Anda di halaman 1dari 4

 

TUGAS BAHASA INDONESIA

Nama : Nuzul Qirani

Kelas : XI IPA 1

KRITIK PUISI

Aku

Oleh : Chairil Anwar

Kalau sampai waktuku

Kumau tak seorang kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

a. Tema

Tema dalam puisi di atas adalah perjuangan. Hal ini dapat terlihat dari kalimat “Biar peluru
menembus kulitku, aku tetap meradang menerjang”. Puisi Chairil adalah semangat merebut
hidup yang pastilah tidak mudah, apalagi bagi penyair yang penuh kesulitan hidup ini. Bahkan
meskipun dia berbicara tentang sesuatu yang perih-pedih, semangat hidupnya tetap terasa
menggelora. Karakter penyair ini tampaknya, dia tidak mudah menyerah melawan hidup yang
begitu pedih.

b. Rasa
Di sana penyair tidak mau meniru atau menyatakan kenyataan alam, tetapi mengungkapkan
sikap jiwanya yang ingin berkreasi. Sikap jiwa “jika sampai waktunya”, ia tidak mau terikat oleh
siapa saja, apapun yang terjadi, ia ingin bebas sebebas-bebasnya sebagai “aku”. Bahkan jika ia
terluka, akan di bawa lari sehingga perih lukanya itu hilang. Ia memandang bahwa dengan luka
itu, ia akan lebih jalang, lebih dinamis, lebih bergairah hidup. Sebab itu ia malahan ingin hidup
seribu tahun lagi. Uraian di atas merupakan yang dikemukakan dalam puisi ini semuanya
adalah sikap chairil yang lahir dari ekspresi jiwa

c. Nada

Dalam Puisi ‘Aku’ terdapat kata ‘Tidak juga kau’, Kau yang dimaksud dalam kutipan di atas
adalah pembaca atau penyimak dari puisi ini. Ini menunjukkan betapa tidak pedulinya Chairil
dengan semua orang yang pernah mendengar atau pun membaca puisi tersebut, entah itu baik,
atau pun buruk. Di samping Chairil ingin menunjukkan ketidakpeduliannya kepada pembaca,
dalam puisi ini juga terdapat pesan lain dari Chairil, bahwa manusia itu itu adalah makhluk yang
tak pernah lepas dari salah. Oleh karena itu, janganlah memandang seseorang dari baik-
buruknya saja, karena kedua hal itu pasti akan ditemui dalam setiap manusia

d. Diksi

Untuk ketetapan pemilihan kata, penyair banyak menggunakan diksi yang tepat, bermakna
konotatif untuk memperindah puisinya

seperti : Ku mau tak seorang’kan merayu = ku tahu Kalau sampai waktuku = kalau aku mati
Tak perlu sedu sedan = tak ada gunanya kesedihan itu Binatang jalang = orang hina

Pernyataan diri sebagai binatang jalang adalah kejujuran yang besar, berani melihat diri sendiri
dari segi buruknya. Efeknya membuat orang tidak sombong terhadap kehebatan diri sendiri
sebab selain orang mempunyai kehebatan juga ada cacatnya, ada segi jeleknya dalam dirinya.

e. Citraan

Di dalam puisi ini terdapat beberapa pengimajian, diantaranya : ‘Ku mau tak seorang’kan
merayu Imaji Pendengaran ‘Tak perlu sedu sedan itu’ Imaji Pendengaran ‘Biar peluru
menembus kulitku’ Imaji Rasa ‘Hingga hilang pedih perih’ Imaji Rasa. Citraan yang
disampaikan oleh Chairil Anwar sangat bermakna dan mempunyai ciri khas tersendiri. Ia
memberikan kesan yang berbeda saat pembaca membaca puisi ini. Berbeda dengan karya
sebelumnya, dalam puisi Aku Chairil Anwar membuat para pembaca ikut merasakan apa yang
dirasakannya.

f. Gaya bahasa

Dalam bahasa “Aku” penyair banyak menggunakan majas hiperbola. Selain itu, terdapat
campuran bahasa indonesia yang tidak baku seperti perduli dan peri. Walaupun begitu ia
sangat mahir dalam membuat pembaca terbius dengan puisi-puisinya.
g. Kata Konkret

Secara makna, puisi Aku tidak menggunakan kata-kata yang terlalu sulit untuk dimaknai, bukan
berarti dengan kata-kata tersebut lantas menurunkan kualitas dari puisi ini. Sesuai dengan judul
sebelumnya, puisi tersebut menggambarkan tentang semangat dan tak mau mengalah, seperti
Chairil itu sendiri. Puisi Aku ini adalah puisi Chairil Anwar yang paling memiliki corak khas dari
beberapa sajak lainnya. Alasannya, sajak Aku bersifat destruktif terhadap corak bahasa ucap
yang biasa digunakan penyair Pujangga Baru seperti Amir Hamzah sekalipun. Idiom ’binatang
jalang’ yang digunakan dalam sajak tersebut pun sungguh suatu pendobrakan akan tradisi
bahasa ucap Pujangga Baru yang masih cenderung mendayu-dayu.

h. Irama Ritme

dalam puisi yang berjudul ‘Aku’ ini terdengar menguat karena ada pengulangan bunyi Rima
pada huruf vocal ‘U’ dan ‘I’. Vokal ‘U’pada larik pertama dan ke dua, pengulangan berseling
vokal a-u-a-u Larik pertama ‘Kalau sampai waktuku.’ Larik kedua ‘Ku mau tak seorang-’kan
merayu. Larik kedua ‘Tidak juga kau’. Pengulangan vokal ‘I’: Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari Hingga hilang pedih perih Dan aku akan lebih tidak peduli Aku mau hidup seribu tahun
lagi

i. Rima

Dalam puisi “Aku” Chairil Anwar memberikan rima yang jelas berbeda dengan “Krawang-
Bekasi”, hal ini terlihat dalam larik • Rima tak sempurna Kalau sampai waktuku ’Ku mau tak
seorang ’kan merayu Tidak juga kau • Rima Terbuka à yang berima adalah suku akhir suku
terbuka dengan vokal yang sama. Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri
Dalam puisi ”Aku” gaya bahasa yang diberikan oleh Chairil Anwar juga hiperbola seperti yang
tergambar dalam larik Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru
menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga
hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi Hal ini jelas
hiperbola tersebut merupakan penonjolan pribadi Chairil Anwar, ia mencoba untuk nyata berada
di dalan dunianya. Sehingga membuat pembaca terhanyut dalam rima yang indah.

j. Amanat

Amanat dalam Puisi ‘Aku’ karya Chairil Anwar yang dapat saya simpulkan dan dapat kita
rumuskan adalah sebagai berikut :

 Manusia harus tegar, kokoh, terus berjuang, pantang mundur meskipun rintangan
menghadang.

 Manusia harus berani mengakui keburukan dirinya, tidak hanya menonjolkan


kelebihannyasaja.

 Manusia harus mempunyai semangat untuk maju dalam berkarya agar pikiran dan
semangatnya itu dapat hidup selama-lamanya.
Penyair memberikan pengalaman kepada para pembaca agar lebih mengerti tentang karya
sastra dan tidak teracuni dengan karya sastra tersebut danme motivasi pembaca untuk lebih
mengenal karya sastra. Kiasan-kiasan yang dilontarkan oleh Chair Anwar dalam puisinya
menunjukan bahwa di dalam dirinya mencoba memetaforakan akan bahasa yang digunakan
yang bertujuan mencetusan langsung dari jiwa. Cetusan itu dapat bersifat mendarah daging,
seperti sajak “aku”. Dengan kiasan-kiasan itu gambaran menjadi konkrit, berupa citra-citra yang
dapat diindra, gambaran menjadi nyata, seolah dapat dilihat, dirasakan sakitnya. Di samping itu
kiasa-kiasan tersebut menyebabkan kepadatan sajak. Untuk menyatakan semangat yang
nyala-nyala untuk merasakan hidup yang sebanyak- banyaknya digunakan kiasan “aku mau
hidup seribu tahun lagi”. Jadi berdasarkan dasar konteks itu harus ditafsirkan bahwa Chairil
Anwar dalam puisi “aku” dapat didefinisaikan sebagai bentuk pemetaforaan bahasa atau kiasan
bahwa yang hidup seribu tahun adalah semangatnya bukan fisik.

Anda mungkin juga menyukai