyangkut isi dan makna. Karya seni tidak terlahir begitu saja, selalu berkaitan berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang pernah dirasakan sebagai sumber inspirasi potensial, berupa
pengalaman estetik. Hasil karya representasi dari emosi-emosi yang berkembang dalam
masyarakat seperti karya Budiana, yang ingin merepresentasikan kemelut yang terjadi di
tengah-tegah masyarakat Indonesia, termasuk merupakan keresahannya mengenai hal
tersebut.
Banyak memiliki anak, tidak ada jaminan akan memberikan hidup yang lebih baik,
bahkan bisa membuat pusing. Pepatah “Banyak anak, banyak rezeki” memang benar adanya.
Tapi banyak orang yang salah mengartikan.Banyak orang yang terjebak dengan pepatah ini.
Dengan harapan akan bertambah rejekinya, banyak pasangan suami istri yang tidak peduli
dengan jumlah anggota keluarga yang akan dimiliki dan berpikir bahwa setiap anak
merupakan karunia Tuhan yang dititipkan kepada mereka. Sehingga banyak diantara mereka
yang cenderung masa bodoh tanpa memikirkan masa depan anak-anaknya, yang tentunya
dengan banyaknya anak yang dimiliki akan semakin banyak tanggungan dan biaya yang
harus dikeluarkan oleh mereka untuk memberi makan dan biaya sekolah mereka. Tentunya,
hal ini akan menjadi sulit dengan keadaan perekonomian yang pas-pasan, sehingga
menyebabkan kehidupannya semakin terpuruk dengan beban yang dipikulnya. Adanya mitos
seperti ini menjadi penghambat terbesar bagi program KB yang dicanangkan oleh pemerintah
Indonesia untuk menekan laju pertumbuhan penduduk yang semakin membludak. Dengan
membludaknya pertumbuhan penduduk akan menyebabkan semakin sempitnya lapangan
pekerjaan, sehingga kemiskinan pun akan semakin meningkat, anak-anak mereka pun akan
rentan terkena penyakit, terutama terhadap gizi buruk akibat dari kurangnya asupan nutrisi.
Karya yang diciptakan Budiana ini, seolah menyindir sekelompok masyarakat
tertentu yang masih setia dengan kepercayaan “Banyak anak, banyak rezeki”. Budiana ingin
menunjukkan bahwa apa yang mereka bayangkan tidak seindah kenyataan yang ada. Banyak
hal yang harus dipertimbangkan dalam membangun rumah tangga. Memang betul bahwa,
setiap anak yang dititipkan kepada kita akan membawa berkahnya masing-masing. Namun
sebagai manusia yang cerdas haruslah kritis dan intropeksi diri apakah keluarga yang dibina
memiliki dasar yang kuat terutama dalam hal perekonomian, agar tidak menyesal dikemudian
hari.

Anda mungkin juga menyukai