Anda di halaman 1dari 6

Nama : Afidah Azzahro

No : 01

Kelas : XII MIPA 2

Raden Mas Abikoesno Tjokrosoejoso

Abikoesno Tjokrosoejoso merupakan salah satu bapak pendiri kemerdekaan


Indonesia dan penandatanganan konstitusi yang hadir dalam perumusan naskah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagai tonggak awal pendirian bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang merdeka. Ia merupakan representatif kalangan
Islam dalam Panitia Sembilan yang bertugas merancang Pembukaan UUD 1945
yang dikenal dengan Piagam Jakarta.

Selain menjadi tokoh politik, Abikoesno


Tjokrosoejoso juga menunjukkan keahliannya dalam
bidang arsitektur. Abikoesno menjalani pekerjaannya
sebagai seorang arsitek yang membuatnya terpaksa
berpindah-pindah kota. Hal ini pun terjadi pada masa
kehidupan rumah tangganya dengan R.A. Kusmartinah
yang sama-sama berasal dari keturunan keluarga
bangsawan Kanjeng Susuhunan Paku Buwono III, Raja
Surakarta sebagaimana Abikoesno adalah keturunan dari Sri Sultan
Hamengkubuwono I, raja Yogyakarta. Mereka dikarunia tujuh orang anak.

Sejak awal pernikahan hingga kelahiran anak kedua, mereka tinggal di


Kediri selama empat tahun. Kemudian pindah ke Semarang bekerja sebagai
pemborong bangunan selama lima tahun. Kemudian pindah ke Bandung selama dua
tahun sebelum akhirnya menetap di Jakarta sampai pada masa kemerdekaan.

Dalam menekuni profesinya sebagai arsitek, Abikoesno telah banyak


memberikan sumbangan karya hasil buah pikir filosofis antara pendidikan barat dan
budaya serta tradisi timur dengan tetap berpegang pada prinsip agama. Beberapa
bangunan-bangunan hasil karyanya telah menjadi saksi bisu perannya dalam
perkembangan pembangunan arsitektur di Indonesia. Pada masa kemerdekaan,
Abikoesno Tjokrosoejoso menhasilkan karya arsitekturnya yaitu Masjid Asy-Syuro
Garut, Pasar Cinde Palembang, Gedung Museum M.H. Thamrin, dan Mesjid
Syuhada Kota Baru Yogyakarta.

A. Latar Belakang
1. Keluarga
Abikoesno Tjokrosoejoso dilahirkan dari keluarga bangsawan di
Delopo, Madiun, 15 Juni 1897. Abikoesno adalah adik HOS.
Tjokroarninoto, seorang pemimpin Sarekat Islam sebelum Perang Dunia II.
Orang tuanya bemama Raden Mas TJokroamiseno, pensiunan wedana
Distrik Kanigoro, Madiun. Ia adalah anak kesembilan dari duabelas
bersaudara. Saat saudara-saudaranya lebih memilih pamong praja atau
pegawai Pemerintah Hindia Belanda, ia dan kakanya, Tjokroaminoto justru
lebih fokus mengorganisir massa pro-kemerdekaan.
2. Pendidikan
Abikoesno Tjokrosoejoso memiliki latar keluarga bangsawan
sehingga ia lebih mudah untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Abikoesno
berhasil lulus dari Koningin Emma School, Surabaya pada 8 Juni 1917.
Kecerdasan yang dimilikinya mengantarkannya berhasil lulus dalam ujian
profesi arsitek (architectesexamen) pada 7 Februari 1925 di Jakarta. Pada
tahun yang sama, ia pun berhasil meraih gelar arsiteknya melalui kursus
tertulis yang dikirimkan dari Negeri Belanda yang ia pelajari secara
korespondensi. Abikoesno adalah insinyur swasta yang lulus ujian untuk
mendapatkan izin praktek sebagai arsitek melalui BOW (Burgelijke
Openbare Werken - Kantor Pekerjaan Umum).
3. Akhir Hidup
Abikoesno merupakan pejuang bangsa yang gigih, ulet, disiplin,
tegas serta memegang teguh prinsip agama dalam hidupnya. Ia wafat pada
11 November 1968 di usia 72 tahun dan dimakamkan dengan upacara
kenegaraan di Taman Makam Pahlawan Surabaya diiringi doa rakyat
Surabaya yang turut menghadiri pemakamannya.
B. Peran
1) Pengurus Serekat Islam di Kediri
Di samping kesibukannya sebagai pemborong bangunan, Abikoesno
juga ambil bagian dalam perjuangan Sarekat Islam sejak tahun 1923. Ia
duduk dalam pengurus Sarekat Islam Cabang Kediri sekaligus menjadi
pimpinan redaksi majalah mingguan Sri Djojobojo yang membuat majalah
ini berkembang pesat. Melalui majalah ini Abikoesno mengungkapkan
berbagai macam masalah ekonomi, sejarah, kebudayaan, dan penangkapan
tokoh-tokoh Sarekat Islam. Semakin lama para pembaca Sri Djojobojo
menjadi semakin sadar karena majalah ini secara berani memuat kritik yang
tajam mengenai penyelewengan para pejabat Pemerintah Hindia Belanda.
Dalam memimpin Sarekat Islam Abikoesno seringkali berbeda
pendapat dengan kawan-kawannya, namun hal ini bukan merupakan
sesuatu yang merintanginya untuk terus berjuang. Dalam tubuh Sarekat
Islam ketika itu terbentuk 2 kelompok yaitu aliran kooperatif dan
nonkooperatif terhadap Belanda. Polemik ini dibawa ke Kongres Majelis
Taklim di Malang pada 8-12 Juli 1936. Kongres membawa Abikusno ke
tampuk kepemimpinan PSII. Perdebatan terkait sikap partai ia menangkan
sebab Agus Salim dan kawan-kawan pendukung kooperasi keluar setahun
setelahnya.
Kebolehan Abikoesno bagi kaum pergerakan terlihat ketika terjadi
penangkapan pemimpin-pemimpin SI yang telah berubah nama menjadi
PSII (Partai Serekat Islam Indonesia) di Bolaang Mangondow. Abikoesno
datang ke Sulawesi Utara untuk membela mereka sehingga Raja Bolaang
Mangondow Adam Faidolot diperingankan hukumannya dan dikirim ke
Sukamiskin (Bandung).

2) Membentuk GAPI (Gaboengan Politik Indonesia)


Pada masa-masa setelahnya partai sempat goyah kembali sebab
Abikusno berseberangan pendapat dengan Kartosoewirjo. Meski demikian
ia tetap memfokuskan diri dalam upaya-upaya menyegerakan kemerdekaan
nusantara. Salah satunya adalah dengan membentuk GAPI atau Gaboengan
Politik Indonesia.
Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarah 1 (2009)
mengemukakan GAPI sebagai front persatuan yang terdiri dari semua partai
dan organisasi sosial yang menganjurkan kemerdekaan Indonesia. GAPI
dibentuk melalui rapat nasional di Jakarta pada 21 Mei 1939. Tokoh-tokoh
pendiri selain Abikusno adalah Muhammad Husni Thamrin dan Amir
Syarifudin.
Ahmad menganalisis penunjukan Abikusno sebagai pemimpin
GAPI adalah karena ia mengetuai partai bermassa banyak. Salah satu
dampak positifnya adalah kesuksesan Kongres Rakyat Indonesia yang
GAPI gelar pada 25 Desember 1939. Dalam kongres didengungkan tuntutan
“Indonesia Berparlemen”. Keputusan penting lain adalah penerapan
bendera Merah Putih dan lagu "Indonesia Raya" sebagai bendera dan lagu
persatuan, juga peninigkatan pemakaian bahasa Indonesia bagi rakyat
Indonesia.

3) Penggagas Sumpah Presiden

Pada masa pendudukan Jepang di


tahun 1942, Abikoesno menjabat
sebagai anggota PUTERA (Pusat
Tenaga Rakyat), anggota Chuo
Sangi-in (Dewan pertimbangan
pusat pada saat pendudukan Jepang
di wilayah Indonesia), serta menjadi
anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) sebagai perwakilan dari golongan Islam. Dalam menjalankan
pemerintahannya, Jepang banyak memanfaatkan tenaga tokoh-tokoh
bangsa Indonesia termasuk di antaranya RM. Abikoesno Tjokrosujoso.
Keahliannya dalam bidang arsitek dimanfaatkan Jepang untuk menangani
pembuatan gedung-gedung baru di Jakarta, pembuatan kamar bola, dan
perbaikan Istana Merdeka yang mengalami kerusakan berat serta hampir
roboh.

Dalam perkembangannya, Abikoesno pun ditunjuk sebagai anggota


“Komite Nine” atau Panitia Sembilan BPUPKI. Panitia Sembilan ini
dibentuk karena terjadinya kebuntuan saat membahas asas dan dasar negara
pada saat Sidang I BPUPKI (29 Mei 1945 – 1 Juni 1945).
Pada 22 Juni 1945 berhasil merumuskan rancangan undang-undang
dasar yang kelak disebut sebagai Piagam Jakarta (Jakarta Charter). BPUPKI
menyetujui rancangan tersebut dengan melakukan beberapa perubahan, di
antaranya mengubah sila pertama dasar negara (Pancasila) dari “Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”,
menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”.
Pada saat rapat tersebut memasuki sesi pembahasan tentang Sumpah
Presiden, Abikoesno mengajukan usul pertama kali, dan diterima melalui
beberapa perubahan. Hal ini membuat Abikusno memperoleh gelar sebagai
“Penggagas Sumpah Presiden”. Pandangan Abikoesno tersebut yaitu:
"Demi Allah saja bersoempah sebagai Presiden & Wakil Presiden
akan memegang tegoeh dan memelihara Udang-Undang Dasar Republik
Indonesia. Saja bersoempah akan mempertahankan dan Kedaoelatan
negara, akan mempertahankan dan menjaga dengan djiwa raga saja
Kemerdekaan dan Kedaoelatan negara, akan melakoekan semoea oesaha
jang ditentoekan oleh segala Uendang-Uendang negara dan peratoerannya
oentuk menjaga dan memajoekan kemakmoeran dan kesejahteraan noesa
dan bangsa".
Pendapat dan pandangan Abikoesno itu ditanggapi oleh Soerjo yang
memandang perlu ditambah dengan kata-kata "Menjauhkan kepentingan
sendiri dan golongan sendiri". Pandangan Abikoesno juga ditanggapi oleh
Soekardjo Wirjopranoto yang berpendapat presiden itu adalah kepala
negara yang akan mempertahankan dengan jiwa raga kemerdekaan dan
kedaulatan Negara Indonesia.
Kontribusi Abikoesno Tjokrosoejoso dalam BPUPKI terus mengalir
dalam rapat-rapat lanjutan. Termasuk di antaranya ia teliti mengoreksi
rancangan pernyataan kemerdekaan yang digagas Sukarno.

4) Menjadi Menteri Perhubungan RI Pertama


Setelah dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan pada 17
Agustus 1945 ke seluruh pelosok tanah air dan penjuru dunia, keesokan
harinya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan
sidang pertama kali di Gedung Kesenian Jakarta dan menghasilkan
beberapa keputusan ketatanegaraan serta landasan politik bagi Indonesia
merdeka. Keputusan yang diambil diantaranya adalah pengesahan Undang-
Undang Dasar Negara dan memilih Presiden dan Wakil Presiden yaitu Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta serta Presiden akan dibantu oleh sebuah
Komite Nasional. Sidang kedua PPKI pada 19 Agustus 1945 menetapkan
terbentuknya dua belas departemen dan Abikoesno ditunjuk menjadi
Menteri Perhubungan yaitu dari tanggal 19 Agustus – 14 November 1945.
Walaupun masa jabatan yang relative singkat, Abikoesno telah banyak
memberikan sumbangsih untuk memperlancar transportasi di wilayah
Indonesia. Ia mulai membuka akses perhubungan antar kota seperti
dibukanya jalur kereta api Jakarta-Merak dan berhasil menyusun program
pembaruan perhubungan yang merupakan faktor penting dalam
meningkatkan perekonomian, perdagangan dan lain-lain.

C. Sumber
https://munasprok.go.id/Web/baca/132#:~:text=Abikoesno%20adalah%20sala
h%20satu%20Bapak,yang%20dikenal%20dengan%20Piagam%20Jakarta.
https://tirto.id/abikusno-tjokrosujoso-wakil-islam-di-bpupki-yang-keras-
kepala-dKTD?page=all#secondpage
https://www.lensaindonesia.com/2021/06/19/abikoesno-tjokrosoejoso-putra-
madiun-sang-penggagas-sumpah-presiden.html?amp=1
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/mpnp/diskusi-tokoh-abikoesno-
tjokrosoejoso/
"Tokoh-tokoh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia"
(hlm. 63-67). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah
dan Nilai Tradisional Proyek Inventaris dan Dokemntasi Sejarah Nasional.

Anda mungkin juga menyukai