Anda di halaman 1dari 9

MEMBACA LUKISAN AFFANDI: “POTRET DIRI & TOPENG-TOPENG

KEHIDUPAN”

Kusuma Dewi Aga

S2 Pendidikan Seni Fakultas Paskasarjana Universitas Sebelas Maret

Abstrak: Affandi merupakan salah satu maestro seni lukis Indonesia


dengan gaya Ekspresionisme. Beliau sering menggunakan potrait
wajahnya untuk mengungkapkan ide, gagasan dan kegelisahan.
Salah satu karya beliau yang terkenal adalah “Potret Diri & Topeng-
Topeng Kehidupan”. Dalam lukisan ini terdapat bentuk wajah
Affandi, tiga topeng kehidupan serta tanda matahari, tangan dan kaki
yang merupakan ciri khas beliau. Sebuah karya yang sangat luar
biasa, dan sangat menarik untuk diungkap dan dianalisis secara
mendalam dengan proses semiosisnya yang melibatkan tanda-tanda
yang ada didalamnya.

Kata-kata kunci : Affandi, Potret Diri & Topeng-topeng Kehidupan,


Kajian Semiotik

Pelukis : Affandi Koesoema


Judul : “Potret Diri & Topeng-topeng Kehidupan” 1961
Ukuran : 110 cm X 135 cm
Media : Oil on Canvas (cat minyak diatas canvas)

1
Affandi dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema,
seorang mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Dari segi pendidikan, ia
termasuk seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi
orang-orang segenerasinya, memperoleh pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya
tamat dari AMS, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir anak
negeri. Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung,
yaitu kelompok lima pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra Gunawan, Barli,
Sudarso, dan Wahdi serta Affandi yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan
kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan
seni rupa di Indonesia. Kelompok ini berbeda dengan Persatuan Ahli Gambar
Indonesia (Persagi) pada tahun 1938, melainkan sebuah kelompok belajar dan
kerja sama saling membantu sesama pelukis (https://id.wikipedia.
org/wiki/Affandi).
Seni yang besar adalah seni yang merupakan gaung dari jiwa yang besar.
Yang dieksperikan adalah sisi-sisi emosional atau subjektif dari kepribadian
manusia karena seni dibedakan dengan ilmu pengetahuan melalui dominasi
subjektifitasnya atas objektifitasnya (Soedarso, 2006: 55). Sejarah perkembangan
seni lukis modern Indonesia mencatat beberapa nama tokoh penting. Salah
seorang di antaranya adalah Affandi. Kelebihan dan keistimewaan dalam berkarya
menyebabkan dirinya dinugerahi berbagai sebutan atau julukan. Misalnya saja
sebagai pelukis Ekspresionisme Baru Indonesia. Ada pula yang menyebutnya
Grand Maestro, kemudian ‘sang empu’ seni lukis Indonesia. Tentu saja dengan
reputasi internasional (Kartono, 2008: 1).
Mengamati karya maestro Indonesia seperti Affandi memunculkan decak
kagum yang amat sangat di dalam diri. Karya karya beliau menggambarkan
keadaan diri beliau yang sangat murni tanpa ada unsur yang dibuat atau meniru
orang lain. Telah diketahui luas bahwa lukisan karya Affandi bukan sekadar
mengekspresikan objek yang ada di alam, tetapi lebih jauh dari itu yakni sampai
pada taraf mencari makna. Landasan berpikir seperti ini ditandai dari fisis
lukisannya. Pertama dari sisi garapannya yang memperlihatkan beberapa teknik,

2
gaya dan penggambaran objek pelukisan. Kedua dari sudut ‘pesan’ ada kalanya ia
melukis peristiwa atau objek di sekelilingnya, tetapi pada saat lain Affandi
melukiskan dirinya sendiri. Kesemuanya demi memuaskan hasratnya melukis
(Kartono, 2008: 3).
Bila melihat lebih dalam lagi dalam museum Affandi terdapat beberapa
lukisan beliau yang menggunakan perwujudan potrait diri, mulai dari lukisan
beliau bergaya naturalisme sampai beliau beraliran ekspresionisme seperti
sekarang ini. Dalam lukisan-lukisan tersebut terdapat pesan-pesan yang ingin
disampaikan bukan hanya dalam aspek diri saja, melainkan sebagai pertanda
makna manusia yang mencintai semesta dan orang-orang yang ada di sekeliling
Affandi.
Lukisan Affandi berjudul “Potret Diri & Topeng-topeng Kehidupan”,
merupakan lukisan yang dibuat beliau pada tahun 1961. Lukisan ini memiliki
ukuran 110 x 135 cm dengan media oli on canvas. Dalam lukisan ini, ditengah-
tengah karya terdapat sosok seperti Affandi sedang diam diri dan disekitarnya
terdapat sosok yang menyerupai bentuk topeng. Terdapat 3 topeng yang memiliki
bentuk dan warna yang berbeda-beda, mulai dari sebelah kiri bawah dengan
topeng yang berwarna merah serta ekspresi muka yang melotot dengan lidah yang
menjulur keluar. Kemudian disebelah kiri atas terdapat topeng yang berwarna
kuning dengan ekpresi muda diam dengan bibir yang berwarna merah juga. Selain
itu diseblah kanan bawah terdapat topeng berwarna putih dengan ekspresi muka
yang seperti orang teriak serta mulut yang terbuka, topeng ini seperti memiliki
rambut dan jenggot yang tebal. Tampak juga disebelah kanan atas terdapat bentuk
yang berwarna merah, seperti bentuk matahari, tangan dan kaki, yang itu
merupakan kekhasan atau ciri khas dari Affandi. Sebuah karya yang sangat luar
biasa, dan sangat menarik untuk diungkap dan dianalisis secara mendalam dengan
proses semiosisnya yang melibatkan tanda-tanda yang ada didalamnya.

ANALISA SEMIOTIKA PADA LUKISAN AFFANDI: “POTRAIT DIRI


DAN TOPENG-TOPENG KEHIDUPAN”

3
Menginterpretasi karya Affandi berjudul “Potrait Diri Dan Topeng-
Topeng Kehidupan”, dimulai dari melihat objek-objek yang ada dalam karya ini.
Karya ini memiliki beberapa objek mulai dari objek (1) Bentuk wajah Affandi, (2)
Topeng-topeng Kehidupan serta (3) Bentuk matahati, tangan dan kaki.
Melihat kembali karya ini, ditengah-tengah karya terdapat objek deformasi
dari bentuk wajah Affandi sendiri. Terlihat Affandi sedang bertelanjang dada
dengan mimik muka yang diam atau merenung memikirkan sesuatu. Terlihat
dalam objek ini garis yang ada dalam wajah Affandi sangat berani dan tegas, dan
meliuk-liuk atau melingkar. Garis mempunyai dimensi ukuran dan arah tertentu.
Ia bisa pendek, panjang, halus, tebal berombak, lurus, melengkung (Bahari, 2008:
98). Secara lahiriah Affandi menjadi sangat senang menggambar wayang.
Bentuk-bentuk wayang mengendap dalam sanubarinya yang dikemudian
hari mempengaruhi caranya melukis. Terlihat dari garis-garis lukisannya yang
meliuk, melingkar, dan padat warna, mengingatkan kita pada alur garis wayang
kulit (Kartono, 2008: 4). Garis-garis inilah yang menjadikan Affandi unik karena
keberanian beliau secara ekspresif memainkannya menjadi suatu sosok atau
bentuk tertentu. Garis dapat melahirkan bentuk sekaligus tekstur, nada, nuansa,
ruang dan volume tertentu, sehingga melahirkan karakter khusus atau perwatakan
dari seseorang (Bahari, 2008: 99).
Dilihat kembali dalam sosok ini sangat terlihat warna-warna merah, putih
dan hitam. Warna merah dalam muka ini yang menjadi “point of interest” dalam
lukisan ini. Tanpa dipungkiri karena dahulu Affandi menggeluti aliran naturalisme
sehingga meskipun objek wajah dibentuk secara ekspresif tapi tetep tidak
mengesampingkan warna putih yang menjadi gradasi warna dalam objek wajah
ini. Selanjutnya, goresan-goresan ekspresif juga tampak dalam rambut Affandi
dengan garis garis melingkar yang terkesan rambut yang hampir beruban dengan
warna hitam dan putihnya.
Tekstur dalam lukisan ini kasar karena teknik beliau melukis berbeda
dengan seniman yang lain karena tidak menggunakan kuas, tetapi langsung
menggunakan tangan dan bahkan cat tersebut langsung dioleskan kedalam kanvas.
Sehingga dengan teknik ini, tekstur yang dihasilkan sangat kasar dan sangat bagus

4
bila dipandang dari dekat ataupun dari jauh. Seperti halnya apa yang pernah saya
lihat dalam musem Affandi dan tampilan video saat beliau sedang berkarya seni,
proses beliau sanggat alami dan terkesan sangat murni dari diri beliau.
Menginterpretasi kembali karya Affandi berjudul “Potrait Diri dan
Topeng-Topeng Kehidupan”, objek kedua adalah topeng-topeng kehidupan.
Dalam wujud ini terbagi kedalam tiga bentuk yaitu pada bentuk topeng berwarna
merah, kuning dan putih. Topeng merah yang ada di bagian kiri bawah Affandi
memiliki bentuk mata melotot dengan lidah yang menjulur keluar. Tampak
rambut yang begitu lebat dengan hitam legam. Topeng merah ini mengisyaratkan
amarah, jiwa berontak. Seperti halnya yang disampaikan oleh Bahari (2008: 100)
warna merah dapat dimaknai sebagai tanda cinta, bahaya atau larangan.
Bentuk kedua topeng ini adalah topeng berwarna kuning. Topeng kuning
seperti topeng yang lebih tenang dari topeng merah dengan bentuk muka diam dan
mulut yang diam. Topeng kuning seperti mengisyaratkan ketenangan dalam diri
Affandi karena selain karena mimik topeng tersebut melainkan letak yang ada
berada di atas topeng merah.
Bentuk ketiga adalah topeng berwarna putih. Topeng putih berada di
kanan wajah Affandi. Topeng putih mengibaratkan sisi Affandi bagian kesucian.
Seperti halnya yang dikatakan oleh Bahari (2008: 101) sebagai lambang atau
simbol kesepakatan bersama atau konsesus seperti bendera berwarna putih
menandakan menyerah kepada musuh. Dengan kata lain, warna putih dalam
lukisan Affandi menandakan beliau sedang merasakan kedamaian dalam diri,
menandakan suci jiwa dan raga dalam menghadapi permasalahan kehidupannya.
Beliau memikirkan warna putih sebagai lambang kehidupan bermasyarakat yang
seimbang, seperti dikutip dalam (https://id.wikipedia.org/wiki/Affandi) topik yang
diangkat Affandi adalah tentang perikebinatangan, bukan perikemanusiaan dan
dianggap sebagai lelucon pada waktu itu. Affandi merupakan seorang pelukis
rendah hati yang masih dekat dengan flora, fauna, dan lingkungan walau hidup di
era teknologi. Ketika Affandi mempersoalkan 'Perikebinatangan' tahun 1955,
kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup masih sangat rendah.

5
Melihat kembali karya Affandi berjudul “Potrait Diri Dan Topeng-Topeng
Kehidupan”, terdapat simbol matahari, tangan dan kaki. Simbol ini ciri khas yang
terlihat dari beberapa lukisan Affandi selain dalam lukisan ini, seperti lukisan
Potret Diri dan Tujuh Matahari di India (1950), Menara Eiffel (1955), Hongkong
(1970), Meluku dan Matahari Biru (1978), Ka’abah Mekah (1981), Gerhana
Matahari Total (1983), Hampir Terbenam (1985), Hari Panas (1986), dan Potret
Diri tak Tercapai (1987). Terlihat bagaimana Affandi menggambarkan matahari,
tangan dan kaki selama hampir empat dasawarsa (dari tahun 1950 sampai tahun
1989) (Kartono, 2008: 6).
Di dalam simbol, terdapat simbol ekspresif tersimpan berbagi makna
antara lain berupa berbagai gagasan, abstraksi, pendirian, pertimbangan, hasrat,
kepercayaan, serta pengalaman tertentu yang bisa dipahami dalam kesenian lebih
dapat dihayati secara bersama. Oleh karena itu, kesenian sebagaimana
kebudayaan, dapat ditanggapi sebagai sistem-sistem simbol (C. Geerts dan Parson
dalam Bahari, 2008: 105).
Simbol matahari, tangan dan kaki dalam diri Affandi adalah bentuk
pengungkapan kerja beliau. Bahwa manusia itu harus selalu produktif dalam
berkarya atau bekerja. Matahari sebagai lambang kehidupan seperti halnya yang
diungkapkan oleh Kartono (2008: 10) Semakin lanjut usia semakin redup pula
mataharinya, secara ideologis siklusnya adalah kelahiran, tumbuh berkembang
dan akhirnya mati. Manusia memiliki keterbatasan kemampuan fisik. berdasarkan
usianya. Seperti yang selalu dikatakan oleh Affandi bahwa matahari adalah simbol
kehidupannya, secara eksplisit maupun implisit matahari telah menjadi sarat
makna tanda. Tangan sebagai lambang mencari nafkah dan kaki adalah pijakan
dalam melangkah. Dengan kata lain bahwa Affandi ingin mengisyaratkan bahwa
manusia dalam menjalani hidupnya harus bersungguh-sungguh. Baik ketika
manusia bangun tidur, matahari berada di atas kepala atau matahari sudah
terbenam, manusia harus selalu bekerja dan bekerja.
Dengan begitu dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam lukisannya, Affandi
menggunakan wajahnya sebagai ikon metaforik, karena beliau menggunakan
dirinya sebagai objek yang memiliki kesamaan dengan objek lain yang diacunya.

6
“....metafora (metaphor) merupakan suatu meta tanda (metasign) yang
ikonisitasnya berdasarkan pada kemiripan atau similaritas di antara objekobjek
dari dua tanda simbolis” (Budiman dalam Indrawati, 2012: 192). Oleh sebab itu
kemiripan tersebut terjadi karena Affandi ingin menyampaikan bahwa dirinya
memiliki kesamaan dengan topeng-topeng yang digambarkan beliau dalam
lukisan tersebut.
LUKISAN DATA TIPE

KEPALA AFFANDI IKON METAFORIK

POTRAIT DIRI DAN TIGA TOPENG


TOPENG-TOPENG KEHIDUPAN IKON METAFORIK
KEHIDUPAN
MATAHARI,
TANGAN DAN IKON METAFORIK
KAKI

7
MAKNA KONOTATIF DARI POTRET DIRI & TOPENG-TOPENG KEHIDUPAN
Telah diketahui luas bahwa lukisan karya Affandi bukan sekadar mengekspresikan objek
yang ada di alam, tetapi lebih jauh dari itu yakni sampai pada taraf mencari makna. Landasan
berpikir seperti ini ditandai dari fisis lukisannya. Pertama dari sisi garapannya yang
memperlihatkan beberapa teknik, gaya dan penggambaran objek pelukisan. Kedua dari sudut
‘pesan’ ada kalanya ia melukis peristiwa atau objek di sekelilingnya, tetapi pada saat lain
Affandi melukiskan dirinya sendiri. Kesemuanya demi memuaskan hasratnya melukis (Kartono,
2008: 3).
Potrait Diri Dan Topeng-Topeng Kehidupan adalah sebuah judul yang sangat besar
berfungsi sebagai jangkar dalam usaha membaca lukisan Affandi. Dari paparan diatas dapat
diyakini bahwa lukisan ini merupakan karya langka maesto Affandi yang memiliki nilai falsafah
yang dalam. Arti dari lukisan ini adalah manusia merupakan makhuk ciptaan Tuhan yang paling
sempurna diantara makhluk yang lain. Namun dengan kesempurnaan itu, manusia cenderung
banyak kelemahan dengan adanya hawa nafsu dan sering berbuat untuk mengingkari kodrat.
Hawa nafsu itu digoda oleh bisikan-bisikan yang pada lukisan ini digambarkan oleh topeng-
topeng yang berperan jahat pada cerita Jawa. Topeng tersebut bukan wajah asli manusia
melainkan perwujudan dari bisikan-bisikan jahat yang menutupi hati dari kebenaran.

KESIMPULAN
Karya Potrait Diri Dan Topeng-Topeng Kehidupan meupakan karya seorang maestro seni
Indonesia yang menceritakan kehidupan manusia yang mencari kebenaran hakiki. tetapi unutk
mencari kebenaran tersebut sangatlah sulit karena masih tetap diganggu oleh hawa nafsu, amarah
dll. Karena itu karya ini merupakan karya yang sangat simbolik dan sangat kental dengan
filsafah kehidupan yang berguna bagi pengamat seni atau bahkan kehidupan sosila budaya
masyarakat Indonesia.

DAFTAR RUJUKAN
Bahari, Nooryan. 2008. Kritik Seni Wacana Apresiasi dan Kreasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Indrawati, Lilik. 2012. Membaca Lukisan Agus Suwage: “The Super Omnivore”. Artikel disaji
dalam Jurnal Nasional Bahasa dan Seni.

8
Kartono, Gamal. 2008. Bagaimana Cara Mengamati Lukisan Karya Affandi. Artikel disajikan
dalam Pengaruh Suasana Akademik Terhadap Prestasi Belajar.
Soedarsono. 2006. Trilogi Seni Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni. Yogyakarta: Institut
Seni Indonesia Yogyakarta.
Wikipedia. Tanpa tahun. Affandi. (Online). https://id.wikipedia.org/wiki/Affandi, diakses 14
Desember 2016.

Anda mungkin juga menyukai