Anda di halaman 1dari 6

Nama : Lavenia Cashella Putri

Nim : 1912541029

Subjek : Zaman Bergerak

Radikalisme Rakyat di Jawa


1912-1926 Bab 1

Nilai :

Pada kesempatan kali ini saya akan mengreview dan menjelaskan mengenai Bab 1 pada buku
yang berjudul Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926

Menurut saya di dalam buku ini menjelaskan tentang arena pada masa kolonial di wilayah
Surakarta dan Yogyakarta. Pada saat itu empat kerajaan di arena sana di bawah kekuasaan
negara Hindia Belanda , dengan keratin keratin di Surakarta dan Yogyakarta , pada waktu itu di
zaman VOC orang orang belanda sering mengeksploitasi perpecahan intern.

Menurut konsepsi tradisional Jawa, pusat kekuasaan adalah negara, dan pusat negara adalah
keraton sunan 3 Sunan bertempat tinggal di dalam puri keraton bersama istri dan putraputri
keluarga raja lainnya. Namun, perwujudan konsepsi tradisional tentang wilayah kerajaan,
berakhir di sini. Di sebelah barat daya, di luar batas negaragung, merupakan daerah Kesultanan
yang memiliki status sama dengan Kesunanan.

Permukiman orang Tionghoa yang utama adalah Pasar Gede yang terletak di tengah kota, di tepi
utara Kali Pepe. Daerah ini diurus oleh seorang pegawai Tionghoa yang ditunjuk oleh penguasa
Belanda. Pegawai Tionghoa ini memiliki hubungan keluarga dan bisnis yang dekat dengan
perdagangan opium milik orang-orang Tionghoa. Penyimpangan Kesunanan dari konsepsi
tradisional tentang kerajaan, seperti yang terlihat melalui topologinya, mencerminkan perubahan
mendasar yang dirasakan dan dialami oleh elit penguasa Jawa sejak Perang Jawa, 1830. Dengan
kondisi terbagi menjadi empat, terkunci di bagian selatan Jawa Tengah, serta dengan getir
menyadari bahwa kekuatan militer dan politik mereka impoten di hadapan Belanda, jelas bagi
semua pihak bahwa penguasa Jawa tidak lagi bisa bertindak sebagaimana seharusnya seorang
penguasa Jawa bertindak. Kenyataan ini menghantam dasar. legitimasi tradisional, walaupun
mekanisme internal untuk pemerintahan kerajaan diserahkan kepada para patih.
Sejumlah pangeran dari Kesunanan dan Mangkunegaran dikinm ke Belanda untuk mengikuti
pendidikan tinggi dan mempelaJari Javanologi; termasuk di dalamnya RM. Soerjosoeparto
(kemudian menjadi Mangkunegara VII). R.M. Woerjaningrat. Pangeran Ngabehi (kemudian
menjadi Pakubuwana XO. dan Pangeran Hadiwidjojo. Semuanya memainkan peranan penting
dalam Boedi Oetomo pada dekade 1910-an dan 1920-an. menyerukan nasionalisme Jawa.

Cohen Stuart mencemooh ketidaktahuannya tentang bahasa Jawa Kuno, dan pada akhir abad
XIX pengakuannya sebagai orang yang berwenang terhadap tradisi Jawa kuno telah dianggap
tidak benar dalam pikiran para Javanolog Belanda. Di Vorstenlanden, Cultuurste/se/ tidak
dijalankan dalam kurun waktu 1830 sampai 1870, dan perkebunan swasta Belanda dapat
bergerak paling bebas di wilayah kerajaan ini.

Penanaman kopi yang luas di Surakarta dan tidak ditanamnya kopi di Yogyakarta menunjukkan
bahwq di Yogyakarta tanah datar hanya disewakan kepada pemilik perkebunan Eropa,
sedangkan di Surakarta pemilik perkebunan dapat memperoleh tanah baik di dataran rendah
maupun daerah bukit. Jaringan kereta api mencapai Vorstenlanden untuk melayani perkebunan
yang telah meningkat, baik dari segi jumlah maupun ukurannya, dan menyediakan alat angkut
bagi produk-produknya. Jadi, dalam dekade 1870-an perkebunan di Vorsten/anden meningkat
dengan cepat.

Dalam dekade terakhir abad 16, dan dua dekade pertama abad 20, tanaman perkebunan yang
paling penting di daerah Vorstenlanden adalah tebu, disusul tembakau di tempat kedua. Secara
tradisional negara Mataram tidak mengontrol tanah, tapi mengontrol penduduk beserta hasil yang
diperoleh dari tanah garapan mereka. Seperti juga tanah-tanah Jungguh, diukur dengan jung yang
sama besarnya dengan empat karya, sebidang tanah untuk seorang cacah atau rumah tangga yang
ukuran sesungguhnya berbeda-beda, tergantung pada kesuburan tanah dan persediaan airnya.

Para pemegang /ungguh yang tinggal di negara tidak langsung memungut pajak atau
memperoleh tenaga kerja dari penduduknya, tetapi menunjuk seorang bekel untuk mengelola
tanahnya. Tanah dan penduduk yang berada di bawah pengawasan bekel ini disebut kebekelan.
Petani di bawah pengawasan bekel, yang disebut kuli, menggarap seperlima tanah yang tersisa
dari kebekalan dan wajib membayar pajak serta menyerahkan tenaganya.
Oleh karena tindakan ini dianggap sah maka asisten residen atau kontroler Belanda juga hadir
pada saat nggogol bersama bupati untuk mendengarkan keluhan petani dan membentuk prapat
untuk menjadi penengah antara petani yang protes dan pihak perkebunan. Dengan berakhirnya
era liberal dalam politik kolonial dan dimulainya era Elis, sistem Jungguh dan kondisi agraria
serta administrasi di Vorstenlanden mulai diserang. Reorganisasi diperkenalkan oleh Belanda
pada 1912 dan selesai pada 1924. Ada empat tindakan yang diambil untuk membuat perubahan
tersebut: (1) penghapusan sistem Jungguh, (2) pembentukan desa sebagai unit administrasi, (3)
pemberian hak-hak penggunaan tanah yang jelas kepada petani, dan (4) perbaikan aturan sewa
tanah.

Sementara zaman modal muncul di daerah pedesaan dalam bentuk penetrasi perkebunan Belanda
yang semakin kuat dan jungkir baliknya sistem lungguh, di kola Surakarta dan sebagian
Yogyakarta zaman modal hadir bersama perkembangan industri batik. Mulanya berkembang di
pusat-pusat kola kemudian menyebar ke pedesaan sekelilingnya. Di Surakarta seni membatik
sangat dihargai sehingga kemampuan membatik dianggap bagian penting dari pendidikan kaum
perempuan di keratin

Sekian review dari saya , saya harap pembaca dapat mengerti dari makna bab ini terima kasih.
Nama : Lavenia Cashella Putri

Nim : 1912541029

Subjek : Zaman Bergerak

Radikalisme Rakyat di Jawa


1912-1926 Bab 2

Nilai :

Pada kesempatan kali ini saya akan mengreview dan menjelaskan mengenai Bab 2 pada buku
yang berjudul Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926.

Menurut saya di dalam buku ini menjelaskan tentang lahirnya pergerakan. Sarekat Islam tumbuh
dan berkembang dari Rekso Roemekso pada awal 1912. Rekso Roemekso, yang didirikan oleh
Haji Samanhoedi bersama beberapa saudara, teman, dan pengikutnya, adalah sebuah
perkumpulan tolong-menolong untuk menghadapi para kecu yang membuat daerah Lawean tidak
aman, agaknya karena pencurian kain batik yang dijemur di halaman tempat pembuatan batik.

Pada masa itu, setiap perkumpulan tanpa status hukum dapat dibubarkan setiap saat dengan
perintah residen, berdasarkan Undang-undang 1854 (pasal 3). Tetapi, kepemimpinan Rekso
Roemekso terdiri alas para pedagang batik dan beberapa pegawai rendah dari Kesunanan
sehingga mereka terlalu sulit untuk mengerti dan mampu untuk menyusun anggaran dasar dan
mengikuti proses hukum untuk meminta kepatihan dan residen mau mengakui anggaran dasar
serta menjamin status hukum dari perkumpulan tersebut. Saat diselidiki polisi, Martodharsono
mencoba menghindar dari masalah-masalah hukum dengan mengatakan bahwa Rekso Roemekso
adalah cabang dari SDI Bogor.

Tanggal 9 November 1911 sebenarnya terlalu awal bagi pernbahan Rekso Roemekso m_enjadi
SL Baik Residen Surakarta (van Wijk) dan Tjokroaminoto menyatakan bahwa Tirtoadhisoerjo
tiba di Surakarta pada awal 1912, kemungkinan pada Februari, setelah terjadi keributan di pasar
Cina Surabaya. ketika boikot pertama dilakukan oleh SI di Surakarta. Kebingunan muncul
karena perkumpulan itu menyebut dirinya sebagai cabang SDI Bogor karena persoalan hukum.
Ketika utusan dikirim oleh komite pusat SI ke Surabaya pada Mei 1912, mereka menjelaskan
bahwa SI Surakarta adalah cabang SI Bogor (bukan SDI).
Di bawah perintah wargo pangarso, para anggota mengumpulkan keterangan dan kadang mereka
menangkap para pencuri sendiri, lalu menyerahkannya kepada polisi. Hoof dbestuur
mengumumkan rencana mendirikan sekolah-sekolah untuk kaum muslim, memajukan
perdagangan, dan menerbitkan organ berbahasa Jawa. Namun, tidak ada sekolah dan mesjid
yang berhasil dibangun. Waiau pun usu Ian ini tel ah diajukan pada hoof dbestuur untuk
mendirikan toko-toko SI dan telah meminta bantuan keuangan, tidak ada yang berhasil
diwujudkan pada masa itu.

Oleh karena SI tidak punya percetakan sendiri dan karena semua percetakan di Surakarta
menerbitkan surat kabar mereka sendiri dan tidak mau mencetak Sarotomo maka surat kabar itu
dicetak di firma H. Buning di Yogyakarta dan Mas Wingnjoardjo dipekerjakan sebagai korektor.
Hal ini tidak berarti bahwa SI tetap merupakan organisasi ronda yang sederhana seperti Rekso
Roemekso. Walaupun ronda masih tetap penting bagi SI, suatu bentuk baru gerakan, boikot,
diperkenalkan oleh Tirtoadhisoerjo dan Martodharsono kepada SI. Sementara para anggota
secara indiviual diwajibkan mengikuti ajaran Islam.

Orang-orang Tionghoa belum lama dibebaskan dari kewajiban memberi hormat kepada pegawai-
pegawai Belanda dan Jawa oleh pemerintah Hindia. Kaum muda Tionghoa juga mulai mengubah
penampilan mereka setelah berita tentang revolusi di Tiongkok mencapai Hindia, dengan jalan
memotong kuncir gaya Ch'ing, menukar pakaian tradisional Tionghoa dengan pakaian gaya
Baral, dan tampil di depan umum seperti sinyo. Semua ini dilihat oleh orang Jawa bukan hanya
sebagai tanda kekuatan Tionghoa, tetapi juga bahwa orangorang Tionghoa berada di luar dan di
atas hierarki tata sosial Jawa. Sebagai tambahan, kegiatan dagang Tionghoa semakin hebat dan
pemogokan pasar Tionghoa Surabaya pada Februari 1912 memperlihatkan kekuatan mereka
pada bumiputra. Teknilc boikot dilancarkan dengan latar belakang seperti ini.

Perintah Residen pada IO Agustus untuk menghentikan semua kegiatan SI menandai titik
perubahan kedua dalam transformasi SI. Keputusan itu mendorong SI berkembang di luar
Keresidenan Surakarta. Perintah residen dan penggerebekan polisi membuat pimpinan SI
Surakarta agak panik dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Pada awalnya propaganda SI
dilakukan melalui hubungan pribadi oleh utusan yang dikirim hoofdbestuur. Pada September, af
deling SJ yang pertama didirikan di Kudus.
Justru seluruh aparat pemerintah dikerahkan untuk mengawasi dan mengumpulkan informasi
tentang SI. Di Jawa Timur, SI af deling Surabaya muncul sebagai pusat gerakan SI yang
terpenting. SI af de/ing Surabaya mungkin satusatunya utusan yang dikirim oleh hoofd bestuur
SI sebelum dihentikannya aktivitas SI pada Agustus 1912, yang berhasil merekrut anggota-
anggota baru. Tokoh-tokoh sentral dari SI Surabaya, seperti Tjokroaminoto, Tjokrosoedarmo,
dan Haji Hasan Ali Soerati, bergabung dengan SI pada Mei. Di Yogyakarta, sekali pun berbeda,
suasananya lebih buruk lagi. Di kota ini af deling SI dibentuk pada Januari 1913 dan abdi dalem
serta pegawai keagamaan Pakualaman menjadi mayoritas dalam kepengurusannya. Sebenamya,
K.H. Dahlan, seorang pegawai keagamaan Sultan dan ulama yang terkenal berpikiran maju dari
Kauman, tidak begitu antusias terhadap SI. Ia baru saja mendirikan Moehammadijah untuk
memajukan pengetahuan orang Islam tentang agamanya. Melihat ekspansi SI di mana-mana, ia
lalu mengambil alih pemimpin SI Yogyakarta. Dahlan menjadi ketua dan Mas Pengoeloe Haji
Abdoellah Sirat, sekretaris Moehammadijah, sebagai sekretaris. SI Yogyakarta dibolehkan
berdiri selama tidak mengganggu kepentingan Moehammadijah. Jumlah anggotanya tetap sedikit
dan terbatas di dalam kota Yogyakarta dan Kota Gede.

Sekian review dari saya , saya harap pembaca dapat mengerti dari makna bab ini terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai