Anda di halaman 1dari 3

Romantika Raden Salah :

Pangeran Diponegoro, 1830

Penangkapan

Foto : historia.co.id

Dia ingin memperlihatkan kepada mata seluruh dunia bahawa orang Timur pun
punya kesanggupan penuh andai kata duduk sebaris dengan orang-orang Barat itu.
Maka pakaian kebangsaannya itu dipakai olehnya pada hari pertunjukan itu
maksudnya agar orang- orang Barat itu mengerti bahawa dia orang Indonesia.
Tidakkah menjadi hairan di waktu itu ejek, suara bisikan semulut demi semulut
dapat dipersaksikan sendiri. Baginya semua itu tidaklah diendahkan. Malah
pandangan orang banyak yang memperhatikan dia seorang itu adalah menjadi
kemegahan pada dirinya, sedang orang lain tidak begitu. Ucap Adi Mas dalam
tulisannya Lukisan Raden Saleh Menipu Barat.
Saat kita melihat lukisan tersebut, kita akan disuguhkan pada suasana dramatisme
pada Masa De Java Oorlog (Perang Jawa) 1825-1830 M. Di kutip dari pembicaraan
Mas Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum dalam sebuah kelas Pengantar Sejarah
saat berdiskusi mengenai Perang Jawa, beliau berkata bahwa Berjudul Perang Jawa
karena merupakan sebuah perang yang terbesar dan melibatkan unsur besar

manusia Jawa kurun waktu abad ke 19 tersebut. Bukan antara orang Jawa dan
Penguasa Kolonial Hindia Belanda secara khusus yang pada saat itu berperang,
melainkan anatara orang jawa yang kontra dan orang jawa simpatisan kolonial yang
terlibat pertempuran dengan sedikit orang kulit putih yang berjumlah sekitar 8000
orang terlibat didalam pertempuran sekitar 100.000 masyarakat Jawa pada waktu
itu.
Kita melihat sosok tersebut adalah Pangeran Diponegoro bisa juga disebut
Herucokro, seorang pangeran Kesultanan Yogyakarta yang pada Perang Jawa
berperan sebagai Tokoh Utama bersama Kyai Mojo dan Ali Sentot Baharsyah
Prawirodirdjo yang tidak setuju atas campur tangan yang terlalu jauh oleh kolonial
Hindia Belanda terhadap kehidupan kenegaraan Istana Kesultanan Yogyakarta, yang
pada waktu ikut menentukan penerus kekuasaan Kesultanan Yogyakarta, selain itu
atas perilaku kolonial yang membangun jalan raya melintasi makan leluhur
Diponegoro. Hingga akhirnya meletusnya Perang Jawa yang melibatkan sebagian
besar masyarakat jawa yang menganggap jika istana saja sudah dapat dikendalikan
begitu dalam oleh kolonial, bagaimana dengan rakyat yang tidak memiliki kekuatan.
Adalah kemudian Raden pelukis Indonesia beretnis Arab-Jawa yang mempionirkan
seni modern Indonesia (saat itu Hindia Belanda). Lukisannya merupakan
perpaduan Romantisisme yang sedang populer di Eropa saat itu dengan elemenelemen yang menunjukkan latar belakang Jawa sang pelukis. Raden Saleh terutama
dikenang karena lukisan historisnya, Penangkapan Pangeran Diponegoro, pada
gamabar diatas yang menggambarkan peristiwa pengkhianatan pihak Belanda
kepada Pangeran Diponegoro yang mengakhiri Perang Jawa pada 1830. Sang
Pangeran terbujuk untuk datang ke Magelang untuk membicarakan gencatan
senjata, namun pihak Belanda tidak memenuhi jaminan keselamatannya, dan
Diponegoro pun ditangkap.
Pada waktu Saleh, peristiwa tersebut telah dilukis oleh pelukis Belanda Nicolaas
Pieneman dan dikomisikan oleh Jenderal de Kock. Diduga Saleh melihat lukisan
Pieneman tersebut saat ia tinggal di Eropa. Seakan tidak setuju dengan gambaran
Pieneman, Raden memberikan sejumlah perubahan signifikan pada lukisan
versinya; Pieneman menggambarkan peristiwa tersebut dari sebelah kanan, Saleh
dari kiri. Sementara Pieneman menggambarkan Diponegoro dengan wajah lesu dan
pasrah, Saleh menggambarkan Diponegoro dengan raut tegas dan menahan
amarah. Pieneman memberi judul lukisannyaPenyerahan Diri Diponegoro, Saleh
memberi judul Penangkapan Diponegoro. Diketahui bahwa Saleh sengaja
menggambar tokoh Belanda di lukisannya dengan kepala yang sedikit terlalu besar
agar tampak lebih mengerikan
Perubahan-perubahan ini dipandang sebagai rasa nasionalisme pada diri Saleh akan
tanah kelahirannya di Jawa. Hal ini juga dapat terlihat pada busana pengikut
Diponegoro. Pieneman sendiri tidak pernah ke Hindia Belanda, dan karena itu ia
menggambarkan pengikut Diponegoro seperti orang Arab. Gambaran Saleh
cenderung lebih akurat, dengan kain batik dan blangkon yang terlihat pada
beberapa figur. Saleh juga menambahkan detil menarik, ia tidak melukiskan senjata

apapun pada pengikut Diponegoro, bahkan keris Diponegoro pun tidak ada. Ini
menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada bulan Ramadhan, karena itu
Pangeran dan pengikutnya datang dengan niat baik.
Hal yang lebih menarik adalah bahwa kita tahu bahwa
Raden Saleh adalah orang pribumi yang mendapat
perlakuan istimewa sebagai pribumi, beliau berteman
dengan orang belanda dan pernah menjadi pelukis
Istana Kerajaa Belanda. Namun kita menemukan
fakta yang mengungkapkan rasa nasionalisme Raden
Salah sebagai orang Jawa tersebut, jika kita lihat ke
dalam lukisan tersebut, terlihat sosok Raden Saleh di
wajah para sosok pengikut Diponegoro dalam lukisan
tersebut. Beliau seperti memposisikan dirinya sebagai
pengikut dan berada dipihak Pangeran Diponegoro,
sebuah
makna yang terlihat sebagai sosok
perlawanan.
Setelah selesai dilukis pada 1857, Saleh mempersembahkan lukisannya kepada
Raja Willem III di Den Haag. Penangkapan Pangeran Diponegoro baru pulang ke
Indonesia pada 1978. Kepulangan lukisan tersebut merupakan perwujudan janji
kebudayaan antara Indonesia-Belanda pada 1969, tentang kategori pengembalian
kebudayaan milik Indonesia yang diambil, dipinjam, dan dipindah tangan ke
Belanda pada masa lampau. Namun dari itu, lukisan Penangkapan tidak termasuk
ketiga kategori tersebut, karena sejak awal Saleh memberikannya kepada Raja
Belanda dan tidak pernah dimiliki Indonesia. Lukisan tersebut akhirnya diberikan
sebagai hadiah dari Istana Kerajaan Belanda dan sekarang dipajang di Istana
Negara,Jakarta.

Sumber Kepustakaan
Mas Adi.1954.Tajuk : Lukisan Raden Saleh Menipu Barat. Terbit : 22 Juni 1954
Menelanjangi Lukisan Karya Raden Saleh. Dipublikasikan :
http://nationalgeographic.co.id/. 5 September 2013
Ada Kode-kode Menarik di Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro .
Dipublikasikan : m.bisnis.com. 2 Agustus 2016

Anda mungkin juga menyukai