Anda di halaman 1dari 4

RADEN SALEH

Nama lengkapnya adalah Raden Saleh Syarif Bustaman lahir di Semarang pada tahun 1811
dari pasangan peranakan Arab dan Jawa. Ayahnya bernama Said Husein bin Alwi bin Awal
dan ibunya bernama Raden Ayu Syarif Husein.
Sejak kecil Raden Saleh tinggal bersama pamannya bernama Raden Adipati
Surohadimenggolo. Pamannya adalah seorang Bupati Semarang yang terkenal terpelajar.
Sang paman pernah membantu Thomas Stamford Raffles yang dikenal sebagai Gubernur
Jenderal Hindia Belanda.
Pamannya membantu Gubernur Jenderal Hindia Belanda tersebut dalam menerjemahkan
sejumlah teks dari kanon sastra klasik Jawa. Yang kemudian digunakan Thomas Stamford
Raffles sebagai bahan menulis buku terkenalnya yakni the History Of Java.
Pada 1822, Raden Saleh didaftarkan belajar di sebuah sekolah bangsawan Pribumi yang baru
dibuka di Cianjur, Jawa Barat. Berkat keluasan pergaulannya, Raden Saleh yang berbakat
menggambar sudah terlihat sejak masih muda.
Ia bisa berkenalan dan belajar kepada AAJ Payen, pelukis keturunan Belgia yang
didatangkan pemerintah Hindia-Belanda untuk melukis pemandangan Nusantara.
Belajar Seni Lukis di Belanda
Pada tahun 1829, atas saran Payen pemerintah Hindia Belanda mengirim Raden Saleh ke
negeri Belanda untuk belajar seni lukis. Pengalaman belajar serta hidup di negeri Belanda dan
sejumlah negara Eropa lain kelak sangat mempengaruhi gaya melukis dan pemikiran seorang
Raden Saleh.
Petualangan hidup Raden Saleh di Eropa dimulai di negeri Belanda. Lima tahun pertamanya
di Eropa digunakan Raden Saleh untuk belajar banyak hal. Dari memperdalam bahasa
Belanda hingga belajar teknik melukis potret pada pelukis istana kerajaan Belanda Cornelis
Kruesemen.
Ia juga belajar melukis tema pemandangan pada Andris Bahan nama alat serta belajar
melukis tema pemandangan pada Andries Schelfhout.
Perlahan nama Raden Saleh mulai dikenal masyarakat Belanda. Selain berkesempatan
menggelar pameran di Den Haag, Ia juga kerap diminta melukis potret sejumlah anggota
kerajaan dan para pejabat Belanda. Tak jarang karya karya lukis Raden Saleh membuat
masyarakat Belanda terperangah.
Berpetualang di Jerman Hingga Perancis
Pada tahun 1839, pemerintah Belanda mengirim Raden Saleh untuk melakukan perjalanan
artistik ke sejumlah negara Eropa. Ia berkunjung dan menetap beberapa bulan di Dusseldorf
Frankfurt dan Berlin, Jerman.
Ia kemudian mengunjungi kota Dresden dan jatuh cinta dengan kota itu. Raden Saleh
memutuskan tinggal di Dresden hingga sekitar lima tahun di kota itu. Di kota itu pula ia
menjadi tamu kehormatan kerajaan Jerman.
Kehadirannya diterima baik kalangan bangsawan. Untuk pertama kali dalam hidupnya Raden
Saleh merasa diperlakukan sederajat sebagai manusia.
Situasi ini membuatnya leluasa menemukan ekspresi artistik dan rasa percaya dirinya sebagai
seniman. Raden Saleh juga tak ragu menunjukkan identitasnya sebagai orang Asia, orang
Jawa serta sebagai seorang muslim.
Selama di Dresden, Raden Saleh menjalin persahabatan erat dengan seorang bangsawan
terpandang bernama Mayor Friedrich Anton Serres dan istrinya bernama Friederikadi Maxen.
Salah satu jejak persahabatan Raden Saleh dengan keluarga Serres bisa dilihat pada bangunan
Mushola yang dibangun keluarga Serres di kawasan bukit Mühlbach.
Mushola Raden Saleh di Jerman
Mushola yang bernama Blaue Häusel itu memang dibuat untuk menghormati Raden Saleh.
Di mushola itu terdapat tulisan Raden Saleh dalam bahasa Jawa dan Jerman berbunyi :
“..Hormati Tuhan, Cintai Manusia.”
Terdorong oleh jiwa artistiknya, pada tahun 1845 Raden Saleh pergi ke Prancis dan menetap
selama 5 tahun di kota pusat kesenian Eropa itu.
Wawasan seni dan pengetahuan Raden Saleh kian bertambah. Ia banyak menyerap pengaruh
gaya romantic pelukis legendaris Prancis, Eugene Delacroix yang kerap menonjolkan unsur
drama dalam lukisan-lukisannya.
Pada 1846 bersama pelukis terkenal Perancis yang bernama Horace Vernet, Raden Saleh
tinggal beberapa bulan di Aljazair. Di daerah koloni Perancis ini, Raden Saleh mendapat
ilham untuk melukis adegan perkelahian hewan-hewan buas yang menjadi salah satu tema
favorit lukisan-lukisannya.
Lukisan Karya Raden Saleh
Selama di Perancis, Raden Saleh juga menjadi saksi revolusi Prancis yang terjadi pada bulan
februari 1848 di Paris. Peristiwa inilah yang ikut mempengaruhi wawasan kehidupannya.
Raden Saleh diketahui tiga kali menggelar pameran lukisannya.
Karya-karyanya diterima baik oleh penikmat seni dan kritikus di negara itu. Saat akhirnya
pulang ke Hindia Belanda pada tahun 1851, Raden Saleh yang sudah menjadi pribadi baru.
Raden Saleh menjelma sebagai manusia dengan pikiran dan perilaku modern.
Raden Saleh Kembali ke Indonesia
Pulang dari Eropa dan tinggal di Batavia, Raden Saleh yang bekerja sebagai pelukis dan
konservator lukisan pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Ia merasa terasing dengan
lingkungannya.
Sebagai seorang yang menyerap budaya dan pendidikan Eropa, Oleh orang-orang Belanda di
nusantara dia tetap dianggap sebagai seorang pribumi yang tidak sederajat dengan orang
Eropa.
Sementara saat harus bergaul dengan warga pribumi baik dari kalangan bangsawan maupun
rakyat jelata, Raden Saleh juga kesulitan mendapatkan lawan bicara yang bisa mengimbangi
tingkat pengetahuan dan pendidikannya. Kondisi ini membuatnya sangat kesepian.
Pada tahun 1855 Raden Saleh menikah dengan Constancia von Mansfeldt. Ia merupakan
seorang janda kaya asal Jerman. Pasangan ini kemudian membangun rumah mewah di
kawasan Cikini.
Rumah cantik yang diilhami gaya arsitektur istana Callenberg, di mana Raden Saleh pernah
tinggal saat di Jerman. Rumah tersebut kini masih berdiri dan menjadi bagian dari Kompleks
Rumah Sakit PGI.
Sayangnya perilaku diskriminatif yang diterima Raden Saleh kemudian menyebabkan ia
bercerai dengan Constancia. Praktek diskriminasi yang dirasakan Raden Saleh mendorongnya
menciptakan sejumlah karya lukis yang mengekspresikan kritik atas kolonialisme yang
dilakukan Belanda di Bumi Jawa atau wilayah nusantara lainnya.
Nuansa kritik ini menurut sejumlah pihak misalnya terasa pada lukisan penangkapan
Diponegoro, Lukisan sebuah banjir di Jawa, dan lukisan pertarungan antara banteng dan
singa.
Karya terpenting Raden Saleh yakni lukisan bersejarah penangkapan Diponegoro sangat
tersohor di Indonesia dan melahirkan banyak tafsir.
Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro Karya Raden Saleh
Dari tafsir yang mendukung Raden Saleh sebagai pendukung kolonialisme, hingga tafsir
sebaliknya yang menyebut lukisan itu sebagai bentuk kritik Raden Saleh terhadap praktik
kolonialisme Belanda terhadap tanah Jawa atau Nusantara.
Menikah Dengan Raden Ayu Danudirja
Pada tahun 1867, Raden Saleh menikah dengan Raden Ayu Danudirja. Ia adalah gadis
bangsawan dari Keraton Yogyakarta. Mereka berdua kemudian pindah ke Bogor.
Menjelang akhir hayatnya, Raden Saleh sempat ditahan oleh penguasa kolonial Belanda. Hal
ini karena tuduhan bahwa Raden Saleh terlibat pemberontakan Gerakan Ratu Adil di
Karawang Dan Bekasi pada tahun 1867.
Meski perjalanan hidupnya diwarnai kekecewaan dan kesepian, hidup Raden Saleh yang
dilandasi semangat romantis dan ide kemanusiaan. Ini tetap menjadikan dirinya sosok yang
dicintai dan dikagumi.
Raden Saleh Wafat
Saat Raden Saleh meninggal pada 23 April 1880, lebih dari 2 ribu orang yang berasal dari
berbagai etnis dan kebangsaan mengantarkannya ke pemakaman di kampung Empang,
Bogor.
Meski meninggal saat ide-ide kebangsaan Indonesia belum dikenal, bibit-bibit semangat cinta
tanah air yang ditunjukkan Raden Saleh mengilhami banyak kalangan. Tak berlebihan
kiranya bila sastrawan Pramoedya Ananta Toer menyebut Raden Saleh sebagai individu
nasional pertama di nusantara.

Anda mungkin juga menyukai