Anda di halaman 1dari 5

KARYA SENI LUKIS RADEN SALEH

Raden Saleh Sjarif Boestaman (1807atau 1811- 23 April 1880) adalah pelukis Indonesia beretnis Arab-


Jawa yang mempionirkan seni modern Indonesia (saat itu Hindia Belanda). Lukisannya merupakan
perpaduan Romantisisme yang sedang populer di Eropa saat itu dengan elemen-elemen yang
menunjukkan latar belakang Jawa sang pelukis.
Raden Saleh dilahirkan dalam sebuah keluarga Jawa ningrat. Dia adalah cucu dari Sayyid Abdoellah
Boestaman dari sisi ibunya. Ayahnya adalah Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin Jahja, seorang
keturunan Arab. Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terboyo, dekat Semarang.
Sejak usia 10 tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya
di Batavia. Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School).
Dua tahun pertama di Eropa ia pakai untuk memperdalam bahasa Belanda dan belajar teknik mencetak
menggunakan batu. Sedangkan soal melukis, selama lima tahun pertama, ia belajar melukis potret
dari Cornelis Kruseman dan tema pemandangan dari Andries Schelfhout karena karya mereka memenuhi
selera dan mutu rasa seni orang Belanda saat itu. Krusseman adalah pelukis istana yang kerap menerima
pesanan pemerintah Belanda dan keluarga kerajaan.
Saleh kembali ke Hindia Belanda pada 1852 setelah 20 tahun menetap di Eropa. Dia bekerja sebagai
konservator lukisan pemerintahan kolonial dan mengerjakan sejumlah portret untuk keluarga kerajaan
Jawa, sambil terus melukis pemandangan. Namun dari itu, ia mengeluhkan akan ketidaknyamanannya di
Jawa. "Disini orang hanya bicara tentang gula dan kopi, kopi dan gula" ujarnya di sebuah surat.
Pada Jum’at pagi 23 April 1880, Saleh tiba-tiba jatuh sakit. dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa aliran
darahnya terhambat karena pengendapan yang terjadi dekat jatungnya. Ia dikuburkan dua hari kemudian
di Kampung Empang, Bogor. Seperti yang dilaporkan koran Javanese Bode, pemakaman Raden "dihadiri
sejumlah tuan tanah dan pegawai Belanda, serta sejumlah murid penasaran dari sekolah terdekat."
Tokoh romantisme Delacroix dinilai memengaruhi karya-karya berikut Raden Saleh yang jelas menampilkan
keyakinan romantismenya. Saat romantisme berkembang di Eropa di awal abad 19, Raden Saleh tinggal
dan berkarya di Prancis (1844 - 1851).
Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paradoks. Gambaran
keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas) sekaligus ketidakpastian takdir (dalam
realitas). Ekspresi yang dirintis pelukis Prancis Gerricault (1791-1824) dan Delacroix ini diungkapkan dalam
suasana dramatis yang mencekam, lukisan kecoklatan yang membuang warna abu-abu, dan ketegangan
kritis antara hidup dan mati.
Lukisan Raden Saleh
Lukisan Raden Saleh banyak ditemukan di belahan dunia, karena Saleh memang sempat berpetualang ke
negara-negara Eropa untuk menimba ilmu dan pengalaman. Perjalanannya tersebut juga banyak
mempengaruhi gagasannya dalam berkarya.

Aliran Seni Lukis Raden Saleh

Aliran Seni lukis Raden Saleh banyak dipengaruhi oleh dua aliran utama yang sedang berdialog hangat di
Barat pada masa hidupnya. Ia mempelajari teknik lukis setelah periode Renaisans banyak mempengaruhi
dunia seni Barat. Namun Ia juga merasakan dampak dari aliran seni rupa yang sedang mapan pada saat itu,
yakni aliran seni rupa romantisisme.

Ciri-ciri aliran romantisisme sangat kental pada karyanya setelah dia berpetualang ke negara-negara Eropa.
Aliran romantisisme adalah aliran yang mengutamakan imajinasi, emosi, dan sentimen idealisme yang
biasanya dituangkan melalui alegori alam. Karena itulah banyak lukisan Raden Saleh yang melibatkan
satwa liar dan pemandangan alam yang dramatis. Bahkan lukisan suasananya pun tetap dibumbui oleh
pencahayaan alam yang emosional.

Karya-Karya Penting Raden Saleh

Raden Saleh menghasilkan banyak sekali karya yang memuat pelbagai tema dan subjek. Teknik lukisnya
banyak dipengaruhi oleh seniman-seniman Barat. Meskipun demikian Ia tidak lantas lupa pada tanah
airnya sendiri. Hal tersebut dapat dilihat pada lukisan Penangkapan Diponegoro hasil karyanya.

1) Penangkapan Diponegoro (1857)


Deskripsi, Analisis dan Penafsiran Penangkapan Diponegoro

Pangeran Diponegoro dan pengikutnya tampak tidak membawa senjata pada lukisan ini. Keris di pinggang, ciri khas
Diponegoro, pun tak ada. Tampaknya Raden Saleh ingin menunjukkan, peristiwa itu terjadi di bulan Ramadhan.
Meskipun Saleh tidak sedang berada di Hindia Belanda pada peristiwa itu, ketika pulang ia langsung mencari pelbagai
informasi mengenai berita penangkapan tersebut. Pangeran Diponegoro dan pengikutnya datang untuk berunding,
namun gagal.Diponegoro ditangkap dengan mudah karena jenderal De Kock tahu bahwa musuhnya sedang tidak
siap untuk berperang di bulan Ramadhan. Meskipun tampak tegang, Pangeran Diponegoro tetap digambarkan
berdiri dalam pose siaga.

Wajahnya yang bergaris keras tampak menahan emosi, tangan kirinya menggenggam tasbih yang mungkin
ingin menunjukan Beliau tetap bersabar dan tidak lupa pada yang Maha Kuasa ketika musibah menimpanya.

Dalam lukisan itu tampak Raden Saleh menggambarkan sosok yang mirip dengan dirinya sendiri. Sosok itu
menunjukan sikap empati menyaksikan suasana tragis itu bersama pengikut Pangeran Diponegoro yang lain.
Jenderal De Kock pun kelihatan tampak sangat segan dan menaruh hormat saat menangkap Pangeran Diponegoro
menuju ke tempat pembuangan.

2) Perburuan Banteng (1855)

Deskripsi, Analisis dan Penafsiran Perburuan Banteng


Pada lukisan ini tampak segerombolan manusia yang sedang memburu banteng. Mereka semua tampak
beringas, menunjukan emosi yang siap untuk membunuh banteng yang berusaha untuk melawan. Tampak
perlawanan banteng tersebut berhasil menjatuhkan salah satu pemburu yang berusaha menangkapnya.

Terdapat ciri paradoks dari Romantisisme disini, manusia seolah diputarbalikan menjadi mahluk yang buas
(seperti hewan) yang berburu mangsanya. Padahal banteng bukanlah hewan yang lazim diburu di
nusantara. Tidak ada budaya untuk memakan santapan daging banteng di Hindia Belanda, latar belakang
Raden Saleh pada saat menciptakan karya ini.

Hewan yang dipertemukan dengan sifat agresif manusia ini tampak secara tidak langsung menyindir nafsu
manusia yang terus mengusik mahluk lain. Padahal predator alami sendiri biasanya tidak berani untuk
memburu banteng. Tapi manusia dengan nafsu yang tidak terbatas berani dan bahkan berhasil
menaklukan hewan yang raja rimba saja tidak berani menyentuhnya. Singa berburu agar dapat bertahan
hidup, berburu adalah satu-satunya sumber makanan baginya. Sementara manusia? Sebetulnya apa yang
diburu dalam perburuan banteng itu?
MAKALAH MINYAK BUMI
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA : RISQI AULIA SYAHFITRI
KELAS : XI MIPA 4
MADRASAH ALIYAH NEGERI
LABUHANBATU

Anda mungkin juga menyukai