Anda di halaman 1dari 18

MODUL 10 Menyampaikan Laporan Hasil Penelitian dalam Diskusi atau Seminar

oleh: Ida Saidah

Sekapur Sirih
Modul ini memuat dua Kompetensi Dasar, yaitu: 1. Kompetensi Dasar 10.1. Mempresentasikan hasil penelitian secara runtut dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar 2. Kompetensi Dasar 10.2. Mengomentari tanggapan orang lain terhadap presentasi hasil penelitian Tujuan yang diharapkan setelah Anda mempelajari modul ini yaitu dapat Kompetensi Dasar 10.1 Mempresentasikan hasil penelitian secara runtut dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

A. B. Uji Pemahaman Untuk memperdalam pemahaman Anda terhadap C. Tugas Mandiri Kerjakan kegiatan-kegiatan di bawah ini!

Kompetensi Dasar 10.2 Mengomentari tanggapan orang lain terhadap presentasi hasil penelitian A. B. Uji Pemahaman Untuk memperdalam pemahaman Anda terhadap C. Tugas Mandiri Kerjakan kegiatan-kegiatan di bawah ini!

Tes Formatif
Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap benar! 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Jawablah soal-soal berikut dengan tepat dan jelas. Gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar!

Daftar Pustaka

MODUL 13 Memahami Pembacaan Cerpen


oleh: Casminih

Sekapur Sirih
Modul ini memuat dua Kompetensi Dasar, yaitu berikut ini. 3. Kompetensi Dasar 13.1: Mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerpen yang dibacakan 4. Kompetensi Dasar 13.2: Menemukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan . Tujuan yang diharapkan setelah Anda mempelajari modul ini yaitu dapat mengidentifikasi unsur intrinsik cerpen dan nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen melalui mendengarkan cerpen. Ketercapaian tujuan dapat diukur melalui pemahaman Anda terhadap materi yang Anda pelajari, pengerjaan latihan-latihan dan tes formatif yang disediakan serta kompetensi keterampilan berbahasa yang diharapkan melalui proses pembelajaran. Kompetensi Dasar 13.1 Mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerpen yang dibacakan D. Struktur Cerpen Struktur cerpen dibentuk oleh unsur tema, alur, latar, penokohan, point of view/sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa. 1. Tema Tema merupakan inti atau ide dasar sebuah cerita. Dari ide dasar inilah kemudian cerita dibangun oleh pengarangnya dengan memanfaatkan unsur-unsur intrinsik seperti plot, penokohan, dan latar. Tema merupakan tolak pangkal pengarang dalam menceritakan dunia rekaan yang diciptakannya. 2. Alur Alur (plot) merupakan sebagian dari unsur intrinsik suatu karya sastra. Alur merupakan pola pengembangan cerita yang dibentuk oleh hubungan sebab akibat. Secara umum jalan cerita terbagi ke dalam bagian-bagian berikut. a. Pengenalan situasi cerita b. Pengungkapan peristiwa c. konflik atau pertikaian d. Puncak konflik/klimaks e. Peleraian f. Akhir cerita

Konflik merupakan inti dari sebuah alur. Konflik dapat diartikan sebagai suatu pertentangan. Bentuk-bentuk pertentangan itu, sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya berikut ini. a. Pertentangan manusia dengan dirinya sendiri. b. Pertentangan manusia dengan sesamanya. c. Pertentangan manusia dengan lingkungannya, baik itu berkaitan dengan masalah ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. d. Pertentangan manusia dengan Tuhan atau keyakinannya. 3. Latar Latar adalah tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar bisa bersifat faktual atau imajiner. Latar tempat misalnya, di sekolah, di rumah, di jalan raya, di dalam pesawat dll. Latar waktu misalnya, pagi, siang, sore, malam, pukul 23.00, saat matahari terbenam dll. Latar suasana misalnya, meriah, sunyi sepi, mencekam dll. 4. Penokohan/Perwatakan Penokohan/perwatakan adalah cara pengarang menggambarkan karakter tokohtokoh dalam cerita. Perwatakan berfungsi menyiapkan alasan bagi tindakan tertentu. Untuk menggambarkan karakter seorang tokoh dapat menggunakan teknik sebagai berikut. a. Teknik Analitik, yaitu karakter tokoh diceritakan langsung oleh pengarang. b. Teknik Dramatik, yaitu karakter tokoh dikemukakan melalui: 1) penggambaran fisik dan perilaku tokoh, 2) penggambaran lingkungan kehidupan tokoh, 3) penggambaran berbahasa tokoh, 4) pengungkapan jalan pikiran tokoh, dan 5) penggambaran oleh tokoh lain. 5. Sudut Pandang atau Point of View Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Ragam Sudut pandang yang umum dipergunakan oleh para pengarang yaitu di bawah ini. a. Sudut pandang Akuan Sertaan /Orang Pertama Pelaku Utama (first person central) Dalam sudut pandang ini, tokoh sentral cerita adalah pengarang yang secara langsung terlibat di dalam cerita b. Sudut pandang Akuan tak Sertaan /Orang Pertama Pelaku Tambahan (first person peripheral) Dalam sudut pandang ini, tokoh aku biasanya hanya menjadi pembantu atau pengantar tokoh lain yang lebih penting. c. Sudut pandang Diaan Maha Tahu /Orang Ketiga Serba Tahu (third person omniscient) Dalam sudut pandang ini, pengarang berada di luar cerita. Pengarang hanya menjadi seorang pengamat yang maha tahu, bahkan mampu berdialog langsung dengan pembaca.

d. Sudut pandang Diaan Terbatas /Orang Ketiga Terbatas(third person limited) Dalam sudut pandang ini, pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya. Di sini pengarang hanya menceritakan apa yang dialami oleh tokoh lain yang dijadikan tumpuan cerita (dikutip dari Suminto, 2000). Di samping ragam sudut pandang di atas, terdapat pula sudut pandang campuran meskipun agak jarang ditemukan. Sudut pandang tersebut bisa kita jumpai pada beberapa karya fiksi, contohnya pada novel Ronggeng Dukuh Paruk. e. Amanat Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat tersimpan rapi dan disembunyikan oleh pengarangnya dalam isi cerita. Untuk menemukan pesan tidak cukup dengan membaca sebagian paragraf saja tetapi harus membaca karya sastra tersebut hingga tuntas. f. Gaya Bahasa Dalam cerita penggunaaan bahasa berfungsi untuk menciptakan suatu nada atau suasana persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antara sesama tokoh. Kemampuan sang penulis mempergunakan bahasa secara cermat dapat memunculkan suasana terang (jelas) atau satiris (menyindir), simpatik atau menjengkelkan, objektif atau emosional. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat guna bagi adegan yang seram, adegan cinta, adegan peperangan, keputusan, maupun harapan. E. Uji Pemahaman Untuk memperdalam pemahaman Anda terhadap struktur cerpen, kerjakanlah latihan soal berikut! 1. Jelaskan apa yang dimaksud struktur cerpen! 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan alur dan bagian-bagian apa sajakah yang membangun sebuah cerpen? 3. Bacalah cerpen di bawah ini oleh salah seorang dari Anda kemudian analisislah unsur intrinsik yang membangun cerpen tersebut!

Mang Dadang
Oleh: Casminih
Siapa yang tak kenal dengan Mang Dadang. Lelaki setengah baya dengan ciri khas kaos loreng ala tentara ini, dikenal oleh hampir seluruh warga Desa Konengsari. Ia hidup sebatang kara menempati rumah kosong milik H. Barkah. Tiada yang ingin tahu, dari manakah dan siapakah keluarga lelaki bertubuh tambun itu. Demikian juga denganku. Dari mana asal dia dan siapakah keluarganya, bukan persoalan penting untuk kuketahui. Di mataku dia tetangga yang tak merugikan orang lain. Tenaga yang mengalir dari ototototnya yang kuat difungsikan untuk mengais rejeki. Bermacam ragam pekerjaan yang ia jalani. Dua pekan sekali aku memakai jasanya untuk membersihkan halaman rumah. Dia juga kerap

diperbantukan oleh Pak Dadi, tetangga depan rumahku, sebagai kuli bangunan di proyeknya. Yang paling membuatku tak habis pikir, dia juga piawai sebagai pedagang bakso. Meskipun aku belum pernah menyambangi rumahnya, aku mendapat selentingan bahwa perabotan dagang bakso Mang Dadang sangat lengkap. Mulai dari gerobak, mangkuk dan sendok, sampai ke peralatan pembuatan bakso, Mang Dadang memilikinya. Ditunjang dengan ilmu membuat bakso serta peralatan yang memadai, bakso yang dijualnya asli produksi sendiri. Ia mempromosikan baksonya lewat bahasa iklan pada gerobaknya yang bertuliskan Bakso Produk Lokal Bebas Formalin. Bakso bulat buatannya sangat diminati oleh para bakso mania. Demikian juga aku, menurutku bakso racikan Mang Dadang tak berlebihan dalam menampilkan cita rasa penyedap. Sayangnya, tidak bisa tiap hari para langganan baksonya bisa memanjakan lidah dengan makanan bundar hasil resepnya. Pasalnya, dia menyelipkan pekerjaan yang lain di sela-sela berjualan bakso. Meskipun demikian, sosoknya lebih dikenal sebagai tukang bakso oleh warga Desa Konengsari. Sebenarnya aku kadang-kadang geli akan sikap dan jalan pikirnya. Membaca Al-Quran itu tidak boleh salah. Kalau salah, kan artinya salah juga. Dan itu dosa. Makanya, saya tidak pernah ngaji. Soalnya kalau ngaji nanti salah. Saya gak mau berdosa. Itulah celotehnya ketika aku memberinya kopi di sela-sela istirahat membersihkan halaman rumahku. Aku berusaha menjelaskan bahwa yang ia kemukakan itu salah. Sayang, penjelasanku tak pernah terproses di kepalanya. Ia bersikukuh bahwa apa yang ia katakan adalah benar. Entahlah hal apa yang membuatku harus maklum dengan Mang Dadang. Aku tak pernah marah dengan apa yang dicetuskan dari mulutnya. Aku pikir, yang aku butuhkan hanya tenaganya, bukan cara berpikirnya. Lagi pula ia tak pernah memaksakan pendapatnya itu kepada orang lain. Ternyata, warga yang lain juga memperlakukan Mang Dadang sama persis denganku. Anehnya kami tak pernah berembuk untuk bersikap seperti itu. Kami hanya memberi penilaian di hati saja, Mang Dadang itu manusia yang bagaimana. Hari Minggu yang bertepatan dengan Pilkada Jawa Barat, Mang Dadang memilih berjualan bakso ketimbang kerja lainnya. Mang, sudah nyoblos? Kutanya dia ketika kulewati gerobak baksonya yang nongkrong dekat TPS. Saya gak mau nyoblos. Kalau saya nyoblos berarti saya pilih kasih ke satu orang. Itu tidak adil. Saya berniat untuk jadi manusia adil. Dia menyeringai dengan maksud memancingku untuk membalas tawanya itu. Ocehannya tadi kuanggap angin lalu. Rasanya hanya buang waktu saja untuk menimpalinya. Meskipun jawabanjawabannya tak pernah memuaskan bahkan konyol, tapi aku tak pernah kapok menyapanya. Sewaktu aku berada di bilik suara, terdengar lagu dangdut Goyang Dombret. Nuraniku berujar Itu pasti dari gerobak bakso Mang Dadang. Tak salah lagi, dia sedang manggut-manggut sambil meracik mie bakso pesanan pelanggannya, ketika aku balik ke rumah. Betapa bangganya dia terhadap lagu tersebut. Kalimat Kang Dadang, paling kasep, dianggap sebagai penghargaan tiada tara kepadanya. Hal yang membosankanku, ia berulang-ulang memutar kembali lagu itu bila lagu itu telah berakhir. Tapi, tak seorang pun yang menasihatinya apalagi mengajukan keberatan akan hobinya itu. Keesokan harinya dia sudah menawarkan diri untuk membersihkan halamanku. Padahal rumput-rumput belum tumbuh memanjang. Baru seminggu yang lalu ia membenahi teras dan halamanku. Di rumah bete gak ada kerjaan. Dia menyampaikan alasan dengan bahasa anak ABG. Di samping tak ada budget untuk membayarnya, aku juga mau keluar rumah mencari perlengkapan kantorku. Dengan berat hati akhirnya kutolak penawaran jasanya. Tak ada nada kecewa yang melintas di rautnya. Tak pernah patah arang untuk melampiaskan niatnya, ia

menuju rumah Bu Teti. Menguras kolam kecil, akhirnya pekerjaan yang menghampirinya pada hari itu. ############################### Tanggal 15 Agustus. Seluruh warga negara Indonesia melakukan aktivitas yang khas untuk menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Demikian juga dengan komunitas warga Konengsari. Aku dan Mang Dadang tergabung dalam RT yang sama. Jadi, ketika RT kami membentuk tim bola voli, kami mengusung bendera tim yang sama. Ketika tim kami berlaga, Mang Dadang lebih banyak mendapat apresiasi berupa tepukan dan teriakan dari penonton. Bukan tanpa alasan yang logis penonton melakukan hal itu. Mang Dadang memang benar-benar sebagai pemain voli berbakat, meski dibandingkan denganku. Berkat permainan kami yang solid, RT-RT yang lain bisa kami libas dengan mudah. Sudah dapat dipastikan, tim kami akan menerima penghargaan pada upacara puncak tujuh belasan nanti. Sehari menjelang tujuh belas Agustus, seluruh warga Konengsari tumpah ruah mempercantik lingkungannya agar tampil beda. Dalam hal tata-menata tempat bernaung, aku tak akan melewatkannya. Rumah bagian luar kuhiasi dengan untaian bendera kertas. Aku mempersiapkan bendera-bendera merah putih ukuran mungil ini cukup banyak. Karena rumahku terletak di pinggir jalan, bendera kecil yang tertata pada tali tadi kupasangkan juga di atas jalan depan rumah. Bisa saya bantu? Suara yang sangat aku kenal. Oh .. tentu. Terimah kasih Mang Dadang. Naiklah ke tangga ini, lalu kaitkan benang ini ke tiang bambu itu. Saya yang memegang tangga. Aku begitu bersemangat memasang ornamen-ornamen tujuh belasan. Tentu saja karena ada seseorang yang tulus membantuku. Rangkaian bendera mungil melambai-lambai tertiup angin sore. Umbul-umbul dengan warna mencolok, berjajar merapat pada pagar rumah. Bendera merah putih dengan ukuran agak besar dibanding bendera lainnya yang tertancap di pinggir jalan, telah kupasang tiga hari yang lalu. Semarak warna menjadikan rumahku, rumah yang peduli dengan pesta hari jadi negara tercinta. Mang Dadang juga menambahkan hiasan air berwarna yang dikemas dalam plastik transparan memanjang. Pernak-penik yang mirip minuman anak-anak itu digantungkan pada ranting pohon mangga. Sebenarnya aku kurang suka dengan idenya itu. Tapi, sudahlah, toh bukan untuk dikompetisikan. Pukul 6.00 pagi. Aku baru mengeringkan air mandi dari tubuhku. Kudengar lengkingan peluit memecah kesunyian. Kupikir itu berasal dari anak-anak pramuka yang mau menuju lapangan upacara. Rasa penasaranku bergejolak. Kudongakkan kepala lewat lubang jendela. Ternyata dugaanku salah. Lelaki dengan kaos loreng, celana hijau tahi kuda, peci loreng, dan sepatu but, mondar-mandir dengan peluit bertengger di bibirnya. Mang Dadang, kamu memang aneh, batinku berujar. Satu dua, kiri kanan. Satu dua, kiri kanan, anak-anak kecil bercanda ria mengikutinya di belakang. Jendela kututup lagi setelah kutahu siapa yang meniup peluit. Mentari mulai memuncratkan sinar emasnya. Kunikmati dengan sepuasnya hari libur kantor sekaligus hari bersejarah ini dengan berjemur menyambut mentari pagi. Seiring waktu yang terus merangkak siang, bukan hanya Mang Dadang yang mondar-mandir di jalan. Kulihat rombongan para guru dengan seragam organisasinya, bergegas menuju tempat upacara bendera. Anak-anak dengan seragam putih abu-abu, putih biru, dan putih merah juga berbondongbondong menuju lapangan. Bukan hanya itu, warga desa yang ingin menyaksikan jalannya upacara juga berduyun-duyun melewati depan rumahku. Aku pun tergerak untuk bergabung dengan yang lain mengikuti ritual tahunan itu. Lagi pula tim voliku bakal didaulat untuk memasuki lapangan upacara untuk menerima penghargaan. Aku tak menunda-nunda kesempatan untuk bertemu muka dengan pak camat yang kukagumi.

Banyak yang berharap, hari itu Mang Dadang menjajakan baksonya. Setelah capek kuberdiri di pinggir lapangan, enak sekali kalau menyantap bakso Si Goyang Dombret. Demikian pikirku melambungkan hayalan. Mang Dadang gak jual bakso ya? Kalimat itu berkalikali kudengar terlontar dari mulut-mulut pengunjung. Apa hendak dikata, jangankan baksonya, orangnya saja tidak kulihat batang hidungnya. Pada keramaian seperti itu, mustahil rasanya ia begitu saja melewatkannya. Kemana dia? Aku sangat merasa kehilangan. Ya sudahlah, masa aku harus mencarinya keliling lapangan. Upacara pun dimulai. Kuikuti acara sakral itu dengan saksama. Sosok yang paling kutunggu wejangannya, kini tiba. Camat yang penuh karisma itu menutup pidatonya dengan mengajak seluruh warganya untuk selalu menjunjung kesatuan dan persatuan bangsa. Saat yang paling kunanti-nantikan pun datang menjelang. Pengumuman kejuaraan dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI. Kejuaran bola Voli dimenangkan oleh RT 02 Desa Konengsari. Pengeras suara menyuarakan semangat kebahagiaan. Mang Dadang... Mang Dadang. Warga Konengsari mengelu-elukan nama Mang Dadang, untuk menerima bingkisan. Tapi, sang maskot voli RT kami itu tak jua muncul. Akhirnya aku melangkah ke tengah lapangan untuk mengambil bungkusan warga krem itu. Upacara berakhir. Riuh rendah manusia begitu memekakan telingaku. Euforia tujuh belasan yang ditandai dengan hingar bingar bunyi-bunyian melanda seluruh desa. Tiba-tiba arus manusia menuju satu arah. Kebakaran... kebakaran... kebakaran... rumah Mang Dadang kebakaran. Carut-marut itu sontak menjadikanku garang. Adrenalinku terpacu lebih kuat. Kuayunkan langkah seribu kaki menuju rumah Mang Dadang. Benar saja si jago merah sedang melahap rumah itu dengan rakus. Dengan nafas tersenggal, aku bersama warga lainnya berusaha memadamkan api dengan peralatan seadanya. Lima belas menit kemudian api berhasil dijinakkan. Sedikit lega, meskipun nada khawatir berkecamuk tak karuan dalam lubuk hati ini. Ternyata, bukan kebahagiaan yang aku tuai. Pandanganku tertumbuk pada tubuh manusia yang menghitam tertindih puing-puing hangus. Tubuh Mang Dadang terpanggang bersama kepolosan yang bersarang dalam jiwanya. Tak ada lagi bakso lokal tanpa formalin. Tak ada lagi celotehan konyol. Tak ada lagi yang membersikkan halamanku. Aku pun luruh tanpa daya.

4. Tukarkan hasil analisis yang telah Anda tulis dengan hasil analisis teman Anda. Periksalah hasil pekerjaan temanmu itu. Apakah unsur analisisnya sudah lengkap? Apakah kalimatkalimatnya sudah jelas? Apakah sudah menggunakan bahasa baku sesuai ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan? Berilah catatan seperlunya! 5. Bahaslah bersama-sama hasil mengoreksi tersebut. Selanjutnya, perbaikilah jika ternyata hasil analisis Anda belum lengkap atau masih terdapat kesalahan. F. Tugas Mandiri Kerjakan kegiatan-kegiatan di bawah ini! 1. Carilah sebuah cerpen dari surat kabar atau majalah. Selanjutnya guntinglah cerpen tersebut dan tempel di buku latihan bahasa Indonesia. 2. Analisislah cerpen tersebut sesuai dengan unsur pembangun cerpen. 3. Periksakan hasil pekerjaan Anda kepada guru bahasa Indonesia Anda.

Kompetensi Dasar 13.2 Menemukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan D. Nilai-nilai yang Terdapat dalam Cerpen Cerpen terbangun atas unsur intrinsik yaitu tema, penokohan, alur, latar, amanat dll. Selain unsur intrinsik, cerpen juga mengandung unsuk ekstrinsik. Salah satu atau bagian unsur ekstrinsik yang kita kenal yaitu nilai-nilai. Nilai-nilai adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. (KBBI, 1996: 690) Melalui penggambaran latar suasana sosial budaya masyarakat di mana tokoh hidup, pembaca dapat menemukan berbagai nilai yang berlaku di masyarakat tersebut. Nilai-nilai itu juga tercermin dari tingkah laku dan tindakan tokoh, kebiasaan tokoh, dan sikap pikiran tokoh saat menghadapi masalah serta melakukan interaksi dengan lingkungan alam dan sosialnya. Nilai-nilai yang tersirat dalam cerpen dapat memberi manfaat bagi kehidupan pembaca. Membaca cerpen tidak sekadar untuk mendapatkan penghiburan tetapi juga menjadi sarana pendidikan bagi pembaca. Nilai-nilai yang sering dijumpai dalam cerpen yaitu nilai moral, nilai budaya, nilai pendidikan, nilai sosial, dan nilai keagamaan. 1. Nilai Moral yaitu konsep ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari sebuah cerita. 2. Nilai Budaya yaitu konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai di dalam kehidupan. 3. Nilai Pendidikan yaitu konsep yang berupa proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia. 4. Nilai Sosial yaitu konsep yang berisi sifat-sifat kemasyarakatan (sifat suka memperhatikan kepentingan umum, suka menolong dsb.) 5. Nilai Keagamaan yaitu konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat kepada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga dijadikan pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga masyarakat bersangkutan. E. Uji Pemahaman Untuk memperdalam pemahaman Anda terhadap nilai-nilai dalam cerpen, kerjakanlah latihan soal berikut! 1. Jelaskan apa yang dimaksud nilai-nilai? 2. Jenis nilai-nilai apa sajakah yang biasa terkandung dalam cerpen? Jelaskan! 3. Tinjaulah kembali atau baca kembali cerpen Mang Dadang karya Casminih lalu analisislah nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen tersebut! 4. Tukarlah hasil pekerjaan Anda dengan teman sebangku. Periksalah hasil pekerjaan temanmu, baik dari kelengkapan ataupun penggunaan bahasanya. Bahaslah bersamasama hasil mengoreksi tersebut. Selanjutnya, perbaikilah jika ternyata nilai-nilai yang Anda temukan belum lengkap atau masih terdapat kesalahan.

F. Tugas Mandiri Kerjakan kegiatan-kegiatan di bawah ini! 1. Tinjaulah kembali atau baca kembali cerpen yang Anda temukan untuk menyelesaikan Tugas Mandiri KD 13.1. 2. Analisislah nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. 3. Periksakan hasil pekerjaan Anda kepada guru bahasa Indonesia Anda.

Tes Formatif Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap benar!


Cerpen berikut digunakan untuk menjawab soal nomor 1 dan nomor 2. Kabut tebal menyerupai gumpalan salju yang mengalirkan hawa dingin membuat tubuh Mak Leha menggigil. Mak Leha tak mengenali lagi di mana ia berada. Padang datar tak bertuan barangkali sebutan yang pantas untuk tempat yang baru ia singgahi. Mak Leha tersentak ketika lima lelaki dengan aroma timbunan sampah, tertawa di hadapannya. Soleha, mengenaskan sekali kamu. Buka matamu, tatap dunia, perempuan tak pantas kerja keras. Kamu berhak mencari kebahagiaan. Harusnya kamu mencari laki-laki lain pengganti suamimu. Apa yang kamu dapatkan dengan memanjakan anak-anakmu, hai perempuan bodoh? Sebentar lagi kamu akan didepak oleh anak-anak kesayanganmu itu. Mak Leha terbelalak dengan ajakan para lelaki asing itu. Belum juga Mak Leha menjawab, lelaki berambut panjang dan kumal itu menarik tangannya. Mari kita bersenang-senang. Bukankah hidupmu tak akan lama lagi? Mak Leha meronta berusaha melepaskan diri dari genggaman tangan kasar yang membelenggunya. Aku tak mau bergabung dengan kalian. Aku akan tetap menjaga dan menyayangi anak-anakku. Wanita yang dikenal alim dan lemah lembut dalam bertutur, kini meledakkan amarah dengan sejadi-jadinya. Cerpen Melanglang Fatamorgana, Casminih 1. Watak Mak Leha dalam kutipan cerpen tersebut adalah . . . . A. ramah, baik, ceria, dan menyenangkan D. teguh, tabah, ramah, cerewet, dan peduli B. bahagia, senang, ceria, dan teguh E. periang, pemalu, cerewet, tanggng jawab C. teguh, kuat, peduli, tanggung jawab 2. Pendeskripsian watak Mak Leha dalam cerpen Melanglang Fatamorgana adalah . . . . A. penggambaran bentuk lahir tokoh B. melalui jalan pikiran tokoh C. penjelasan langsung oleh pengarang D. ucapan-ucapan/dialog tokoh E. melalui pendapat tokoh lain

3. Kalau begitu mengapa syarifudin meninggal pada hari kedua setelah ia disunat? Darah tak banyak keluar dari lukanya. Syarifudin kan juga penurut. Pendiam. Setengah bulan, hampir, dia mengurung diri karena kau mengatakan kelakuan abangnya sehari sebelum disunat itu. Aku tidak percaya jika hanya oleh melompat-lompat dan berkejaran setengah malam penuh. Aku tidak percaya itu. Aku mulai percaya desas-desus itu bahwa kau orang tamak. Orang yang kikir. Penghisap. Lintah darat. Inilah ganjarannya! Aku mulai percaya

desas-desus itu, tentang dukun-dukun yang mengilu luka sunatan anak-anak kita. Aku mulai yakin, mereka menaruh racun di pisau dukun-dukun itu. Kalau benar begitu, apalagi yang sekarang mereka sakitkan hati? Aku telah lama mengubah sikapku. Tiap ada derma, aku sumbang. Tiap kesusahan aku tolong. Tidak seorang dari mereka yang tidak kuundang dalam pesta tadi malam. Kaulihat kan, tiga teratak itu penuh mereka banjiri. Aku yakin mereka telah menerimaku, memaafkanku. Panggilan Rasul, Hamsad Rangkuti Tema atau pokok masalah yang tersirat dalam penggalan cerita pendek di atas adalah . . . A. Dampak kekikiran, ketamakan, keangkuhan, dan kesombongan. B. Kekikiran, ketamakan, keangkuhan, dan kesombongan yang diperbuat dukun. C. Kesadaran untuk mengubah sikap dari tidak baik menjadi baik. D. Kepercayaan adanya kematian dikaitkan dengan guna-guna dari dukun. E. Ganjaran/balasan bagi orang yang kikir. 4. Terdengar bunyi langkah di beranda muka, kemudian suara mengucapkan, Selamat Malam. Kus terkejut, sebab suara itu dikenalnya, dr. Hamzah, selalu saja ia memburu aku. Apa pula teorinya sekali ini. Didengarnya dr. Hamzah dengan orang tuanya bercakapcakap dan sekali-sekali kedengaran namanya disebut meskipun kurang jelas benar percakapan itu ke kamarnya. Akhirnya Kus hendak serta duduk di sana. Jangan-jangan yang tidak-tidak nanti dibicarakannya tentang aku. . . . . Radio Masyarakat, Rosihan Anwar Latar kutipan cerita pendek tersebut adalah . . . . A. rumah sakit B. rumah dr. Hamzah C. rumah Kus D. kamar Kus E. ruang praktik dokter

5. Aku mengenal sosoknya sebagai perempuan bertulang baja dan berotot besi. Sulit rasanya mencari orang lain yang sepadan dengan daya tahan tubuhnya. Bayangkan saja, rata-rata jam kerja wanita tiga anak ini hingga 15 jam per hari. Tak pernah kutemukan manusia dengan aktivitas demikian. Apalagi, hal itu terjadi pada kaum Hawa. Pukul 4.00 sebelum beduk subuh berkumandang, kulihat Mak Leha, demikian para tetangga memanggil, telah memulai rutinitas kesehariannya. Kusaksikan percik-percik api dari lubang-lubang kecil dinding dapurnya yang terbuat dari bilik bambu. Benturan peralatan dapur pertanda si empunya rumah tak sedang berpangku tangan. Setelah mesjid mengajak para umat untuk menunaikan solat subuh lewat adzan, kudengan percikan air wudu dari kamar mandi usangnya. Melanglang Fatamorgana, Casminih Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam kutipan tersebut adalah . . . . A. orang kedua D. orang pertama pelaku tambahan B. orang ketiga serba tahu E. orang pertama pelaku utama C. orang pertama dan ketiga 6. Kang Lantip tersenyum. Karena saya tidak percaya kepada sistem yang melahirkan dan membesarkan pengu asa yang begitu kejam seperti Stalin. Sama dengan tidak percaya saya kepada sistem yang

melahirkan Hitler dan Mussolini. Dan sudah tentu, juga tidak percaya kepada sistem yang melahirkan Amangkurat yang dengan kejamnya membunuh santri-santri. Sistem-sistem seperti itu mengandung bibit-bibit kekerasan yang selalu akan mengambil korban ribuan orang yang tidak bersalah! Saya terkejut mendengar suaranya. Lantip, kakang saya, yang lemah lembut, sopan, penuh tata krama, dengan sekali tebas membabat tiga sistem kekuasaan yang besar. Para Priyayi, Umar Kayam Amanat penggalan novel di atas adalah . . . A. Jangan berprasangka buruk terhadap seseorang. B. Kita harus menghargai sikap dan pendapat seseorang. C. Setiap orang mempunyai kelebihan. D. Kita harus percaya kepada seseorang. E. Kekuasaan menghasilkan kesewenang-wenangan. 7. Sedari muda aku di sini bukan? Tak kuingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin jadi kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah Subhanahu Wataala. Tidak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka. Marahkah Tuhan kalau itu yang kulakukan, sangkamu? Akan dikutuki-Nya aku kalau selama hidupku aku mengabdi kepada-Nya? Tak kupikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih penyayang kepada umat-Nya yang tawakal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang setiap waktu, siang malam, pagi sore. Aku sebut-sebut nama-Nya selalu. Aku puji-puji dia. Aku baca kitab-Nya. Alhamdulillah, kataku bila aku menerima karunia-Nya. Robohnya Surau Kami, A.A. Navis Nilai yang terkandung dalam cerpen di atas adalah . . . . A. moral B. sosial C. agama D. budaya E. estetika

8. Pak, pohon papaya di pekaranganku telah dirobohkan dengan tak semena-mena, tidaklah sepatutnya hal itu kulaporkan? Itu benar, tapi jangan melebih-lebihkan. Ingat, yang harus diutamakan ialah kerukunan kampung. Soal kecil yang dibesar-besarkan bisa mengakibatkan kericuhan dalam kampung. Setiap soal mesti diselesaikan dengan sebaikbaiknya. Tidak boleh main seruduk. Masih ingatkah kau pada peristiwa Dullah dan Bidin tempo hari? Hanya karena soal dua kilo beras, seseorang kehilangan nyawa dan yang lain meringkuk di penjara. Gerhana, Muhammad Ali Nilai moral dalam penggalan cerpen di atas adalah . . . A. Orang yang menebang pohon milik orang lain harus dilaporkan kepada lurah. B. Orang yang menebang pohon milik orang lain dapat dimasukkan ke penjara.

C. Kerukunan kampung dapat terganggu karena penebangan pohon papaya. D. Persoalan kecil yang dibesar-besarkan akan berakibat fatal. E. Dua kilogram beras telah menyebabkan dua orang bertikai. 9. Dari balik jendela itu aku menyaksikan kunang-kunang meliuk di atas setangkai kembang. Malam melempar pesan dengan jemarinya yang dingin. Sebuah musim telah menandai setiap perubahan yang diawali dengan pergantian matahari dan rembulan. Waktu berputar dalam rotasinya mengelilingi lingkaran tata surya yang sengaja diciptakan untuk menandai setiap pertemuan dan perpisahan. Tetapi akhirnya akan kembali lagi setelah semuanya berjalan dalam petualangan yang indah, menyeberangi siang, menyeberangi malam. Kekhasan penggunaan bahasa yang tampak dalam cuplikan cerita di atas adalah . . . . A. kata-katanya bermakna halus B. banyaknya penggunaan majas C. penggunaan sinonim secara berulang-ulang D. majas pertentangan digunakan secara bergantian E. penggunaan makna yang secara tidak langsung 10. Sejak TK, jawabanku kalau ditanya tentang cita-citaku, pasti aku jawab, Mau jadi dokter. Ya, begitulah jawaban khas anak TK pada umumnya. Aku menjawab pertanyaan itu sambil teriak-teriak dan mengangkat telunjuk tinggi-tingi. Cuplikan di atas menceritakan . . . . A. cita-citaku di TK B. pengalamanku waktu kecil C. caraku dalam menjawab pertanyaan D. kemauanku menjadi dokter E. kelucuan-kelucuanku di masa lalu 11. Mulai dari situ aku semakin getol membayangkan betapa indahnya menjadi dokter. Begitu aku naik ke kelas tiga, aku mengambil jurusan IPA. Aku mulai merasa bingung. Soalnya cara belajarnya sss alias sistem santai selamanya. Akhirnya, aku keteteran tiap hari apalagi pada pelajaran Fisika. Kalimat yang sesuai dengan cerita di atas adalah . . . A. Menjadi dokter itu indah. B. Aku sulit mengikuti pelajaran Fisika. C. Setiap hari aku mendapat nilai jelek. D. Naik ke kelas tiga merupakan cita-citaku. E. Kegiatan belajarku selalu mendapat gangguan. 12. Pak Lurah sangat heran melihat Pak Sastro datang malam itu padanya. Maafkan, Pak Lurah, tidak usah repot-repot. Setelah pikir-pikir, ada baiknya saya tinggalkan desa ini dulu. Ini kunci-kunci rumah saya. Semua sawah, kebun, penggilingan padi, kerbau, dan sapi, saya titipkan kepada desa ini melalui Pak Lurah. Mohon dirawat baik-baik. Silakan menggunakan hasilnya menurut keperluan. Saya percayakan semuanya

kepada Pak Lurah. Ini uang sekadar untuk pengeluaran-pengeluaran semua harta milik saya itu. Selamat tinggal! Watak tokoh Pak Sastro diungkapkan pengarang melalui . . . . A. penggambaran langsung D. jalan pikiran B. perilaku atau perbuatannya E. penjelasan dari tokoh lain C. perkataan tokoh itu sendiri 13. Unsur intrinsik yang dominan dalam penggalan cerita pada soal nomor 12 di atas adalah . ... A. alur B. tema C. latar D. amanat E. penokohan 14. Dalam kehidupan sehari-hari, tokoh seperti Pak Sastro pada penggalan cerita di atas biasanya menunjukkan orang yang memiliki watak . . . . A. boros B. pelit C. dermawan D. pasrah E. nekat 15. Novelis ini mampu berkisah dari suatu tempat ke tempat yang lain secara lancar dan gamblang mengenal objek kisah di dalam novelnya. Ini sangat masuk akal dan mungkin karena novelisnya sendiri pernah menjadi penghuni kota tersebut selama beberapa tahun dan cukup hafal sudut-sudut yang paling mewah bahkan sampai yang paling muram: nama-nama jalan, gang-gang lokasi-lokasi pelacuran, warung-warung makan, hotel, pasar dan lain-lain yang identik dengan kota tersebut. Unsur ekstrinsik yang dikupas dalam bahasan novel di atas berkenaan dengan . . . . A. latar belakang kehidupan pengarang B. suasana kota di mana novel itu dikarang C. latar masyarakat yang menjadi ilham penulisan novel D. kondisi budaya masyarakat pembacanya E. seting yang menjadi inspirasi cerita

Bacalah cerpen di bawah ini lalu jawablah soal-soal berikut dengan tepat dan jelas. Gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar!

Melanglang Fatamorgana
Oleh: Casminih
Aku mengenal sosoknya sebagai perempuan bertulang baja dan berotot besi. Sulit rasanya mencari orang lain yang sepadan dengan daya tahan tubuhnya. Bayangkan saja, rata-rata jam kerja wanita tiga anak ini hingga 15 jam per hari. Tak pernah kutemukan manusia dengan aktivitas demikian. Apalagi, hal itu terjadi pada kaum Hawa. Pukul 4.00 sebelum beduk subuh berkumandang, kulihat Mak Leha, demikian para tetangga memanggil, telah memulai rutinitas kesehariannya. Kusaksikan percik-percik api dari lubang-lubang kecil dinding dapurnya yang terbuat dari bilik bambu. Benturan peralatan dapur pertanda si empunya rumah tak sedang berpangku tangan. Setelah mesjid mengajak para umat untuk menunaikan solat subuh lewat adzan, kudengan percikan air wudu dari kamar mandi usangnya. Layak rasanya bila aku angkat topi akan sepak terjangnya dalam menunaikan segala kewajiban sebagai hamba-Nya. Janda beranak tiga ini merupakan sosok pahlawan di mataku.

Sepeninggalan suaminya tujuh tahun lalu, hanya tiga orang buah hati harta yang ia miliki. Harta yang menuntut Mak Leha banting tulang tanpa kenal lelah. Hidupnya dipersembahkan untuk menempa putra-putrinya menjelma menjadi manusia berakal budi tinggi. Dalam menanamkan pendidikan agama, ia lebih senang memberikan contoh lewat perilakunya daripada lewat perkataannya. Iman, Islami, dan Ihsan, tiga bocah yang telah tujuh tahun tanpa pengasuhan sang ayah. Iman kini menginjak usia 24 tahun. Berbekal ijazah SMA, ia bekerja sebagai kepala gudang pada pusat perbelanjaan. Satu-satunya perempuan yang juga mengantongi ijazah SMA, Islami, mengabdikan dirinya sebagai tenaga honorer di Kantor Kecamatan. Kecantikan lahir dengan paduan iner beauty yang ia miliki, menjadikan teman kerja sekeliling, nyaman berada di sisinya. Perilaku yang berlandaskan norma agama, diterapkannya sebagai kendaraan dalam pergaulan. Iman dan Islami yang kini menopang biaya pendidikan Ihsan yang tercatat sebagai murid SMAN 1 Sukaresmi kelas XI IPA-2. Meskipun kedua anaknya telah ikut menyokong kebutuhan rumah tangga, Mak Leha belum juga pensiun dari pekerjaannya. Penjual pecel keliling telah menjadi bagian dari kehidupannya. Dari pecel inilah wanita tanpa suami ini berusaha menuntun putra-putrinya untuk mengenyam bangku pendidikan. Hanya saja, ada yang berbeda dengan ragam makanan yang dijajakannya. Dulu, ketika Ihsan masih duduk di bangku SD, Mak Leha menggendong pecel dan getuk, Ihsan menjinjing krupuk dan makanan anak-anak lainnya. Kini, karena Ihsan telah beranjak dewasa, Mak Leha melarang Ihsan untuk ikut berkeliling menjajakan barang dagangan. Akhirnya, makanan yang bisa digendongnya hanya sebakul pecel dan beberapa kantong krupuk saja. Lagilagi aku begitu terpukau dengan semangat hidup wanita yang satu ini. Pecel ... pecel... Suara yang tak asing di telinga warga Kampung Ciwalen. Pecel Ma, Bu Miska berteriak pertanda Mak Leha harus berbelok ke halamannya. Kusaksikan senyum mengembang menghiasi wajahnya yang mulai keriput. Bikin lima pincuk ya Mak, sama krupuk seplastik saja. Tangan trampil Mak Leha begitu cekatan membungkus pecel. Berapa Mak? Enam ribu. Tak berapa lama kulihat Mak Leha telah berdiri di pinggir jalan yang cukup ramai dengan lalu-lalang kendaraan. Oh ya, aku tahu, Mak Leha mau menyeberang jalan karena pelanggan pecelnya banyak juga di seberang jalan itu. Pekerjaan menyeberang jalan dengan menggendong pecel, telah menjadi kebiasaan kesehariannya. Tapi kali ini, musibah yang tak diharapkan, memburunya. Mobil bak terbuka pengangkut sayur menabraknya hingga ia terkapar tanpa daya. Kengerian segera menerpaku. ###################################### Kabut tebal menyerupai gumpalan salju yang mengalirkan hawa dingin membuat tubuh Mak Leha menggigil. Mak Leha tak mengenali lagi di mana ia berada. Padang datar tak bertuan barangkali sebutan yang pantas untuk tempat yang baru ia singgahi. Mak Leha tersentak ketika lima lelaki dengan aroma timbunan sampah, tertawa di hadapannya. Soleha, mengenaskan sekali kamu. Buka matamu, tatap dunia, perempuan tak pantas kerja keras. Kamu berhak mencari kebahagiaan. Harusnya kamu mencari laki-laki lain pengganti suamimu. Apa yang kamu dapatkan dengan memanjakan anak-anakmu, hai perempuan bodoh? Sebentar lagi kamu akan didepak oleh anak-anak kesayanganmu itu. Mak Leha terbelalak dengan ajakan para lelaki asing itu. Belum juga Mak Leha menjawab, lelaki berambut panjang dan kumal itu menarik tangannya. Mari kita bersenang-senang. Bukankah hidupmu tak akan lama lagi? Mak Leha meronta berusaha melepaskan diri dari genggaman tangan kasar yang membelenggunya. Aku tak mau bergabung dengan kalian. Aku akan tetap menjaga dan menyayangi anak-anakku. Wanita yang dikenal alim dan lemah lembut dalam bertutur, kini meledakkan amarah dengan sejadi-jadinya.

Leha, jangan kau terbujuk dengan ajakannya, tiba-tiba suara itu meredam kekalutan. Lima lelaki dengan pakaian compang-camping itupun terperangah. Mak Leha berputar-putar mencari sumber suara, yang menurut pendengarannya, sepertinya itu suara perempuan. Benar saja, meskipun agak samar, Mak leha melihat lima tubuh perempuan terbalut gaun panjang warna keemasan. Semakin jelas, tubuh-tubuh ramping itu mendekat ke arah dirinya dan lima lelaki berbau busuk. Aroma semerbak menebar membuai angan yang penuh kemurkaan. Tak ada satu perempuan pun dari kelimanya yang punya cela. Wajah-wajah cantik mereka hampir serupa. Mereka tersenyum ramah mengulurkan tangan kepada Mak Leha. Jangan pernah kau tinggalkan anak-anak manis itu. Kau akan menuai kerugian bila mereka kau telantarkan. Percayalah, Tuhanmu akan memberikan jalan kepada hamba-nya yang mau berusaha. Belajarlah pada lilin yang menyala. Ia rela melelehkan dirinya demi mempersembahkan sinar terang kepada sekelilingnya. Suatu kesalahan bila kita memberikan penilaian bodoh terhadap lilin yang berpijar. Jangan sampai rasa imanmu tergerus oleh bujuk rayu para manusia laknat itu! Wanita bergaun panjang yang berdiri paling dekat dengan Mak Leha menunjuk ke arah lima lelaki. ##################################### Iman, Islami, dan Ihsan dirundung kesedihan yang mendalam. Terlebih dengan Islami, dara cantik ini tak kuasa membendung aliran air matanya. Jasad tak bernyawa yang terbujur di hadapannya adalah pangkal dari kepiluan yang ia rasakan. Mak Leha, si tukang pecel telah dipanggil oleh Sang Pencipta untuk selamanya karena kecelakaan lalu lintas. Para tetangga berduyun menyampaikan bela sungkawa kepada tiga bersaudara. Iman sebagai perwakilan keluarga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pelayat atas kesalahan dan kekhilafan ibunya semasa hidup. Keharuan semakin menyelimuti rumah mungil nan sederhana. Di halaman sana, para tetangga segera menata tempat untuk memandikan jasad Mak Leha. Beberapa dari mereka yang lain terlebih dulu menuju pekuburan untuk menggali liang lahat. Ihsan yang sempat menyaksikan sang ibu menghembuskan nafasnya yang terakhir, nampak begitu terpukul. Tatapannya kosong. Nafasnya turun naik tak beraturan. Islami dengan sedusedannya tak mau beringsut sedikit pun dari jenazah ibunya. Isak tangis juga kulihat pada wajahwajah pelayat perempuan. Sungguh hatiku pilu menyaksikan peristiwa itu. Kudengar raungan tangis dari tempat Mak Leha terbaring kaku. Ya, aku kenal suara itu. Itu rintihan pilu si perawan jelita, Islami. Seiring tangisan pilu, jasad tertutup kain dibopong menuju tempat pemandian. Semua mata pelayat tertumbuk pada dipan dengan penghalang kain panjang. Pada dipan inilah tubuh Mak Leha akan dibaringkan untuk disucikan. Tubuh yang baru terpisah dengan rohnya sekitar satu jam yang lalu itu telah terbaring. Islami sebagai anak perempuan, didaulat untuk ikut memandikan jasad sang ibu. Haru-biru segera menebar membius setiap nurani yang tersentuh kesedihan si dara jelita. Islami dipapah menuju pemandian mayat. ####################################### Leha, cepatlah pulang. Anak-anakmu dan seluruh kerabat telah menunggumu. Tak usah kau hiraukan laki-laki pembawa sial itu. Perempuan bergaun panjang yang berdiri agak di belakang memperingatkan. Soleha, kamu akan menyesal menyia-nyiakan kesenangan yang berhak kau reguk. Jangan kau turuti kemauan perempuan-perempuan yang tak kamu kenal. Kelima lelaki kumal tak mau mengalah. Kelima lelaki berbau busuk dan kelima perempuan bergaun panjang terlibat perang mulut. Mak Leha tak tahan dengan kebisingan yang diciptakan dua kubu. Ia pun menutup kedua kupingnya. Sudah...sudah...hentikan, Mak Leha menjerit sekuat tenaga.

Aku mau pulang, tapi di mana rumahku? Wanita yang menyayangi titipan Allah itu bingung luar biasa. Sebenarnya ini di mana? Kemana pula rumah-rumah tetanggaku? Leha, kami akan mengantarmu berkumpul kembali dengan anak-anak tercintamu. Mari, ulurkan kedua tanganmu. Tiba-tiba angin bertiup begitu dahsyat. Kelima lelaki berbau busuk tersapu hembusan angin yang membabi buta. Tubuh-tubuh mereka mengangkasa. Terpaan angin juga membenamkan kesadaran Mak Leha untuk mengenali apa yang ada di sekelilingnya. Berakhir sudah pertemuan dengan kelima perempuan bergaun panjang. ######################################## Islami telah berada di sisi dipan tempat sang ibu terbujur membisu. Tiba-tiba mata sembabnya terpaku pandang pada jemari kaki ibunda. Jemari itu bergerak. Islami terbelalak. Jantungnya berdegup kencang. Sang juru mandi mayat pun tak luput dari peristiwa ganjil ini. Air mandi yang akan diguyurkan pada tubuh mayat, terlepas dari genggaman tangannya. Islami histeris setelah menatap perut ibunya yang bergerak timbul tenggelam akibat adanya aktivitas organ dalam. Iman dan Ihsan yang menunggu tak jauh dari tempat itu segera bertandang. Iman terperangah. Ia tak yakin akan hal yang menimpa ibundanya. Mata Mak Leha berkedip pelan. Emak hidup kembali, Emak hidup kembali! Ihsan kegirangan tak terkendali mewartakan keanehan itu. Gegap gempita menjalari rumah Mak Leha. Kabar ini dengan cepat merebak ke seluruh desa hingga kecamatan. Dari hari itu sampai tujuh hari kemudian, rumah Mak Leha selalu dipadati oleh pengunjung. Aku pun turut bersuka cita karena Mak Leha masih diberi kesempatan untuk mendidik buah hatinya. Mak Leha hanya mengalami mati suri.

1. Analisislah unsur intrinsik cerpen Melanglang Fatamorgana! 2. Analisislah nilai-nilai yang terkandung pada cerpen Melanglang Fatamorgana!

Daftar Pustaka

Eti, Nunung Yuli dkk. 2005 . Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia . Klaten: Intan Pariwara. Hatikah, Tika dkk. 2008 . Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia. Bandung: Grafindo Media Pratama. Kosasih, E. 2001 . Bimbingan Pemantapan EBTANAS & UMPTN Bahasa Indonesia . Bandung: CV Yrama Widya. Kosasih, E. 2007 . 1700 Bank Soal Bintap Bahasa Indonesia SMA/MA . Bandung: CV Yrama Widya. Maryani, Yani dan Mumu. 2004 . Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia SMU . Bandung: CV Pustaka Setia. Sayuti, Suminto A. 2000 . Berkenalan dengan Prosa Fiksi . Yogyakarta: Gama Media. Tim Penyusun. 1996 . Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai