Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA KOLONIAL

“PENGARUH SENI RUPA DAN DESAIN KOLONIAL & PERKEMBANGAN


SENI RUPA DAN DESAIN MASA KEMERDEKAAN-SEKARANG”

Disusun Oleh :

Aufa Huwaidi Alfasya (19407144020)

Anisa Rizki Arinta (19407141041)

PROGAM STUDI ILMU SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dan bebas dari
penjajahan Belanda maupun Jepang. Pengaruh yang ditimbulkan dari penjajahan
tersebut berkembang pada beragam bidang. Tidak hanya berkembang pada bidang
pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pertanian saja, melainkan juga
berkembang pada bidang keseniannya.

Saat pemerintahan Belanda masih berkuasa di Indonesia, semua kegiatan


masyarakat Indonesia tentu juga dikuasai oleh pemerintahan kolonial. Rakyat
Indonesia tidak diperbolehkan berekspresi dan mendapatkan pengawasan yang
ketat. Namun, pemerintahan Belanda kemudian memberikan kesempatan bagi
rakyat Indonesia untuk mengapresiasi seni yang dapat memberikan keuntungan
bagi pemerintah kolonial. Hal ini tentu dapat membangkitkan para seniman dan
pelukis masyarakat Indonesia dalam perkembangan seni rupa sampai saat ini.

Perkembangan seni rupa dan desain yang telah ada sejak masa kolonial
Belanda mengakibatkan pada saat itu terpengaruh oleh gaya budaya barat. Seiring
berkembangnya zaman yang mulai maju dan modern, maka saat ini gaya seni rupa
dan desain Indonesia telah mengalami perkembangan yang lebih modern. Dalam
makalah ini akan dibahas tentang pengaruh seni rupa dan desain masa kolonial serta
perkembangan seni rupa dan desain tersebut sejak masa kemerdekaan hingga
sampai saat ini.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengaruh seni rupa dan desain masa kolonial di Indoensia?


2. Bagaimana perkembangan seni rupa dan desain sejak masa kemerdekaan
sampai sekarang?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh seni rupa dan desain masa


kolonial di Indonesia.
2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan seni rupa dan desain sejak
masa kemerdekaan sampai sekarang.
BAB II

PEMBAHASAN

Masuknya seni Barat ke wilayah Indonesia tidak lain dibawa oleh para pedagang
Eropa yang mencari rempah-rempah di abad ke 16. Para pedagang tersebut membawa
beragam jenis cinderamata untuk para pengusa lokal, diantaranya adalah lukisan. Yang
padaa umumya lukisan tersebut berupa potret atau pemandangan. Ketika VOC tiba di
nusantara, para pedagangnya juga membawa tukang gambar (draftmen) untuk
mendokumentasikan perjalanan, membuat peta geografi seperti posisi gunung api,
karang, teluk, benteng serta flora dan fauna.akan tetapi gambar-gambar tersebut bersifat
rahasia dan hanya tersimpan dilemari administrator VOC di Belanda, dengan tujuan
melindungi kepentingan Belanda di timur.
Seorang peneliti seni rupa bernama Ruud Spruit, memperikarakn ada sekitar
1,200 senimap Eropa berdatangan pada era kolonial 1816-1942. Mereka diantaranya
Marius Bauer, WOJ Niewkamp, Walter Spies, Rudolf Bonnet, William Hfoker, Isaac
Israel, Rolland Strasser, Corel Dake Jr, dll. Para seniman ini menghasilkan lukisan-
lukisan bertema genre lokal. Tema pemandangan alam: Gunung, Sawah, laut, penduduk
pribumi yang mendominasu karya para seniman dalam berbagai gaya naturalisme,
relisme, impressionisme hingga post impressioniseme dan kelak ini disebut Mooi Indie
(Hindia Elok) oleh pelukis Indonesia Sindudarsono Sujoyono.
Bentuk kebudayaan Nusantara sekarang merupakan hasil perkembangan selama
berabad-abad, dan dalam perkembangan tersebut sejumlah kebudayaan luar misalnya
Cina, Hindu, Islam dan Barat telah turut memberikan andil bagi terbentuknya
kebudayaan/kesenian Nusantara ini. Percampuran kebudayaan suata bangsa
dengan kebudayaan bangsa pendatang disebut akulturasi. Dalam proses akulturasi,
peranan kebudayaan asli lebih kuat dibandingkan dengan kebudayaan luar yang
datang. karya seni rupa baru Indonesia atau Nusantara ini cenderung berkembang
mengikuti arah perkembangan seni rupa Modern di Barat (Eropa). Kategorisasi karya
seni rupa Baru di Nusantara ini seperti juga perkembangannya di Eropa merujuk pada
karya seni lukis dan patung. Perkembangan seni rupa baru di Nusantara ini umumnya
dibagi ke dalambeberapa masa yaitu:
A. Masa Kolonial
Periode Perintisan Raden Saleh.
Raden Saleh Raden Saleh Sjarif Boestaman (1811 – 23 April 1880) adalah
pionir pelukis romantic etnik Arab-Jawa yang disebut-sebut pelukis modern pertama di
Indonesia, dimana lukisan beliau sangat relevan dengan romantisisme abad ke19 yang
populer di Eropa pada saat itu. Selama masa belajarnya di Eropa, wawasan seni Raden
Saleh semakin berkembang seiring dengan kekagumannya pada karya tokoh
romantisme, Eugene Delacroix (1798- 1863). Kekaguman pada karya Delacroix itulah
yang dinilai banyak orang menjadi inspirasi karya-karya Raden Saleh kemudian.
Terutama ketika Raden Saleh berkarya di Perancis. Ciri romantisme muncul dalam
lukisan-lukisan Raden Saleh namun disajikan lebih dinamis. Gambaran keagungan
sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas) sekaligus ketidakpastian takdir
menjadi tema lukisannya selama berada di Eropa.
Salah satu lukisan Raden Saleh yang paling terkenal adalah lukisan historis
berjudul "Penangkapan Pangeran Diponegoro" ,yang menggambarkan peristiwa
pengkhianatan pihak Belanda kepada Pangeran Diponegoro yang mengakhiri Perang
Jawa pada 1830. Sang Pangeran dibujuk untuk hadir di Magelang untuk membicarakan
kemungkinan gencatan senjata, namun pihak Belanda tidak memenuhi jaminan
keselamatannya, dan Diponegoro pun ditangkap. Peristiwa tersebut telah dilukis oleh
pelukis Belanda Nicolaas Pieneman yang dikomisikan oleh Jenderal de Kock. Diduga
Saleh melihat lukisan Pieneman tersebut saat ia tinggal di Eropa. Seakan tidak setuju
dengan gambaran Pieneman, Raden memberikan sejumlah perubahan signifikan pada
lukisan buatannya. Pieneman menggambarkan peristiwa tersebut dari sebelah kanan,
Raden Saleh dari sebelah kiri. Sementara Pieneman menggambarkan Diponegoro
dengan wajah lesu dan pasrah, Raden Saleh menggambarkan Diponegoro dengan raut
tegas dan menahan amarah. Pieneman memberi judul lukisannya "Penyerahan Diri
Diponegoro", sedangkan Raden Saleh memberi judul “ Penangkapan Diponegoro “.
Diketahui bahwa Raden Saleh sengaja menggambar tokoh Belanda di lukisannya
dengan kepala yang sedikit terlalu besar agar tampak lebih mengerikan. Perubahan-
perubahan ini dipandang sebagai rasa nasionalisme pada diri Raden Saleh akan tanah
kelahirannya di Jawa. Hal ini juga dapat terlihat pada busana pengikut Diponegoro.
Pieneman sendiri tidak pernah ke Hindia Belanda, dan karena itu ia menggambarkan
pengikut Diponegoro seperti orang Arab. Gambaran Raden Saleh cenderung lebih
akurat, dengan kain batik dan blangkon yang terlihat pada beberapa figur. Raden Saleh
juga menambahkan detil menarik, ia tidak melukiskan senjata apapun pada pengikut
Diponegoro, bahkan keris Diponegoro pun tidak ada. Ini menunjukkan bahwa peristiwa
tersebut terjadi pada bulan Ramadhan, karena itu Pangeran dan pengikutnya datang
dengan niat baik.
Raden Saleh dianggap sebagai bapak seni rupa Modern Indonesia karena beliau
dianggap orang Indonesia pertama yang mendapat pendidikan dan berkarya seni rupa
Modern. Raden saleh menguasai teknik melukis realistis naturalistis yang sangat
mendetail sebagai warisan tradisi seni lukis Renaisan Eropa pada masa itu.
Periode Indonesia Molek atau “Mooi Indie”.
Lebih dari setengah abad setelah meninggalnya Raden Saleh, barulah dikenal
pelukis-pelukis pribumi seperti Abdullah Suryosubroto putra dari dokter Wahidin
Sudirohusodo pendiri “Boedi Utomo”, Wakidi, dan Pringadi. Ciri khas karya pada
periode ini sesuai dengan namanya, menggambarkan pemandangan alam Nusantara
yang indah. Gagasan melukisakan pemandangan alam yang indah ini tidak hadir begitu
saja, tetapi dipengaruhi konsumen seni lukis pada masa itu yang menggemari lukisan
pemandangan alam Nusantara. Ciri yang menyimpang dari masa itu adalah yang
dilakukan oleh Basuki Abdullah putra dari Abdullah Suryosubroto yang melukis objek
manusia, hal yang baru dilakukan lagi oleh pelukis pribumi sejak era Raden Saleh. Pada
masa ini pula dikenal Rudolf Bonet, pelukis asal Nederland yang banyak berjasa
mengilhami pelukis dan seniman tradisional Bali, memberikan warna modern pada
karyakarya seni rupa Bali.
Periode setelah Berdirinya PERSAGI.
Periode PERSAGI adalah masa dalam perkembangan seni lukis Indonesia yang
ditandai dengan berdirinya perkumpulan Persatuan Ahli Gambar Indonesia pada tanggal
23 Oktober 1938 yang didirikan oleh Agus Djaya dan Sudjojono. Berbeda dengan masa
sebelumnya, era pelukis PERSAGI ini seperti juga pengaruh perkembangan seni rupa di
Eropa lebih bersifat individual dengan menonjolkan ekspresi seniman secara pribadi.
Penggambaran objeknya tidak lagi melulu melukiskan keindahan dengan gaya realis
naturalis, tetapi cenderung impresif dan ekspresif. Pada masa ini mulai dikenal pelukis
perempuan seperti Maryati Affandi dan Suleha Angkama.
Periode zaman Pendudukan Jepang 1942-1945.
Sesuai dengan namanya, periode ini menunjukkan perkembangan atau aktivitas
seni rupa di Indonesia sejak pendudukan Jepang di tahun 1942 hingga Proklamasi
Kemerdekaan pada tahun 1945. Walaupun masa pendudukan Jepang ini relatif hanya
sebentar, tetapi kesempatan yang diberikan pemerintah Pendudukan Jepang terhadap
perkembangan kesenian di Indonesia cukup memberikan dorongan bagi para seniman
Indonesia. Salah satu dukungan tersebut diantaranya dengan memberikan fasilitas
kegiatan melukis dan pameran bagi senimanseniman Indonesia yang diwadahi oleh
Bagian Seni Rupa kantor Keimin Bunka Shidoso (Pusat Kebudayaan). Pada masa inilah
dikenal nama-nama pelukis seperti Otto Djaja, Henk Ngantung, Hendra Gunawan,
Affandi, Barli Sasmitawinata, Muchtar Apin, Trubus dsb. Dari sekian nama tersebut,
Affandi menjadi salah satu pelukis yang paling menonjol, karya-karyanya
tidak saja diakui di Indonesia tetapi juga diakui di Eropa sebagai salah satu
karya ekspresionis terbaik dunia.
B. Masa Kemerdekaan-Sekarang
Periode pendirian sanggar-sanggar 1945-1950.
Periode pendirian sanggarsanggar ini ditandai terutama karena momentum
Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kebebasan yang dihirup bangsa ini setelah
melepaskan dari dari penjajahan Belanda dan Jepang sedikit banyak berpengaruh
terhadap semangat untuk mendirikan sanggar-sanggar seni rupa di berbagai daerah di
Indonesia seperti di Padang, Medan, Ujung Pandang, Bandung, Yogyakarta, Surakarta,
Madiun, Surabaya dan Jakarta. Corak dan gaya lukisan yang dihasilkan seniman pada
periode ini cukup bervariasi, warna-warna tradisi (motif-motif dekoratif) yang
bersumber dari kebudayaan lokal juga mewarnai bentuk dan gaya lukisan yang
dihasilkan seniman pada masa ini. Salah satu tema yang cukup menonjol adalah tema-
tema perjuangan. Hal tersebut tidaklah mengherankan karena situasi dan kondisi setelah
tahun 1945 memaksa bangsa Indonesia menghadapi perang revolusi fisik hingga tahun
1949.
Periode setelah tahun 1950.
Periode ini kerap juga disebut sebagai periode pendidikan formil seni rupa. Pada
periode ini peran sanggar digantikan oleh berdirinya perguruan tinggi seni rupa seperti
ASRI di Yogyakarta dan Departemen Seni Rupa di Sekolah Tinggi Teknik Bandung
yang sekarang dikenal dengan nama Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi
Bandung. Berdirinya lembaga-lembaga pendidikan formil dalam bidang seni rupa ini
semakin memperkokoh perkembangan seni rupa Modern di Indonesia. Perkembangan
ini semakin diperkuat dengan berdirinya lembagalembaga pendidikan guru seni rupa
(Jurusan Pendidikan Seni Rupa) di seluruh IKIP di Indonesia. Melalui lembaga-lembaga
pendidikan formil ini konsep dan teknik berkarya seni rupa Modern dipelajari dan
dimasyarakatkan termasuk mengembangkan jenis-jenis seni rupa lainnya seperti seni
patung dan seni grafis.
Periode Gerakan Seni Rupa Baru.
Periode GSRB merupakan periode terakhir dari perkembangan seni rupa
Modern di Indonesia. Para perupaakademis dari beberapa perguruan tinggi seni rupa di
Yogyakarta dan Bandung mendeklarasikan gerakan seni rupa baru yang menentang
kemapanan pakem dan konsep seni modern yang sudah berakar kuat dalam kurikulum
pendidikan tinggi seni rupa di Indonesia. Para perupa ini juga menentang dominasi
seniman atau perupa senior dalam peta seni rupa Indonesia yang dianggap kurang
memberikan tempat bagi para perupa yang lebih junior seperti keikut sertaan seniman
dalam event-event internasional mewakili Indonesia yang diwakili oleh seniman tertentu
saja. Para perupa muda ini juga mempertanyakan kecenderungan dominasi karya seni
lukis di atas karya-karya seni rupa lainnya. Dalam salah satu kegiatan pameran yang
bertajuk Gerakan Seni Rupa Baru, para perupa muda ini menampilkan berbagai bentuk
karya seni rupa yang “menyimpang” dari bentuk karya seni rupa sebelumnya. Mereka
menggunakan berbagai medium yang tidak lazim digunakan dalam berkarya seni seperti
penggunaan benda-benda keperluan sehari-hari. Perkembangan ini sebenarnya tidak
terjadi begitu saja, perkembangan seni rupa pasca modernisme di Eropa dan Amerika
diduga mempengaruhi pemikiran dan konsep para perupa muda ini. Gerakan seni rupa
Postmodern yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Seni Rupa Kontemporer” ini
selanjutnya mewarnai karya-karya seni rupa di Indonesia. Walaupun kurikulum
pendidikan tinggi seni rupa hingga saat ini belum mengadaptasi jenis kesenian ini, tetapi
sebagai sebuah fenomena yang mendunia, gerakan seni rupa Kontemporer telah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan seni rupa di Indonesia. Seni rupa
Kontemporer tidak lagi mengenal penggolongan jenis karya seni rupa seperti seni lukis,
seni patung atau seni grafis. Para penganut gerakan ini cenderung menggolongkan jenis
karya seni rupa pada dimensi kebentukannya saja seperti karya seni dua dimensi, tiga
dimensi atau multi dimensi. Salah satu keunikan yang merupakan perkembangan
termutakhir seni rupa Kontemporer di Indonesia adalah digunakannya teknologi
informasi dan komunikasi sebagai medium berkarya seni, sesuatu yang tidak mungkin
ada pada periode atau masa-masa sebelumnya. Pada periode terakhir ini kita menjumpai
bentuk-bentuk karya seni rupa yang unik perpaduan antara seni dan teknologi
canggih seperti video art, web art, celluler art, dsb.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Gaya dan aliran dalam seni rupa Nusantara dipengaruhi perkembangan seni di Eropa.
Contoh, karya senirupawan Raden Saleh menganut aliran Romantisme, karena ia
berguru ke Eropa yang pada waktu itu aliran Romantisme di sana sedang populer.
Setelah masa kekosongan perkembangan (Raden Saleh tidak mempunyai murid yang
dapat melanjutkan perkembangan seni), muncullah para pelukis pribumi seperti
Pringadie, Abdoellah Sr., Basoeki Bdullah, yang menganut aliran Naturalisme,
Sudjojono, tokoh yang tergolong beraliran Realisme, dan Affandi yang beraliran
Ekspresionisme. Selanjutnya berbagai aliran bermunculan sebagai akibat pengaruh
perkembangan seni modem di Barat. Seniman modern Indonesia antara lain: A. Sadali,
But Mukhtar, Sunaryo, Amri Yahya, Rusli, Hardi, Jeihan, Pirous, dan sebagainya.
Perkembangan paling akhir dalam dunia seni rupa di Indonesia adalah munculnya
gerakan seni rupa Kontemporer. Gerakan yang diawali sejak kemunculan “Gerakan Seni
Rupa Baru” pada pertengahan tujuhpuluhan ini kerap menggunakan/memadukan
berbagai medium dalam berkarya, memadukan berbagai cabang seni (musik dan gerak)
serta menggunakan pula teknologi informasi/komunikasi seperti televisi, video dan
komputer (web art) sebagai basis karya-karyanya. Penganut gerakan ini tidak lagi
menggunakan batasan-batasan (penggolongan) seni seperti seni lukis, patung, grafis
atau pembagian seni murni dan seni pakai. Pembagian yang dikenal atau lazim
digunakan kelompok ini hanyalah seni rupa dua dimensi dan tiga dimensi. Gerakan seni
rupa Kontemporer di Indonesia umumnya dikenali dengan karya-karya instalasi,
performen dan video art.
DAFTAR PUSTAKA

Purnomo, Setianingsih. 2014, Seni Rupa Masa Kolonial: Mooi Indie vs Persagi.
Jurnal VOL. V, NO.01. Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Multimedia
Nusantara.

Soedarso Sp., 2000. Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern, CV Studio


Delapanpuluh Enterprise & BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta.

Bustaman, Soekondo. 1990. Raden Saleh, Pangeran di antara pelukis Romantik.


Abardin, Bandung.

https://gumilarganjar.wordpress.com/2012/11/05/perkembangan-medan-seni-
rupa-indonesia-18xx-1998/ diakses pada tanggal 10 Oktober 2020.

http://dgi.or.id/in-depth/history/garis-waktu-desain-grafis-indonesia-1659-
1999.html diakses pada tanggal 10 Oktober 2020.

https://historia.id/kultur/articles/digulung-dan-disingkirkan-PdWXk/page/5
diakses pada tanggal 10 Oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai