Anda di halaman 1dari 32

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian diperoleh dengan melakukan pengkajian terhadap novel

Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, mencari data yang berkaitan

dengan nilai moral dan sosial, selanjutnya dilakukan analisis sehingga

mendapatkan hasil penelitian, kemudian dilakukan pembahasan. Hasil

penelitian yang diperoleh dari mengkaji novel Daun yang Jatuh Tak Pernah

Membenci Angin karya Tere Liye, yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka

Utama di Jakarta memperoleh hasil sebagai berikut: 1) wujud nilai moral

yang terkandung dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

karya Tere Liye, 2) wujud nilai sosial yang terkandung dalam novel Daun

yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye. Hasil penelitian

kemudian disusun dalam bentuk tabel untuk selanjutnya dideskripsikan pada

pembahasan.

Berdasarkan hasil penelitian, wujud nilai moral yang terkandung

dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye

mencakup empat jenis nilai moral yaitu: hubungan manusia dengan Tuhan,

hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan sesama,

dan hubungan manusia dengan lingkungan. Jenis-jenis nilai moral tersebut

selanjutnya disampaikan melalui wujud-wujud moral dalam karya sastra.

Wujud moral tersebut disampaikan melalui rangkaian cerita novel Daun yang

38
39

Jatuh Tak Pernah Membenci Angin. Berikut ini tabel penjabaran hasil

penelitian dari mengkaji nilai moralnovel Daun yang Jatuh Tak Pernah

Membenci Angin.

Tabel 1. Wujud Nilai Moral dalam novel Daun yang Jatuh Tak
Pernah Membenci Angin Karya Tere Liye

No Jenis Nilai Wujud Halaman


Moral
1 Hubungan a. Memanjatkan doa 26
Manusia b. Bersyukur kepada 29, 52, 128, 196
dengan Tuhan
Tuhan c. Berserah diri kepada 54, 60, 139
Tuhan
d. Mengakui kesalahan di 142
hadapan Tuhan
2 Hubungan a. Memaafkan diri 11
Manusia sendiri
dengan Diri b. Percaya diri 18
Sendiri c. Berjanji 20, 27, 31, 33, 49, 60,
70, 77
d. Sadar diri 27
e. Pantang menyerah 127

f. Pantang menyerah 127, 128, 250


g. Mengakui kesalahan 144, 167
h. Menerima kenyataan 145, 157, 256
3 Hubungan a. Peduli 12, 29, 44, 106, 137,
Manusia 139, 143, 162, 216, 230
dengan b. Rela berkorban 14, 30
sesama c. Bertanggung jawab 17
d. Berbagi atau memberi 24, 102-103, 167-168,
181-182
e. Tidak memaksakan 34
kehendak
f. Menghormati 36, 111-112, 240
g. Menghargai 39, 45, 51, 123, 129,
177, 183
No. Jenis Nilai Wujud Halaman
Moral
h. Percaya 40

i. Berbakti kepada orang 53


tua
j. Jujur 91
k. Tolong menolong 105
l. Berprasangka baik 120, 203
m. Menepati janji 127
n. Berterimakasih 223
4 Hubungan a. Mematuhi peraturan 220-221
manusia
dengan
lingkungan

Kajian nilai sosial juga diperoleh dengan menganalisis wujud-wujud

nilai sosial yang terkandung Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

karya Tere Liye. Hasil penelitian nilai sosial pada novel ini lebih mengarah

pada nilai yang dianggap baik dan dianggap buruk oleh masyarakat. Nilai-

nilai tersebut diwujudkan dalam berbagai perilaku pada rangkaian cerita

yang mengarahkan pembaca untuk mengidentifikasi baik dan buruknya

secara sosial. Berikut ini tabel penjabaran hasil penelitian dari mengkaji nilai

sosial novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin.

Tabel 2. Wujud Nilai Sosial dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah
Membenci Angin Karya Tere Liye

No Wujud Nilai Sosial Halaman


1 Keakraban 11, 11-12, 12, 19
2 Balas Budi 12
3 Memberi 15, 25, 35, 49, 80-81,
94, 184
4 Menghargai Sesama 15-16
5 Menolong 23
No . Wujud Nilai Sosial Halaman
6 Keharmonisan 33
7 Peduli 56
8 Toleransi 72-73

Hasil penelitian berdasarkan kajian nilai moral dan sosial pada novel

Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye selanjutnya

dijabarkan melalui penjelasan deskriptif secara lebih lugas dan jelas. Hasil

penelitian ini menjadi acuan analisis deskriptif terhadap karya fiksi ini.

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian

Pembahasan hasil penelitian pada penelitian ini membahas

wujud nilai moral, wujud nilai sosial dan teknik penyampaian nilai moral

serta sosial dalam novel DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI

ANGIN karya Tere Liye. Pembahasan hasil penelitian sebagai berikut.

4.2.1 Wujud Nilai Moral dalam Novel

a. Hubungan Manusia dengan Tuhan

Pesan moral yang berwujud moral religius, termasuk di

dalamnya yang bersifatkeagamaan, dan kritik sosial banyak

ditemukan dalam karya fiksi atau dalam genre sastra yang lain.

Kedua hal tersebut merupakan “lahan” yang banyak memberikan

inspirasi bagi para penulis, khususnya penulis sastra Indonesia

modern. Hal itu mungkin disebabkan banyaknya masalah

kehidupan yang tidak sesuai dengan harapannya, kemudian mereka


mencoba menawarkan sesuatu yang diidealkan. (Nugiyantoro:

2000).

Hubungan manusia dengan Tuhan tidak dapat

digambarkan dengan garis vertikal. Dalam menghadapi

persoalan-persoalan hidup manusia membutuhkan perlindungan.

Tuhan sebagai tempat mengadu dan berkeluh kesah. Tuhan

sebagai zat Yang Maha Sempurna tempat segala sesuatu

bergantung. Dalam novel ini ditunjukkan hubungan manusia

dengan Tuhan yaitu kepercayaan terhadap Tuhan, bersyukur

kepada Tuhan, dan memanjatkan doa kepada Tuhan. Berikut ini

penjelasan wujud nilai moral hubungan manusia dengan Tuhan.

1) Memanjatkan doa

Hubungan manusia dengan Tuhan dapat dilihat dari adanya

kepercayaan terhadap Tuhan.Kepercayaan tersebut diwujudkan

dengan berdoa dan beribadah. Pada novel Daun yang Jatuh Tak

Pernah Membenci Angin ditunjukkan pada tokoh yang

memanjatkan doa dan mempercayai adanya tuhan atas segala hal

baik yang diperoleh. Berikut ini salah satu kutipan dalam novel

yang menunjukkan nilai moral memanjatkan doa.

(1) “Saat itu aku berpikir. Berdoa. Semoga kakak yang baik
ini menjadi bagian dalam hidup kami. Dan sungguh
Tuhan, aku tidak tahu apakah itu kabar baik atau buruk,
ternyata Engkau mendengarnya”.(Liye, 2013:26)
Berdoa adalah perbuatan yang baik. Berdoa dapat menjadi

sarana untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Dalam kutipan di atas

memperlihatkan kejadian di mana tokoh utama sedang berdoa.

Tokoh utama berdoa untuk berterima kasih atas terkabulnya doa

yang sebelumnya dipanjatkan. Hal tersebut, menunjukan nilai

moral yang baik dan masuk ke dalam nilai moral hubungan

manusia dengan Tuhan.

2) Bersyukur kepada Tuhan

Dalam novel ini, rasa syukur kepada Tuhan dapat diwujudkan

melalui tutur kata dan tindakan. Pada dasarnya bersyukur adalah

berterima kasih. Bersyukur kepada Tuhan berarti berterima kasih

atas nikmat yang telah Tuhan berikan. Nikmat yang dikaruniakan

hakikatnya adalah cobaan. Tokoh boleh saja memilih untuk

bersyukur atau tidak. Bersyukur secara batiniyah memang tidak

nampak. Rasa syukur kadang muncul seperti sebuah kelegaan di

dalam hati tokoh. Secara tersirat penggambaran perasaan tokoh

pada novel mencerminkan rasa bersyukur. Berikut kutipan rasa

syukur yang tersirat dalam novel.

(1) “Aku menelan ludah. Dulu aku hanya berjalan di


sepanjang jalan menatap iri anak-anak yang ada di
restoran tersebut (adikku juga pernah merajuk setengah
hari ingin makan di situ; dan aku lagi-lagi tidak bisa
membujuk Dede)”. (Liye, 2013:29).
Bersyukur meupakan tindakan yang baik, dengan selalu

bersyukur berarti kita mampu menerima apa yang sudah diberikan

oleh Tuhan kepada kita. Dalam kutipan di atas memperlihatkan

kejadian di mana tokoh utama sedang mensyukuri atas keadaan

yang dialami sekarang. Tokoh utama tidak begitu saja melupakan

nasib yang dulu pernah dialaminya. Hal tersebut, menunjukan nilai

moral yang baik dan masuk ke dalam nilai moral hubungan

manusia dengan Tuhan.

3) Berserah diri kepada Tuhan

Berserah diri merupakan salah satu bentuk hubungan manusia

dengan Tuhan dimana seorang manusia memasrahkan segala hal

yang terjadi pada dirinya sebagai takdir Tuhan. Hal ini sebagai

wujud mawas diri seorang manusia yang kecil dihadapan Tuhan.

Berserah diri pada Tuhan adalah salah satu wujud nilai moral

manusia yang menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk

yang tunduk pada takdir Tuhan. Ketika manusia telah melakukan

segala usaha, maka hal terakhir yang dapat dilakukan adalah

berserah diri kepada Tuhan.

Salah satu bagian cerita novel ini diceritakan tokoh yang

telah berserah diri pada Tuhan untuk kesembuhan ibunya.Kutipan

yang menyiratkan nilai meral tersebut sebagai berikut.

(1) “Ya Tuhan, aku tak bisa membayangkan apa yang akan
terjadi jika Ibu tidak kunjung sembuh. Dalam doa-doa
aku hanya menyebut kesembuhan Ibu. Aku tak ingin
kehilangannya. Lihatlah apa yang akan terjadi kalua dia
pergi” (Liye, 2013:54).

Selain itu, tokoh juga mengungkapkan secara tersurat melalui

doa seorang ibu kepada anaknya. Berikut ini kutipan doa ibu yang

menunjukkan keberserahan diri pada Tuhan.

(2) “Ya Tuhan, semua takdir-Mu baik…. Semua kehendak-


Mu adalah yang terbaik…. Dan aku menyerahkan kedua
anakku kepada-Mu…. Kau baik sekali mempertemukan
kami dengan seseorang sebelum kematianku… Dengan
malaikat-Mu!” (Liye, 2013:60)

Berserah diri kepada Tuhan merupakan salah satu cara yang

baik dalam menjalani hidup. Dalam kutipan di atas

memperlihatkan kejadian di mana tokoh utama berserah diri

kepada Tuhan. Tokoh utama menyerahkan jalan hidupnya kepada

Tuhan karena menurutnya kehandak Tuhan merupakan yang

terbaik. Hal tersebut, menunjukan nilai moral yang baik dan masuk

ke dalam nilai moral hubungan manusia dengan Tuhan.

4) Mengakui kesalahan di hadapan Tuhan

Manusia tidak ada yang sempurna dan luput dari kesalahan.

Nilai moral mengakui kesalahan di hadapan Tuhan sebagai bentuk

kesadaran diri bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Kesalahan

juga dilakukan tokoh pada cerita di novel ini, dan kemudian

menyesalinya. Berikut kutipan nilai moral mengakui kesalahan.


(1) “Tentu saja aku telah membuatnya kecewa. Ya Tuhan,
bukankah aku pernah bersumpah untuk selalu menuruti
kata-katanya?” (Liye, 2013:142)

Mengakui kesalahan yang telah diperbuat adalah merupakan

tindakan yang terpuji. Dalam kutipan di atas memperlihatkan

kejadian di mana tokoh utama sedang mengakui kesalahan yang

telah dirinya perbuat.. Hal tersebut, menunjukan nilai moral yang

baik dan masuk ke dalam nilai moral hubungan manusia dengan

Tuhan.

b. Hubungan manusia dengan diri sendiri

Persoalan manusia dengan dirinya sendiri dapat bermacam-

macam jenis dan intensitasnya. Hal ini tentu saja tidak lepas dari

kaitannya dengan persoalan hubungan antar sesama. Ia dapat

berhubungan dengan masalah-masalah seperti eksistensi diri, harga

diri, rasa percaya diri, takut, rindu, dendam, dan lain-lain yang

lebih bersifat melihat ke dalam diri dan kejiwaan seorang individu

(Nugiyantoro: 2000)

Hubungan manusia dengan diri sendiri sebagai bentuk nilai

mawas diri dimana manusia seharusnya mengenali, adil dan bijak

pada dirinya sendiri. Hal ini bertujuan untuk menjadikan manusia

lebih baik dalam hal moral dengan mengetahui hal-hal yang

seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan


1) Memaafkan diri sendiri

Pada dasarnya manusia bukanlah makhluk yang sempurna.

Manusia sering melakukan kesalahan bahkan ada beberapa orang

bahkan ada yang tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. Pada novel

ini diceritakan tokoh yang mencoba berdamai dengan kesalahan di

masa lalunya. Berikut ini kutipan ceritayang menunjukkan nilai

moral.

(1) “Berjalan-jalan di sepanjang rak buku. Menyentuh satu-


dua buku. Membaca sampul belakangnya, membuka-
buka buku yang tidak dibungkus plastik. Menatap
pengunjung lain yang sibuk, sedikit-banyak membantuku
berdamai dengan perasaan masa lalu. Tempat ini benar-
benar berarti banyak bagiku. Menyimpan kenangan
penting“.(Liye, 2013:11).

Memaafkan diri sendiri adalah merupakan tahapan yang sulit

dalam hidup. Memaafkan diri sendiri sama artinya dengan kita

sudah dapat berdamai dengan kesalahan atau pengalaman buruk

di masa lalu. Kutipan di atas memperlihatkan tokoh utama dengan

berusaha berdamai dengan dirinya sendiri. Hal tersebut

merupakan sesuatu nilai yang baik.

2) Percaya diri

Nilai moral selanjutnya yang berhubungan dengan diri

sendiri pada novel ini adalah nilai percaya diri. Percaya diri

merupakan salah satu nilai yang perlu dimiliki oleh seseorang


sebagai pribadi yang tangguh. Pada novel ini nilai percaya diri

tidak ditunjukkan secara langsung, namun secara tidak langsung

dengan penggambaran yang berlawanan dengan percaya diri.

Berikut ini kutipan dari novel yang berkaitan dengan nilai percaya

diri.

(1) “Aku juga malu-malu dengan “penampilan baru” itu


(“Dan kau cantik sekali, Tania!”). Ya Tuhan! Itulah
pertama kalinya dia memujiku. Dan aku sungguh malu”.
(Liye, 2013:18)

Rasa percaya diri sangatlah penting dalam berhadapan

dengan lawan bicara. Memiliki sikap percaya diri dapat

menambahan kesan positif pada diri kita. Sikap percaya diri

merupakan nilai moral yang baik.

3) Berjanji

Ada beberapa kutipan yang menrujuk pada nilai moral

berjanji. Kutipan-kutipan tersebut secara langsung menunjukkan

tokoh yang mengikrarkan janji. Sepertu yang terlihat pada kutipan

berikut ini.

(1) “Seketika semenjak detik itu aku berikrar dalam hati.


Bersumpah sungguh-sungguh: Apa pun yang akan
dikatakannya, apa pun yang diucapkannya akan selalu
kuturuti. Apa pun itu!” (Liye, 2013:20).

Selain itu, nilai berjanji juga diisyaratkan pada penyebutan

sumpah di rangkaian cerita novel ini. Sebagaimana terlihat pada


kutipan berikut ini.

(2) “Demi melihat kebahagiaan di rona muka Ibu, malam itu


seketika aku berikrar dalam hati. Bersumpah! Dia akan
selalu menjadi orang yang paling kuhormati setelah Ibu.
Selalu.” (Liye, 2013:27)

Nilai berjanji berkaitan dengan keinginan seseorang untuk

melakukan apa yang diinginkan atau dikehendaki untuk dilakukan.

Janji berkaitan dengan nilai moral yang tertanam pada diri sendiri,

ketika berjanji dirinya sendirlah yang harus menepati. Pada novel

ini banyak hal yang dijanjikan oleh tokoh dikarenakan

pembelajaran dan hal-hal baik yang diperolehnya.

4) Sadar diri

Sadar diri adalah salah satu bentuk mawas diri atau

mengetahui kapasitas diri. Nilai moral ini mengacu pada

kemampuan diri untuk mengenali hal-hal yang mampu dilakukan

dan tidak mampu dilakukan. Pada novel ini kemampuan terutama

ekonomi yang menjadikan tokoh perlu sadar diri dengan keadaan

yang tengah dihadapi. Berikut ini kutipan yang terdapat pada

novel berkaitan dengan nilai sadar diri.

(1) “Tetapi siapa yang akan membayarinya?” Aku


tersadarkan dari kegembiraan sesaat. Jangankan
sekolah, tiga tahun terakhir ini, makan saja kami susah.
(Liye, 2013: 27)

Pada kutipan di atas memperlihatkan di mana tokoh utama


sadar diri dengan keadaan yang sekrang dia jalani. Keadaan saat

kondisi ekonomi keluarga sedang sangat susah. Bahkan, untuk

makan saja pun tidak bisa.

5) Pantang menyerah

Salah satu nilai moral yang sangat menonjol pada novel ini

adalah pantang menyerah. Ada banyak bagian dari novel ini yang

menunjukkan nilai pantang menyerah dari tokoh utama maupun

pendukung. Pantang menyerah disini dimaksudkan pada pribadi

yang tidak mudah menyerah dalam menghadapi masalah.

Membangun pribadi pantang menyerah berasal dari diri sendiri

sebagai hubungan antara manusia dengan diri sendiri. Berikut ini

kutipan yang menunjukkan nilai pantang menyerah.

(1) “Setalah berjuang habis-habisan di ujian terakhir,


akhirnya aku berhasil melampaui 0,1 digit si nomor satu
selalu. Tipis sekali”. (Liye, 2013:127)

Selain itu nilai pantang menyerah juga digambarkan melalui

penggambaran pengalaman tokoh yang mengubahnya menjadi

lebih baik. Berikut ini kutipan yang menunjukkan hasil pantang

menyerah dari tokoh.

(2) “Seperti mimpi Ibu dulu…. Mataku berkaca-kaca.


Lihatlah anakmu! Benar-benar berubah. Anak kumuh dan
kotor itu sudah berubah. Anak yang berlepotan jelaga
asap mobil, debu jalanan, sekarang tumbuh menjadi gadis
berambut hitam legam dengan tatapan mata yakin
memandang masa depan. (Liye, 2013:128)

6) Mengakui kesalahan

Manusia pasti pernah berbuat kesalahan, namun tidak semua

manusia berani mengakui kesalahan yang diperbuat. Nilai moral ini

merujuk pada nilai diri sebagai bentuk kelapangan hati dalam

mengakui hal yang telah diperbuat. Pada novel ini tokoh yang

melakukan kekeliruan atau kesalahan mengakui hal salah yang

telah diperbuat. Berapa kutipan mengenai nilai mengakui kesalahan

adalah sebagai berikut.

(1) “Aku dulu mungkin keliru. Ya, aku dulu keliru. Kau yang
benar, Tania. (Liye, 2013:144).

Selain itu, penjelasan hal salah yang dilakukan oleh tokoh

juga ditunjukkan oleh kutipan berikut ini.

(2) “Bodoh sekali janjiku dulu, hanya membuatkan kue


untuknya. Apakah dia juga berjanji hanya akan memakan
kue buatanku? Tidak, kan? Aku menyeringai tipis.
Bahkan kekasih sejatimu pun tidak bisa berjanji seperti
itu.” (Liye, 2013:167)

Dalam kuitipan di atas menjelaskan bahwa tindakan yang

dilakukan oleh tokoh adalah sebuah kesalahan. Tokoh menyadari

bahwa dirinya salah dan seharusnya tidak melakukan hal tersebut.

7) Menerima kenyataan

Menerima kenyataan merupakan salah satu nilai moral yang

menunjukkan hubungan manusia dengan diri sendiri. Menerima


kenyataan merujuk pada kemampuan diri menerima apa yang

sudah menjadi kenyatan bagi dirinya. Berikut ini salah satu kutipan

novel yang merujuk pada nilai menerima kenyataan.

(1) “Membiarkan kamarku gelap tak tertembus cahaya


matahari pagi. Aku tak akan menangis lagi. Aku akan
memilih meneruskan hidup. Sekarang mereka sedang
mengucap ikrar. Dia memasang cincin permata di jari
manis Kak Ratna”. (Liye, 2013:157).

c. Hubungan manusia dengan sesama

Magnis-Suseno, (2001:34) berbuat hormat kepada orang

lain merupakan suatu dasar dalam hidup sosial, baik antar

kelompok maupun intra kelompok. Sikap hormat kepada orang lain

merupakan suatu kaidah untuk dapat hidup bersama dalam

masyarakat. Selain sebagai mahkluk pribadi, manusia juga

merupakan mahkluk sosial yang selalu berinteraksi dengan

lingkungannya. Manusia dilahirkan ke dunia dalam kondisi lemah

tak berdaya. Manusia tidak bisa hidup sendirian tanpa bantuan

orang lain.

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang

memerlukan manusia lain untuk bertahan hidup. Berkaitan dengan

hal itu, secara moral manusia perlu menjaga hubungannya dengan

sesama manusia guna membagun kehidupan bermasyarakat yang

nyaman dan damai. Pada novel Daun yang Jatuh Tak Pernah

Membenci Angin ini nilai moral yang merujuk pada hubungan

manusia dengan sesama mencakup perwujudan sebagai berikut.


1) Peduli

Novel ini menggambarkan berbagai permasalahan hidup dari

sisi yang berbeda. Nilai kepedulian sangat dominan pada novel ini.

Peduli dimaksudkan sebagai nilai yang mengacu pada kepekaan

seseorang terhadap kondisi orang lain sehingga menimbulkan

perilaku empati. Nilai peduli antar sesama manusia secara tersirat

dan tersurat muncul dalam beberapa bagian cerita. Salah satunya

pada kutipan berikut ini.

(1) “Aku tak tahu bagaimana kehadiranku setiap malam di


toko buku ini bisa menarik perhatiannya. Dan mungkin
membuatnya resah sepanjang minggu terakhir”. (Liye,
2013:12).

Selain itu gambaran suasana cerita yang didukung oleh sikap

maupun perilaku tokoh sangat menonjolkan nilai kepedulian.

Terlihat dalam kutipan di atas bahwa tokoh menyadiri dirinya

menjadi perhatian tersendiri di toko buku tersebut.

2) Rela berkorban

Nilai rela berkorban merujuk pada pengertian melakukan

sesuatu hal yang penting untuk kebutuhan atau keperluan orang

lain. Nilai ini menunjukkan adanya hubungan manusia yang saling

berkaitan dan saling membutuhkan satu sama lain. Nilai rela

berkorban salah satunya mengacu pada kutipan cerita berikut ini.

(1) “Adi sekali lagi berteriak ke langit. Tidak peduli. Aku


berusaha melepaskan pegangan tangannya. Dia justru
mencengkeramku kencang. Menurunkan dongakan
kepalanya. (Liye, 2013:14)

Dalam kutipan tersebut memperlihatkan kejadian di mana

tokoh Adi mengorbankan hidupnya untuk orang yang dia cintai.

Sikap rela berkorban merupkan nilai yang baik dalam kehidupan.

3) Bertanggung jawab

Nilai tanggung jawab dapat diartikan sebagai berani

menanggung segala hal yang telah dilakukan dan sudah menjadi

kewajiban. Pada novel ini, nilai bertanggung jawab tercermin

pada sikap yang diajarkan seorang ibu pada anaknya seperti

kutipan berikut ini.

(1) “Kata Ibu, “Tania, berhati-hatilah di sana! Kita harus


mengganti setiap barang yang rusak karena kita sentuh!
Jaga adikmu, jangan nakal…..” Aku menelan ludah
sedikit ragu dan banyak takut mendengar pesan ibu
sebelum berangkat. Dengan apa kami akan mengganti
barang yang aku pecahkan?“ (Liye, 2013:17).

Selain itu, sikap tanggung jawab juga terlihat pada perilaku

tokoh dalam mengarungi kehidupan yang berat hingga akhirnya

dapat berhasil. Tanggung jawab sangatlah penting. Hal tersebut

dikarenakan, dengan bertanggung jawab kita dapat

mendapatkan hasil yang baik saat mengerjakan sesuatu.

4) Berbagi atau memberi

Berbagi atau memberi merupakan salah satu bentuk


penerapan nilai moral yang merujuk pada keikhlasan seseorang

dalam memberikan sebagian yang dimiliki pada orang lain. Nilai

ini juga dimunculkan pada novel melalui berbagai peristiwa dan

perilaku tokoh. Salah satunya muncul pada kutipan berikut ini.

(1) “Aku hanya meringis. Bagaimana kami bisa membeli


sandal?dia tersenyum, menyeka ujung mataku.Saat kami
akan turun, dia memberikan selembar uang sepuluh
ribuan, “Untuk beli obat merah.”Dede berseru riang
menerimanya. Aku hanya mengangguk, menunduk,
“Terima kasihi!” (Liye, 2013: 24).

Kesederhanaan tokoh yang tetap rela berbagi meskipun

dalam keterbatasan menjadi salah satu nilai utama yang muncul

dalam novel ini.

5) Tidak memaksakan kehendak

Tidak memaksakan kehendak merupakan salah satu bentuk

nilai moral dalam memahami keinginan orang lain. Pada novel ini

ditunjukkan salah satunya melalui kutipan berikut ini.

(1) “Dia tidak memaksa kami berhenti mengamen, meskipun


aku tahu uang yang diberikannya kepada Ibu jauh lebih
banyak daripada semua penghasilan kami selama
sebulan digabung. “Biarlah, asal tidak mengganggu
sekolah!” (Liye, 2013: 34)

Dalam kutipan di atas memperlihatkan di mana tokoh Danar

tetap mengijikan tokoh utama untuk tetap mengamen. Tokoh


Danar tidak memaksakan kehedaknya karena dia tau mengamen

merupakan hiburan tersendiri untuk si tokoh utama.

6) Menghormati

Menghormati biasanya dikaitkan dengan perilaku pada

orang yang lebih tua saja. Sebenarnya nilai saling menghormati

tidak hanya untuk orang tua saja, tetapi pada setiap orang. Pada

cerita ini sikap menghormati dilakukan pada setiap orang tanpa

memandang status bahkan ekonomi. Tokoh pada cerita ini

memiliki sikap yang santun dan hormat dengan orang tua seperti

yang nampak pada kutipan berikut ini.

(1) ”Tahukah kalian, dia selalu mencium tangan Ibu. Amat


hormat pada Ibu.” (Liye, 2013: 36)

Dalam kutipan di atas memperlihatkan bahwa kita harus selalu

mengormati orang tua. Menghorti orang tua merupakan nilai

sangat baik dalam kehidupan kita.

7) Menghargai

Nilai menghargai dalam novel ini dapat terlihat dalam

keseharian para tokoh. Beberapa tokoh menyadari kelebihan yang

dimiliki tokoh lain, dengan begitu rasa penghargaan terhadap tokoh

lain akan muncul. Sikap tokoh yang mau menerima kelebihan

tokoh lain menjadi hal yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dengan


sikap bijaksana. Menerima pendapat tokoh lain dan tidak

memaksakan kehendak terhadap tokoh lain juga merupakan sikap

menghargai orang lain. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

(1) “Aku hanya menyengir, pastilah harapan yang


keliru.Dulu saja Dede bercerita amat berlepotan. Suka
ngomong sendiri. Tidak pernah melibatkan
pendengarnya. Namun, sejurus kemudian aku benar-benar
terkesima. Ya Tuhan, aku seperti melihat dia yang sedang
bercerita. Anak-anak yang tadi banyak berseru tiba-tiba
terdiam, terpesona. Anne yang senyum-senyum melulu,
ikut menyimak senang. Menatap lebih baik adikku. (Liye,
2013: 177)

Selain itu, meski terbatas dalam hal ekonomi, tetap ada

penghargaan pada tokoh tertentu.

8) Percaya

Nilai saling percaya merujuk pada hubungan antar sesama

manusia dalam segala hal terutama komunikasi. Kepercayaan

yang diberikan dari seseorang pada seseorang yang lain akan

memberikan pengaruh positif terhadap hubungan yang dijalin.

Pada novel ini nilai percaya ditunjukkan pada kutipan berikut ini.

(1) “Biarkan saja, Bu. Dede tumbuh menjadi anak yang


bertanggung jawab…” Dia menenangkan Ibu. (Liye, 2013:
40)

Percaya pada sesama merupakan hal penting dalam menjalani

sebuah hubungan. Hal itu karena, dengan saling percaya kita

tidak akan selalu curiga dengan sesama.


9) Berbakti kepada orang tua

Berbakti pada orang tua merupakan nilai moral yang sangat

penting bagi seorang anak. Berbakti merujuk pada kewajiban

seorang anak dalam menjalani tugas dan perannya pada orang

tua. Namun berbakti tidak hanya pada orang tua kandung saja,

berbakti juga dapat ditujukan pada setiap orang yang disayangi

dan dianggap sebagai keluarga. Pada novel ini hubungan antara

anak dengan ibu sangat menonjol. Hubungan anak dan ibu dalam

cerita ini menjadikan contoh nyata nilai berbakti pada kedua

orang tua. Berikut ini kutipan yang sesuai.

(1) “Sehari-hari selepas sekolah, pekerjaan Dede dan aku


hanya menunggui Ibu di rumah sakit. Bahkan kami sering
membolos karena tak mau meninggalkan Ibu sendirian.
(Liye, 2013: 53)

Dalam kutipan di atas memperlihatkan situasi pada saat

tokoh utama dan adiknya menemani sang ibu di rumah sakit.

Wujud rasa bakti kepada orang tua ditunjukan tokoh utama

dengan cara setia menemani ibu di saat sakit.

10) Jujur

Jujur merupakan sikap yang berarti berkata apa adanya,

bertindak sesuai dengan kenyataannya. Jujur merupakan

perkataan dan perbuatan yang sesuai dengan

kenyataan.Kejujuran berlaku terhadap orang lain dan dirinya


sendiri. Lawan dari jujur adalah dusta atau bohong, yakni berkata

tidak sebenarnya. Beberapa tokoh bersikap jujur dalam novel ini,

mereka tidak menutup-nutupi kebenaran dalam berkata dan

berperilaku. Bahkan antar tokoh akan saling mengingatkan bila

ada tokoh lain yang berkata bohong. Sebagaimana terlihat pada

kutipan berikut ini.

(1) “Aduh, masa Dede bohong sih? Kak Tania tega banget
nuduh begitu. Mana pernah Dede bohong! Dede
melanggar janji saja nggak pernah! Oom Danar bilang
semalam…,” adikku protes berkepanjangan saat ak
bilang dia kalua bergurau jangan berlebihan“. (Liye,
2013: 91)

Sikap jujr memang harus ditanamkan sejak dini. Dalam kutipan

di atas memperlihatkan bahwa tokoh Dede menegaskan bahwa

dirinya tidak pernah berbohong.

11) Tolong menolong

Pada dasarnya manusia membutuhkan bantuan manusia lain

untuk bertahan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tolong-

menolong sangat penting di masyarakat. Pada novel ini nilai

tolong menolong ditunjukkan pada kutipan berikut.

(1) “Maaf ya, Dik, kalau ingin cari buku lewat komputer,
komputernya dimana?” seorang Ibu menegurku.
Tersenyum sedikit canggung, banyak bingung. Aku
menoleh malas. Menyimak wajah ibu itu. Pelan
mengangkat tangan. Menunjuk kea rah komputer itu
berada. Membalas senyumnya seadanya. Dia kan bias
bertanya ke karyawan toko buku ini. Kenapa pula mesti
bertanya padauk? Aku menghela napas sebal dalam hati.
Ibu ini mengganggu kenyamananku mengenang semua
kejadian. (Liye, 2013: 105)

Dalam kutipan di atas memperlihatkan kejadian pada saat

tokoh utama menolong seorang ibu yang sedang kesulitan untuk

mencari buku. Hal tersebut sangatlah baik, karena pada dasarnya

kita tidak akan dapat hidup sendiri. Kita akan selalu

membutuhkan bantuan atau pertolongan orang lain.

12) Berprasangka baik

Salah satu nilai hubungan manusia dengan sesama adalah

berprasangka baik. Prasangka yang baik memberikan pengaruh

positif dalam membangun hubungan terutama dalam hal

komunikasi dengan orang lain. Pada novel ini nilai berprasangka

baik ditunjukkan oleh kutipan berikut ini.

(1) “Kita sudah lama nggak ketemu, ya? Hampir enam tahun
ya, Tania?” Sebenarnya kalau aku sedikit subjektif, Kak
Ratna melakukan dialog itu tulus dan bersahabat. Tetapi
dengan hati dan pikiran kotorku, semuanya terlihat
buruk. Bahkan wajah Kak Ratna terlihat seperti
monster.“Ya… sudah enam tahun.” Hatiku mendengus:
dan aku dulu benar-benar berdoa agar tidak bertemu
lagi dengan Kak Ratna selamanya. (Liye, 2013: 120)

Selain itu, berprasangka baik terhadap orang lain dapat

mengurangi kecurigakan yang menyebabkan hal negatif. Dalam


kutipan di atas memperlihatkan kejadian yang mencerminkan

prasangka baik.

13) Menepati janji

Menepati janji merupakan perwujudan nilai yang

dilaksanakan setelah membuat sebuah janji atau berjanji.

Menepati janji merupakan bentuk tanggung jawab untuk

merealisasikan janji yang telah dibuat sebelumnya. Pada novel ini

nilai menepati janji ditunjukkan oleh kutipan berikut ini.

(1) “Dia memang kemudian menjelaskan jauh-jauh hari


sudah berjanji akan datang saat wisudaku. (Liye, 2013:
127)

Dalam kutipan di atas memperlihatkan kejadian pada saat

tokoh Danar terlihat menepati janjinya dengan datang pada saat

tokoh utama wisuda. Menepati janji merupkan tindakan yang

sangat baik.

14) Berterimakasih

Berterima kasih merupakan ungkapan dari perasaan

syukur terhadap bantuan orang lain. Syukur merupakan

bagian dari ungkapan terima kasih. Seperti halnya kutipan

sebagai berikut. Ketika seorang tokoh mendapatkan kebaikan

dariorang lain kemudian dia akan mengucapkan terima kasih


sebagai ungkapan untuk menghargai orang lain dan rasa

syukurnya. Berikut ini salah satu kutipan yang bermuatan nilai

berterimakasih.

(1) “Aku sudah jauh lebih sehat, Tania. Terima kasih.


Kau pasti banyak mendoakanku. Doa gadis sebaik
dirimu pasti terkabul“. (Liye, 2013: 223)

Selalu mengucapkan terima kasih merupakan hal yang

sangat baik. Walaupun terlihat simple akan tetapi hal

tersebut sangatlah berarti. Hal tersebut dapat membuat

orang akan selalu percaya dan peduli dengan kita.

d. Hubungan Manusia dengan Lingkungan

Nilai moral hubungan manusia dengan lingkungannya

dapat disamakan dengan nilai moral hubungan manusia dengan

sesama. Magnis-Suseno, (2001:34) berbuat hormat kepada orang

lain merupakan suatu dasar dalam hidup sosial, baik antar

kelompok maupun intra kelompok. Sikap hormat kepada orang lain

merupakan suatu kaidah untuk dapat hidup bersama dalam

masyarakat.

Lingkungan hidup manusia pada dasarnya terdiri dari dua

jenis lingkungan, yaitu lingkungan alam, dan lingkungan

sosial.Membangun hubungan dengan lingkungan sangat diperlukan

manusia sebagai bentuk adaptasi atau penyesuaian diri untuk


bertahan hidup.Nilai moral yang mengacu pada hubungan manusia

dan lingkungan sebagai bentuk pelestarian lingkungan sekitar

manusia.

1) Mematuhi peraturan

Budaya ketertiban merujuk pada ketaatan masyarakat pada

peraturan. Nilai menaati peraturan sebagai bentuk pendewasaan

yang disampaikan melalui novel untuk mengarahkan pembaca

memahami bagaimana seharusnya suatu peraturan ditindaklanjuti.

Pada novel ini nilai mematuhi peraturan ditunjukkan pada kutipan

berikut.

(1) “Lampu itu setia. Dan penduduk kota ini juga setia
mengikuti petunjuk tersebut. Tak ada yang nekat
menerobos meskipun jalanan amat lengang.Semua
menunggu saatnya. Menunggu masanya. Sabar”. (Liye,
2013: 220-221)

Mematuhi peraturan merupakan salah satu kunci penting

dalam kehidupan bersosial. Dalam kutipan di atas

memperlihatkan kejadian pada saat semua orang mampu

mematuhi peraturan saat berkendara. Hal tersebut sangatlah

baik untuk ditiru dalam kehidupan sehari-hari.

4.2.2 Wujud Nilai Sosial dalam Novel

Nilai sosial merupakan acuan dalam kehidupan masyarakat untuk

menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas

untuk dilakukan. Nilai sosial di luar dari nilai agama, namun dapat
dijadikan sebagai acuan untuk melakukan kontrol sosial atas segala

aktivitas yang dilakukan manusia dalam suatu komunitas masyarakat.

Pada novel ini nilai sosial dapat terlihat dari perilaku dan interaksi antar

tokoh maupun dengan lingkungan. Penulis Novel Daun yang Jatuh Tak

Pernah Membenci Angin mengkondisikan tokoh dalam cerita mengalami

suasana sosial yang beragam sehingga pembaca diarahkan untuk

mengetahui sikap-sikap yang tepat dengan kondisi yang berlaku sesuai

nilai-nilai sosial. Berikut ini uraian wujud nilai-nilai sosial yang

terkandung dalam novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin.

1. Keakraban

Keakraban berasal dari kata dasar akrab yang berarti dekat

dan erat (KBBI: 2008). Keakraban dapat terjalin melalui interaksi

sosial. Interaksi sosial yang berkesinambungan terus menerus lama

kelamaan akan membuat keakraban antara seseorang dan orang

lain. Keakraban juga merupakan nilai sosial yang baik dalam

menjalankan hidup bersosial. Dalam novel ini keakraban antara

tokoh juga terjalin. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di

bawah ini.

(1) ”Setiap malam aku datang ke toko buku ini. Sudah


menjadi ritual seminggu terakhir. Satpam toko yang
matanya selalu menatap tajam sudah mengenaliku. Mbak-
mbak yang rajin merapikan buku-buku di rak juga sudah
tahu. Termasuk dua kasir di dekat escalator. (Tere Liye,
2013 : 11)”

Selain kutipan tersebut masih terdapat salah satu contoh

kutipan yang memperlihatkan tentang keakraban antar tokoh


(2) Dia menggenggam jemariku. Mantap. Sebelah kiri
memegang bahu Dede. Dia menatapku dengan pandangan
itu. Tatapan yang entah bagaimana membuatmu mulai
percaya diri. Dia tersenyum hangat menenangkan. (Tere
Liye, 2013 : 19)

Kedua kutipan di atas memperlihatkan akraban yang terjalin

antar tokoh. Setiap tokoh terlihat sangat akrab karena sering

bertemu. Hal tersebut memperlihatkan nilai sosial yang baik dan

dapat menjadi tokoh dalam bermasyarakat.

2. Balas Budi

Balas budi berasal dari dua kata yaitu balas dan budi. Balas

berati reaksi. Budi berarti alat batin yang merupakan paduan akal

dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk (KBBI: 2008).

Balas budi dapat diartikan sebagai reaksi dari dalam diri untuk

membalas perbuatan baik seseorang. Balas budi merupakan hukum

yang tidak tertulis dalam kehidupan bermasyarakat. Balas budi

dapat juga diartikan sebagai bentuk tanda terima kasih kita

terhadap orang lain yang telah menolong atau membantu di dalam

kehidupan. Dalam novel ini bentuk balas budi terlihat dalam

kutipan berikut.

(1) “Tak ada salahnya, memberikan hadiah atas


keberaniannya. Maka aku tersenyum tipis, teramat tipis,
sedikit menoleh meski tak menatap matanya. Lantas
dengan cepat sekali memandang ke depan. (Tere Liye,
2013 : 12)”
Dari kutipan di atas dapat terlihat bahwa tokoh memberi

hadiah terhadap keberaniannya. Dari situ, dapat diambil contoh

yaitu kita harus selalu membalas kebaikan seseorang.

3. Memberi

Memberi adalah menyerahkan (membagikan,

menyampaikan) sesuatu (KBBI: 2008). Selain itu, memberi dapat

diartikan sebagai suatu tindakan yang mempunya nilai yang baik.

Memberi tidak harus berupa barang ataupun uang. Memberi dapat

juga berupa dukungan, semangat, doa, dan lain-lain. Dalam novel

ini terdapat nilai sosial yang berkaitan dengan memberi. Hal

tersebut dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.

1) ”Aku menatapnya ragu-ragu. Adikku Dede sudah sejak tadi


merengkuh sepatu itu dengan tangannya. Penumpang lain
menatap kami tertarik. Dia hanya membalas tatapan
penumpang lain dengan senyuman. (Tere Liye, 2013: 25)”

Dalam kutipan di atas memperlihatan kejadian saat tokoh Dede

senang menerima pemberian hadiah yang berupa sepatu baru. Hal

tersebut, merupakan sesuatu yang sangat berarti untuk tokoh Dede.

4. Menghargai Sesama

Menghargi sesama adalah menghormati; mengindahkan

orang lain (KBBI: 2008). Kunci untuk bermasyarakat adalah saling

menghargai. Hal tersebut karena dengan menghargai sesama kita

pun akan dihargai oleh orang lain. Tentu itu bernilai baik dalam
hidup bermasyarakat. Dalam kutipan di bawah ini memperlihatkan

sikap saling menghargai antar tokoh.

1) ”Pagi itu aku membawa sebungkus besar kue-kue. Dia seperti


biasa sudah duduk di ruangan itu. Mengenakan kemeja biru
kesukaannya. Beberapa anak-anak sudah datang mengelilingi
(tak ada yang berani duduk di posisiku). Aku membuka
bungkusan kue tersebut. Kami beramai-ramai mencicipinya.
(Tere Liye, 2013 : 49)

5. Tolong Menolong

Tolong menolong adalah nilai sosial yang sudah diajarkan

sejak dini. Menurut KBBI: 2008 menolong adalah membantu untuk

meringankan beban (penderitaan, kesukaran, dan sebagainya).

Pada dasarnya manusia membutuhkan bantuan manusia lain

untuk bertahan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tolong-

menolong sangat penting di masyarakat. Pada novel ini nilai

tolong menolong ditunjukkan pada kutipan berikut.

1) “Dia beranjak dari duduknya, mendekat. Jongkok di


hadapanku. Mengeluarkan saputangan dari saku celana.
Meraih kaki kecilku yang kotor dan hitam karena bekas
jalanan. (Tere liye, 2013: 23)”

Pada kuitipan di atas memperlihatkan kejadian di mana

tokoh Danar menolong tokoh utama yang terluka kakinya.

6. Keharmonisan

KBBI: 2008 menjelaskan keharmonisan berasal dari kata

dasar harmonis yang berarti bersangkut paut dengan (mengenai)


harmoni; seia sekata. Pada novel ini menyajikan keharmonisan di

dalam sebuah kelurga kecil. Keharminasan tetap terlihat walaupun

keluarga tersebut sempat mengalami kondisi yang sangat buruk.

Kutipan di bawah ini merupakan salah satu bukti keharmonisan

yang terjadi di dalam novel ini.

1) ”Sebelum magrib kami sudah pulang. Makan malam bersama


Ibu, lantas dengan penerangan lampu teplok yang kerlap-
kerlip ditiup angin, aku belajar. Belajar hingga larut malam.
(Tere Liye, 2013: 33)”

7. Peduli

Kata peduli sama artinya dengan memperhatikan (KBBI:

2008). Nilai kepedulian sangat dominan pada novel ini. Peduli

dimaksudkan sebagai nilai yang mengacu pada kepekaan

seseorang terhadap kondisi orang lain sehingga menimbulkan

perilaku empati. Nilai peduli antar sesama manusia secara tersirat

dan tersurat muncul dalam beberapa bagian cerita. Salah satunya

pada kutipan berikut ini.

1) ”Kau lihat siapa yang akan kehilangan kalau dia meninggal.


Anak-anak itu tak punya siapa-siapa lagi selain dia. Ya
Tuhan, lakukanlah apa saja aku mohon….” Suaranya parau.
(Tere Liye, 2013: 56)”

Pada kejadian di atas memperlihatkan kejadian di mana

tokoh Danar sangat peduli dengan selalu memikirkan nasib anak-

anak jika ia meninggalkannya.


8. Toleransi

Toleransi sangatlah penting dalam hidup bermasyarakat.

Hal itu karena dengan toleransi kita akan dapat mengahargai orang

lain di sekitar kita. Toleransi adalah sifat atau sikap toleran, batas

ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih

diperbolehkan (KBBI:2008). Pada novel ini, nilai toleransi juga

disajikan di dalamnya. Kutipan di bawah ini menunjukkan bukti

bahwa toleransi ada di dalam novel ini.

1) ”Aku anak terkecil di kelas. Ada dua puluh anak di sana.


Sebagian besar tampang mereka China, beberapa berwajah
Melayu, satu-dua rada-rada bule. Tetapi akulah yang
paling terlihat berbeda. Empat temanku dari Indonesia
lainnya dimasukkan ke dalam kelas yang berbeda. Sebulan
pertama di sana aku kesulitan berkomunikasi. Lebih
banyak memakai gerak tangan dan mimik muka. Kursus
bahasa Inggris itu ternyata tidak banyak membantu.
Padahal nilaiku selalu A. (Tere Liye, 2013: 72-73)”

Dalam kutipan di atas memperlihatkan nilai toleransi.

Toleransi pada kutipan di atas telihat saat setiap tokoh mampu

menerima perbedaan ras di antara mereka.

Berbagai wujud nilai sosial tersebut disampaikan melalui

rangkaian cerita novel yang berlatar belakang lingkungan sosial tertentu

oleh penulis. Keberadaan nilai sosial pada novel ini mayoritas disajikan

tersirat melalui peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh.

Anda mungkin juga menyukai