Anda di halaman 1dari 3

Raden Saleh

Raden Saleh Syarif Bustaman adalah sosok keturunan bangsawan kelahiran Terboyo,
Semarang Jawa Tengah terlahir pada tahun 1807 atau 1811 dan meninggal dunia pada
tanggal 25 April 1880 di Buittenzorg Hindia Belanda. Ayahnya bernama Sayyid Hoesen bin
Alwi bin Awal bin Jahja, dan ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen. Raden Saleh
dikenal dengan gaya Romantisisme dan disebut sebagai sebagai pionir pelukis modern di
Indonesia.
Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan
lembaga-lembaga elite Hindia Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt,
pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan
untuk Jawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di
departemennya. Kebetulan di instansi itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J. Payen yang
didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan
kantor Departemen van Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan
berinisiatif memberikan bimbingan.
Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, tetapi mantan
mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden Saleh
mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat
minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa mencari
model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe
orang Indonesia di daerah yang disinggahi.
Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, Payen mengusulkan agar Raden
Saleh bisa belajar ke Belanda. Usul ini didukung oleh Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van der
Capellen yang memerintah waktu itu (1819-1826), setelah ia melihat karya Raden Saleh.
Tahun 1829, nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran
Diponegoro oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Capellen membiayai Saleh belajar
ke Belanda. Namun, keberangkatannya itu menyandang misi lain. Dalam surat seorang
pejabat tinggi Belanda untuk Departemen van Kolonieen tertulis, selama perjalanan ke
Belanda Raden Saleh bertugas mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang adat-
istiadat dan kebiasaan orang Jawa, Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu. Ini menunjukkan
kecakapan lain Raden Saleh.
Dua tahun pertama di Eropa ia pakai untuk memperdalam bahasa Belanda dan belajar
teknik mencetak menggunakan batu. Sedangkan soal melukis, selama lima tahun pertama, ia
belajar melukis potret dari Cornelis Kruseman dan tema pemandangan dari Andries
Schelfhout karena karya mereka memenuhi selera dan mutu rasa seni orang Belanda saat itu.
Krusseman adalah pelukis istana yang kerap menerima pesanan pemerintah Belanda dan
keluarga kerajaan.
Raden Saleh makin mantap memilih seni lukis sebagai jalur hidup. Ia mulai dikenal,
malah berkesempatan berpameran di Den Haag dan Amsterdam. Melihat lukisan Raden
Saleh, masyarakat Belanda terperangah. Mereka tidak menyangka seorang pelukis muda dari
Hindia dapat menguasai teknik dan menangkap watak seni lukis Barat.
Saat masa belajar di Belanda usai, Raden Saleh mengajukan permohonan agar boleh
tinggal lebih lama untuk belajar "wis-, land-, meet- en werktuigkunde (ilmu pasti, ukur tanah,
dan pesawat), selain melukis. Dalam perundingan antara Menteri Jajahan, Raja Willem
I (1772-1843), dan pemerintah Hindia Belanda, ia boleh menangguhkan kepulangan ke
Indonesia. Tapi beasiswa dari kas pemerintah Belanda dihentikan.
Saat pemerintahan Raja Willem II (1792-1849) ia mendapat dukungan serupa.
Beberapa tahun kemudian ia dikirim ke luar negeri untuk menambah ilmu,
[6]
misalnya Dresden, Jerman. Di sini ia tinggal selama lima tahun dengan status tamu
kehormatan Kerajaan Jerman, dan diteruskan ke Weimar, Jerman (1843). Ia kembali ke
Belanda tahun 1844. Selanjutnya ia menjadi pelukis istana kerajaan Belanda.
Wawasan seninya pun makin berkembang seiring kekaguman pada karya
tokoh romantisme Ferdinand Victor Eugene Delacroix (1798-1863),
pelukis Prancis legendaris. Ia pun terjun ke dunia pelukisan hewan yang dipertemukan
dengan sifat agresif manusia. Mulailah pengembaraannya ke banyak tempat, untuk
menghayati unsur-unsur dramatika yang ia cari.
Saat di Eropa, ia menjadi saksi mata revolusi Februari 1848 di Paris, yang mau tak
mau memengaruhi dirinya. Dari Prancis ia bersama pelukis Prancis kenamaan, Horace
Vernet, ke Aljazair untuk tinggal selama beberapa bulan pada tahun 1846. Di kawasan inilah
lahir ilham untuk melukis kehidupan satwa di padang pasir. Pengamatannya itu membuahkan
sejumlah lukisan perkelahian satwa buas dalam bentuk pigura-pigura besar. Negeri lain yang
ia kunjungi: Austria dan Italia. Pengembaraan di Eropa berakhir tahun 1851 ketika ia pulang
ke Hindia bersama istrinya, wanita Belanda yang kaya raya.
Saleh kembali ke Hindia Belanda pada 1852 setelah 20 tahun menetap di Eropa. Dia
bekerja sebagai konservator lukisan pemerintahan kolonial dan mengerjakan sejumlah portret
untuk keluarga kerajaan Jawa, sambil terus melukis pemandangan. Namun dari itu, ia
mengeluhkan akan ketidaknyamanannya di Jawa. "Di sini orang hanya bicara tentang gula
dan kopi, kopi dan gula" ujarnya di sebuah surat. Saleh membangun sebuah rumah di
sekitar Cikini yang didasarkan istana Callenberg, di mana ia pernah tinggal saat berada di
Jerman. Dengan taman yang luas, sebagian besarnya dihibahkan untuk kebun binatang dan
taman umum pada 1862, yang tutup saat peralihan abad. Pada 1960, Taman Ismail
Marzuki dibangun di bekas taman tersebut, dan rumahnya sampai sekarang masih berdiri
sebagai Rumah Sakit PGI Cikini.
Pada 1867, Raden Saleh menikahi gadis keluarga ningrat keturunan Kraton
Yogyakarta bernama Raden Ayu Danudirja dan pindah ke Bogor, dimana ia menyewa sebuah
rumah dekat Kebun Raya Bogor yang berpemandangan Gunung Salak. Di kemudian hari,
Saleh membawa istrinya berjalan-jalan ke Eropa, mengunjungi negeri-negeri seperti Belanda,
Prancis, Jerman, dan Italia. Namun istrinya jatuh sakit saat di Paris, sakitnya masih tidak
diketahui hingga sekarang, dan keduanya pun pulang ke Bogor. Istrinya kemudian meninggal
pada 31 Juli 1880, setelah kematian Saleh sendiri 3 bulan sebelumnya.
Tokoh romantisme Delacroix dinilai memengaruhi karya-karya berikut Raden Saleh
yang jelas menampilkan keyakinan romantismenya. Saat romantisme berkembang di Eropa di
awal abad 19, Raden Saleh tinggal dan berkarya di Prancis (1844 - 1851).
Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung
paradoks. Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas)
sekaligus ketidakpastian takdir (dalam realitas). Ekspresi yang dirintis pelukis
Prancis Gerricault (1791-1824) dan Delacroix ini diungkapkan dalam suasana dramatis yang
mencekam, lukisan kecoklatan yang membuang warna abu-abu, dan ketegangan kritis antara
hidup dan mati.
Lukisan-lukisannya yang dengan jelas menampilkan ekspresi ini adalah bukti Raden
Saleh seorang romantisis. Konon, melalui karyanya ia menyindir nafsu manusia yang terus
mengusik makhluk lain. Misalnya dengan berburu singa, rusa, banteng, dll. Raden Saleh
terkesan tak hanya menyerap pendidikan Barat tetapi juga mencernanya untuk menyikapi
realitas.

Anda mungkin juga menyukai