No : 01
A. Latar Belakang
1. Keluarga
Abikoesno Tjokrosoejoso dilahirkan dari keluarga bangsawan di
Delopo, Madiun, 15 Juni 1897. Abikoesno adalah adik HOS.
Tjokroarninoto, seorang pemimpin Sarekat Islam sebelum Perang Dunia II.
Orang tuanya bemama Raden Mas TJokroamiseno, pensiunan wedana
Distrik Kanigoro, Madiun. Ia adalah anak kesembilan dari duabelas
bersaudara. Saat saudara-saudaranya lebih memilih pamong praja atau
pegawai Pemerintah Hindia Belanda, ia dan kakanya, Tjokroaminoto justru
lebih fokus mengorganisir massa pro-kemerdekaan.
2. Pendidikan
Abikoesno Tjokrosoejoso memiliki latar keluarga bangsawan
sehingga ia lebih mudah untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Abikoesno
berhasil lulus dari Koningin Emma School, Surabaya pada 8 Juni 1917.
Kecerdasan yang dimilikinya mengantarkannya berhasil lulus dalam ujian
profesi arsitek (architectesexamen) pada 7 Februari 1925 di Jakarta. Pada
tahun yang sama, ia pun berhasil meraih gelar arsiteknya melalui kursus
tertulis yang dikirimkan dari Negeri Belanda yang ia pelajari secara
korespondensi. Abikoesno adalah insinyur swasta yang lulus ujian untuk
mendapatkan izin praktek sebagai arsitek melalui BOW (Burgelijke
Openbare Werken - Kantor Pekerjaan Umum).
3. Akhir Hidup
Abikoesno merupakan pejuang bangsa yang gigih, ulet, disiplin,
tegas serta memegang teguh prinsip agama dalam hidupnya. Ia wafat pada
11 November 1968 di usia 72 tahun dan dimakamkan dengan upacara
kenegaraan di Taman Makam Pahlawan Surabaya diiringi doa rakyat
Surabaya yang turut menghadiri pemakamannya.
B. Peran
1) Pengurus Serekat Islam di Kediri
Di samping kesibukannya sebagai pemborong bangunan, Abikoesno
juga ambil bagian dalam perjuangan Sarekat Islam sejak tahun 1923. Ia
duduk dalam pengurus Sarekat Islam Cabang Kediri sekaligus menjadi
pimpinan redaksi majalah mingguan Sri Djojobojo yang membuat majalah
ini berkembang pesat. Melalui majalah ini Abikoesno mengungkapkan
berbagai macam masalah ekonomi, sejarah, kebudayaan, dan penangkapan
tokoh-tokoh Sarekat Islam. Semakin lama para pembaca Sri Djojobojo
menjadi semakin sadar karena majalah ini secara berani memuat kritik yang
tajam mengenai penyelewengan para pejabat Pemerintah Hindia Belanda.
Dalam memimpin Sarekat Islam Abikoesno seringkali berbeda
pendapat dengan kawan-kawannya, namun hal ini bukan merupakan
sesuatu yang merintanginya untuk terus berjuang. Dalam tubuh Sarekat
Islam ketika itu terbentuk 2 kelompok yaitu aliran kooperatif dan
nonkooperatif terhadap Belanda. Polemik ini dibawa ke Kongres Majelis
Taklim di Malang pada 8-12 Juli 1936. Kongres membawa Abikusno ke
tampuk kepemimpinan PSII. Perdebatan terkait sikap partai ia menangkan
sebab Agus Salim dan kawan-kawan pendukung kooperasi keluar setahun
setelahnya.
Kebolehan Abikoesno bagi kaum pergerakan terlihat ketika terjadi
penangkapan pemimpin-pemimpin SI yang telah berubah nama menjadi
PSII (Partai Serekat Islam Indonesia) di Bolaang Mangondow. Abikoesno
datang ke Sulawesi Utara untuk membela mereka sehingga Raja Bolaang
Mangondow Adam Faidolot diperingankan hukumannya dan dikirim ke
Sukamiskin (Bandung).
C. Sumber
https://munasprok.go.id/Web/baca/132#:~:text=Abikoesno%20adalah%20sala
h%20satu%20Bapak,yang%20dikenal%20dengan%20Piagam%20Jakarta.
https://tirto.id/abikusno-tjokrosujoso-wakil-islam-di-bpupki-yang-keras-
kepala-dKTD?page=all#secondpage
https://www.lensaindonesia.com/2021/06/19/abikoesno-tjokrosoejoso-putra-
madiun-sang-penggagas-sumpah-presiden.html?amp=1
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/mpnp/diskusi-tokoh-abikoesno-
tjokrosoejoso/
"Tokoh-tokoh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia"
(hlm. 63-67). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah
dan Nilai Tradisional Proyek Inventaris dan Dokemntasi Sejarah Nasional.