Anda di halaman 1dari 5

1

2.7 Wakidi
2.7.1 Biografi
Nama : Wakidi
Lahir : Plaju, Palembang, Sumatera Selatan, tahun 1899
Wafat : Bukittinggi, Sumater Barat, tahun 1979
Profesi : Pengajar SMA Landbouw & SMA Birugo
Bukittinggi

Gambar 2.7.1 Wakidi

Pelukis naturalis Indonesia yang hidup di era Mooi Indie ini, lahir di Plaju, Palembang
Sumatera Selatan, pada tahun 1889. Orang tuanya berasal dari Semarang, Jawa Tengah. Mulai
melukis sejak usia 10 tahun. Semasa kecil senang menggambar ulang karya-karya Raden Saleh
Syarief Bustaman yang diperoleh melalui buku-buku, majalah atau foto-foto. Inilah yang
menyebabkannya akrab dengan dunia seni lukis. Setelah selesai berpendidikan, kemudian menjadi
guru di almamaternya. Karya-karya Wakidi dikenal luas oleh publik penikmat seni di Sumatera
Barat, manakala pelukis ini untuk pertama kalinya memamerkan tidak kurang dari 15 karyanya
pada tahun 1920 di Bukittinggi. Saat perang kemerdekaan berkecamuk di Ranah Minang, Wakidi
memilih menetap dan mengajar di INS Kayutanam, pimpinan Mohammad Syafei.

Setelah Republik Indonesia merdeka, ia mengajar di SMA Landbouw dan SMA Birugo
Bukittinggi. Selain itu banyak pula tawaran yang datang kepada pelukis Wakidi, diantaranya dari
Abu Hanifah, Menteri Pendidikan dan Pengajaran, menawarinya untuk menjadi kepala jawatan
kebudayaan, bahkan presiden RI pertama Soekarno pernah pula menawarinya sebagai pelukis
istana, semua ditolak secara halus dengan alasan banyak menyita waktunya untuk melukis.

Karya-karyanya banyak mengambil tema pemandangan alam khas Sumatera Barat. Di


kanvas tema-tema pemandangan alam, selalu memberi kesan yang luas, seperti langit, gunung,
hamparan sawah yang membentang diimbangi dengan permainan tarikan garisnya yang lembut.
Ia juga di kenal sangat selektif terhadap obyek pemandangan alam yang dilukisnya, artinya tidak
semua pemandangan alam berada dalam kanvas-kanvasnya.

Dalam melukis pemandangan, ia juga selalu berusaha memperhatikan bidang kanvas


sesuai bentuk dan struktur obyek. Ia kerap menghindari mengambil obyek dari tengah-tengah
kanvas, dan lebih berkonsentrasi mengambil obyek pemandangan dari samping atau beberapa

2
derajat dari obyek pemandangan alam, hal ini dimaksudkan agar obyek lebih tampil menawan,
indah dan memukau ditambah dengan warna-warna alam yang sesungguhnya saat melukis ke
alam. Ia kerap memakai warna-warna lembut dengan menangkap kualitas cahaya yang
kebanyakan diambil pada sore hari. Kebiasaannya bekerja dipermukaan kanvas secara horizontal
dengan membagi ruang kanvas menjadi tiga bagian adalah suatu kebiasaan yang diperolehnya
dalam teknik menggambar zaman Belanda. Maksudnya supaya bidang kanvas terisi dengan
komposisi seimbang yang kelihatan tampilan harmoninya.

Wakidi banyak menghasilkan karya lukisan, antara lain ‘’, ‘Ngarai


Sianok’, ‘Mahat’, ‘Pemandangan Di Payokumbuah’, ‘Kehidupan Di Kaki Gunung
Marapi’, ‘Danau Maninjau’, ‘Rumah Bagonjong’, dan lain-lain. Lukisannya tersebut hampir
semuanya dikoleksi orang, sehingga ia tidak pernah mengadakan pameran lukisannya. Karya-
karyanya banyak dikoleksi oleh istana kepresidenan dan sejumlah tokoh penting, seperti wakil-
wakil presiden Indonesia, Bung Hatta dan Adam Malik.
Pelukis yang namanya termasuk diantara tiga pelukis naturalistik Indonesia yang terkemuka di
zamannya, bersama dengan Abdullah Surio Subroto (1879-1941) (ayah Basuki Abdullah) dan
Pirngadie (1875-1936) ini, wafat di Bukittinggi, Sumatera Barat, tahun 1979. Meninggalkan dua
istri dan 12 anak. Salah satu putranya, Irdan, yang merupakan lulusan seni Rupa IKIP (sekarang
UNP-Padang), kini mengabdikan diri di almamaternya dan mengikuti jejaknya menjadi seorang
pelukis. Karya-karya Irdan tidak jauh berbeda dengan ayahnya.

2.7.2 Pendidikan

Mendapat pendidikan seni lukis di Kweekshool Bukittinggi, Sumatera Barat, dan sempat
belajar dengan pelukis Belanda bernama Van Dick di sekolah tersebut.

2.7.3 Karya

Gambar 2.7.2 Senja di Dataran- Gambar 2.7.3 Perjalanan - Gambar 2.7.4 Pemandangan-
Mahat – Wakidi Wakidi mahat - Wakidi

3
4
5

Anda mungkin juga menyukai