Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS CERPEN

Judul : AKHIRNYA AKU BISA MERASAKAN


Karya : Nyoman Suhana

Adit, itulah nama panggilanku. Aku memiliki saudara kembar yaitu adib. Dia
sangat cerdas dan tanggap dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan aku, aku adalah
kebalikan dari adib. Sering kali aku dibanding-bandingkan dengan kelebihan adib.
Segalanya serba adib, aku sendiri serasa tidak ada keunggulan sedikitpun
selain menyusahkan orang di sekitarku. Adib selalu berucap demi memberikan
semangat bagi kehidupanku, “Kak, lakukanlah semua itu dengan tanpa memandang
orang lain bicara apa, asalkan yang kau lakukan benar”. Tidak ada sifat kesombongan
dan kecongkaan yang tertanam dalam jiwa adib, adikku.
Mama yang telah melahirkanku pun lebih mencintai adib, ayah yang selalu
memberi nafkah pada keluarga kami pun memberi oleh-oleh yang lebih istimewa
kepada adib. Ini merupakan deskriminasi yang berlebihan menurutku. Ya sudahlah,
biar tak kepanjangan pikirku, aku positif saja dengan kehidupanku.
Tetangga yang biasanya tenteram dengan urusan mereka, kala ini merasa terundang
untuk selalu membicarakan dan membandingkan aku dengan adib. Setiap aku lewat,
pastilah lirikan yang tidak menyenagkan didapati olehku. Akan tetapi seketika adib
lewat, sapaan demi sapaan selalu tercurahkan. Aku hanya bisa mengelus dada saja
melihat fenomena ini.
Suatu ketika, kejadian yang tidak diinginkan ditimpa oleh adib. Cairan bahan
kimia mengenai kedua matanya ketika praktik di sekolah. Akhirnya adib dilarikan ke
rumah sakit terdekat, guru-guru yang bersangkutan serta aku pun ikut ke rumah sakit
tersebut.
Setiba di rumah, ternyata telah ada guru perwakilan dari sekolah yang
melaporkan kejadian tersebut pada orang tua kami. Belum sempat mencium tangan
kedua orang tuaku, mereka berdua langsung menuju ke rumah sakit tersebut.
Sedangkan aku menjaga rumah demi keselamatan bersama.
Akan tetapi, seketika aku menyapu halamna rumah malah gunjingan dari
tetangga yang ku dapat. Mereka bilang “sudah adik sendiri terkena musibah, malah
tidak kasihan dan tidak dijaga”. Aku lagi-lagi hanya bisa mengelus dada mendengar
celotehan para tetangga.
Aku sangat sayang pada orang tua dan adikku. Tugasku untuk menjaga adik telah aku
selesaikan walau hanya sebentar, sedangkan tugas rumah yang selalu dibebankan
padaku belum aku laksanakan, oleh karenanya aku pulang demi melaksanakan
kewajibanku.
Setelah mengerjakan urusan rumah, aku pun langsung mengunci seluruh isi
rumah dan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk serta menjaga adib. Tapi seketika
aku sampai di rumah sakit tepatnya di depan pintu kamar adib dirawat, aku
mendengar diskusi antara dokter dengan kedua orang tuaku.
Aku tak mengira hal ini akan terjadi, keputusan yang membuat aku berat hati ini
menjadikan aku lebih tegang dan bahkan mengharukan dalam hidupku. Dokter
memutuskan bahwa mata adib tidak bisa diselamatkan kembali, tapi dapat diganti
dengan bola mata lain baru dia bisa pulih seperti sedia kala, itu pun jika operasi
berhasil.
Orang tuaku siap mengganti berapa pun biaya demi keselamatan adib, bahkan
dengan mengganti bola mata yang baru. Aku mengira bahwa orang tuaku akan
menulis iklan dalam media masa bahwa mereka butuh donor mata dengan nilai rupiah
yang cukup tinggi. Ternyata hal itu hanya mimpi belaka, keputusan orang tua yang
dicurahkan terhadap dokter adalah mengambil bola mataku untuk adib, sang juara
keluarga.
Mengapa nasibku sungguh malang. Aku mempunyai mimpi yang besar, akan tetapi
hal ini apakah tidak menghalangi mimpiku? Mata adalah salah satu organ yang sangat
penting adanya dan kegunaannya. Aku hanya bisa menangis sejenak melihat hal yang
tak terduga ini. Lagi-lagi aku hanya bisa bergumam dan meronta dalam hati serta
mengelus dada.
Tanpa basa-basi, aku kembali ke rumah dan merenung di kamar. Tuhan sangat
sayang padaku, dan aku pun yakin atas hal tersebut. Aku berpikir, jika aku tak punya
mata lagi apakah aku bisa menangis? Biarlah, aku habiskan air mataku untuk
adib, kebanggaan semua orang. Mungkin dengan cara ini aku bisa mendapat
pujian dari semua orang yang kagum atas adib.
Keesokan harinya pun operasi akan dilaksanakan, tanpa basa-basi malam
sebelum operasi dilakukan aku telah siap dan berbicara pada orang tuaku sebelum
mereka bicara padaku. Aku bisa merasakan ada air mata dari ayahku, tapi aku tidak
bisa merasakan air mata yang ada dalam mata mamaku, padahal yang akan aku
sumbangkan untuk adib adalah salah satu organ tubuh yang sangat ku sayangi.
Hari yang ditunggu-tunggu pun datang. Ibu sangat senang dengan datangnya hari
ini, sedangkan aku sempat melihat di belakang sana ada ayahku yang dari sorotan
matanya ingin mengucapkan sesuatu padaku. Namun apa boleh buat, kini waktuku
untuk memberikan barang berhargaku untuk adikku.
Tinggal beberapa menit lagi operasi akan dimulai, aku memanfaatkannya dengan
memanggil ayah dan ibuku. Aku hanya ingin memandang mereka dengan peka,
karena mungkin ini akhir aku melihat mereka yang telah berjasa dalam hidupku.
Aku sadar, aku tak berarti apa-apa dalam keluarga ini. Tetapi setidaknya aku
telah berbuat baik kepada kedua orang tua dan selalu berpikiran positif dalam
perjalanan hidupku serta meyakini ada rahasia tuhan yang tersembunyi di balik
peristiwa ini semua.
Tepat pukul 10.00 operasi dimulai, aku siap menghadapi alat-alat tajam yang
akan mengambil mataku. Aku tak sadarkan diri pada waktu itu, akan tetapi kala ini
aku sadar namun terasa ada yang hilang. Ya, kemewahan dan keindahan alam telah
hilang menurutku. Semua di dunia ini telah musnah pikirku. Tetapi aku salah, yang
telah hilang dari keindahan bukanlah dunia dan seisinya, melainkan kedua mataku
telah hinggap pada tempat bola mata adib berada dulu.
Kini mimpi-mimpiku terasa telah terhapus, aku tak bisa melakukan aktivitas
seperti biasanya. Yang aku bisa kerjakan aku kerjakan, namun yang tak bisa ya aku
tinggalkan. Dengan kecacatan yang aku derita ini, aku memutuskan untuk tinggal di
kejauhan sana agar tidak membuat malu keluarga. Ayahku tidak setuju dengan
pikiranku, namun yang membuat aku tambah mengelus dada adalah kerelaan ibu
yang begitu memancarkan ketidaksayangannya dalam menyetujui keputusanku.
Ini adalah jalanku, sebelum aku pergi jauh dan tinggal bersama orang-orang
yang asing pintaku hanya satu. Aku hanya ingin berbincang-bincang dengan keluarga
sampai larut malam.
Pagi harinya, sebelum aku pergi. Aku memberikan secarik kertas untuk adib,
yang sempat aku tulis ketika malam terakhir aku memiliki mata yang sempurna. Aku
tidak menulis panjang lebar untuk adib, namun aku hanya menulis “Dik, Akhirnya
aku bisa merasakan ….. Akhirnya aku bisa merasakan sepertimu, selalu dipuji,
dipandang baik dan sempurna oleh seluruh orang. Akhirnya aku bisa merasakan
sepertimu, walau hanya sekedar kedua bola mataku”

Hasil analisis cerpen dengan pendekatan struktural instrinsik


1. Tema
Tema atau pokok persoalan dalam cerpen Akhirnya Aku Bisa Merasakan
adalah adanya dikriminasi pada saudara kembar sehingga salah satu darinya merasa
memperoleh perlakuan yang tidak adil dari kedua orangtuanya. Hal ini terlihat pada
kutipan berikut.
“Mama yang telah melahirkanku pun lebih mencintai adib, ayah yang selalu
memberi nafkah pada keluarga kami pun memberi oleh-oleh yang lebih istimewa
kepada adib. Ini merupakan deskriminasi yang berlebihan menurutku. Ya sudahlah,
biar tak kepanjangan pikirku, aku positif saja dengan kehidupanku.”

2. Alur/plot
Cerpen Akhirnya aku Bisa Merasakan” diawali dengan pemaparan atau
pemberian informasi kepada pembaca tentang latar belakang tokoh si aku (adit).
Tokoh utama, si aku menyebutkan namanya adalah adit yang memiliki saudara
kembar (adiknya) bernama adib. Namun adit selalu dibandingkan dengan adib karena
adib memiliki kelebihan dibanding adit. Hal ini dapat kita baca pada kutipan berikut.
“Adit, itulah nama panggilanku. Aku memiliki saudara kembar yaitu adib. Dia
sangat cerdas dan tanggap dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan aku, aku
adalah kebalikan dari adib. Sering kali aku dibanding-bandingkan dengan kelebihan
adib.”
Tahap berikutnya disebut dengan munculnya permasalahan.

3. Latar /setting
Dalam cerpen biasanya terdapat latar dan setting latar adalah tempat
terjadinya suatu peritiwa sedangkan setting adalah waktu dan suasana sebuah
peristiwa dalam cerita sedang berlangsung. Latar dalam cerita ada tiga macam, yakni:
latar tempat, latar waktu, latar social
· Latar tempat
Latar dalam cerpen di sini adalah di dalam rumah, halaman depan rumah, dan di
rumah sakit. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanyakutipan dibawah ini:
“Setiba di rumah, ternyata telah ada guru perwakilan dari sekolah yang melaporkan
kejadian tersebut pada orang tua kami. Belum sempat mencium tangan kedua orang
tuaku, mereka berdua langsung menuju ke rumah sakit tersebut. Sedangkan aku
menjaga rumah demi keselamatan bersama.”
Setelah mengerjakan urusan rumah, aku pun langsung mengunci seluruh isi
rumah dan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk serta menjaga adib. Tapi seketika
aku sampai di rumah sakit tepatnya di depan pintu kamar adib dirawat, aku
mendengar diskusi antara dokter dengan kedua orang tuaku.
· Latar Waktu
Latar waktu yang terjadi pada cerita ini adalah banyak sekali yakni, pagi, siang dan
sore. hal tersebut seuai dengan kutipan dibawah ini.
“Tepat pukul 10.00 operasi dimulai, aku siap menghadapi alat-alat tajam yang akan
mengambil mataku.”
“Akan tetapi, seketika aku menyapu halaman rumah malah gunjingan dari tetangga
yang ku dapat. Mereka bilang “sudah adik sendiri terkena musibah, malah tidak
kasihan dan tidak dijaga”. Aku lagi-lagi hanya bisa mengelus dada mendengar
celotehan para tetangga.”
· Latar Sosial
Latar social ini menggambarkan tentang kebiasaan dan keadaan masyarakat di tengah
para tokoh dalam cerita. Dalam cerpen ini latar social digambarkan sebagai berikut.
“Tetangga yang biasanya tenteram dengan urusan mereka, kala ini merasa
terundang untuk selalu membicarakan dan membandingkan aku dengan adib. Setiap
aku lewat, pastilah lirikan yang tidak menyenagkan didapati olehku. Akan tetapi
seketika adib lewat, sapaan demi sapaan selalu tercurahkan. Aku hanya bisa
mengelus dada saja melihat fenomena ini.”

4. Penokohan
Berikut adalah para tokoh dalam cerpen beserta wataknya.
· Tokoh aku
Tokoh aku dalam cerpen memiliki watak yang baik, pengertian dan sabar. Hal
tersebut sesuai dengan kutipan berikut ini:

“Mama yang telah melahirkanku pun lebih mencintai adib, ayah yang selalu
memberi nafkah pada keluarga kami pun memberi oleh-oleh yang lebih istimewa
kepada adib. Ini merupakan deskriminasi yang berlebihan menurutku. Ya sudahlah,
biar tak kepanjangan pikirku, aku positif saja dengan kehidupanku.’

· Tokoh Adib
tokoh adib atau sadara kembar si aku ini adalah memiliki watak yang baik, pintar dan
selalu memberi semangat pada kakaknya (si aku adit). Hal ini digambarkan dalam
kutipan berikut.
“Segalanya serba adib, aku sendiri serasa tidak ada keunggulan sedikitpun selain
menyusahkan orang di sekitarku. Adib selalu berucap demi memberikan semangat
bagi kehidupanku, “Kak, lakukanlah semua itu dengan tanpa memandang orang lain
bicara apa, asalkan yang kau lakukan benar”. Tidak ada sifat kesombongan dan
kecongkaan yang tertanam dalam jiwa adib, adikku.”
· Tokoh Ibu
Tokoh ibu dalam cerpen diatas memiliki watak yang jahat dan mempunyai sifat
diskriminasi terhadap anak kandungnnya sendiri. Sang ibu sangat senang ketika adit
memberikan matanya kepada adiknya, Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.
“Hari yang ditunggu-tunggu pun datang. Ibu sangat senang dengan datangnya hari
ini, sedangkan aku sempat melihat di belakang sana ada ayahku yang dari sorotan
matanya ingin mengucapkan sesuatu padaku. Namun apa boleh buat, kini waktuku
untuk memberikan barang berhargaku untuk adikku.”

“Segalanya serba adib, aku sendiri serasa tidak ada keunggulan sedikitpun selain
menyusahkan orang di sekitarku. Adib selalu berucap demi memberikan semangat
bagi kehidupanku, “Kak, lakukanlah semua itu dengan tanpa memandang orang lain
bicara apa, asalkan yang kau lakukan benar”. Tidak ada sifat kesombongan dan
kecongkaan yang tertanam dalam jiwa adib, adikku.
· Tokoh Ayah
Tokoh ayah pada cerpen diatas memiliki watak yang jahat pula, tapi suatu saat juga
terkadang baik. Hal ini terbukti dengan adanya kutipan berikut.
“Mama yang telah melahirkanku pun lebih mencintai adib, ayah yang selalu
memberi nafkah pada keluarga kami pun memberi oleh-oleh yang lebih istimewa
kepada adib. Ini merupakan deskriminasi yang berlebihan menurutku. Ya sudahlah,
biar tak kepanjangan pikirku, aku positif saja dengan kehidupanku.”
“Kini mimpi-mimpiku terasa telah terhapus, aku tak bisa melakukan aktivitas seperti
biasanya. Yang aku bisa kerjakan aku kerjakan, namun yang tak bisa ya aku
tinggalkan. Dengan kecacatan yang aku derita ini, aku memutuskan untuk tinggal di
kejauhan sana agar tidak membuat malu keluarga. Ayahku tidak setuju dengan
pikiranku, namun yang membuat aku tambah mengelus dada adalah kerelaan ibu
yang begitu memancarkan ketidaksayangannya dalam menyetujui keputusanku.”

5. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang pada cerpen diatas adalah dengan
menggunakan gaya bahasa sehari-hari yang mudah dipahami, sehingga pembaca
cerpen ini dapat meresapi, menghayati dan memahami cerita dengan mudah.

6. Sudut Pandang
Dalam cerpen Akhirnya Aku Bisa Merasakan pengarang menggunakan sudut
pandang orang pertama yakni aku. Pengarang mengungkapkan perasaannya sendiri
dengan kata-katanya sendiri pula. Dalam cerita kadang kala pengarang menjadi
pencerita. Dalam cerpen pengarang menggunakan kata ganti aku

7. Pesan atau Amanat


Pesan atau amanat yang terkandung dalam cerpen diatas adalah:
· Sebagai orang tua seharusnya tidak boleh memperlakukan seorang anak dengan
cara tidak adil
· Sebagai orang tua harus menerima kelebihan dan kekurangan dari sosok seorang
anak yang dilahirkan dari rahim seorang ibu kandung
· Sesama saudara harus saling memberi semangat dan saling tolong menolong
· Sesama anggota keluarga harus saling manghormati dan tolong menolong serta
bekerja sama dalam mengadpi suatu permaslahan.

Anda mungkin juga menyukai