Anda di halaman 1dari 23

DKV C 2018

Sejarah Seni Rupa Indonesia Baru

Anggota kelompok :
 Cindy Kurniawan 625180117
 Sukma Miranda 625180135
 Christantio Hartanto 625180143
 Elya Mulyadi 625180148
 Shierly 625180150
HINDIA MOLEK
PENDAHULUAN
• Pada mulanya istilah Mooi Indie pernah dipakai untuk memberi judul reproduksi sebelas lukisan pemandangan cat air Du Chattel yang diterbitkan dalam bentuk
portfolio di Amsterdam tahun 1930. Namun demikian istilah itu menjadi popular di Hindia Belanda semenjak S. Sudjojono memakainya untuk mengejek pelukis-pelukis
pemandangan dalam tulisannya pada tahun 1939. Dia mengatakan bahwa lukisan-lukisan pemandangan yang serba bagus, serba enak, romantis bagai di surga, tenang
dan damai, tidak lain hanya mengandung satu arti: Mooi Indie (Hindia Belanda yang Indah).
• Berawal dari para pelukis yang karena kelahiran dan tempat tinggalnya di Indonesia (Hindia Belanda) menjadi para pelukis Indo Belanda atau biasa disebut Indische
Schilderer, serta ditambah para pelukis asing yang datang dari berbagai negara Eropa. Sehingga ada proses asimilasi dan alkulturasi yang kental yang mempengaruhi
corak mooi indie.
• Lukisan-Iukisan Mooi Indie dapat dikenali dari penampilan fisiknya. Bentuk atau subyek maternya adalah pemandangan alam yang dihiasi gunung, sawah, pohon penuh
bunga, pantai atau telaga. Selain itu kecantikan dan eksotisme wanita-wanita pribumi, baik dalam pose keseharian, sebagai penari, atau pun dalam keadaan setengah
busana. Laki-Iaki pribumi juga sering muncul sebagai obyek lukisan, biasanya sebagai orang desa, penari atau bangsawan yang direkam dalam setting suasana Hindia
Belanda.
• Menurut M. Agoes Burhan, wama yang dipakai untuk mengungkapkan obyek-obyek itu kebanyakan cerah dan mengejar cahaya yang menyala. Karakter garisnya lembut
sebagaimana lukisan Du Chattel, sampai lincah dan spontan seperti Isaac Israel, tetapi tidak ada yang sampai liar sebagaimana goresan orang-orang ekspresionis.
Mereka menempatkan obyek-obyek dalam komposisi yang formal, seimbang, sehingga menghasilkan suasana tenang. Konsekuensinya, komposisi yang mengarah pada
struktur diagonal atau bloking objek-objek dari sudut kanvas untuk menimbulkan suasana tegang dan dramatis jarang dipakai. Ciri-ciri fisik yang demikian itu merupakan
manifestasi dari ide pelukisnya yang ingin merealisasikan impian untuk melihat negeri Timur, yang bagi pelukis-pelukis Belanda merupakan dunia dongeng sejak masa
kanak-kanak mereka. Terdapat empat kelompok pelukis dari aliran Indie Mooi ini yang mulai berkembang pada awal abad ke-20 ini, yaitu:
• Orang asing yang datang dari luar negeri yang jatuh cinta pada keindahan negeri ini dan menemukan obyekobyek yang cocok di tanah Hindia. Misalnya F.J. du Chattel,
Manus Bauer, Nieuwkamp, Isaac Israel, PAJ Moojen, Carel Dake, Romualdo Locatelli (Itali), dll.
• Orang-orang Belanda kelahiran Hindia Belanda, misalnya Henry van Velthuijzen, Charles Sayers, Ernest Dezen~e, Leonard Eland, Jan Frank, dll
• Orang pribumi yang berbakat melukis dan mendapat ketrampilan dari dua kelompok di atas, misalnya Raden Saleh, Mas Pirngadi, Abdullah Surisubroto, Wakidi, Basuki
Abdullah, Mas Soeryo Soebanto, Henk Ngantunk
• Orang-orang Cina yang mulai muncul pada dasawarsa ketiga abad 20, khususnya Lee Man Fong, Oei Tiang Oen dan Biau Tik Kwie. Pada umurnnya, dalam melakukan
publikasi karya-karyanya mereka mengadakan pameran selama di Jakarta bertempat di Bataviasche Kuntkringgebouw, Theosofie Vereeniging, Kunstzaal Kolff & Co, Hotel
Des Indes, dll.
• Yang dapat disimpulkan ada 5 penggerak aliran lukis dimasa ini, yakni: A. A. J Payen (1792-1853), Raden Saleh (1807-1880), Abdullah Suryobroto (1878-1941), Wakidi
(1888-1979), dan Mas Pirngadi (1875-1936)
HINDIA MOLEK
TOKOH PENTING MOOI INDIE
• A. A. J. PAYEN (Belgia 1792-1853)
Antoine A.J PAYEN ialah penggerak utama atau penghubung antara koonial Belanda pada masa itu dengan Indonesia. Payen sebutannya ialah pribumi yang dipercayai
colonial Belanda saat itu untuk bekerja pada “Badan Penyelidik Pengetahuan dan Kesenian” yang dikepalai oleh C.G.C. Reinwardt. Saat itu payen bekerja bersama Bik
bersaudara (Theodorus Bik dan Adrianus Bik) dengan tugas resmi melukis alam, kota, pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan fauna untuk kepentingan Natural Sciences
Commission pada badan yang dipimpin Reinwardt tersebut.
Pertemuan pertamanya dengan muridnya Raden Saleh di tempat tersebut mengembangkan minat gambar pribumi, secara khusus Raden Saleh. Bersama Bik
bersaudara dia mengajari Raden Saleh menggambar.
Setelah Inggris “menyerahkan” kembali Indonesia kepada Belanda ditahun 1816, pemerintahan jajahan yang baru dari Nederland tidak saja membawa penguasa-
penguasa kolonial, tetapi juga beberapa guru besar atau professor yang diantaranya adalah Reinwardt yang dikuasakan untuk melakukan penyelidikan-penyelidikan tentang
“Pengetahuan dan Kesenian”, selain itu juga para pelukis yang diantaranya adalah Payen sendiri yang menjadi pelukis pada “Badan Penyelidik Pengetahuan dan Kesenian”
tersebut. Para pelukis ini ditugaskan melukis alam dan pemandangan di Indonesia.
Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, namun mantan mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden
Saleh mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling
Jawa mencari model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe orang Indonesia di daerah yang disinggahi.
Ketertarikannya pada keindahan alam Indonesia Muncul seketika saat menjalani tugas tersebut, jadi beliau merasa bahwa tugas yang dia bebani ini juga sebagai
pengetahuan yang pada akhirnya akan menjadi identitas estetika Indonesia (hindia-belanda pada masa itu) pada beberapa masa. Beberapa sumber mempercayai bahwa
Payen ialah pengaruh besar pada perkembangan keseni rupaan Raden Saleh yang juga menurunkan paham mooi indie pada kapasitas yang tidak lama.
HINDIA MOLEK
TOKOH PENTING MOOI INDIE
• RADEN SALEH (Semarang 1807-1880)
Info yang saya dapatkan memang tidak merujuk bahwa Raden Saleh ialah seniman mooi indie secara utuh. Namun tak dapat dipungkiri Beliau adalah salah satu
pengauh Mooi Indie/seni rupa modern Indonesia. Berawal dari ketertarikannya menggambar yang dibimbing oleh Payen membuat citra mooi indie harus dia terima walaupun
studinya keluar negri mengubah penggayaan dan estetika-nya.
Raden Saleh Sjarif Boestaman (Semarang, 1807 – Buitenzorg (sekarang Bogor), 23 April 1880) tercatat sebagai salah seorang pelukis paling terkenal dari Indonesia.
Kiprahnya di dunia Seni Rupa berawal Sejak usia 10 tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya di Batavia. Kegemaran
menggambar mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School).
Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan lembaga-lembaga elite Hindia-Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt,
pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di
departemennya. Kebetulan di instansi itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J. Payen yang didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa
untuk hiasan kantor Departemen van Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan berinisiatif memberikan bimbingan.
Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, namun mantan mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden
Saleh mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling
Jawa mencari model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe orang Indonesia di daerah yang disinggahi.
Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, Payen mengusulkan agar Raden Saleh bisa belajar ke Belanda. Usul ini didukung oleh Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van
der Capellen yang memerintah waktu itu (1819–1826), setelah ia melihat karya Raden Saleh.
Tahun 1829, nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Capellen membiayai Saleh belajar ke
Belanda. Namun, keberangkatannya itu menyandang misi lain. Dalam surat seorang pejabat tinggi Belanda untuk Departemen van Kolonieen tertulis, selama perjalanan ke
Belanda Raden Saleh bertugas mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang adat-istiadat dan kebiasaan orang Jawa, Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu. Ini
menunjukkan kecakapan lain Raden Saleh.
Seperti yang dibahas sebelumnya payen diberi kesempatan untuk bersekolah diluar negri dan oleh karena itu seleah berpulangnya dari studinya tersebut Raden Saleh
membawa paham-paham estetika barat yang berkembang pada masa itu. Yakni Romantisme
Sepulangnya dari studi panjangnya Tak banyak catatan seni yang dia gores. Ia dipercaya menjadi konservator pada “Lembaga Kumpulan Koleksi Benda-benda Seni”.
Beberapa lukisan potret keluarga keraton dan pemandangan menunjukkan ia tetap berkarya.
Karya yang paling menunjukan “kemolekannya” salah satunya ialah “Javanese Landscape, with Tigers Listening to the Sound of a Traveling Group”
HINDIA MOLEK
TOKOH PENTING MOOI INDIE
• ABDULLAH SURYOBROTO (1878-1941)
Tidak terlalu banyak info yang menerangjan Abdullah Suryobroto selain beliau ialah ayah kandung dari seniman flamboyant Raden Basoeki Abdullah, bersama
rekannya wakidi dan pringadie beliau mencetus mooi indie secara utuh.
Pelukis R Abdullah Suriosubroto adalah putera Dr Wahidin Sudirohusodo, perintis pergerakan nasional ”Budi Utomo”. Tetapi berlainan dengan ayahnya, Abdullah sama
sekali tidak tertarik dengan dunia pergerakan, dia mengambil jalan hidup berbeda. Dia berkesempatan belajar di negeri Belanda mengikuti tujuan ayahnya supaya Abdullah
menempuh studi kedokteran, tetapi sesuai kenyataannya Abdullah malah belajar seni lukis di Den Haag.
Sebenarnya yang saya tangkap dari penggayaan luis Abdullah hamper sama dengan ajaran payen kepada Raden Saleh. Yakni menggambarkan nuansa romantisme gaya
Eropa yang dituangkan versi keindahan Indonesia, dimana alam mendominasi. Berbeda kembangannya dengan putranya Basuki Abdullah yang mengembangkan mooi indie
lebih ditekankan kepada keindahan wanita.

• Wakidi (Palembang, 1889/1890–1979)


Wakidi (1889-1979) adalah pelukis berusia panjang. Wakidi yang orang tuanya asal Semarang, namun dia sendiri lahir di Plaju, Sumatera Selatan ini memilih untuk menetap di
Sumatera Barat. Dia memperoleh pendidikan di Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru) yang berdiri sejak 1837 di Bukittinggi. Di sekolah inilah Wakidi mendalami pelajaran
menggambar dan melukis (1903).
Mengingat kemampuan luar biasa yang dimiliki Wakidi di usia mudanya, setamat disana, dia memperoleh tawaran menjadi guru lukis dan menggambar untuk membina dan
mengasuh anak-anak pribumi yang menempuh pendidikan di Kweekschool. Diantara murid Wakidi tercatat tokoh proklamator Bung Hatta dan mantan Ketua MPRS Jenderal
Besar Abdul Haris Nasution.
Tidak hanya di Kweekschool, beberapa tahun kemudian Wakidi ditawari menjadi guru di INS Kayutanam, yang didirikan M. Syafei pada tahun 1926. Di INS Wakidi ternyata
juga disukai dan disenangi puluhan bahkan ratusan murid dan pengikut-pengikutnya.
Diantara murid-muridnya terdapat tokoh berkesinambungan yang berkiprah dalam peta seni lukis nasional seperti Baharuddin MS, Syamsul Bahar, Mara Karma, Hasan Basri
DT. Tumbijo, Nasjah Jamin, Montingo Busye, Zaini, Nashar, Ipe Makruf, Alimin Tamin, Nuzurlis Koto, Arby Samah, Muslim Saleh, Mukhtar Apin, AA Navis, Mukhtar Jaos,
Osmania dan banyak lagi hingga ke tokoh-tokoh muda saat ini.
HINDIA MOLEK
TOKOH PENTING MOOI INDIE
• MAS PRINGADI (1875-1936)
Mas Pirngadi lahir dalam keluarga ningrat pada tahun 1875. Beliau merupakan salah seorang pelukis aliran naturalis Indonesia paling berbakat.
Awalnya, beliau belajar melukis dengan bahan caat air dari seorang pelukis Belanda, Du Chattel. Kemudian, beliau mengajar pelukis-pelukis terkenal seperti
Sudjono dan Suromo. Tokoh lain yang dianggap sbagai pelukis terkenal Indonesia adalah Wahidi dan Abdullah Suryosubroto. Mereka terkenal sebagai pelukis
Indonesia pada zaman penjajahan Belanda awal abad ke-20. Mas Pirngadi sangat ahli melukis pemandangan alam dan orang. Disamping itu, beliau juga
menghasilkan waktu bertahun-tahun membuat gambar terinci untuk Royal Batavia Society for Arts dan Sciences and the Archeological Service. Beliau
meninggal pada tahun 1936.
Dalam melukis pemandangan alam, Abdullah dan Wakidi nampak lebih produktif maupun berkemampuan dibanding dengan Pirngadi yang tersita oleh
pekerjaan rutinnya sebagai ilustrator museum antropologi di Jakarta.
HINDIA MOLEK
ERA PERSAGI, RUNTUHNYA INDIE MOOI
Zaman pergerakan yang ditandai dengan terselenggaranya Sumpah Pemuda 1928, dan pecahnya Perang Asia Timur dengan Jepang sebagai pemenangnya
mempengaruhi geliat seni lukis di tanah air. Mazhab Mooi Indie lantas dikecam dan dikritik habis, dianggap hanya mengabadikan keindahan alam Indonesia saja dan kurang
tanggap terhadap kenyataan di sekitarnya yang tidak semuanya indah, serba enak, tenang dan damai.
Di sisi lain, pengembangan pada teknik melukis sangat diperhatikan pada masa itu, sehingga seni lukis realisme Indonesia makin memiliki identitas pribadi. Paska
Sumpah Pemuda, terjadilah polemik kebudayaan yang riuh rendah dalam media massa. Terutama pada kurun waktu 1935-1939. Para pelukis tidak mau ketinggalan dan ikut
ambil bagian. Tokoh-tokoh semacam Lee Man Fong, Ui Tiang Un, Henk Ngantung, Siauw Tik Kwie, Pirngadi, Subanto, Imandt, Jan Frank, Rudolf Bonnet ikut pula berdebat.
Sindudarsono Sudjojono (1913-1986) dan Affandi Koesoema (1907-1990) adalah dua tokoh yang paling menonjol pada masa itu. Berbeda dengan Affandi yang
pendiam, Sudjojono adalah tokoh yang keras dan pemberang. Selain sebagai pelukis, dia juga kritikus seni lukis berlidah tajam. Pak Djon – begitu panggilan akrabnya – kerap
mengecam Basoeki Abdullah yang dianggap bibit penerus mooi indie sebagai tidak nasionalistis, karena hanya melukis perempuan cantik dan pemandangan alam. Kritik Pak
Djon itu tentu saja membuat berang Basoeki.
Pak Djon dan Basoeki kemudian dianggap sebagai musuh bebuyutan, bagai air dan api, sejak 1935. Namun di luar itu, Pak Djon yang memang memulai karirnya
sebagai seorang guru sekolah menengah dianggap pionir yang mengembangkan seni lukis modern khas Indonesia. Pengikut dan muridnya banyak, sehingga komunitas
seniman, menjulukinya sebagai Bapak Seni Lukis Indonesia Baru.
Sebenarnya alasan Pak Djon mengancam geliat Basuki Abdullah tidak tanpa dasar, alasannya untuk mengakhiri masa mooi indie yang hanya menangkap keindahan
negaranya tanpa menangkap kegelisahan dan rasa keprihatinan yang juga bagian dari keindahan bangsa kita sendiri. Juga kuatnya pengaruh “barat” dalam penggayaan
lukisan mooi indie manjadikan semakin kuatnya panggilan nasionalis Pak Djon.
Sudjojono memang tidak sendiri, bersama PERSAGI Pak Djon mulai mengaktifkan seni sebagai orasi, dan beberapa kekuatan propaganda lainnya. Berbeda hal dengan
basuki Abdullah yang hingga kematiannya mempertahankan kepercayaan yang dianut sesepuhnya.
Namun beberapa sumber dan informasi yang didapat, Basuki Abdullah akhirnya menyadari bahwa seni modern adalah seni yang menutarakan kegelisahan
dibandingkan hanya keindahannya saja. Beberapa karya Basuki Abdullah mulai melenceng.
PERSAGI pimpinan sudjojono adalah babakan baru dalam kasanah seni rupa Indonesia, tapi PERSAGI pun tak bisa mengelak keberadaannya pasti secaa tidak langsung
dipengaruhi oleh gerakan MOOI INDIE. Karena dari adanya ketertekanan munculah suatu kesadaran dan paham baru yang mempelopori perkembangan suatu zaman.
HINDIA MOLEK
Karya
Judul : Mountain Landscape
Karya : Wakidi
Media : Cat Minyak diatas canvas
Ukuran : 139.5x197 cm
Pitamaha
• Pitamaha merupakan sebuah perkumpulan seluruh seniman
Bali yang dibentuk pada tahun 1936 oleh Walter Spies,
Rudolph Bonnet, Gusti Nyoman Lempad, dan Cokorda Gede
Agung Sukawati. Diambil dari bahasa Jawa Kuno atau Kawi,
Pitamaha berarti ‘Great Grandfather’ atau ‘the ideas of
creation’.
Pitamaha
Latar Belakang
• Pada tahun 1920an, Bali menjadi salah satu pusat kesenian
yang didatangi oleh bangsa Eropa karena citra eksotik yang
dimilikinya. Dengan Rudolf Bonnet, Gusti Nyoman Lempad,
dan Tjokorda Gede Agung Sukawati, Spies mendirikan
Masyarakat Seni Pita Maha pada tahun 1936.
Pitamaha
Teknik-teknik Lukis Pitamaha
1. Teknis Lukis Ubud
• Ngorten- pembuatan sketsa
• Nyawi- pembuatan outline
• Ngabur- menambahkan warna hitam, tetapi lebih ekspresif
• Nguap- menambah kedalaman
• Nyenter- membuat highlight dengan menggunakan warna
2. Teknik Lukis Batuan
• Nyawi – Penggambaran garis halus
• Ngucek – Memperjelas bagian-bagian tertentu
• Nyawi 2 dan Manyunan- menggunakan tinta untuk memperjelas pola dan motif
• Ngabur- menambahkan highlight dengan warna hitam dan putih
• Ngewarna- pewarnaan dengan menggunakan akrilik
Pitamaha
Tujuan dan Peranan Pitamaha
• Pitamaha memiliki tujuan yaitu melestarikan kesenian Bali,
menstimulasi perkembangan seni, dan memberikan
kemakmuran bagi para anggotanya.
Pitamaha
Contoh Seniman dan Karya-Karya Seni
• Anak Agung Gde Sobrat

• Judul Lukisan: Penari Bali sedang Berhias


(1937-1992)
Pitamaha
Contoh Seniman dan Karya-Karya Seni
• Ida Bagus Made

• Judul Lukisan: Dewa Ruci (1986)


Pitamaha
Contoh Seniman dan Karya-Karya Seni
• Ida Bagus Nyana

• Judul Karya: Belajar Menari (1979)


Pitamaha
Contoh Seniman dan Karya-Karya Seni
• Cokot

• Judul Karya: Kala dan Paksi (1971)


Pitamaha
Contoh Seniman dan Karya-Karya Seni
• I Nyoman Lempad

• Judul Karya: Bima memboyong saudara-


saudaranya (1986)
Raden Saleh
Terkenal sebagai pelukis potret alam dan binatang, Raden Saleh
merupakan salah seorang sosok pembaharu dalam sejarah seni lukis
indonesia lahir di Terboyo, Semarang pada 1814, ia berkesempatan belajar
melukis bersama A. A. J. PAYEN, pelukis keturunan Belgia yang erja di
Bogor. Setelah itu ia melanglang buana singgah di Belanda pada 1829 -
1839 lalu hijrah ke Jerman pada 1843 - 1848. Pada 1851 ia kembali ke
tanah Jawa dan tinggal di Bogor sampai ia tutup usia pada 1880.
Gaya lukisan :
• Romanticism
• Paradoks
Raden Saleh
Karya

• "A Flood on Java" by


Raden Saleh, Year: 1865-
1876
Raden Saleh
Karya

• "Penangkapan Diponegoro
I" by Raden Saleh,
Medium: Oil on canvas,
Size: 77cm x 110cm, Year:
1830
Raden Saleh
Karya

• "Penangkapan Diponegoro
II" by Raden Saleh,
Medium: Oil on canvas,
Size: 112cm x 178cm,
Year: 1857
Raden Saleh
Karya
• "Ship in Storm I" by Raden
saleh, Year: 1811 - 1880
Raden Saleh
Karya

• "Ship in Storm II" by


Raden saleh, Year: 1811 -
1880

Anda mungkin juga menyukai