Anda di halaman 1dari 157

1 Raden Saleh Perintis Seni Rupa

Modern

Kala ins, pertengahan abad ke-19,


hampir sebagian besar seniman
bumiputera n mengacu pada gaya
tradisional yang berkembang di
daerah-daerah dan sebagian terbe
bersifat dekoratif, seperti lukisan
Bali, ilustrasi Jawa, dan ornamen di
Toraja a Kalimantan. Kemudian,
muncullah Raden Saleh yang
melukis dengan gaya seni Barat
Sebelumnya, Raden Saleh belajar
pada sejumlah orang Belanda, di
antaranya membuat sepainting atau
lukisan dalam bentuk pigura.
Hal yang mengagumkan yaitu
kemampuan Raden Saleh untuk
menampilkan te yang berbeda dari
seni lukis tradisional Indonesia yang
umumnya bersifat keagama mistis,
ritual, dan dekoratif. Di awal
karirnya, Raden Saleh muda telah
mampu melah objek alam dan
kehidupan hewan, khususnya kuda
dan binatang buas, secara natur
dengan media modern seperti
halnya para pelukis Eropa.

Raden Saleh Sjarif Bustaman lahir


tahun 1807, dari seorang ibu Mas
Adjeng Zain Hoesen. Sejak usia 10
tahun, anak asal Terbaya (dekat
Semarang) ini diserahkan ole
pamannya, Bupati Semarang,
kepada orang Belanda atasannya di
Batavia. Sewaktu Sekolah Rakyat
(Volks-School), saat guru mengajar.
Raden Sale malah menggambar di
atas buku tulisnya. Gurunya tak
marah kare kagum melihat karya
muridnya.

din Raden Saleh sedang


bimbingan. Mantan mahaguru
Akademi Seni Rupa di Do

lukisan Raden Saleh Dari sejumlah


karya
Raden Salch, ada satu lakan yang
membuktikan rasa
'nasionalisme'nya, yaitu lukisan
tentang peristiwa penangkapan

Kepandaiannya bergaul
memudahkannya masuk ke
lingkunge orang-orang Belanda dan
lembaga-lembaga elit Hindia Beland
Kenalannya, Prof. Caspar
Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bog
sekaligus Direktur Pertanian,
Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan
wilayah Jawa dan pulau sekitarnya,
menilai Raden Saleh pa mendapat
ikatan dinas dari departemennya.
Kebetulan di ins iru ada pelukis
keturunan Belgia, A.A.J. Payen,
yang didatang dari Belanda untuk
membuat lukisan pemandangan
Pulau J untuk hiasan kantor
Departemen van Kolonieen di
Belanda. Tema dengan bakat
Raden Saleh, Payen berinisiatif
member Belanda, ini cukup
membantu Raden Saleh menyelami
seni k Barat dan teknik
pembuatannya. Payen juga
mengajak Saleh muda dalam
perjalan dinas keliling Jawa mencari
model pemandangan untuk lukisan,
la menugaskan Saleh menggambar
tipe-tipe orang Indonesia di daerah
yang disinggahi. Terkesan dengan
bakat luar biasa anak didiknya,
Payen mengusulkan agar Raden
Saleh bisa belajar ke Belanda. Usul
ini didukung oleh Gubernur
Jenderal Van der Capellen, yang
memerintah Hindia Belanda waktu
itu (1819-1826), setelah ia melihat
karya Raden Saleh.Pangeran
Diponegoro oleh Jenderal De Cock
pada tahun 1830 di kediaman
Residen Magelang. Dalam lukisan
itu Raden Saleh menggambarkan
dirinya sendiri dengan sikap
menghormat menyaksikan suasana
tragis tersebut bersama-sama
pengikut Pangeran Diponegoro.
Jendral De Cock digambarkan
sangat segan dan hormat saat
mengantarkan Pangeran
Diponegoro
menuju kereta. Sebenarnya, saat
penangkapan itu Raden Saleh
masih berada di Belanda. Beberapa
tahun kemudian, saat kembali ke
Indonesia, ia mencari informasi dari
kerabat Pangeran Diponegoro, lalu
melukiskannya di atas kanvas.

Sebelumnya, tahun 1829, Van der


Capellen membiayai Raden Saleh
untuk belajar

melukis ke negeri Belanda.


Keberangkatan itu menyandang
misi lain. Dalam surat seorang
pejabat tinggi Belanda untuk
Departemen van Kolonieen tertulis,
selama perjalanan ke Belanda
Raden Saleh bertugas mengajari
Inspektur Keuangan Belanda De
Linge tentang adat istiadat dan
kebiasaan orang Jawa, bahasa
Jawa, dan bahasa Melayu. Hal itu
menun jukkan kecakapan lain yang
luar biasa dari Raden Saleh yang
diakui oleh pemerintah
Belanda. Semasa belajar di
Belanda, Raden Saleh dianggap
saingan berat sesama pelukis muda
Belanda. Ada anekdot ketika para
pelukis muda Belanda "memberi
pelajaran" kepada Raden Saleh
yang melukis sekuntum bunga.
Karena kemiripannya itu, beberapa
kumbang serta kupu-kupu terkecoh
untuk hinggap di atasnya. Seketika
keluar berbagai kalimar ejekan dan
cemooh yang menyindir Raden
Saleh sebagai pelukis
rendahan.Tahun 1875 Raden Saleh
berangkat lagi ke Engu bersama
ieritys dan beke ke Jawa sa 1878
Selanjutnya is menetap di Bogt
sampai wafanya pada 23 h 480
Tahun 1893, uk memperingati tiga
tahun wafatnya diadakan p Jukisan
Raden Saleh & Amendem di
antaranya yang berjudul Hutan Terle
Kerbau di Jawa, dan Penangkapan
Pangeran Diponegon. Lakin-lukan
itu dikte antars lean oleh Raja
Willem III dan Pangeran Van Sakien
Conry God
Pemerintah Indonesia baru
memberi penghargaan atas
prestasitiya pada a lewat
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan secara anumerts,
berupa Vsag Seni sebagai tokoh
Perintis Seni Lukis di Indon Wujud
perhatian lain dari pemerintah Ind
adalah pembangunan ulang
makamnya di dilakukan oleh Ir.
Silaban atas perintah Pres
Sockamo dan sejumlah lukisannya
dipakai ilustrasi benda berharga
negata Contohnya, akhir tahun
1967 PTT (PT Pos Indones
mengeluarkan perango seri Raden
Salth deng seproduksi da
lukisannya yang bergambar binata
buas yang sedang berkelahi.

Berkat jasa Raden Saleh, bangsa


Indones dapatlah berbangga
melihat karya anak bang Lukisan
Raden Salen berjudul Ferkelahan
dengan menerobos museum akbar
seperti Rijkmuseum Singa dibuat
tahun 1879 Amsterdam, Belanda,
dan dipamerkan di muse bergeng
Louvre, Paris, Prancis. Setelah
masa Raden Saleh, tidak tercatat
pelukis pribumi lain yang mengikuti
jejaknya, sehingga terdapat 'nuang
kosong dalam perkembangan sen
rupa modern karya orang pribumi
hingga awal abad ke-20.Di aldur
shad ke 19, pelukis pribumi yang
pkan selul dan gaya yang lebile
modem: diamannya selal Baden
Saleh adalah R.A. Kariny dan
adikyya R.A. Kardinaly Meskipun
Keduanya tidak dikenal sebagai
tokoh dalam seti kakis, tip
pandango-pandangannya yang mo
dem den radikal munjukkan allanys
pemahaman ke arah berpikir yang
lebih maju dalam bidang kesenian:
Taikasan RA. Kartini yang berapa
pandangan di sebuah kolam dan
Dus Elor Anpa menunjukkan model
melukis gaya Emps relah diserap
oleh para tokoh wanita pribumi
ini.Dalam periode yang sama
dengan Raden Saleh
hingga RA. Kartini juga terdapar
sejumlah pelukis Belanda dan
bangsa Eropa yang berkarya di
Indonesia. Di antara pelukis pelukis
tersebut A.AJ. Payen, C. de Wilde.
J.D. van Herwerden, W.CC
Bleckman, dan sejumlah pelukis
lainnya. Umumnya para pelukis
Belanda ini didatangkan oleh
pemerintah kolonial untuk merekam
keindalian alam Indonesia,
sehingga banyak di antaranya jang
bergaya Naturalisme dan sebagian
lagi bergaya Romantisme. Berbeda
dengan gaya dan sema lukisan
Raden Saleh, karya-karya bangsa
Eropa ini cenderung tis dan
sebagian besar merupakan lukisan
porrer, flora-fauna, dan
pemandangan, alam.

2 Gaya Visual yang "Cantik" (Mooi


Indie)

Sejak kehadiran sejumlah polakis


Eropa khususnya dan Belanda yang
dida oleh pemerintah kolonial untuk
melukis alam
nusantara, perkotaan, dan
kekayaan Fauna, sejumlah warga
pribumi mulai tertarik dengan jenis
narurale Pelukis pribumi itu antara
lain Abdullah Surio Sab (1878-
1941), Mas Pirngadi (1865-1936),
Wakidi, dan la Kemudian gaya seni
lukis ini dilanjutkan oleh Basuki Abd
Sukardi, Omar Basalamah, Wahdi,
dan lainnya.

Di awal abad ke-20, komunitas


penggemar luk pemandangan alam
terdiri dari para saudagar,
pengusaha, pep pemerintah,
wisatawan, dan meluas ke lapisan
masyarakat bo Hal ini menimbulkan
tumbuhnya masyarakat seni
modern' mengapresiasi keindahan
alam tanah air. Namun ketika Mas
Pime mengajar S. Sudjojono pada
tahun 1928, teknik mel
pemandangan alam yang menjadi
kecenderungan gaya pada wa in
ditentang oleh S. Sudjojono yang
menginginkan gaya luk yang lebih
bebas untuk
berekspresiNamun, pengaruh
pelukis Belanda begiru kuat
terhadap pelukis pribumi terutama
gaya lukisan yang menggambarkan
keindahan alam. Para pelukis
Belanda ini umumnya adalah
pelukis potret otodidak, kerap
disebut pelukis salon. Bentuk
lukisan semacam ini hingga kini
tetap hidup di kalangan para pelukis
orodidak dan menjadi komoditi yang
dijual di hotel-hotel mewah, bahkan
galeri galeri seni.Namun, pengaruh
pelukis Belanda begiru kuat
terhadap pelukis pribumi terutama
gaya lukisan yang menggambarkan
keindahan alam. Para pelukis
Belanda ini umumnya adalah
pelukis potret otodidak, kerap
disebut pelukis salon. Bentuk
lukisan semacam ini hingga kini
tetap hidup di kalangan para pelukis
orodidak dan menjadi komoditi yang
dijual di hotel-hotel mewah, bahkan
galeri galeri seni.
3.Realisme dan Tumbuhnya
Organisasi Seniman

Keanekaan gaya sent lukis yang


berkembang di Erepa sekitar awal
abad ke-20, lambor laun sampai
pula ke Indonesia dibawa oleh para
pelukis Eropa yang berkarya di
Indones Selain gaya Naturalism,
alla juga gaya Impresionisme.
Ekspresionisme. Realisme
Surealismo. dan Kahisme Awalnya
gaya modern yang menjadi wacana
dunia estetik di Eropa ini tidak
menjadi perhatian para pelukis
pribumi. Gejalanya bani tampak
pada pelukis pribumi sekitar tahun
1930-an, di antaranya oleh para
seniman yang tergabung pada
PERSAGI Pensar Ahli Gambar
Indonesia) yang didirikan pada
tahun 1938 di Jakarta denga angga
kurang lebih tiga puluh pelukis. Di
antaranya Agus Djaja sebagai
ketua, S. Sudjojono Abdul Salam,
Sumirro, Sudibio, Sukirno, Suromo,
Surono, Seryosa, Herben
Hutagalung
Syocaib, Emiria Sumasa, dan
lainnya. Para pelukis PERSAGI
berupaya membangun gaya
Indonesia Baru yang berbeda
dengan gaya estetis para seniman
Belanda. Semangat para anggora
PERSAGI tersebut pada masa
pendudukan Jepang mendapat
wadah yang bernama Kemin Bunka
Shidoso (Pusat Kebudayaan) yang
didirikan pada tahun 1945.

Semangat yang dicanangkan


Jepang untuk membangun
Kebudayaan Timur' mendapat
ranggapan positif. Hal itu terbukti
dari keterlibatan para pelukis
pribumi dalam membina seni lukis
Indonesia. Di antara mereka yang
berperan cukup penting adalah S.
Sudjojono, Agus Djaja, dan Affandi
yang kemudian memunculkan
sejumlah pelukis muda di antaranya
Otto Djaja, Henk Ngantung. Hendra
Gunawan, Djajengasmoro, Kartono
Yudhokusumo. Kumadi. Sudjana
Kerton,
Trubus, Baharuddin, dan sejumlah
seniman lainnya. Pada tahun yang
sama. Djajengasmoro juga
mendirikan Pusat Tenaga Pelukis
Indonesia yang secara progresif
mendukung perjuangan untuk
mengusir sisa-sisa kolonialisme
Belanda dari bumi Indonesia
melalui lukisan, poster, spanduk,
dan media lainnya.Menginjak masa
Revolusi Fisik tahun 1946, para
pemimpin perjuangan sadar bahwa
seni lukis dapat mendukung dan
men dokumentasikan perjuangan,
Sejumlah pelukis turut hijrah
bersama pemerintah dari Jakarta ke
Yogyakarta. Pada tahun 1946 iru
pula. Affandi, Rusli, Hendra, dan
Harijadi mem bentuk Perkumpulan
Seni Rupa Masyarakat. Kemudian
mereka bergabung dengan
Sudjojono untuk mendirikan
organisasi Seniman Indonesia
Muda (SIM) pada tahun 1947.
Keanggotaan SIM semakin meluas
dengan masuknya sejumlah
seniman seperti Abdul Salam.
Sudibio, Kartono berah ke gay kap
Youthokunum. Ocaman Effendi,
Srihadi Sudarsono, Zaini, dan lain-
lain. Kelak sebagian bar apota SIM
ini menjadi seniman terkemuka
Indonesia.

Dalam mendukung perjuangan


bangsa Indonesia, anggota SIM giat
membuat lukisan dan poster
bertema perjuangan serta
menerbitkan majalah kebudayaan
'Seniman yang kemudian menarik
penulis seperti Anas Maaruf, Trisno
Sumardjo, Usmar Ismail, dan
lainnya. Karena berselisih paham,
pada tahun 1947, Hendra dan
Affandi meninggalkan SIM dan
mendirikan Pelukis Rakyat. Lalu,
Sudarso, Kusnadi. Trubus. Sumitro,
dan Sasongko bergabung. Para
pelukis SIM dan Pelukis Rakyat'
setelah tahun 1950, cenderung
terpengaruh paham Komunisme.
Para pelukis yang tidak seideologi,
seperti
Oesman Effendi dan Zaini,
memisahkan diri dan bergabung
dengan Gabungan Pelukis
Indonesia (GPI) yang didirikan oleh
Affandi dan Sutiksna di Jakarta
pada tahun 1948. Pada tahun 1950,
Kusnadi, Sumitro, Sasongko
memisahkan diri dari Pelukis
Rakyat dan bergabung dengan
'Pelukis Indonesia' yang
anggotanya antara lain Bagong
Kusudiardjo dan Sholihin.

Selain di Yogyakarta, perkumpulan


pelukis juga didirikan di kota-kota
besar lain. Seperti Jiva Mukti yang
dibentuk pada tahun 1948 dengan
anggota antara lain Barli. Mochtar
Apin, Karnedi, dan lain-lain. Pada
tahun 1952 di Bandung didirikan
pula 'Sanggar Seniman' oleh But
Muchtar, Srihadi, A.D. Pirous,
Kartono Yudhokusumo, dan kawan
kawan. Di Surabaya dibentuk
'Pelangi pada tahun 1947 oleh
Sularko. Di Jakarta didirikan
Yayasan Seni dan Desain oleh
Oesman
Effendi, Trisno Sumardjo, Zaini
pada tahun 1958.

4.Realisme Kerakyatan di
Yogyakarta
Sejak Revolusi Fisik tahun 1946
dan kepindahan ibu kora ke
Yogyakarta, sejumlah pelukis juga
ikut hijrah ke Yogyakarta. Para
pelukis yang hijrah ini kemudian
menerap di Yogyakarta dan banyak
berkarya dengan tema-tema
perjuangan. Setelah situasi nasional
mulai membaik dan pusat
pemerintahan dikembalikan ke
Jakarta, para pelukis yang tinggal di
Yogyakarta ini mulai melukis
dengan tema tema yang mengrink
perkembangankeadaan sosial yang
timpang, Gaya yang dianut oleh
sejumlah pelukis Yogu tersebut
dikenal sebagai Realisme
Kerakyatan. Ada pula yang
menyebutnya sebagai Realisme
Sosial.Para pelukis tersebut
mendirikan organisasi seniman par
tahun 1950 yang dikenal sebagai
Pelukis Rakyur. Organiz ini
semakin berkembang karena
memiliki hubungan erat dengan
tokoh pemerintahan sehingga
memperoleh banyak pesanan karya
lukisan, patung, dan relief untuk
gedung gedung pemerintahan.
Selain itu, perkumpulan ini pun
memiliki bubungan yang ta dengan
Lembaga Kebudayaan Rakyat
(LEKRA) yang didirikan pada tahun
1950. Pada waktu itu lembaga ini
amat berpengaruh dalam
menentukan arah kebudayaan
nasional

Kepedulian para seniman


Yogyakarta terhadap penderitaan
masyarakat amatlah tingg Hingga
pada periode selanjutnya jiwa kritis'
yang telah menjadi citi seniman
Yogya pada umumnya tetap tumbuh
pada sejumlah seniman generasi
baru. Mereka tetap kunsten
mengekspresikan fenomena sosial
yang terjadi di selatarnya.

5.Mazhab Bandung
Sejak didirikannya Balai Pendidikan
Guru Gambar di lingkungan
Technische Hogeschool (sekarang
ITB) pada tahun 1949 di Bandung,
berkembanglah seni rupa
lingkungan akademis. Pada tahun
1953, atas bimbingan Reis Mulder,
seorang pelukis.Belanda. Achmad
Sadali, But Mukhtar, Mokhtar Apin,
dan para mahasiswa lainnya
melakukan eksperimen dengan
merombak objek lukisan menjadi
pola geometris dan membagi-bagi
bidang datar sesuai dengan
komposisi garis dan warna.
Meskipun demikian objek
lukisannya masih terlihat samar
seperti halnya objek gambar dilihat
melalui tabir kaca kristal. Pada
waktu bersamaan, Oesman Effendi
juga melakukan hal yang sama di
Jakarta. Gaya semacam ini juga
kemudian menjadi ciri khas para
pelukis yang belajar di ITB.
Kelompok ini, oleh sejumlah pelukis
beraliran Realisme. dianggap
sebagai gaya estetis hasil
Laboratorium Barat.Selanjutnya,
berkembang gaya abstrak di
lingkungan seniman ITB yang dapat
dibagi menjadi dua kelompok.
Lukisan karya But Mukh Pertama,
gaya abstrak tanpa objek, tetapi
lebih menekankan kepada olah
bahasa rupa dan imajinasi si
pelukis. Gaya lukisanabstrak imi
amar variatif, mulai dari model
pengamatan bumi dilihat dari
angkasa, detail tebing yang seperti
mengalami korosi, pelapukan
batang kayu, permainan bidang
geometris, ataupun hanya
eksperimen ber dasarkan imaji rupa
si pelukis. Kedua, adalah abstrak
non-figuratif, berupa bentuk-bentuk
figur yang mengalami
pengabstrakan. Dalam beberapa
segi masih terlihat unsur figur yang
dijadikan objek, namun terlihat
samar atau bermakna konotarif
meskipun telah meng alami
perubahan bentuk dari wujud
aslinya.
W

Pada tahun 1963. Achmad Sadali


mulai meningkatkan teknik
melukisnya melalui penggunaan
warna akrilik dan permainan tekstur
yang dibentuk melalui peng
gelembungan, penempelan,
penyobekan, pengikisan,
pengirisan, pengelupasan, dan
pelbagai teknik melukis yang tidak
lazim di zamannya. Kemudian
diikuti oleh penggunaan warna
emas, kaligrafi Arab, simbol-simbol
geometris, gunungan, juga
tempelan kain pada bidang kanvas.
Lahirnya lukisan riga dimensional
berupa penempelan bantalan
merupakan gaya yang lahir dari
eksperimennya yang tak pernah
habis. Selanjutnya ia menerapkan
cara melukis sapuan kas ripis
horizontal diilhami yang oleh pelukis
Mart Rockho. Ini kemudian menjadi
ciri khas lukisan-lukisannya.
6 Gerakan Seni Rupa Baru dan
Seni Kontemporer

Sekitar tahun 1975, muncul


Kelompok Seni Rupa Baru yang
memiliki cita-cita bahwa seni rupa
harus menyuarakan lingkungannya,
kondisi masyarakatnya, dan
menjadi reflektor zamannya.
Kelompok ini prinsipnya menentang
sikap spesialisasi dalam karya seni
rupa dan semua cabang seni rupa
yang selama ini dikenal, termasuk
desain, yang digagas sebagai satu
ungkapan yang utuh. Pada awalnya
pemberontakan ini ditujukan pada
sejumlah pakar seni rupa yang
dikenal sebagai peristiwa
"Desember Hitam" serta merupakan
bentuk reaksi ketidakpuasan
terhadap penjurian karya seni lukis
terbaik Indo nesia pada tahun 1974.
Namun reaksi ini melebar ke
persoalan yang luas, termasuk kritik
terhadap sistem pendidikan seni
rupa yang terlalu "elitis"
dan "feodalis",Ughapin dan kapres)
Kelompok Seni Rupa Banu
menampakkan ishlogi dua orang
tokohnya, yaitu Saneno Yuliman
dan Jim Supangkat swaku
mengasuh Galeri Aktuil pala
majalah musik Aktail' tahun 70 ng
Pads rubed tersebut digagas
berbagai kemungkinan partisipasi
Masyarakat await, cuana le moda,
untuk berekspresi bebas seperti
halis perupa perupa "Top" di Barat.
Manifestasi pemberontakan ini
kemudian balembang dalam
konteks yang lebih luas, seperti
terlihar slam bahasa nipa sang
diungkapkan oleh Dede Eri Supria,
Harsono. Hanh, Camilor Riyanto,
Munni Ardhi, Prinka, dan
sebagainya. Karya worda memuat
unsur kritik sosial serta menyindir
kesewenangan, ketidakalan
peninuluan, kebebasan berbicara,
hingga ungkapan tentang
Senjangan wal Secan konseptual,
cica nasionalisme juga diungkap
meskipun corbaras pada dalam
bentuk verbal. Hal ini diutarakan
melalui
Buru-uns gebrakan Seni Rupa Baru
Indonesia yang menyatakan:
peneusangan serhadap pendapat
yang menyatakan bahwa
perkembangan seni rupa Indonesia
cergantung pada seni nipa luar
negeri dan menentang habu
habisan bahwa seni rupa Indonesia
merupakan bagian dari sejarah

Berbagai pameran yang diadakan di


beberapa kota besar sebagai
nuntutan dari gerakan ini banyak
mengundang perdebatan, baik dari
para kritikus seni maupun
masyarakat. Namun sebagai kritik
sosial. ungkapan terik yang ingin
dicapai kelompok ini berhasil
membuat heboopo pergeseran
Torientasi estetik di Indonesia.
Terutama diterimanya palam Seni
Rupa Baru oleh beberapa kritikus
seni dan pendidikan tinggi seni rupa
yang awalnya menentang. Bagi
pendidikan tinggi seni rupa, apa
yang dilakukan oleh para seniman
Seni Rupa Baru dinilai sebagai
seni upa altemal yang kemudian
dapat diterima oleh para pengajar
seni 111 sebagai bagian dasi
dinamika berkesenian. Bahkan
pengaruhnya erasa pada berbagai
tugas-tugas mahasiswa desain,
terutama mahasiswa desain grafis
dengan bereksperimen lebih lanjut
melalui: kulit laser, poster, kulis
buku, stiker, gambar kas, dan
sebagainya, yang pada waktu itu
digandrungi kaum muda.

7.Seni Rupa Bali Modern

Seni rupa Bali tradisional


merupakan wajah seni rupa
Indonesia yang khas dan
perkembangannya sangat mantap.
Namun demikian, sejak kehadiran
Bonet dan terbentuknya Pita Maha,
seni rupa di Bali tak lepas dari
upaya-upaya pengembangan
bentuk seni rupa modern. Budaya
tradisional Bali yang telah bertahan
selama berabad abad, terimbas
juga oleh
perkembangan budaya rupa
modern,

Meskipun demikian, para pelukis


legendaris Bali seperti Cokot dan
Lempad terap merupakan inspirasi
yang tak henti-henti bagi
perkembangan seni rupa modern di
Bali.

B.Desain Modern Di Indonesia

1.Raden Saleh dan R.A. Kartini:


Perintis Desain Modern

Selain dikenal sebagai tokoh


pelakis pribumi, ilmuwan, dan
pejuang budaya. Raden Saleh
Bustaman (1814-1880) juga
melakukan kegiatan perancangan,
baik dalam bentuk karya grafis,
pakaian, hinge perancangan
bangunan. Ia adalah orang
Indonesia pertama yang mendesain
rumahnya sendiri dengan
pendekatan-
pendekaran pemikiran Eropa pada
tahun 1852 serta merupakan
wajand penting hadirnya pemikiran
modern di zamannya. Gaya
arsitektur yang ditampilkan oleh
Raden Saleh diindikasi sebagai
paduan antara gaya Gotik (jendela),
lonik (pilaster), dan berbagai
elemen estetik bergaya Gotik Baru.
Secara keseluruhan bangunan
tersebut dianggap mengadopsi
spirit 'Romantik-Prancis. Rumah
Raden Saleh tersebut.. pada masa
sekarang meliputi Taman Ismail
Marzuki (TIM), Kebun den Geleh
sewaktu masih dik oleh temannya
orang Binatang (sampai 1964),
SMP Negeri 1-Jakarta, dan seluruh
kompleks landa Rumah Sakit Cikini
(Koningin Emma Zeikenhuis),

Raden Saleh telah memiliki bakat


menggambar sebelum mengikuti
pendidikan di beberapa negara
Eropa. Ia pun mampu menggambar
pera yang rumit,
memiliki dasar pengetahuan ilmu
ukur dan kepekaan persepsi, serta
menguasai teknik kaligrafi (arsip J.C
Baud. Algemeen Rijksarchief, no.
181. Nederland). Sepulang ke
Indonesia pada tahun 1851. ia
menjadi tokoh yang memiliki
pemikiran modern di kalangan
pribumi, jauh sebelum tokoh-tokoh
kebangsaan mencetuskan Boedi
Octomo. Dengan demikian,
RadenSaleh bukan hanya tokoh
pelopor dalam bidang seni rupa,
tetapi juga dalam bidang intelektual
yang dicerminkannya sebagai
peneliti flora-fauna yang kemudian
membuatnya diangkat menjadi
anggota kehormatan masyarakat
ilmiah Batavia.
Raden Ajeng Kartini lahir pada
tanggal 21 April 1879. Ayahnya
hermaroa RMAA Sostoningrat dan
merupakan keturunan keluargs
besar privas Tondronegoro yang
pernah menjabar hupati di
beberapa tempat di pantal utara
Jawa: Surabaya, Pati, Kudus, alan
Demak. Tak berapa lama
setelah Karim lahit Somingat
diangkat menjadi bupati Jepara.
Kartini yang telah belajar bahasa
Belanda menjadi terbuka erhadap
nulisan-tulisan mengenai
kebudayaan Barat. Dalam diri
Kartini relah tumbuh proses
penyadaran pentingnya
pemberdayaan perempuan Jawa
dan pentingnya pendidikan bagi
kaumnya. Pemberontakannya
dilakukan dalam bentuk surat surat
kepada teman-teman Belandanya.
Di antara nya adalah Abendanon,
seorang pegawai tinggi di Batavia
yang menangani hidang pendidikan,
yang kemudian sangat tertarik
kepada pandangan Kartini yang
mengamati kebebasan kaum wanita
di Barat. Abendanon kemudian
menerbitkan surat-surat Kartini
tersebut di bawah judul 'Habis
Gelap Terbitlah Terang' (Van
Duisternis tor Licht) pada tahun
1912. Buku tersebut diterbitkan
pertama kali dalam bahasa Belanda
dan dicetak ulang tiga kali di Den
Haag antara tahun 1912
hingga 1923, diterbitkan dalam
bahasa Inggris pada tahun 1920 di
New York, kemudian baru dicetak
dalam bahasa Melayu pada tahun
1922, dalam bahasaSunda pada
tahun 1930, dan dalam bahasa
Jawa pada tahu n 1938.
Selanjutnya yang mendapat sukses
besar adalah edisi yang
diterjemahkan oleh Armin Pane ke
dalam bahasa Indonesia dicetak
ulang terus hingga sekarang.

2.Modernisasi dan Pengaruhnya

Di abad ke-19 pada masa


penjajahan Belanda di Indonesia,
pemerintah kolonial juga melakukan
pelbagai program modernisasi
sarana fisik dan industri untuk
keperluan kegiatan kolonialisasinya
di Indonesia, Dalam pembangunan
sarana tersebut, pemerintah
kolonial banyak mendatangkan
tenaga perancang dari benua Eropa
dan negeri Belanda sendiri.
Dalam kurun waktu tersebut,
paham-paham seni rupa dan dunia
desain di Eropa sedang mengalami
perubahan-perubahan besar,
terutama oleh penganth gerakan Art
Nouveau dan Art & Craft,
munculnya Bauhaus. De Stijl. dan
gerakan-gerakan Modernisme.
Gaya estetik yang menjadi tren
dalam dunia desain profesional juga
berpengaruh kepada pendidikan
arsitektur, seni, dan desain di
seluruh Eropa. Nilai-nilai tersebut
kemudian secara langsung
mempengaruhi para perancang
Belanda melalui pendidikan di
negaranya, yang kemudian datang
ke Indonesia membawa serta aliran
Modern tersebut,

Sejak pelaksanaan Politik Etis awal


abad ke-20, kaum pribumi diberi
kesempatan memperoleh
pendidikan modern. Hal ini
kemudian mempengaruhi cara
berpikir para pelajar Indonesia dan
sebagian
masyarakat, terutama kaum priyayi
yang belajar ke Erope. Kondisi
tersebut didukung pula oleh
masuknyainformasi berapa buku
maupun majalah-majalah luar
negeri ke Indonesia. Kenyataan
itulah yang kemudian membuka
wawasan berpikir sebagian orang
Indonesia untuk menerima nilai-nilai
Barat.

Awal abad ke-20 merupakan satu


fase penting dalam perkembangan
desain di Indo nesia, karena
semakin banyak perancang
Belanda yang berkarya di
Indonesia, baik perancang grafes,
perancang produk, perancang kota,
bahkan seniman-senimannya.
Secara garis besar, terdapat dua
klasifikasi perancang modern
(arsitek) Belanda yang datang ke
Indonesia Yaitu: mereka yang
menetap di Belanda dan beberapa
karyanya dibangun di Indonesia,
seperti Hendrikus Berlage (1827-
1921) dan PJ.H. Cuypers
(1827-1921); dan para arsitek
Belanda yang hijrah ke Indonesia
dengan latar belakang pendidikan
arsitektur Eropa, di antaranya Heriti
Maclaine Pont, Karsten,
Schoemaker, Lemei, Citroen,
Cuypers, Hulswir Ghysels. Hein von
Essen, dan F. Stilitz.

3 Munculnya Gaya Art Deco di


Indonesia

Di samping paya modern yang


rasional, muncul pula gaya Art Deco
di Eropa sebagai bagian dari
sejarah Modernisme dunia sekitar
tahun 1930-an. Hal ini juga
berpengaruh kepada selera orang
Belanda di Indonesia, termasuk
para arsiteknya. Beberapa
bangunan yang kerap dipakai
sebagai sarana penginapan
wisatawan mancanegara,
khususnya di kora Bandung dan
beberapa kota lainnya, dirombak
mangkan gaya yang sedang
digemari di Eropa tersebut.
Penerapan gaya Art Decor
inpak "aung di lingkungan
bangunan bangunan yang sudah
ada di selurarnya Gaya Art Deco
yang muncul di Bandung,
sebagaimana terjadi pula di Eropa,
hanya berlangsung lama beberapa
dekade dan mulai memudar
semenjak berkembang gaya
Intentional dan tumbuhnya
kebudayaan pop.

Salah satu ronggak penting


berkembangnya gays An Deco di
Bandung yang dikenal sebagai
pusat pertumbuhan arsitekrut
modero adalah dipagamy hotel
bergaya Romantik di Bandung
(Hotel Homan) menjadi hotel
modern dengan gaya Art Deco yang
dirancang alang oleh arsitek
Aalbers dan de Waal pada tahun
1939. Kemudian diikuti oleh
HotelPreanger, Hotel Wilhelmina,
Hotel Andreas, Olcottpark, Du
Pavillion, dan sebagainya. Selain di
Bandung, hotel-hotel di Malang,
Surabaya, Solo, Batavia, dan
berbagai kota Indonesia lainnya
mengalami perombakan
perombakan dan disesuaikan
dengan selera turis Belanda yang
pada waktu itu sedang gandrung
dengan gaya Art Deco.

4 Politik Pembangunan dan


Serapan Budaya Barat

Modernisme yang berkembang di


awal abad ke-20 di Indonesia
mengalami berbagai
pengembangan. Hal itu sejalan
dengan gerakan-gerakan yang
terjadi di Eropa. Beberapa di
antaranya yang cukup penting
antara lain seperti berikut ini.
a. Gaya jengkiSetelah maraknya
gaya Art Deco di Indonesia,
perkembangan berikutnya adalah
gaya Streamlining (bentuk serba
melancip). Gaya ini datang ke
Indonesia setelah mengalami yang
proses perpaduan dengan gaya
lain. Ada yang menyebutnya
sebagai gaya
Streamline Deco (paduan antara
gaya Art Deco dengan gaya
Streamlining), dan ada pula yang
menyebutnya sebagai gaya Jengki
(pengindonesiaan dari Yan Kee).
Gaya Jengki merambah ke
berbagai karya desain, baik rumah,
perkantoran, mebel, pakaian, alat
elektronika, dan bahkan kerap
dipergunakan untuk menyebut
benda-benda keseharian, seperti
sepeda jengki hingga potongan
rambut jengki.

6. Pengaruh Politik dan Tumbuhnya


'Heroisme
Semenjak tahun 1950-1960-an.
Nasionalisme yang
dikumandangkan oleh Soekarno
shagai presiden Republik Indonesia
pertama secara ideologis juga
masuk ke dalam dunia dessin. Di
antaranya paling terlihat pada
konsep arsitektur, rancangan grafis,
dan pelbagai kurya monumental.
Bagi Soekarno, Jakarta harus
merupakan kota yang
menyimbolkan -cita hangs merdeka
yang bermartabat. Oleh karena itu,
gagasan "mercusuar" dapat
burakan sebagai characar building.
Di samping itu, bantuan dari luar
negeri terutama dam blak souls
musuk ke Indonesia dan
kesempatan putra-putri Indonesia
untuk mengum bidang teknik dan
bangunan, dibina dan diberi
kesempatan seluas-luasnya. Satin
bersamaan dengan ditunjuknya
Indonesia menjadi tuan rumah
pesta olah maga se-Asia. Asian
Games V. pada tahun 1962. Untuk
mewujudkan gagasan besar
tersebut, pemenmah banyak
mengundang tenaga-temaga ahli
dari luar negeri sebagai
pendampingahli-ahli teknik
Indonesia. Misalnya, konsultan
teknik dari Amerika untuk
pembangunan jalan termasuk
Jembatan Semanggi, konsultan
Rusia untuk pembangunan Stadion
Olahraga Senayan/Bung Karno,
konsultan dari Denmark untuk
pembangunan Hotel
Indonesia, konsultan dari Cina
untuk pembangunan Gedung
Conefo, konsultan dari Jepang
untuk pembangunan Wisma
Nusantara, dan lain sebagainya.
Sebagai puncak ekspresi
Nasionalisme Indonesia, dibangun
pula Monumen Nasional pada tahun
1962.Sejak rahan 1960-an, semasa
pemerintahan Soekarno, terdapat
upaya upaya untuk membangun ja
diri bangsa dan semangat juang,
berbentuk patung monumental
dengan asok pejuang atau profil
yang mengekspresikan semangat.
Contohnya paning: Selamar
Datang. Pembebasan Irian Barac',
dan Dirgantara. Parung
monumental yang dibangun untuk
membangun jati diri bangsa
contohnya adalah Monas.

Pada masa pemerintahan Soeharto,


ideologi pembangunan merupakan
tema penting pada karya rupa dan
desain. Ideologi ini juga terlihat
pada usaha-usaha
pemerintah meningkatkan industri
kecil, ekspor nonmigas, festival
nasional, dan berbagai objek
penting sebagai monumen
keberhasilan (seperti
penganugerahan: piala Prasamya
Purnakarya Nugraha, Kalpataru,
dan lain sebagainya). Di samping
itu, ideologi pembangunan juga
banyak berpengaruh pada berbagai
desain pameran dan pertunjukan
akbar. Seperti Festival Istiqlal, MTQ,
SEA Games, PON, desain
perangko, konferensi-konferensi
internasional, hingga pembangunan
monumen raksasa di pelbagai kora.
Bahkan pada masa pemerintahan
Orde Baru, organisasi profesi
desain dan lembaga desain tumbuh
dengan pesat. Di antaranya IAI
(Ikatan Arsitek Indonesia), HDII
(Himpunan Desain Interior
Indonesia), ADPI (AsosiasiDesain
Produk Indonesia), IPGI (Ikatan
Perancang Grafis Indonesia), dan
sejumlah lembaga desain di
antaranya DEKRANAS (Dewan
Kerajinan Nasional),
PDN (Pusat Desain Nasional), dan
DDN (Dewan Desain Nasional).

c. Tradisi Inovasi

Gaya modern dalam desain tidak


hanya pada bentuk bangunan dan
barang-barang saja, tetapi juga
melingkupi berbagai karya rupa
yang melibatkan inovasi teknologi
tinggi maupun karya rupa
keseharian. Antara lain seperti di
bawah ini.

1) Pesawat Terbang

Awalnya, DS, Gautra memimpin


perbuatan pesawat terbang ringan
di Bandung pada alan 1923 di
Indonesia. Tradou inovasi ini
dilanjutkan oleh Khouw Khe Him
untuk membuat pesawat terbang di
awal tahun 1930-an bertempat di
sekitar Andie Bandung, Pesawat
terbang yang dibuat oleh
sekelompok pecinta dirgantara itu
mampu terbang hingga ke benua
Eropa dan dinamai sebagai
pesawat PK-KHH. Kemudian. trade
ini dilanjutkan olch Agustinas
Adisutjipto, seorang halusan
sekolah penerbang Kalign Masuma
Yogorskara untuk merancing aling
wzenis pesnyat 'inal bustan Jepang
menjadi pesawat serang Pada hun
1946, Wweko Soepeno dan
Nurranio merancang pesawar
layang ripe ogling yg dibantys
sendiri dan diberi nama NWG. 1.
Pesawat ini heilasil ditebarigan sa
ipak untuk latihan calon kadet
penerbang Pada tahun 1960 an.
LAPIP (Lembaga Persiapan Industri
Penerbangan) berhasil membuat
beberapa jenis pesawat terbang
amara lan N. 2003 Kambang, X-03
'Belalang, B-Bm Kolentang, dan
juga X-017 Kusang 3
L Pengembangan industri pesat
sabing Indonesia melaju semakin
pesat pada pertengahan dekade
1980-an, tenutama salah BJ
Habibie membentuk IT Industri
Pesawat Terbang Nurtanio, Nama
perusahaan per abang ini beberapa
kali berganti menjadi Industri
Pesawat Terbang Nusantara,
kemudian menjadi PT Dirgantara
Indonesia (PT DD). Industri pesawat
terbang yang berdomisili di
Bandung tersebut menghasilkan
sejumlah pesawat rakitan, antara
lain pesawar C-212, helikopter BO-
105, helikopter Superpuma, dan
helikopter NBK-117. Selain itu,
berhasil pula dirancang pesawat
CN-235 Tetuko dan pesawat N-250
Gatotkaca

2) Kapal Laut
Selain industri pesawat terbang,
pemerintah membangun industri
pembuat kapal PT PAL-Indonesia
pada tanggal 15 April 1980 di
Surabaya. Awalnya industri ini
membuat kapal dengan lisensi dari
Friederich Lurssen Werf-Bremen
untuk membuat kapal patroli cepat
berukuran 57
meter (400 ton) dan 28 meter (60
ton). Kemudian, bekerja
samadengan Boeing Marine
System membuat jetfoil
berkecepatan 50 knot. Selain itu,
secara bertahap juga telah
merancang kapal fregat 2500 ton,
kapal patroli cepat FPB-28, dan
FPB-57 sejalan dengan kegiatan
lainnya. Divisi Kapal Niaga telah
menyelesaikan dua kapal tanker
3500 DWT dengan lisensi dari
Mitsui Engineering Co. untuk
Pertamina, serta berbagai jenis
kapal tipe coaster Caraka Jaya'.
Tahap pertama telah dibuat 5 buah,
kemudian 24 buah, dan tahap ke
tiga telah diproduksi 34 buah.
Sampai tahun 1993, industri
perkapalan nasional hanya memiliki
20 perusahaan yang dapat
memproduksi kapal dengan GRT
(Gross Registered Tewne) antara
1000-3000, serta hanya PT PAL dan
PT Dok Ferkapalan Kodja Bahari
yang dapatmemproduksi kapal
dengan besaran
30.000 GRT.Kegiatan desain di PT
PAL-Surabaya telah berkembang
cukup lama, sejak industri ini masih
merupakan bagian dari pangkalan
angkatan laur di bawah koordinasi
TNI-AL.

3.Pada tahun 1970-an, industri


elektronik dan alat rumah tangga
memasuka babak baru karena
mulai banyak perusahaan patungan
didirikan dengan sistem CKD (Com
pletely Knock Down) ataupun SKD
(Semi-Knock Doum). Pada dekade
tersebut industri elektronik rumah
tangga didominasi oleh merk
Jepang. Pada tahun 1970-an juga
terdapat fenomena yang unik, yaitu
berkembangnya televisi dengan
kotak terbuat dari kayu lapis:
Beberapa di antaranya dilengkapi
dengan ukiran dan pintu rel. Sampai
tahun 1990-an. industri elektronik
dan alat rumah tangga besar di
Indonesia mencapai 400
perusahaan. sebagian besar
memproduksi televisi
warna, video, telepon, peralatan
pengolah data, dan alat perekam.

Di lain pihak, hal yang perlu dicatat


dalam pertumbuhan industri produk
elektronik Indonesia adalah
berkembangnya perakitan komputer
PC (personal computer) yang
dikenal sebagai komputer "jangkrik".
Perkembangan komputer rakitan ini
menjadi penting karena jenis
komputer tersebut telah menjadi
kebutuhan masyarakat, baik
kalangan dunia pendidikan,
perkantoran, maupun keluarga.
Beberapa perusahaan perakit
komputer tersebut di antaranya
adalah PT Panca Niaga, PT
Panasatek, PT Astra Graphia, PT
Rasikom Nusantara, PT Elnusa
Industri Komputer, PT Multicom, PT
Oriental Komputer Bahtera, PT
Guna Elektro, PT Poli Usaha
Engineering, CV Famili Chandra,
dan banyak lagi. Bahkan pada
tahun 90-an kegiatan perakitan
perangkat keras komputer dapat
dilakukan
oleh industri rumah tangga biasa.
Untuk menunjang dunia
perkomputeran tersebut,
jugaProduk Elektronik

Di samping dunia otomotif, di


berbagai kota besar, terutama di
Jawa pada tahun 1920-an,
berkembang industri perakitan
produk lainnya, seperti kamera,
setrika listrik, kulkas, radio, kipas
angin, peralatan saniter, dan alar
rumah tangga sejenis. Pada tahun
50-an. salah satu perusahaan
elektronik cukup besar milik
Belanda. Philips Ralin,
dinasionalisasi. Perusahaan ini
memproduksi aneka jenis lampu.
radio, cape, dan sejenisnya.
Perusahaan ini kemudian
mengalami krisis setelah industri
elektronik merk Jepang memasuki
Indonesia.Kegiatan desain secara
terpogram telah tampak di PT
National Gobel sejak tahun 1986.
Yaitu, sejak terbukanya perusahaan
ini terhadap para perancang lulusan
perguruan tinggi desain
di bagian riset dan pengembangan.
Di PT National Gobel terdapat
tigakategori pengembangan desain,
yaitu perubahan tampilan produk
(minor/C), modifikasi produk
(mayor/B), dan pengembangan
produk baru (orisinil/A). Program
pengembangan kemandirian desain
tersebut dilaksanakan atas 3 tahap,
yaitu periode I pada tahun 1986
1990, periode II pada tahun 1990-
1995, dan periode III tahun 1995-
2000 (Maulana, 1995: 1-5). Sebagai
realisasi program itu, bagian riset
dan pengembangan PT National
Gobel pada tahun 1995-an telah
mencoba merancang sendiri
beberapa bentuk luar produk
elektroniknya, seperti radio saku
"Only You", setrika listrik, dan
beberapa buah pesawat televisi.
Langkah yang dilakukan oleh PT
National Gobel kemudian diikuti
oleh industri elektronik yang lain
dengan mendirikan bagian riset dan
pengembangan desain.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh
industri elektronik nasional mulai
dari industri perakitan pada masa
kolonial, kemudian kegiatan lisensi,
relokasi industri yang dilakukan
pada masa pemerintahan Orde
Baru, hingga kesempatan untuk
pengembangan desain produk
secara mandiri, adalah langkah
panjang perintisan modernisasi di
sektor ini selama hampir satu abad.

5) Busana dan Alat Rumah Tangga

Penggunaan permesinan dalam


industri tekstil di Indonesia
berkembang pesat sejak tahun
1930-an. Masa ini dikenal sebagai
era penggunaan 'mesin tenun',
seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali,
dan Sumatera Barat. Pada tahun
1947, industri pertekstilan nasional
mulai mengenal
mesin pintal dan mesin rajut. Baru
pada awal tahun 1950-an mesin
pintal makin banyak digunakan,
terutama di lingkungan industri
pertekstilan Majalaya dan daerah
Tasikmalaya. Di awal tahun 1960-
an, perdagangan bahan baku tekstil
dikendalikan oleh badan resmi
bernama 'Kotoe' tekstil.

Desain motif kain tekstil industri


pada masa pertumbuhan industri
tekstil memiliki kecenderungan
menerapkan ragam hias modern,
seperti pola geometris, pola garis,
stilasi bunga, dan sebagian besar
cenderung memproduksi tekstil
polos. Hal tersebut disebabkan
kebutuhan masyarakat akan corak
dan ragam motif masih amat
terbatas.

Menjelang tahun 1970, berkembang


industri pemintalan (spinning) yang
kemudian melahirkan kelompok
industri
tekstil besar seperti Texmaco, Argo
Manunggal, GKBI (Gabungan
Koperasi Batik Indonesia), Batik
Keris, dan industri sejenis. Baru
pada 1980 an berkembang industri
serat tekstil (rayon, polyester) yang
mampu menembus pasar ekspor
dan bersaing secara
internasional.Industri tekstil
Indonesia mengalami kemajuan
pesat setelah modal asing ikut
terlibat di dalamnya. Antara tahun
1967-1985 terhitung 78 investor
asing menanamkan modalnya
dalam industri ini. Hingga tahun
1972 investor Jepang tetap
mendominasi produksi serat
sintetis, sedangkan perusahaan
patungan Jepang-Indonesia Toray
Synthetics' dan 'Asahi Chemical
Industry' memegang monopoli
produksi nilon. Hingga tahun 1987
terjadi peningkatan produksi tekstil
mencapai 18 persen. Untuk tekstil
tenun dan pakaian, perusahaan
nasional masih memiliki peran
utama. Perkembangan industri
tekstil yang
meningkat tersebut tidak disertai
dengan pengembangan desainnya,
sehingga jarang industri tekstil
Indonesia memiliki seorang
perancang tekstil yang kreatif,
kecuali beberapa yang bekerja di
industri pakaian.

Peranan perancang di lingkungan


industri tekstil di Indonesia hingga
tahun 1980-an umumnya masih
sebagai juru gambar' dan 'penjiplak
motif. Sedangkan motif tekstil ter
sebut cenderung ditentukan oleh
bagian pemasaran dan pemilik
perusahaan. Situasi ini sampai akhir
dekade 1980-an tidak banyak
mengalami perubahan, kecuali
beberapa industri tekstil besar yang
telah terbuka terhadap pentingnya
desain dalam upaya 'merebut'
pasar. Kondisi tersebut disebabkan
karena kebijakan industri
pertekstilan nasional lebih berorien
tasi pada kain lembaran polos,
sehingga aspek desain belum
menjadi pertimbangan utama.Selain
industri tekstil berskala besar, di
Indonesia berkembang pula industri
kecil. Industri pakaian jadi hingga
awal tahun 80-an masih tetap
didominasi oleh usaha kecil
keluarga dan beberapa telah
berkembang menjadi industri
menengah. Namun kemudian,
beberapa negara industri baru,
terutama Jepang dan Korea, mulai
merelokasikan industri pakaian jadi
dari negaranya ke Indonesia karena
tingkat upah yang semakin tinggi
sehingga harga jual menjadi tidak
kompetitif. Selain industri pakaian
jadi.
telah tampak perkembanganindustri
mode di Indonesia sejalandengan
kebutuhan masyarakatgolongan
atas di perkotaan. Industri mode
tersebut berorientasikepada semi
high fashion danmembuat secara
eksklusif satu ataubeberapa
pakaian bagi rumahmode atau
galeri pakaian. Beberapa
orang perancang terkemuka
Indonesia yang bergerak di sektor
industri mode
antara lain Pieter Sie dan Iwan
Tirta. Kemudian diikuti oleh
angkatan yang lebih muda seperti
Prajudi, Ramli, Sebastian Gunawan,
Stephanus Hamy, Itang Yunasz,
Ghea Panggabean, Harry
Dharsono, Poppy Dharsono, dan
Musa Widiatmodjo.Di samping
produk tekstil dan sepatu, di
Indonesia telah berkembang
industri alat rumah tangga dari
bahan alumunium dan stainless,
Pada tahun 1949, didirikan industri
alat rumah tangga PT Mecaf. Antara
tahun 1950-1960 produknya telah
tersebar hampir ke seluruh
Indonesia. Namun pada tahun
1970, sejalan dengan
berkembangnya industri akar rumah
tangga berbahan plastik, produk PT
Mecaf mengalami penurunan
permintaan, sehingga pasar
produknya hanya dibatasi di pulau
Jawa saja. Di samping PT Mecaf, di
kota Bandung juga terdapat industri
alat rumah tangga dari bahan
stainless, yaitu PT Bima dengan
berbagai produk sejenis.
Gaya desain yang menyertai produk
alat rumah cangga ini umumnya
menerapkan gaya modern yang
bersifat fungsionalis, bentuk yang
polos, dan lebih mengutamakan
kegunaannya.

6) Kerajinan ModernAkar
perkembangan industri kecil
kerajinan di Indonesia tidak terpisah
dari budaya keterampilan yang
telah diwariskan nenek moyang
bangsa Indonesia secara turun
temurun, Jika sebagian besar
wilayah nusantara yang subur
ditumbuhi oleh hutan, kemudian
kaya akan lempung dan bebatuan,
maka keterampilan tangan yang
pertama-tama dimiliki nenek
moyang yang hidup di wilayah ini
adalah keterampilan membuat
perabotan dari kayu, tembikar, dan
batu. Artifak-artifak yang terbuat
dari kayu memang umurnya
pendek. sehingga karya-karya
adiluhung yang diciptakan
cenderung punah. Sedangkan
artifak dari
tembikar sebagian masih tersisa
dan artifak yang terbuat dari batu
memiliki usia yang lebih bertahan
lama, seperti halnya candi, nisan,
prasasti, ataupun relief.Tradisi
kerajinan tangan yang telah dirintis
oleh nenek moyang bangsa
Indonesia itu. merupakan landasan
keterampilan turun temurun dengan
hasil yang berkualitas tinggi. baik
yang dibuat hanya sebagai sebuah
pelengkap upacara atau keperluan
raja atau yang dibuar massal untuk
keperluan masyarakat kebanyakan.
Perkembangan selanjurnya, tradisi
tersebut terbagi atas dua kelompok.
Yaitu, produk-produk yang memiliki
nilai adiluhung yang dibuat tunggal
atau terbatas (pesanan khusus,
tradisi keraton) yang lalu
dikategorikan sebagai seni kriya
dan produk-produk untuk konsumsi
masyarakat banyak, kerap disebut
sebagai produk kerajinan.Raffles
pada abad ke-19 mencatat bahwa
telah tumbuh industri
kerajinan rumah tangga di pulau
Jawa sejak abad ke-18, yang terdiri
dari industri pertenunan, produk
kayu, anyaman, barang dan alat
dari besi, kerajinan emas dan
perak, bata dan genteng,
tembikar.persenjarzan, produk kulit,
kertas, serta kerajinan tanduk,
batok kelapa, dan tulang.
Fenomena ini juga dapat dilihat dari
tumbuhnya industri kecil yang
mengolah produk perak dan
perkayuan di sekitar Juwana,
Jepara, dan Semarang yang
kemudian diekspor melalui Batavia.

Antara tahun 1795-1811,


berkembang industri pertenunan
dan kerajinan yang memproduksi
tekstil secara lebih modern,
khususnya penyediaan sandang
bagi prajurit Belanda. Industri
lainnya yang berkembang adalah
berdirinya berpuluh-puluh pabrik
gula sebagai dampak pelaksanaan
politik Tanam Paksa yang berlaku
antara tahun 1830-1870. Sejalan
dengan itu, berkembang pula
pabrik-pabrik pembuat suku cadang
permesinan dan bengkel
perawatan.

Pada tahun 1904, Mr. J.H.


Abendanon, sebagai Direktur
Pendidikan dan Kerajinan,
mengusulkan untuk meningkatkan
dan memperluas pendidikan kaum
pribumi di Jawa. la meminta agar
dalam kurikulum sekolah rendah
dimasukkan mata pelajaran
menggambar dan menganyam.
Kemudian, ditindaklanjuti dengan
mengirim sejumlah warga pribumi
ke sekolah kerajinan di Haarlem-
Belanda. Abendanon juga
mengupayakan
peningkatanpendidikan wirausaha,
perluasan penyelenggaraan
pameran di dalam dan di luar
negeri, serta peningkatan upaya
masyarakat dalam bidang
pemintalan benang. tali, tempa besi,
perabot kayu, dan berbagai
kebutuhan schari-hari.
Setelah era kemerdekaan, industri
kerajinan di tanah air terap
berkembang dengan pesat untuk
menutupi kebutuhan dalam negeri
yang semakin meningkat. Bentuk
dan gaya desainnya tidak lagi
terikat oleh nilai-nilai tradisi, tetapi
diolah lebih lanjut dengan
pendekatan yang lebih
modern.Kemudian semasa
pemerintahan Orde Baru, industri
kecil kerajinan memperoleh
perhatian khusus dari pemerintah
melalui pembentukan Dekranas
(Dewan Kerajinan Nasional) yang
diketuai oleh para istri pejabat tinggi
dan pendirian Yayasan Kerajinan
Indonesia yang diketuai oleh Ny.
Hartarto.

5.Tumbuhnya Eklektisisme
Eklektisme awalnya merupakan
puncak kampera aneka penis prohik
yang berkembang pada tahun 1750
di Inggr yang mengakibatkan
perluasan pabrik umrak memproduk
barung dengan akala
yang lebih besar lagi serta harga
(wal rendah Pada akhir abad ke-18,
gaya ini dianggap sebagai satu
gaya yang menguntungkan secara
komersial karena di samping
banyak disukai masyarakat
konsumen, kesederhana an
omamennya memudahkan dalam
proses produksi. Eklektisime
memiliki semangat untuk
mencampuradukkan dan menggado
gadokan semua unsur yang
kebetulan disenang. Eklektime
selalu ada di setiap saman, sebagai
tanda alanya krisis kebudayaan
atau proses pencarian dengan
jalary melirik kembali ke masa
lampau araupun sekedar cara untuk
meningkatkan nilai jual sebuah
produkDi Indonesia, eklektisisme
tumbuh secara alamiah sebagai
bagian dari industri pembuat barang
dan arsitektur, baik semasa
pemerintahan kolonial maupun
pemerintahan sesudah
kemerdekaan. Bentuk-bentuk
eklektik tersebut dapat
dijumpai pada sejumlah barang
sehari hari, baik pakaian,
perabotan, maupun perumahan di
kota-kota besar. Umumnya terdapat
empat kategori produk eklektik di
Indonesia. Yaitu: paduan aneka
ornamen etnik beberapa daerah:
paduan ornamen etnik dengan
desain modern; campuran gaya
gado-gado, baik gaya modern
dengan etnik maupun gaya klasik
dengan modern; dan berbagai jenis
produk imitasi yang menempelkan
unsur ornamen sebagai bagian
untuk meningkatkan nilai artistik
sebuah barang atau bangunan.
Penerapan gaya eklektik terjadi di
berbagai jenis produk, mulai dari
poster, iklan, kemasan, mebel,
pakaian, rumah, hingga barang-
barang industri.

6.Produk Massa dan Pengaruh


Budaya Pop

Masuknya kebudayaan Barat ke


Indonesia dengan gencar, terutama
kebudayaan Pop
yang melanda kaum muda pada
tahun 1960-an, mempengaruhi
kaum muda secara fanatik. Pada
masa pemerintahan Soekarno,
karya-karya kebudayaan Barat
tersebut banyak mendapat
hambatan karena dinilai
bertentangan dengan semangat
revolusi dan 'anti Barat' yang
sedang dicanangkan pada waktu
itu. Rasa antipati terhadap
kebudayaan Barat yang meracuni
kaum muda dicerminkan oleh
peristiwa pengguntingan rok "span"
di jalan-jalan, pelarangan celana
ketat dan pencukuran rambut
bergaya "Beatles", penahanan Koes
Bersaudara karena dianggap
menyebarluaskan musik "ngak-ngik-
ngok", pelarangan lagu cengeng
"Conny Francis" yang dinyanyikan
oleh Diah Iskandar, dan
sebagainya. Di negara Barat, gejala
gerakan kaum muda ini ditandai
oleh fenomena sosial yang disebut
'Gempa Kaum Muda' (Youthquake)
yang menolak batasan nilai,
keotoriteran,
dekadensi moral, kesewenang-
wenangan, kemapanan, dan
melakukan aksi pemberontakan.
Semangat ini masuk ke Indonesia
melalui penampilan gaya hidup para
pemusik pujaan remaja di tahun
1960-70-an, di antaranya The
Beatles, The Rolling Stones, Uriah
Heep, Deep Purple, Black Sabbath,
dan sebagainya. Beberapa dari
tampilan gaya hidup para pemusik
tersebut ditiru dan dikembangkan
menjadi bentuk gaya pop tersendiri
yang kemudian tumbuh di
Indonesia.
Peniruan gaya hidup kaum muda
Barat tercermin melalui kelompok
musik rock pada tahun 70-an,
seperti AKA, Giant Step, God Bless.
The Rollies, Trencem, dan
sebagainya. Tampilan yang bebas,
rambut gondrong serta protes sosial
muncul bersamaan dalam satu
pergelaran. Di lain pihak. semangat
Youthquake juga merebak di
kalangan mahasiswa di dalam
kampus. Hal itu menandai perasaan
ketidakpuasan masyarakat
terhadap hasil-
hasil pembangunan yang telah
dicapai.
Gaya hidup remaja tahun 1970-an
para pamuk Black majalah yang
menjadi idola kaum remaja adalah
majalah 'Aktuil' bid Indonesia
rambut menyajikan pelbagai
kegiatan musik dan gaya hidup para
pemusik. gondrong celana cutbray,
Melalui media inilah kebudayaan
dan gaya Pop meluas di tanah air.
sepatu berhak tinggi ber Baik
pakaian bebas
Gaya hidup kaum muda ala Barat di
atas di antaranya disebarluaskan
melalui media, baik televisi, radio,
maupun majalah. Pada waktu itu.
yang yang gaya hidup para
pemusik, seniman Pop-Art, ataupun
meniru mereka yang berkreasi
secara bebas mengikuti spirit
Youthquake. Seperti terlihat pada
sejumlah karya yang dihasilkan
kaum muda, baik berupa kulit muka
majalah. sampul kaset, stiker,
poster, gambar kaos, hingga
produk-produk keseharian.
7 Demam "Posmodern"

Gaya Posmodern di Indonesia yang


kemudian dikenal sebagai gaya
Posmo mulai bermunculan ketika
para mahasiswa desain produk
FSRD di ITB secara tiba-tiba pada
tahun 1986 mendesain karya-karya
dengan penerapan gaya "Memphis"
dengan bentuk unik. Meniru-niru
gaya Memphis ini kemudian
dikembangkan menjadi bentuk
metafora binatang laut, binatang
purba, dan makhluk-makhluk luar
angkasa. Karya para mahasiswa ini
secara berani menerapkan warna
"jambon" (pink), warna hijau muda,
biru "benhur", warna-warna pastel,
dan berbagai motif pada rancangan
produk elektronik, produk rumah
tangga, permesinan, dan
permebelan. Gaya ini awalnya
dikembangkan oleh Ettore Sottsas
Jr.- sebagai kritik keras terhadap
gaya
Modernisme yang dinilai kering dan
terlalu rasional. Namun, gaya ini
justru meningkatkan jumlah
pemasaran produk-produk industri
di negara negara maju.Baru pada
awal dekade 1990-an gaya ini mulai
meluas diadopsi oleh para arsitek
dan desainer profesional. Gaya
Posmo di Indonesia yang populer
adalah ketika Surya Pernawa,
seorang dosen seni patung-ITB,
pada akhir dekade tahun 80-an
mendapat pekerjaan untuk
memproduksi mainan "Zolo" dari
Museum "Modern Art"- Amerika
dengan dibantu oleh pengrajin kayu
di Tasikmalaya. Bentuknya yang
unik, naif, futuristik, bagai makhluk
teresterial, mengundang minat
masyarakat untuk menirunya.
Kemudian, gaya yang hampir sama
dikembangkan oleh desainer
Harianto Ali dan Singgih pada
sejumlah mainan anak dan produk
mebel di Temanggung-Jawa Tengah
dengan nama "Anomali". Produknya
diekspor ke berbagai
negara.

AFFANDI. Pelukis nasional yang


dilahirkan di Cirebon, 1907. la
pernah mengenyam pendidikan di
AMS-B Jakarta. Kemahiran melukis
diperolehnya secara otodidak di
Bandung 1936-1942. Affandi dikenal
sebagai figur pelukis rakyat dan
diakui sebagai perintis seni lukis In
donesia modern. la juga mendapat
gelar Doktor Honoris Causa dari
National University Singapura pada
tahun 1974 dan Dag Hammarskjold
Award pada tahun 1976. Pada
tahun 1940-an bersama Barli,
Wahdi, Hendra Gunawan
mendirikan Grup Lima Pelukis di
Bandung dan hijrah ke kota
Yogyakarta pada tahun 1946.
Kemudian di tahun 1948, Affandi
kembali ke Jakarta dan bergabung
dengan Gabungan Pelukis
Indonesia dan mendapat beasiswa
untuk belajar ke India. la lalu
menjelajahi Eropa dan Brasil hingga
tahun 1953. Teknik
melukis dengan menggunakan
'pelototan" cat minyak dengan
dominasi warna kuning-hijau-biru
serta bernuansa kerakyatan dan
kesahajaan merupakan ciri uniknya.
Siapakah Mereka?

EDHI SUNARSO. Pematung


kelahiran Salatiga pada tahun 1933.
Pada tahun 1947-1949 di Bandung
ia belajar melukis dalam kamp
tawabab LGO. Kemudian tahun
1950 belajar melukis dan
mematung kepada Hendra
Gunawan. Tahun 1955
menyelesaikan pendidikan di
Akademi Seni Rupa Indonesia
(ASRI) Yogyakarta dan melanjutkan
studi di tahun itu juga hingga tahun
1957 di Rabindranat Tagore
University India. Tahun 1958
menjadi Ketua Jurusan Senirupa
F.K.S.S. IKIP Yogyakarta. Edhi
pernah memperoleh penghargaan
ke-ll dalam kompetisi seni patung
internasional di London (The
Unknown Political Prisoner). Pada
tahun 1971 memperoleh
penghargaan ke-ll dan ke-III dalam
kompetisi Monumen Revolusi 10
November di Surabaya. Karya
monumentalnya banyak tersebar di
Jakarta, seperti monumen
Pembebasan Irian Barat', 'Selamat
Datang. Dirgantara', dan
sebagainya

S. SUDJOJONO. Pelukis dan


pemikir seni rupa Indonesia
dilahirkan di Kisaran (Sumatra) 14
Desember 1917. Sejak Sekolah
Rakyat, ia sudah mulai melukis.
Pada tahun 1939 bersama-sama
dengan pelukis lain mendirikan
PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar
Indonesia). Pada tahun 1970,
pemerintah menghadiahkan
karyanya Tuan UNO dengan Putri
Emas' kepada PBB dalam rangka
dua puluh lima tahun berdirinya
lembaga dunia itu. Tahun 1977 ia
membuat lukisan sejarah berukuran
3x10 meter untuk Museum
Fatahillah dengan judul
'Pertempuran
Sultan Agung terhadap J.P. Coen'
atas pesanan Gubernur DKI
Jakarta. Pemikiran realisme
kerakyatan yang digagas oleh
Sudjojono amat berpengaruh
terhadap lahirnya pemikiran estetis
yang bernuansa kerakyatan, baik
berupa poster, monumen, kulit
buku, atau peralatan, ataupun
berpengaruh kepada gerakan-
gerakan seni "kritis" seperti
Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia,
Seni Penyadaran, ataupun Seni
Pemberontakan kaum muda di
masa sekarang.

Y.B. MANGUNWIJAYA (Romo


Mangun). Arsitek ini dilahirkan
dengan nama Yusuf Bilyarta
Mangunwijaya di Ambarawa tanggal
6 Mei 1929 dan meninggal tanggal
10 Februari 1999. Dikenal sebagai
arsitek, sastrawan, dan pengamat
masalah sosial di Indonesia. Lulus
dari Institut Filsafat Teologi
Semanirum Maius Sancti Pauli di
Yogyakarta tahun 1959, belajar
arsitektur
di Rheinisch Westfaelische
Technische Hochschule, Aachen
Jerman dan lulus tahun 1966.
Karyanya yang terkenal adalah
penataan dan pengembangan
perumahan di lembah Kali Code
Yogyakarta. la juga menulis buku
arsitektur 'Wastu Citra'. Beberapa
pemikirannya yang kerap
dikumandangkan: 'manusia harus
belajar berpikir seluas samudera
(think globally), namun bertindak
kontekstual (act locally) la juga
pernah menerima penghargaan di
bidang arsitektur, di antaranya: IAI
Nasional (1985), piagam
penghargaan dari Menteri PPLH
(1983), dan sejumlah penghargaan
lainnya.

SOEJOEDI. Arsitek ini yang


dilahirkan tanggal 27 Desember
1927 di Rembang, Jawa Tengah. la
menempuh pendidikan arsitektur di
Fakultas Teknik Universitas
Indonesia (kini ITB), kemudian
melanjutkan ke Ecole Supreure
Nationale
des Beaux-Arts Prancis tahun 1956.
Selanjutnya mengikuti pendidikan di
TU Delft, TU West Berlin. Soejoedi
mendesain pelbagai gedung
penting di Jakarta, di antaranya
Gedung Balai Sidang Senayan
(1965), Gedung Kedutaan Prancis
(1971), Gedung Pusat Grafika
(1971), Gedung Pusat Kehutanan-
Manggala Wana Bhakti (1977), dan
Gedung Sekretariat ASEAN (1975).
Soejoedi merupakan figur arsitek
modern yang gagasan-gagasannya
banyak mempengaruhi pemikiran
generasi berikutnya.

SJAFEI SOEMARDJA (1907-1974),


la adalah seorang guru besar
bidang seni rupa ITB pertama yang
banyak berjasa dalam perintisan
pendidikan kesenirupaan di
Indonesia. Namanya diabadikan
menjadi nama Galen di FSRD ITB-
Bandung. Soemardja pernah
menjabat Kepala Dinas
Kebudayaan P&K dan
menjadi ketua pelaksana pendirian
ITB (Institut Teknologi Bandung), la
juga pernah menjadi ketua PGRI
(Persatuan Guru Republik
Indonesia). Selain sebagai birokrat
di lingkungan pendidikan,
Soemardja juga dikenal sebagai
pelukis dan ikut memantapkan
pendidikan tinggi kesenian di
Indonesia.

NURTANIO PRINGGOADISURYO.
Salah seorang desainer dan perintis
industri pesawat terbang di
Indonesia. Karirnya dimulai ketika
Seksi Percobaan dan Pangkalan
Udara Andir ditingkatkan menjadi
Design Development and
Production Depot. Delapan tahun
setelah itu namanya diubah menjadi
Institute of Aero Industry
Esthablishment yang kemudian
dikenal sebagai LAPIP (Lembaga
Persiapan Industri Penerbangan)
dan diresmikan pada
tanggal 16 Desember 1961 dipimpin
oleh Nurtanio Pringgoadisuryo.
LAPIP berhasil merancang dan
menerbangkan pesawat 'Si Kunang'
dan 'Si Belalang' mengelilingi pulau
Jawa. Nurtanio mendapat
kecelakaan tragis ketika
pesawatnya jatuh di sekitar Andir,
Bandung. Namanya pernah
diabadikan menjadi nama Industri
Pesawat Terbang dan kini
diabadikan sebagai nama
Perguruan Tinggi Kedirgantaraan di
Bandung.

WIDAGDO. Desainer interior yang


dilahirkan di Solo tanggal 1 Mei
1934, lulusan Jurusan Seni Rupa
ITB dan perguruan tinggi desain
interior di Jerman. Memperoleh
gelar guru besar bidang desain dari
ITB. Dikenal juga sebagai perintis
pendidikan desain interior modern
di Indonesia. Di samping aktif di biro
desain Widagdo dan Rekan', ia juga
dikenal sebagai perintis lahirnya
IADI (Ikatan Ahli Desain Indonesia),
PDN (Pusat Desain
Nasional), dan anggota Komisi
Disiplin Ilmu Seni-Dikti. Beberapa
karyanya yang dikenal adalah
Interior Gedung MPR-DPR dan
Interior Gedung Sekretariat ASEAN.

FREDERICH SILABAN. Seorang


arsitek terkemuka Indonesia, lahir
tanggal 16 Desember 1912 di
Bibabdolok, Tapanuli. Sejak tahun
1950 ia menempuh pendidikan di
Academie voor Bouwkunst -
Amsterdam dan pernah menjabat
sebagai Direktur Pekerjaan Umum
Kota Bogor dari tahun 1947-1949.
Kemudian, ia pernah menjadi
Kepala Pekerjaan Umum Kota
Bogor 1950-1965. Beberapa karya
pentingnya antara lain: Gedung
Lama Bank Indonesia, Masjid
Istiqlal Jakarta, Gedung Fakultas
Pertanian IPB-Bogor, dan lain lain.
Karya-karya arsitekturnya secara
umum bernapas modern.

BACHARUDIN JUSUF HABIBIE.


Lahir di
Pare-pare, Sulawesi, pada tanggal
25 Juni 1936. Habibie juga dikenal
sebagai desainer pesawat terbang
dan mendapat gelar Doktor-
Ingenieur Konstruks Pesawat
Terbang dari Technische
Hochschule, Aachen-Jerman pada
tahun 1965 dengan disertasi yang
berjudul Hypersonic Genetic Heatic
Thermoelasticity in Hypersonic
Speed. Habibie juga mendapat
gelar profesor bidang Konstruksi
Pesawat Terbang dari Institut
Teknologi Bandung pada tanggal 22
Maret 1977, la sebelumnya juga
pernah menjabat sebagai wakil
presiden dan direktur teknologi
MBB Gmbh-Hamburg Jerman, dan
setelah hijrah ke Indonesia ia
menjabat sebagai Penasehat
Dewan Direksi MBB. Kemudian ia
menjabat sebagai direktur PT IPTN,
Ketua BPPT, Ketua BPIS, Ketua
ICMI, Ketua Dewan Riset Nasional,
dan sejumlah jabatan penting
lainnya. Pada tahun 1997 diangkat
menjadi Wakil Presiden RI,
kemudian menjadi Presiden
Republik Indonesia yang ke tiga.
Dalam dunia perancangan pesawat
terbang, Habibie dikenal juga
sebagai perancang konstruksi
ringan dan pesawat terbang.
Beberapa yang pernah dikoordinir
proses perancangannya adalah
pesawat CN-235, pesawat N-250,
dan pesawat

RUNI PALAR Desainer perhiasan


dari Bandung yang lahir di
Yogyakarta pada tahun 1947. Runi
juga pernah mengenyam
pendidikan di Institut Teknologi
Tekstil Bandung. la dan suaminya,
Adrian Palar, pada tahun 1976
mendirikan 'Runa Jewelery' yang
bertempat di Bandung. Karya
perhiasan peraknya merupakan
perpaduan antara gaya modern dan
gaya tradisional. Kini karyanya
menyebar ke pelbagai pelosok
dunia.

ACHMAD SADALI. (1924-1987).


Pelukis
dan perintis pendidikan seni rupa
dan desain di ITB. Pendidikan yang
pernah ditempuhnya adalah
Fakultas Teknik Departemen Seni
Rupa Universitas Indonesia (kini
ITB) 1949-1953, University of Iowa
USA, Art Teacher College, Columbia
University USA, Art Student League
NYC USA. Menjabat Ketua
Departemen Seni Rupa ITB pada
tahun 1962-1968. Pada tahun 1968
1969 dan menjabat sebagai Dekan
Fakultas Perencanaan dan Seni
Rupa ITB dan tahun 1969-1976
sebagai Pembantu Rektor ITB
Bidang Kemasyarakatan. Pada
tahun 1972 memperoleh
penghargaan Anugerah Seni dari
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Ia juga banyak
melakukan pameran tunggal di
Jakarta, Surabaya, Bandung,
Yogya, dan pameran bersama di
dalam dan luar negeri. Sadali
memperoleh gelar guru besar
bidang seni rupa dari Institut
Teknologi Bandung. Karakter
lukisan pada periode awal karirnya
dikenal sebagai lukisan yang
berpaham Abstrak Geometris.
Dalam perkembangan lanjut tampak
nafas ke-Islaman mendominasi
karya-karyanya.

NYOMAN NUARTA. Seniman


patung yang lahir 14 November
1951 di Tabanan, Bali. Lulus dari
Jurusan Seni Rupa FSRD ITB pada
tahun 1977. Di samping sebagai
pematung, ia dikenal pula sebagai
seorang perancang monumen di
berbagai kota di Indonesia. Karya-
karyanya yang cukup besar di
antaranya Monumen 'Proklamator
RI', Patung 'Legenda Borobudur,
Monumen 'Arjuna Wijaya',
Monumen 'Jalesveva Jayamahe',
dan Monumen 'Garuda Whisnu' di
Bali yang dianggap sebagai karya
monumental terbesar di Indonesia.
Karya-karyanya yang spektakuler
tersebut dibantu oleh kecanggihan
perangkat komputer yang dapat
merekonstruksi
setiap elemen monumen dan sistem
penyatuannya.

Anda mungkin juga menyukai