Anda di halaman 1dari 3

Basuki Abdullah

Fransiskus Xaverius Basuki Abdullah (lahir di Surakarta, Jawa Tengah,


Hindia Belanda, 25 Januari 1915 – meninggal di Jakarta, Indonesia, 5 November 1993pada umur 78 tahun)
adalah salah seorang maestro pelukis Indonesia. Ia dikenal sebagai pelukis aliran realis dan naturalis. Ia
pernah diangkat menjadi pelukis resmi Istana Merdeka Jakarta dan karya-karyanya menghiasi istana-istana
negara dan kepresidenan Indonesia, disamping menjadi barang koleksi dari penjuru dunia.

Bakat melukisnya terwarisi dari ayahnya, Abdullah Suriosubroto, yang juga


seorang pelukis dan penari. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh Pergerakan Kebangkitan Nasional
Indonesia pada awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin Sudirohusodo. Sejak umur 4 tahun Basuki
Abdullah mulai gemar melukis beberapa tokoh terkenal diantaranya Mahatma Gandhi, Rabindranath
Tagore, Yesus Kristus dan Krishnamurti.
Pendidikan formal Basuki Abdullah diperoleh di HIS Katolik dan Mulo
Katolik di Solo. Berkat bantuan Pastur Koch SJ, Basuki Abdullah pada tahun 1933 memperoleh beasiswa
untuk belajar di Akademik Seni Rupa (Academie Voor Beeldende Kunsten) di Den Haag, Belanda, dan
menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun dengan meraih penghargaan Sertifikat Royal International of
Art (RIA).
Pada masa Pemerintahan Jepang, Basuki Abdullah bergabung dalam Gerakan
Poetra atau Pusat Tenaga Rakyat yang dibentuk pada tanggal 19 Maret 1943. Di dalam Gerakan Poetra ini
Basuki Abdullah mendapat tugas mengajar seni lukis. Murid-muridnya antara lain Kusnadi (pelukis dan
kritikus seni rupa Indonesia) dan Zaini (pelukis impresionisme). Selain organisasi Poetra, Basuki Abdullah
juga aktif dalam Keimin Bunka Sidhosjo (sebuah Pusat Kebudayaan milik pemerintah Jepang) bersama-
sama Affandi, S.Sudjoyono, Otto Djaya dan Basuki Resobawo.
Pada masa revolusi Bosoeki Abdullah tidak berada di tanah air yang sampai
sekarang belum jelas apa yang melatarbelakangi hal tersebut. Jelasnya pada tanggal 6 September 1948
bertempat di Belanda Amsterdam sewaktu penobatan Ratu Yuliana dimana diadakan sayembara melukis,
Basuki Abdullah berhasil mengalahkan 87 pelukis Eropa dan berhasil keluar sebagai pemenang. Sejak itu
pula dunia mulai mengenal Basuki Abdullah, putera Indonesia yang mengharumkan nama Indonesia.
Selama di negeri Belanda Basuki Abdullah sering kali berkeliling Eropa dan berkesempatan pula
memperdalam seni lukis dengan menjelajahi Italia dan Prancis dimana banyak bermukim para pelukis
dengan reputasi dunia.
Basuki Abdullah terkenal sebagai seorang pelukis potret, terutama melukis
wanita-wanita cantik, keluarga kerajaan dan kepala negara yang cenderung mempercantik atau
memperindah seseorang ketimbang wajah aslinya. Selain sebagai pelukis potret yang ulung, diapun melukis
pemandangan alam, fauna, flora, tema-tema perjuangan, pembangunan dan sebagainya.
Basuki Abdullah banyak mengadakan pameran tunggal baik di dalam negeri
maupun di luar negeri, antara lain karyanya pernah dipamerkan di Bangkok (Thailand), Malaysia, Jepang,
Belanda, Inggris, Portugal dan negara-negara lain. Lebih kurang 22 negara yang memiliki karya lukisan
Basuki Abdullah. Hampir sebagian hidupnya dihabiskan di luar negeri diantaranya beberapa tahun menetap
di Thailand dan diangkat sebagai pelukis Istana Merdeka dan sejak tahun 1974 Basuki Abdullah menetap di
Jakarta.

Basoeki Abdullah
Lahir: 27 Januari 1915, Surakarta, Jawa Tengah, Hindia Belanda
Meninggal: 5 November 1993 (umur 78) Jakarta, Indonesia
Pendidikan: Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Katolik Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)
Katolik, Solo Academie Voor Beeldende Kunsten, Sertifikat Royal International of Art (RIA), di Den Haag,
Belanda, 1933.
Organisasi: Gerakan Poetra, Pusat Tenaga Rakyat. Keimin Bunka Sidhosjo (Pusat Kebudayaan rezim
Jepang)
Istri: Josephine, Maria Michel, Nataya Nareerat
Anak: Saraswati, Cecillia Sidhawati
Orang Tua: Abdullah Suriosubroto.
Kerabat: Doktor Wahidin Sudirohusodo (kakek).

Basuki Abdullah lahir di Surakarta, 25 Januari 1915. Basuki Abdullah adalah salah satu pelukis terkenal
Indonesia. Pelukis beraliran realis dan naturalis ini pernah diangkat menjadi pelukis resmi Istana Merdeka
pada 1974. Lukisan-lukisan karyanya menghiasi istana negara, selain menjadi koleksi dari berbagai penjuru
dunia.
Bakat melukis Basuki Abdullah terwarisi dari ayahnya, Abdullah Suryosubro, yang juga seorang pelukis dan
penari. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh Pergerakan Kebangkitan Nasional Indonesia pada awal
1900-an, yaitu Doktor Wahidin Sudirohusodo.
Basuki Abdullah bersekolah di HIS Katolik dan Mulo Katolik di Solo, kemudian mendapatkan beasiswa
pada 1933 untuk belajar di Akademi Seni Rupa (Academie Voor Beeldende Kunsten) di Den Haag,
Belanda, dan menyelesaikan studinya dalam waktu tiga tahun dengan meraih penghargaan Sertifikat Royal
International of Art (RIA).
Pada 6 September 1948, sewaktu penobatan Ratu Yuliana di Belanda, Basuki Abdullah berhasil
mengalahkan 87 pelukis dunia lainnya dalam sebuah sayembara yang diadakan di Amsterdam, Belanda.
Sedangkan lukisannya, “Balinese Beauty” terjual di balai lelang Christie’s di Singapura, pada tahun 1996.
Selama karirnya dalam melukis, Basuki terkenal sebagai pelukis potret, meski ia juga melukis pemandangan
alam, flora, fauna, tema-tema perjuangan, pembangunan, dan lainnya. Dia sering mengadakan pameran
tunggal, di dalam maupun di luar negeri, seperti di Thailand, Malaysia, Jepang, Belanda, Inggris, dan
negara-negara lain. Lebih kurang 22 negara yang memiliki karya lukisan beliau. Hampir sebagian hidupnya
dihabiskan di luar negeri.
Selain menjadi pelukis, dia juga pandai menari dan sering tampil dengan tarian wayang orang sebagai
Rahwana atau Hanoman. Pria yang menikah empat kali ini tidak hanya menguasai soal kewayangan, budaya
Jawa di mana dia berasal. Tetapi juga menggemari komposisi-kompasisi Franz Schubert, Beethoven dan
Paganini, dengan demikian wawasannya sebagai seniman luas dan tidak Jawasentris.
Kemtiannya cukup tragis. Basuki Abdullah tewas dibunuh perampok di rumah kediamannya, pada 5
November 1993. Ia meninggal dalam usia 78 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Desa Mlati, Sleman,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai