Anda di halaman 1dari 10

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Madrasah
: MAN 2 Pontianak
Mata Pelajaran
: Bahasa dan Sastra Inonesia
Kelas/Semester : XII / Ganjil
Alokasi Waktu
: 4 x pertemuan (4 x 45 menit)
Standar Kompetensi
: 5. Memahami pembacaan novel..
5.2. Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan
penggalan
novel.
Indikator
: 1. Menunjukkan unsur intrinsik novel yang
dibacakan
2. Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dalam
penggalan novel yang dibacakan teman.
I. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini siswa dapat
1. Menentukan unsur intrinsik novel yang dibacakan
2. Menjelaskan unsur intrinsik yang dibacakan
Karakter siswa yang diharapkan :
Kreatif, bersahabat, kerjasama, berjiwa besar, komunikatif, percaya
diri, dan gemar membaca
Kewirausahaan/Ekonomi kreatif :
Korisinilan , percaya diri, dan kepemimpinan
II. Materi Pembelajaran
Memahami sebuah novel tentu tidak dapat lepas dari pemahaman
tentang unsur-unsur yang terdapat dalam novel itu sendiri. Misalnya
unsur intrinsik dan ekstrinsik. Kali ini kita akan menganalisis unsur
intrinsik novel yaitu :
Tema, latar, penokohan, alur, peran, sudut pandang dan konflik.
1. Tema adalah gagasan yang mendasari sebuah karya sastra. Dalam
novel,
tema didukung oleh pelukisan latar atau tingkah laku dan sifat tokoh.
Untuk menentukan tema novel, pembaca atau pendengar haruslah
menyimpulkan
keseluruhan isi cerita. Tidak hanya berdasarkan bagian-bagian
tertentu cerita saja. Ada berbagai tema yang terkandung dalam novel
Indonesia yang pada umumnya berhu- bungan dengan masalah
kehidupan manusia. Misalnya, masalah percintaan menjadi tema
dalam novel Azab dan Sengsara, Sitti Nurbaya, dan Pada Sebuah
Kapal. Masalah religius diangkat menjadi tema novel Robohnya Surau
Kami dan Kemarau.
2. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seseorang yang ditampilkan
dalam sebuah cerita. Tokoh dalam
suatu novel berperan sebagai pribadi yang utuh, lengkap dengan

keadaan lahiriah dan batiniah. Ada tokoh yang mempunyai sifat


pemarah, pemalu, penyabar, rajin, dan sebagainya.
Dalam karyanya, pengarang dapat menampilkan sifat atau karakter
tokoh melalui berbagai cara seperti berikut.
2.1. Penggambaran bentuk lahir tokoh
Pengarang menggambarkan karakter tokoh dari segi lahiriah
yang
meliputi bentuk tubuh, tingkah laku, cara berpakaian, serta apa
yang
dikenakan atau apa yang dibawa.
2.2. Penggambaran jalan pikiran tokoh atau yang terlintas
dalam pikirannya. Pengarang menggambarkan karakter
tokoh melalui jalan pikiran atau perasaan tokoh tersebut.
2.3. Penggambaran reaksi tokoh terhadap peristiwa-peristiwa
yang terjadi
Penggambaran ini merupakan paparan tentang cara tokoh
menanggapi suatu masa lah atau peristiwa yang terjadi.
2.4. Penggambaran keadaan sekitar tokoh
Penggambaran ini merupakan paparan tentang lingkungan atau
tokoh lain yang sangat berhubungan erat dengan tokoh.
Dilihat dari watak dan karakternya, tokoh dapat dibedakan
seperti berikut ini.
a. Tokoh antagonis
Tokoh antagonis yaitu tokoh yang menimbulkan konflik atau
masalah dalam cerita. Biasanya tokoh antagonis mempunyai
watak dan perilaku yang jahat.
b. Tokoh protagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang mempunyai watak baik,
benar, dan
tidak jahat.Dilihat dari kepentingan pengarang
dalam menampilkan tokoh dalam karya sastra, tokoh
dibedakan sebagai berikut.
1. Tokoh utama adalah tokoh yang mempunyai peranan
yang sangat penting
dalam sebuah cerita. Tokoh ini
selalu hadir dalam setiap peristiwa.
2. Tokoh pembantu adalah tokoh yang membantu tokoh
utama dalam sebuah karya sastra.
3. Latar atau setting adalah keterangan, petunjuk, dan pengacuan
yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana terjadinya peristiwa
dalam
sebuah karya sastra.
Ada tiga jenis latar dalam karya sastra novel, yaitu latar tempat,
waktu, dan suasa- na.
Selain tema, penokohan, latar, alur juga merupakan salah satu
pembangun karya sastra novel.

4. Alur adalah keseluruhan salinan peristiwan yang membentuk satu


kesatuan yang dise but cerita.
Ada tiga jenis alur dalam karya sastra novel.
4.1 Alur maju
Bagian alur yang disajikan secara berurutan dari tahap
perkenalan atau pengan tar, dilanjutkan tahap penampilan
masalah, dan diakhiri dengan tahap penyele- saian.
4.2 Alur mundur
Alur disusun dengan mendahulukan tahap penyelesaian dan
disusul
tahap-tahap yang lain.

4.3 Alur gabungan


Alur ini merupakan perpaduan antara alur maju dan mundur.
Susunan penyajian urutan peristiwa diawali dengan puncak
ketegangan, lalu dilanjutkan dengan perkenalan, dan diakhiri
dengan penyelesaian.
5. Sudut pandang adalah cara pengarang mengungkapkan cerita.
Sudut pandang penga
rang terbagi atas berikut ini.
5.1 Sudut pandang orang pertama pelaku utama.
Pengarang menggunakan pelaku utama sebagai orang pertama.
Dalam sudut pandang tersebut, pengarang menggunakan kata
ganti orang pertama, misalnya aku, saya.
5.2 Sudut pandang orang ketiga
Pengarang menggunakan pelaku utama sebagai orang ketiga.
Dalam sudut pan- dan tersebut, pengarang menggunakan kata
ganti orang ketiga, misalnya dia, ia, nama orang.
5.3. Sudut pandang serbatahu
Dalam hal ini pengarang seolah-oleh tahu banyak hal. Pengarang
dapat mengemu kakan segala tingkah laku atau tindak-tanduk
tokoh utamanya.
6. Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang

III. Metode Pembelajaran


- ceramah
Penugasan
Diskusi
IV. Langkah-langkah Pembelajaran
N
o.

Kegiatan

Rincian Kegiatan

Waktu

A
.

Pendahul
uan

B
.

Inti

1. Pengucapan salam
2. Membaca basmallah untuk memulai
pelajaran
3. Mengabsensi siswa
4. Menginformasikan tujuan yang akan
dicapai setelah pembelajaran
5. Apersepsi: guru menanyakan kepada siswa
tentang pengalaman berkesan mereka
setelah membaca novel. Guru menanyakan
unsur yang membangun cerita dalam novel
sehingga novel tersebut menjadi menarik
dan berkesan.
Eksplorasi
1. Guru meminta siswa menyebutkan dan
menje- laskan unsur-unsur intrinsik yang
membangun cerita novel
2. Guru menjelaskan secara lebih terinci
bebera- pa unsur intrinsik yaitu karakter
tokoh dan latar cerita , sudut pandang dan
amanat yang akan menjadi fokus
pembahasan
3. Seorang siswa yang ditunjuk Guru
membacakan sebuah penggalan novel
sementara siswa yang lain menyimaknya.
Elaborasi
a. Siswa berdiskusi kelompok untuk
mengidentifi kasi dan menjelaskan
unsur-unsur intrinsik no- vel yang
telah didengarkannya.
b. Guru memotivasi semua anggota
kelompok ak- tif berkontribusi dalam
mengemukakan penda pat
Konfirmasi
a. Siswa melaporkan hasil diskusinya
b. Guru memberikan umpan balik
positif, penguat- an terhadap hasil
diskusi
c. Memberi kesempatan kepada siswa
melakukan refleksi terhadap
pembelajaran hari itu.
d. Memberi kesempatan pada siswa
untuk berta- nya serta memberi
kesempatan kepada siswa lain untuk
menjawab dilandasi siap menerima
pendapat orang lain. Guru

10
menit

70
menit

menyempurnakan jawaban siswa.

C
.

Penutup

a. Bersama siswa membuat simpulan tentang


unsur intrinsik
b. Guru meminta siswa menyimpulkan
tentang unsur intrinsik yang terdapat dalam
novel
c. Menyampaikan rencana
pembelajaran/materi untuk pertemuan
berikutnya
d. Guru bersama siswa mengucapkan
hamdallah
e. Menyampaikan salam

10
menit

V. Alat dan Sumber Pembelajaran


- Contoh sebuah novel
- Buku bahan ajar Bahasa Indonesia. Terbitan Intan Pariwara.
VI. Penilaian
Jenis tes : tertulis
Bentuk instrumen
Soal
1. Baca dan diskusikanlah dengan kelompok kalian novel PULANG.
Tentukan unsur-unsur intrinsik novel tersebut . Kemudian jelaskan
unsur-unsur intrinsik novel tersebut!

PULANG
(Toha Mohtar)
Rasanya tidak seperti menginjakkan kaki atas tanah sendiri, yang telah berta
hun-tahun ditinggalkan. Bau tanah yang naik oleh turunnya air hujan sepanjang
hari, seperti menjalari seluruh rongga dada, seperti kuasa menggerakkan seluruh
rongga dada, seperti kuasa meng gerakkan seluruh pembuluh darah sekujur tubuh.
Ia pernah merasa hujan di mana-mana sebagai serdadu pernah bergelut dengan
lumpurnya jauh di seberang laut, tapi ini, dia berdiri di pinggir desanya untuk per
tama kali, ada sesuatu yang lain, sesuatu yang tersendiri, yang selama ini mampu
menghidupkan mimpi dan kenangan yang begitu indah.
Bekas roda cikar yang digenangi air hujan, yang tampak berliku-liku oleh kepe
natan sapi penariknya dan melenyap di seberang jembatan beberapa puluh hasta

di depannya, seperti lukisan yang ia kenal semasa kanak-kanak. Ia ingat, betapa ia


berlari di tanah becek di belakang cikarnya, sedang di atas, ayahnya yang telah tua
itu melambai-lambaikan cambuk di atas kepala sapi penariknya, sambil berteriakteriak mengejar senja. Berapakah lamanya waktu itu telah berlalu? Ia masih kanakkanak waktu itu, tapi lukisan itu begitu jelas seperti waktu kemarin ia tinggalkan.
Tidak! Telah tujuh tahun lamanya ia meninggalkan desanya sampai kini,
dengan malam-malamnya yang penuh mimpi dan kerinduan untuk menginjaknya
kembali. Bukankah pohon asam itu pula, yang berdiri di samping jembatan, yang
tetap rindang, tetap tegak, tetap megah melawan datangnya angin? Ia melihat bayangannya sendiri di masa kecilnya, berlari-lari di pinggir pematang itu menggembala kerbaunya. Alangkah indahnya waktu itu. Ia merasa dan yakin kini, dalam per
jalanan sejauh itu di negeri orang, dalam waktu yang sepanjang itu pula, ia tak per
nah menemui sesuat yang bisa begitu menggoncangkan hatinya. Ada sesuatu yang
terasa memenuhi dada, ada sesuatu yang seperti kuasa hendak memecahkannya,
tapi itu tak hendak meledak, dan jika mampu itu keluar, maka itu cuma berujud setetes air yang turun pelan dari matanya.
Ia hendak berteriak sekuat-kuatnya tak tahu mengapa.Tapi jika ia berbuat itu,
maka suaranya dikembalikan panjang oleh semak-semak di dataran tinggi di samping kampungnya.
Tidak lagi dirasanya berat ransel yang menekan punggung, sepatunya yang
penuh lumpur dan pakaiannya yang setengah basah. Bertahun-tahun lamanya ia
berdoa untuk kepulangan ini. Dan kini, bila doa itu terkabul, datang saja rasa takut
yang asing mulai merangsang hati.
Pulang? Apakah yang dapat menggelorakan hati daripada mengalami pertemu
an dengan keluarganya kembali? Ibunya sayang, wajahnya yang bersih dan pandangnya yang menentramkan, rambutnya yang telah separoh putih, matanya yang
hitam sejuk itu, apa yang bisa terjadi selama tujuh tahun ini? Begitu pula wajah
ayahnya yang telah tua itu, wajah yang dengan alis kelabu yang tebal, menutupi
matanya yang kecil, dan telah bersembunyi jauh ke dalam. Tujuh tahun. Apa gerangan yang bisa diberikan oleh sepanjang waktu itu oleh adiknya, Sumi, satusatunya yang tercinta di bumi ini?
Ia tak dapat membayangkan, dan itulah yang mengisi setiap napasnya kini,
dengan gita harap dan kecemasan.

Langkah demi langkah ia berjalan menyusuri jembatan kayu nangka. Matahari


telah menyembunyikan diri seluruhnya dari balik gunung Wilis, tinggal cahayanya
yang bertambah lemah menembusi langit dan memberikan ciuman terakhir dapat
mendung yang berarak-arak.
Sepanjang jalan ia tak bertemu dengan seorang pun dari desanya. Ia tahu
sebabnya, mereka malas turun pada petang hari yang basah seperti ini. Ia tahu,
orang-orang perempuan akan sibuk mengurusi makanan untuk malam hari, yang
tua duduk di balai-balai menikmati tembakau di samping api, yang muda mengum
pulkan sisa rumput kering dicampur dengan sampah dari kandang sapi untuk dija
dikan perapian, yang akan mengeluarkan asap untuk mengusir nyamuk di malam
hari.
Pintu depan rumahnya masih seperti yang dulu, yang berwarna coklat tua.
Tidak ada yang berubah, kecuali yang mencolok. Pohon jambu yang dahulu masih
setinggi tubuhnya, kini telah melampaui tinggi atap rumahnya. Ia masih berdiri di
depan pintu rumahnya, alangkah berat kakinya melangkah masuk, sekalipun ia
yakin itu rumahnya
Perempuan tua itu mengangkat mukanya. Aku Tamim, mak! Lambat sekali
pengertian suara itu sampai kepada hatinya, dan suara itu sendiri berputar-putar di
dalam telinga. Ia menangis, lalu perempuan itu berteriak memanggil suaminya, dan
dengan suara panjang ia memanggil Sumi yang tengah sibuk di dapur. Dengan rasa tak percaya, ayahnya menyambutnya. Sumi datang setengah berlari dari dapur.
Lihat, ini kakakmu, Tamim. Ia datang juga akhirnya!
Itu Sumi, adikmu! Engkau ingat? Ia masih terlalu cilik ketika engkau pergi!
kata ayahnya.Ya, ia tahu , gadis itu adalah Sumi.
Alanglah besarnya engkau, Sum. Berapa sudah umurmu?
Sumi menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Bagaimana aku tahu itu. Aku
tak pernah menghitung!
Ia telah mengalami enam belas kali Maulud! kata ayahnya.
Ingatlah itu, Sum, engkau harus tahu itu! lanjutnya.
Lalu, engkau baru bocah dari sembilan tahun ketika aku pergi. Aku ingat, betapa
takut engkau pada Yamaguchi, serdadu Jepang yang pernah datang ke mari.
Ia adalah orang baik yang pernah kukenal. Pergi jauh meninggalkan seorang istri
dan telah mati di perbatasan Burma.
Dia? kata ayahnya.

Ya, Pak ! Dia meninggal sesudah dua tahun dari sini! Sambil membimbing anak
nya yang tinggi besar itu ia berkata; Akhirnya engkau kembali juga, Tamin. Tuhan
mengabulkan doaku.
Padat benar tubuhmu, Tamin. Sekuat ayahmu ketika masih muda
Sumi! seru ayahnya, tangkap Si Blorok, bawa ke Pak Modin. Kita potong ayam
kita. Kita wajib bersyukur. Tak ada hari yang lebih besar daripada hari ini.!
Di mana sekarang Pardan, Mak? Tamin menyebut salah seorang temannya yang
terkarib.
Engkau tak pernah dengar tentang dia, jadinya! Ia telah tiada, Tamin, itu telah ber
tahun-tahun lamanya Ia pergi ke Surabaya dan jenazahnya yang pulang, jaman pe
rang melawan Nica.
Engkau masih ingat Gamik? suara ibunya menggema lagi dari dalam dapur.
Tuhan itu Maha Adil, Tamin! Dalam kekerdilannya ia memiliki jiwa yang besar. Saat
melakukan perlawanan dengan Belanda yang jumlahnya tidak sepadan, te -mantemannya berlari sementara ia seorang diri. Keesokan harinya, ia ditemukan
dengan tubuh yang robek-robek oleh peluru bedil. Tak seorang pun melupakan pe
ristiwa itu. Gamik menang, Tamin, sebab, waktu itu orang tahu, serdadu-serdadu
Belanda mengangkut dua temannya ke dalam prahoto mereka sebagai bangkai!
Alangkah jauhnya! kata Sumi. Jadinya engkau sudah di pinggir bumi, Kang
Tamin. Betapa rasanya itu untuk sepuluh hari di tengah laut? Engkau maksudkan
malamnya juga?
Tentu saja malam-malamnya juga. Jika engkau belajar, seperti juga di darat, sejauh pandang engkau hanya melihat tanah dari gunung, maka di laut engkau hanya
melihat air. Di depanmu, di belakangmu, di sampingmu air semata-mata, tidak sejemput tanah yang tampak! Tamin menyudahi kisahnya, hujan telah lama berhenti,
tidak setetes pun yang tinggal. Semua menarik napas panjang.
Oh, seperti aku ikut engkau selama tujuh tahun ini, Tamin! kata ayahnya.
Tuhan telah menyelamatkan kita dari amuknya perang!
Jangan pergi lagi, jangan engkau pergi lagi, Kang! kata Sumi ketakutan.
Engkau termasuk dalam rumah ini!
Katakan engkau tak akan pergi lagi, Tamin! pinta ibunya. Mata yang sejuk itu menatap anaknya dengan penuh kasih sayang.
Ya, aku tak hendak pergi lagi, Mak!
Kunci Jawabann

1. Tema : Kerinduan seorang untuk berkumpul kembali dengan


keluarganya.
2. Alur : maju ke depan. Penggalan Novel Pulang menceritakan
tentang kepulangan
Tamin ke kampung halamannya yang telah ditinggalkan
berperang selama tujuh tahun yang disambut bahagia oleh
ayah, ibu dan adiknya
3. Latar : di desa dekat Gunung Wilis, suasana haru dan gembira.
4. Perwatakan: Tamin berwatak pemberani; Sumi berwatak lembut
5. sudut pandang : orang ketiga
6. Pesan: tiada ada yang lebih menyenangkan dan mengharukan dapat
berkumpul kembali dengan keluarga
7. konflik: Tokoh dengan keadaan/suasana perang
Penilaian dengan memperhatikan
N
Aspek yang dinilai
o
1 Menjelaskan tema
.
2 Menentukan latar
.
3 Menentukan tokoh
.
4 Menentukan alur
.
5 Mengungkapkan pesan
.
6 Menentukan sudut pandang
.
7 Menjelaskan konflik
.
Jumlah

Rentangan
Nilai
0 20
0 10
0 10
0 10
0 20
0 10
0 10
100

Pontianak,
Juli 2014
Menegetahui
Kepala MAN 2 Pontiana
Mata Pelajaran

Guru

Drs. Hamdani, S.Pd


Novianti, M.Ed.
NIP 195706231979031003
196511061989032002

Dra. Hj. Ida


NIP

Anda mungkin juga menyukai