Anda di halaman 1dari 42

ModulAjar

BahasaIndonesia Kelas XI
SMA (Drama)

Alwiyah
1
Menganalisis isi Drama

Nama Alwiyah Jenjang/Kelas SMA / X IND.E. JOA.10.4


/XI

Asal sekolah SMAN 34 Jakarta Mapel Bahasa Indonesia

Alokasi waktu 4 jp (2 x pertemuan) Jumlah siswa 36


360 menit

Profil pelajar Berpikir kritis Moda


Pancasila Siswa belajar pembelajaran Tatap muka
yang berpikir kritis PJJ
berkaitan melalui kegiatan
menganalisis drama

Kreatif melalui kegiatan

Fase E Fase Elemen


Menyimak
Pada akhir fase
peserta didik Peserta didik mampu
memiliki mengevaluasi dan mengkreasi
kemampuan informasi berupa gagasan,
pikiran, perasaan, pandangan,
berbahasa untuk
arahan atau pesan yang akurat
berkomunikasi dan dari menyimak berbagai tipe teks
bernalar sesuai (nonfiksi dan fiksi) dalam bentuk
dengan tujuan, monolog, dialog, dan gelar
konteks sosial, wicara.
akademis, dan
dunia kerja.
Berbicara dan
Peserta didik Mempresentasikan
mampu memahami,
mengolah, Peserta didik mampu mengolah
dan menyajikan gagasan, pikiran,
menginterpretasi,
pandangan, arahan atau pesan
dan mengevaluasi
untuk tujuan pengajuan usul,
informasi dari perumusan masalah dan solusi
berbagai tipe teks dalam bentuk monolog, dialog,
tentang topik yang dan gelar wicara secara logis,
beragam. Peserta runtut, kritis, dan kreatif. Peserta
didik mampu didik mampu mengkreasi
menyintesis ungkapan sesuai dengan norma
gagasan dan kesopanan dalam berkomunikasi.

2
pendapat dari Peserta didik berkontribusi lebih
berbagai sumber. aktif dalam diskusi dengan
Peserta didik mempersiapkan materi diskusi,
mampu
melaksanakan tugas dan fungsi
dalam diskusi. Peserta didik
berpartisipasi
mampu mengungkapkan simpati,
aktif dalam diskusi empati, peduli, perasaan, dan
dan debat. Peserta penghargaan secara kreatif dalam
didik mampu bentuk teks fiksi dan nonfiksi
menulis berbagai multimodal.
teks untuk
menyampaikan
pendapat dan
mempresentasikan
serta menanggapi
informasi nonfiksi
dan fiksi secara
kritis dan etis.

Tujuan 10.4 Pelajar menilai pesan setelah menyimak teks sastra lisan popoler
Pembelajaran (prosa, puisi, atau drama) yang berbentuk monolog atau dialog, dengan
kata-kata sendiri secara kritis dan reflektif (sudah revisi)

Kata kunci Menyimak

Deskripsi Pembelajaran ini membahas pesan drama, setelah menyimak atau memirsa
umum pementasan drama.
kegiatan

Materi ajar, Materi ajar:


alat, dan Mengidentifikasi masalah,
bahan Menjelaskan hubungan sebab akibat
Alat dan bahan: computer LCD, infocus. LKS

Sarana 1. Komputer, jaringan internet, LCD, infocus


Prasarana 2. Video pementasan drama, LKS

3
Materi: Menganalisis isi drama Assesment:

Alokasi waktu: 360 menit Individu dan kelompok (performa dan tulis)

Profil Pelajar Pancasila Pengaturan kelas & metode Kelompok

• Kreatif Individu dan berkelompok maksimal 5 siswa


• Berpikir kritis
Metode

• Diskusi
Tujuan:
• Presentasi
Fase E Pada akhir fase E, peserta didik memiliki • Ceramah
kemampuan berbahasa untuk berkomunikasi dan
bernalar sesuai dengan tujuan, konteks sosial, Materi atau sumber pembelajaran utama
akademis, dan dunia kerja. Peserta didik mampu • Video pementasan drama berjudul ayahku
memahami, mengolah, menginterpretasi, dan
pulang
mengevaluasi informasi dari berbagai tipe teks tentang
https://www.youtube.com/watch?v=Qb0mz
topik yang beragam. Peserta didik mampu menyintesis
gagasan dan pendapat dari berbagai sumber. Peserta N0aRYc
didik mampu berpartisipasi aktif dalam diskusi dan https://www.youtube.com/watch?v=SBnn6S
debat. Peserta didik mampu menulis berbagai teks 5kG7g
untuk menyampaikan pendapat dan • Video pembelajaran teks drama
mempresentasikan serta menanggapi informasi https://www.youtube.com/watch?v=yVPPs8
nonfiksi dan fiksi secara kritis dan etis. ARKlo
• LKS
Fase Elemen
Alat dan bahan
Menyimak
LKS
Peserta didik mampu mengevaluasi dan mengkreasi
informasi berupa gagasan, pikiran, perasaan, Perkiraan Biaya per kelompok
pandangan, arahan atau pesan yang akurat dari • Foto kopi LKS (RP 10.000)
menyimak berbagai tipe teks (nonfiksi dan fiksi) dalam
bentuk monolog, dialog, dan gelar wicara.
Tujuan pembelajaran

Sarana dan prasarana


• Computer, jaringan internet
• Video pementasan drama
• Lks
Target peserta didik
• Regular
• CIBI
Jumlah siswa 36
Ketersediaan Materi
• Pengayaan untuk CIBI
• LKS untuk regular
Model pembelajaran
• PJJ daring
• Tatap muka
4
Persiapan pembelajaran (20 menit)

• Memperbanyal LKS
• Menyiapkan video pembelajaran
• Pembagian kelompok

Urutan Aktivitas Pembelajaran

menonton video
pementasan drama diskusi kelompok
mempresentasikan hasil
mempelajari video menganalisis pesan
diskusi kelompok (80 menit)
pembelajaran drama (60 drama yang ditonton (80
menit) menit)

menyimpulkan materi
pembelajaran mengerjakan latihan di LKS
(60menit)
refleksi

A. Pertemuan 1
1. Persiapan (10 menit)
2. Menonton video pementasan drama berjudul Ayahku pulang (60 menit)
3. Mempelajari video pembelajajan (60 menit)

B. Pertemuan ke-2
1. Menganalisi drama ayahku pulang (80 menit)
2. Diskusi kelompok menganalisis unsur-unsur drama (60 menit)
3. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok, (60 menit)
4. Mengerjakan LKS (30 menit)

5
Refleksi guru

1. Apakah kegiatan belajar berhasil?


2. Apa yang menurutmu berhasil?
3. Kesulitan apa yang dialami?
4. Langkah apa yang dilakukan untuk memperbaiki proses belajar?
5. Apakah seluruh siswa mengikuti pelajaran dengan baik

Kriteria untuk mengukur ketercapaian siswa


Tujuan Indikator ketercapaian


Pelajar menilai pesan isi setelah • Siswa dapat menjelaskan tema drama
menyimak teks sastra lisan
• Siswa dapat menjelaskan isi drama
popoler (prosa, pantun, puisi,
drama) dengan kata-kata sendiri • Siswa dapat menjelaskan struktur drama
secara kritis dan reflektif • Siswa dapat menjelskan unsur intrinsik dan
ekstrinsik drama ( perwatakan tokoh)

Contoh penilaian
Perhatikan sinopsis drama berikut
Diskusikan Bersama kelompokmu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut!

Drama ini mengisahkan tentang konflik keluarga dimana Raden Salah selaku kepala
keluarga pergi meninggalkan tiga orang anak yaitu Gunarto, Maimun dan Mintarsih serta
menceraikan Tina istrinya dengan keadaan ekonomi yang susah. Gunarto merasa benci
dengan ayahnya yang tidak bertanggung jawab pada keluarga, akan tetapi Tina (Sang
Ibu) terus berusaha mengingatkan Gunarto agar tidak membenci Raden Saleh selaku
Ayah kandungnya. Tina merupakan seorang Ibu yang luar biasa, tanpa seorang suami
dia berhasil membesarkan ketiga anaknya walau dengan keadaan yang sangat
sederhana.
Setelah 20 tahun kemudian, Raden Saleh (ayah) kembali pulang ke rumah dalam
keadaan tua renta serta miskin, akan tetapi Gunarto masih tetap saja menyimpan rasa
kebencian pada ayahnya. Gunarto merasa bahwa selama ini dia tidak memiliki seorang
ayah.
Kebencian Gunarto terhadap Raden Saleh (ayah) berbanding terbalik dengan perasaan
Ibu, serta adik-adiknya. Mereka masih mau menerima ayahnya untuk kembali. Akan
tetapi apa daya, kebencian Gunarto menimbulkan perasaan yang berkecamuk bagi
Raden Saleh (ayah). Akhirnya Raden Saleh (ayah) memilih untuk pergi meninggalkan
rumah dan memutuskan untuk tidak mengusik lagi kehidupan keluarga kecilnya yang
pernah dia tinggalkan.
6
1. Apakah pesan moral drama berjudul Ayahku Pulang?

_ __
_ __
_ __
_ __
_ _ _

2. Bagaimana sikapmu jika peristiwa yang terjadi dalam drama terjadi pada dirimu?

_______________________________________________________________

_______________________________________________________________

_______________________________________________________________

_______________________________________________________________

_______________________________________________________________

_______________________________________________________________

_______________________________________________________________

_______________________________________________________________

7
3. Mengapa Gunarto tidak mau menerima kedatangan ayahnya?

_ _ _
_ _ _
_ _ _
_ _ _
_ _ _
_ _ _

4. Setelah menyaksikan tayangan drama atau membaca teks drama berjudul “Ayahku
Pulang” berilah tanda ceklis pada kolom di bawah ini

Nama Perwatakan tokoh setuju Tidak setuju


Tokoh

Ayah Tidak setia, mudah putus asa.

Gunarto Keras kepala, berpendirian kuat, rapuh.

Mintarsih Lemah lembut, penyayang, santun.

Ibu Penyabar, penyayang, pemaaf, keibuan

Maimun Tenang, penyayang, santun.

5. Apakah peristiwa yang terjadi dalam drama masih kalian temukan pada kehidupan saat
ini? Jelaskan alasan kalian disertai contoh yang kalian temukan dalam kehidupan sehari-
hari

_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _ _
_ _
8
Rubrik penilaian membuat sinopsis
NO Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Kesesuaian isi drama sesuai namun Sesuai benar Sesuai benar Sesuai benar
tidak benar sekitar sekitar >85%
≤ 25 % >25%−≤65% >65%−≤85%

2. Ketepatan Pemilihan detail Terisi namun Tepat sekitar Terisi benar Terisi benar
cerita drama tidak benar >25%−≤65% sekitar >85%
atau ≤25% >65%−≤85%

3. Ketepatan penggambaran alur Terisi namun Terisi benar Terisi benar Terisi benar
tidak benar sekitar sekitar >85%
atau ≤25% >25%−≤65% >65%−≤85%

4. Ketepatan kata dan kalimat Terisi namun Terisi benar Terisi benar Terisi benar
tidak benar sekitar sekitar >85%
atau ≤25% >25%−≤65% >65%−≤85%

Jumlah Skor:
Nilai:

Rubrik penilaian hasil analisis teks drama

NO ASPEK YANG DINILAI SKOR


1 2 3 4
1. Ketepatan Analisis
2. Ketepatan argument
3. Penunjukan bukti pendukung
4. Ketepatan kata/kalimat
Jumlah skor:
Nilai:

Penilaian performa (observasi aktivitas presentasi

NO Aspek Bobot Skor


1. Kelengkapan isi presentasi 40 4
2. Ketepatan penjelasan 40 4
3. Kelancaran dalam penyampaian 20 2
Jumlah 100

9
Refleksi siswa
1. Materi apa yang sulit?
2. Apa yang akan aku lakukan untuk memperbaiki hasil
belajar?
3. Siapa yang dapat membantu aku untuk lebih
memahami pelajaran?
4. Apa yang aku lakukan layak dapat bintang?

Daftar Pustaka
Djiwandono, Soenardi. 2011. Tes Bahasa Pegangan bagi Pengajar Bahasa. Jakarta: PT Indeks

Kosasih, E. 2019. 22 Jenis Teks dan Strategi Pembelajarannya. Bandung: Yrama Widya

Nurgiyantoro, B. 2016. Penilaian Pembelajaran BahasaBerbasis Kompetensi. Yogyakarta:BPFE


https://www.youtube.com/watch?v=Qb0mzN0aRYc
https://www.youtube.com/watch?v=SBnn6S5kG7g
https://www.youtube.com/watch?v=yVPPs8ARKlo
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2015/03/jenis-jenis-drama-dan-penjelasannya-lengkap.html. Diakses
pada tanggal 1 Oktober 2020, pukul 22.20 WIB
http://asagenerasiku.blogspot.com/2012/12/unsur-unsur-drama-tokoh-latar-dan.html. Diakses pada
tanggal 1 Oktober 2020, pukul 22.33 WIB

LKS (terlampir)
Bahan bacaan Siswa
Bahasa Indonesia SMA/MA kelas XI. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2018

Bahan bacaan guru


Penilaian Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Burhan Nurgiantoro. 2016. Penerbit Yrama.
Bandung
Tes Bahasa Pegangan bagi Pengajar Bahasa. Soenardi Djiwandono. 2011. Penerbit PT Indeks.
Jakarta.
22 Jenis Teks dan Strategi Pembelajarannya di SMA- MA/SMK. E. Kosasih dan Endang
Kurniawan. 2019. Penerbit Yrama Widya Bandubf.
10
Teori Pengkajian Fiksi. 2002. Burhan Nurgiantoro. Penerbit Gajah Mada University Press.

11
LembarKerja Siswa
Menganalisisdrama
Alwiyah
SMAN34Jakarta 2020

12
Tujuan pembelajaran: 10.4 Pelajar menilai pesan setelah menyimak teks
sastra lisan popoler (prosa, puisi, atau drama) yang berbentuk monolog,
atau dialog, dengan kata-kata sendiri secara kritis dan reflektif.

Topik/ konten inti: Menyimak (menilai pesan) drama

Indikator:

1. Siswa dapat mengidentifikasi drama yang ditonton berdasarkan unsur-


unsur intrinsik drama
2. Siswa dapat menganalisis pesan drama yang ditonton

Petunjuk Belajar

1. Tontonlah video pementasan drama berjudul Ayahku Pulang yang ditayangkan di


youtube, atau CD.
2. Jika akses internet di sekolahmu tidak mendukung, bacalah teks drama berjudul
Ayahku Pulang tersebut!
3. Diskusikan dengan kelompok Anda pementasan tersebut berdasarkan isi dan

Materi Pembelajaran

unsur-unsur drama.

Kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti ‘berbuat, berlaku,
bertindak, beraksi, dan sebagainya’. Drama berarti ‘perbuatan, tindakan atau action’.
Drama dapat pula diartikan sebagai sebuah lakon atau cerita berupa kisah kehidupan
dalam dialog dan lakuan tokoh yang berisi konflik

Sebagaimana jenis teks lainnya, drama terdiri atas bagian-bagian yang tersusun
secara sistematis. teks drama ternyata dibentuk oleh banyak unsur. Di dalamnya ada
latar, ada tokoh, tema, dan amanat.
Berikut paparan lebih lengkap tentang unsur-unsur tersebut.

13
1. Latar
Latar adalah keterangan mengenai tempat, waktu, dan suasana di dalam
naskah drama.
2. Tokoh/Penokohan
Tokoh adalah pelaku yang mempunyai peran yang lebih dibandingkan
pelaku-pelaku lain, sifatnya bisa protagonis atau antagonis.

3. Dialog
Dialog, adalah bagian dari naskah drama yang berupa percakapan antar satu
tokoh dengan yang lainnya untuk menceritakan kisah yang dibawakan
4. Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi drama. Tema dalam drama
menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan,
kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Untuk mengetahui
tema drama, kita perlu mengapresiasi menyeluruh

5. Pesan atau amanat merupakan ajaran moral didaktis yang disampaikan drama
itu kepada pembaca/penonton. Amanat tersimpan rapi dan disembunyikan
pengarangnya terhadap berbagai unsur karangan itu. Tema jarang dinyatakan
secara tersirat. Untuk dapat merumuskan tema, kita harus memahami drama itu
secara keseluruhan.

Tempat
Waktu Tokoh statis
Latar Penokohan Tokoh

Unsur Drama

Dialog
umum

didaktis
terbit

Unsur-unsurdrama sumber
buku paket bahasa Indonesia
kelas XI,kemdikbud 2017

14
Tugas dan Langkah Kegiatan

Lakukanlah kegiatan berikut ini bersama kelompokmu!

1. Simaklah video pementasan drama (pembacaan naskah drama oleh kelompok


lain) berjudul Ayahku Pulang

2. Catatlah hal-hal penting mengenai


• Tema
• Alur
• Latar
• Tokoh dan penokohan
• Amanat
3. Presentasikan hasil diskusi kelompok Anda di depan kelompok lain
4. Tanggapilah pendapat kelompok lain! Kemudian nilailah dalam rubrik Penilaian!
5. Tuliskan hasil diskusi kelompok Anda pada kotak yang tersedia.

1. Apakah konfik dalam drama tersebut?

_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _

15
2. Mengapa Gunarto menolak kehadiran ayahnya?

_ __
_
_
_
_
_
_ _

3. Menurut kalian adegan mana yang secara tersurat menyampaikan pesan atau
amanat?

_ __ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _

4. Bagaimana menurut pendapat kalian tentang perwatakan tokoh-tokoh drama


tersebut, apakah mewakili pesan yang ingin disampaikan dalam drama tersebut?

_ _ _
_ _ _
_ _ _
_ _ _
_ _ _
_ _ _ _
_ _ _
_ _ _
_ ___16
5. Jelaskan unsur unsur intrinsik drama yang terdiri atas alur, latar

alur

latar _

amanat

Pengayaan

1. Bacalah sebuah teks drama atau tontonlah sebuah sinetron


2. Rekam dialog para tokoh dalam drama tersebut
3. Hayati peran tokoh protagonist dan antagonisnya!
4. Coba peragakan/ ekspresikan tokoh protagonis atau antagonisnya!

17
Rubrik Penilaian

A. Rubrik Penilaian performa (presentasi)

NO Aspek Bobot Skor

Kelengkapan isi presentasi


1. 40 4

Ketepatan penjelasan
2. 40 4

Kelancaran dalam penyampaian


3. 20 2

Jumlah
100 10

B. Rubrik penilaian soal uraian


NO Aspek yang dinilai Skor
1 2 3 4
1. Ketepatan menjelaskan konflik sesuai namun Sesuai benar Sesuai benar Sesuai benar
drama tidak benar sekitar sekitar >85%
≤ 25 % >25%−≤65% >65%−≤85%

6. Ketepatan menjelaskan Terisi namun Tepat sekitar Tepat benar Tepat benar
alasan sikap Gunarto tidak benar >25%−≤65% sekitar >85%
atau ≤25% >65%−≤85%

7. Ketepatan menjelaskan adegan Terisi namun Tepat benar Tepat benar Tepat benar
yang menyampaikan pesan tidak benar sekitar sekitar >85%
drama. atau ≤25% >25%−≤65% >65%−≤85%

8. Ketepatan mengaitkan watak Terisi namun Terisi benar Terisi benar Terisi benar
tokoh dengan pesan drama tidak benar sekitar sekitar >85%
atau ≤25% >25%−≤65% >65%−≤85%

Jumlah Skor:
Nilai:

C. Rubrik penilaian hasil analisis teks drama

18
NO ASPEK YANG DINILAI SKOR
1 2 3 4
1. Ketepatan Analisis
2. Ketepatan argument
3. Penunjukan bukti pendukung
4. Ketepatan kata/kalimat
Jumlah skor:
Nilai:

Refleksi

1. Apa yang saya pelajari dari aktivitas yang sudah dilakukan?

2. Apa sajakah hal yang aku pahami dan yang belum aku pahami? (tuliskan pada
tabel yang disediakan

19
Sudah paham Belum paham

3. Apa yang akan saya lakukan supaya saya lebih paham?

4. Apakah pengetahuan yang ingin aku ketahui lebih lanjut?

20
Petunjuk pembelajaran

1. Tontonlah kembali drama berjudul Ayahku Pulang


2. Diskusikan dengan teman Anda isi drama Ayahku Pulang dengan
memerhatikan struktur teks drama (orientasi, komplikasi, resolusi)
3. Presentasikan hasil diskusi kalian di depan kelas.

Materi Pembelajaran

Memahami Struktur Drama yang Dibaca atau Ditonton

Sebagaimana jenis teks lainnya, drama terdiri atas bagian-bagian yang


tersusun secara sistematis. Susunan bagian-bagian drama tersebut
sebenarnya merupakan salah unsur drama pula, yakni yang biasa disebut dengan
alur.
Seperti juga bentuk-bentuk sastra lainnya, sebuah cerita drama pun harus
bergerak dari suatu permulaan, melalui suatu bagian tengah, menuju suatu akhir.
Ketiga bagian itu diapit oleh dua bagian penting lainnya, yakni prolog dan epilog.
1. Prolog adalah kata-kata pembuka, pengantar, ataupun latar belakang cerita,
yang biasanya disampaikan oleh dalang atau tokoh tertentu.
2. Epilog adalah kata-kata penutup yang berisi simpulan ataupun amanat tentang
isi keseluruhan dialog. Bagian ini pun biasanya disampaikan oleh dalang atau
tokoh tertentu.

21
Selain kedua hal di atas, dalam drama terdapat dialog. Dialog dalam drama
meliputi bagian orientasi, komplikasi, dan resolusi (denouement). Bagian-
bagian itu terbagi dalam babak-babak dan adegan-adegan. Satu babak biasanya
mewakili satu peristiwa besar dalam dialog yang ditandai oleh suatu perubahan
atau perkembangan peristiwa yang dialami tokoh utamanya. Adapun adegan
hanya melingkup satu pilahan-pilahan dialog antara beberapa tokoh.

1. Orientasi sesuatu cerita menentukan aksi dalam waktu dan tempat;


memperkenalkan para tokoh, menyatakan situasi sesuatu cerita, mengajukan
konflik yang akan dikembangkan dalam bagian utama cerita tersebut, dan ada
kalanya membayangkan resolusi yang akan dibuat dalam cerita itu.
2. Komplikasi atau bagian tengah cerita, mengembangkan konflik. Sang
pahlawan atau pelaku utama menemukan rintangan-rintangan antara dia dan
tujuannya, dia mengalami aneka kesalahpahaman dalam perjuangan untuk
menanggulangi rintangan-rintangan ini.
3. Resolusi atau denouement hendaklah muncul secara logis dari apa- apa
yang telah mendahuluinya di dalam komplikasi. Titik batas yang memisahkan
komplikasi dan resolusi, biasanya disebut klimaks (turning point). Pada klimaks
itulah terjadi perubahan penting mengenai nasib sang tokoh. Kepuasan para
penonton terhadap suatu cerita tergantung pada sesuai-tidaknya perubahan
itu dengan yang mereka harapkan.
Pengarang dapat mempergunakan teknik flashback atau sorot balik untuk
memperkenalkan penonton dengan masa lalu sang pahlawan, menjelaskan
suatu situasi, atau untuk memberikan motivasi bagi aksi- aksinya.

22
Tugas dan Langkah Kegiatan

1. Setelah menyimak pementasan drama berjudul Ayahku Pulang, analisislah


struktur drama tersebut yant terdiri dari orientasi, komplikasi, dan resolusi.
2. Analisis pula struktur drama yang lain yang berupa prolog, dan epilog.
3. Tuliskan hasil diskusi anda pada tempat yang telah disediakan.
4. Presentasikan hasil diskusi Anda di depan kelas.
5. Lanjutkan ke bagian tugas berikutnya berupa menjawab soal-soal pilihan
ganda

1. Hasil analisis struktur drama

_ _
_ _
Orientasi _ _
_ _
_ _

_ _
_ _
_ _
komplikasi _ _
_ _

_ _
_ _ _
_ _
Resolusi
_ _
_

23
2. Analisis drama Ayahku Pulang
A. Prolog
_ __
_ __
_ __
_ __
_ __
B. Dialog
_ __
_ __
_ __
_ __
_ __
C. Epilog
_ __
_ __
_ __
_ __
_ __

Tugas 2

A. Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!


1. Setelah menonton pertunjukkan drama berjudul ayahku Pulang terdapat
dialog seperti berikut
Raden Saleh memandang anak-anaknya satu persatu lalu keluar dengan
perlahan sambil terbatuk batuk. Berjalan lemh diiringi suara bedug dan takbir
yang sayup-ssyup terdengar, sementara hujan mulai turun dengan deras

Ibu: (sambil menangis) “Malam hari raya dia pergi dan datang Untuk pergi kembali.
Seperti gelombang yang dimainkan oleh angin topan. Demikianlah nasib Ibu, Nak.”

Mintarsih: (Sambil Menangis Menghampiri Gunarto, Lalu Bergerak


Kedekat Jendela) “Bang…. bagaimanakah Abang? Tidak dapatkah Abang memaafkan
Ayah? Besok hari raya, sudah semestinya kita saling memaafkan. Abang tidak
kasihan? Kemana dia akan pergi setua itu. Hujan semakin deras

Maimun: (Kesal) “Tidak ada rasa belas kasihan. Tidak ada rasa tanggung jawab
terhadap adik-adiknya yang tidak berAyah lagi.”

24
Mintarsih: “Dalam hujan lebat seperti ini, Abang suruh dia pergi. Dia Ayah kita
Bang. Ayah kita sendiri!

Gunarto: (Memandang Adiknya) “Janganlah kalian lihat aku sebagai terdakwa.


Mengapa kalian menyalahkan aku saja? Aku sudah hilangkan semua rasa itu!
Sekarang kalian harus pilih, dia atau aku!”

Maimun: (Tiba-Tiba Bangkit Marahnya) “Tidak! Aku akan panggil kembali Ayahku
pulang! Aku tidak perduli apa yang Abang mau lakukan? Kalau perlu bunuh saja aku
kalau Abang mau! Aku akan panggil Ayahku! Ayahku pulang! Ayahku mesti pulang!”
MAIMUN LARI KELUAR RUMAH, SEMENTARA HUJAN MAKIN LEBAT
DIIRINGI SUARA BEDUG DAN TAKBIRAN SAYUP-SAYUP TERDENGAR

Konflik penggalan teks drama tersebut terutama dipicu oleh….

A. Asih yang kesal terhadap Gunarto


B. Maimun yang marah terhadap Asih
C. Gumarto memaksakan kehendak yang sulit dipenuhi
D. Ibu menangis pada saat malam takbiran
E. Gunarto yang tidak mau menerima ayahnya yang kembali pulang
2. Pernyataan berikut yang merupakan deskripsi yang sesuai dengan tokoh
Gunarto
A. Gunarto berwatak jahat karena menolak kehadiran ayahnya
B. Gumarto merasa senang karena ayahnya sudah pulang.
C. Gunarto menyambut kedatangan ayahnya dengan rasa haru
D. Gumarto berwatak baik karena ia menghormati ayahnya
E. Gunarto berwatak baik karena mengambilkan air untuk ayahnya

3. Perhatikan kutipan dialog drama berikut!


I b u: “Gunarto!” (Mintarsih Dan Ibu Menangis)
Maimun: “Bang!”
Mintarsih: “Bang!”
Maimun: (Dengan Suara Agak Sedih) “Tapi, Bang. Lihat Ayah sudah Seperti
ini sekarang. Ia sudah tua bang Narto.”
Gunarto: “Maimun, sering benar kau ucapkan kalimat “Ayah” kepada orang
yang tidak berarti ini? Cuma karena ada seorang tua yang masuk ke rumah ini
dan ia mengatakan kalau ia Ayah kita, lalu kau sebut pula ia Ayah kita?
Padahal dia tidak kita kenal. Sama sekali tidak Maimun. Coba kau perhatikan

25
apakah kau benar-benar bisa merasakan kalau kau sedang berhadapan dengan
Ayah mu?”
Maimun: “Bang Narto, kita adalah darah dagingnya. Bagaimanapun buruknya
kelakuan dia kita tetap anaknya yang harus merawatnya.”
Gunarto: “Jadi maksudmu ini adalah kewajiban kita? Sesudah melepaskan
hawa nafsunya dimana-mana, lalu sekarang ia kembali lagi kesini karena sudah
tua dan kita harus memeliharanya? Huh, enak betul!”
I b u: (Bingung, Serba-Salah) “Gunarto, sampai hati benar kau Berkata
begitu terhadap Ayahmu. Ayah kandungmu.
Dialog yang berisi pesan/amanat dalam kutipan drama tersebut diucapkan
oleh…
A. Ibu
B. Mintarsih
C. Gunarto
D. Maimun
E. Ayah
4. Tokoh yang pergi meninggalkan keluarganya pada saat malam takbiran
adalah…
A. Gunarto
B. Ibu/Tina
C. Maimun
D. Mintarsih
E. Raden Saleh
5. Amanat yang dapat dipetik dari drama Ayahku pulang adalah, kecuali….
A. Seburuk apapun perbuatan orang tua hendaklah kita selalu hormat kepada
orang tua.
B. Berbicara terhadap orang tua dengan bahasa yang sopan

C. Bagaimanapun buruknya orang tua sebagai anak kita yang harus


merawatnya.
D. Perlakukanlah orang tuamu sekehendak hatimu!
E. Perlakukanlah orang tua dengan penuh kasih saying dan sopan santu

Kunci Jawaban
1. E 3. D 5. D
2. A 4. E

26
Petunjuk Belajar

1. Dengarkanlah naskah drama berdasarkan pembacaan (bermain peran) yang


dilakukan oleh beberapa teman Anda!
2. Tuliskan hasil analisis sesuai dengan kemampuan Anda dengan membuat
catatan tentang tema, latar, alur, tokoh dan perwatakan tokoh, konflik,
amanat dan hal hal yang penting dalam drama tersebut!
3. Presentasikan hasil kerja kelompok Anda di depan kelas!

Tugas dan langkah Kegiatan

1. Dengarkan pembacaan naskah drama berjudul Arloji karya P Hariyanto yang


akan dibacakan oleh beberapa temanmu!

2. Tuliskan tokoh-tokoh drama tersebut


3. Tentukan
a. Konflik dalam drama

b. Penyebab konflik

27
c. Peristiwa akibat konflik

d. Tentukan tema drama tersebut

e. Tentukan pesan atau amanat dalam drama

f. Buatlah sinopsis drama berdasarkan dialog yang Anda dengar

g. Kaitkan isi drama itu dengan kehidupan sehari-hari!

28
Pengayaan

1. Tontonlah sebuah drama di Gedung kesenian yang terdapat di kota Anda!


2. Laporkan hasil analisis pementasan drama yang telah Anda tonton di depan
kelas
3. Hal-hal yang harus dilaporkan adalah tema, watak, latar, alur, konflik, serta
amanat

Laporan hasil Analisis drama yang ditonton

29
Refleksi

1. Apa yang saya pelajari dari aktivitas yang sudah dilakukan?

2. Apa sajakah hal yang aku pahami dan yang belum aku pahami? (tuliskan pada
tabel yang disediakan

Sudah paham Belum paham

30
3. Apa yang akan saya lakukan supaya saya lebih paham?

4. Apakah pengetahuan yang ingin aku ketahui lebih lanjut?

31
Lampiran Teks Drama
Arloji
Oleh P. Hariyanto

Pak Pikun : (muncul) langsung menuju ke arah Jidul ) Ayo! Mana! Berikan kembali
pada ku! Ayo! Mana!
Jidul : (ber- ah-uh, sambil memberikan isyarat yang menyatakan
ketidakmengertiannya)
Pak Pikun : Jangan berlagak pilon! Siapa lagi kalau bukan kamu yang mengambilnya?
Ayo, Jidul, kamu sembunyikan di mana, heh?
Jidul : (ber-ah-uh, semakin bingung dan takut)
Pak Pikun : Dasar maling! Belum sampai sebulan di sini, kamu sudah kambuh lagi,
ya? Dasar nggak tahu diri! Ayo, kembalikan kepadaku! Mana, heh?
Jidun : (meringkuk diam)
Pak Pikun : (semakin keras suaranya) Jidun! Kamu kembaikan apa tidak? Mau insyaf
apa tidak? Apa mau kupanggilkan orang-orangsekampung untuk
mencincangmu, heh? Kamu mau dipukuli seperti dulu lagi? Ayo, Mana?
Ibu : (muncul tergesa-gesa) Eh, ada apa, pak Pikun? Ada apa dengan si Jidul?
Pak Pikun : Anak ini memang tidak pantas dikasihani, Bu. Dia mencuri lagi, Bu!
Ibu : Mencuri? (tertegun) Kamu mencuri Jidul?
Jidul : (ber-ah-uh sambil menggoyangkan kepala dan tangannya)
Pak Pikun : Mungkir, ya? Padahal jelas, Bu! Tadi saya mandi. Setelah itu arloji saya
tertinggal di kamar mandi. Lalu, dia masuk entah mengapa, lalu tidak ada
lagi arloji saya, Bu.
Ibu : O, jadi, arloji Pak Pikun hilang, begitu?
Pak Pikun : Bukan hilang bu! Jelas telah dicurinya! Ayo, ngaku saja! Kamu ngaku saja,
Jidul!
Jidul : (ber-ah-uh mencoba menjelaskan ketidaktahuannya)
Pak Pikun : Masih mungkir? Minta kupukul?
Ibu : Sabar, Pak Pikun, sabar!

32
Pak Pikun : Maaf, Bu. Ini biar saya urus sendiri! Kamu baru mau ngaku kalau dipukul,
ya? Sini! (mau mukul si Jidun)
Jidun : (meloncat ke luar dikejar Pak Pikun)
Ibu : Sabar dulu, Pak Pikun! Diperiksa dulu! (mendesah sendiri) Ya, ampun!
Orang sudah tua kok, ya, masih gegabah, tidak sabar begitu
Tritid : (muncul membawa buku dan alat tulis) Uh, pagi-pagi sudah mencuri.
Mengganggu orang belajar saja!
Ibu : Belum jelas, Tritis.
Tritis : Ah, Ibu, sih, suka membela si Jidul! Siapa lagi kalau bukan dia yang
mengambil arloji Pak Pikun? Apa ibu lupa? Dia, kan, dulu ketahuan mencuri
ayam kita. Padahal sudah mau dipukuli orang sekampung. Untungnya, ia
dibela Ayah dan ditampung di rumah kita. Keenakan dia maka kini mencuri
lagi!
Ibu : Ya, memang dulu pernah mencuri. Itu karena ia kelaparan. Tetapi, belum
tentu sekarang dia mengambil arloji Pak Pikun, Tritis!
Tritis : Kalau bukan si Jidul, apa ibu, atau aku yang mengambil arloji itu? (tertawa)
Ibu : (menemukan ide) Ah! Mungkin masih di kamar mandi, Tritis! Atau, mungkin
dekat tempat jemuran. Pak Pikun kan pelupa! (bersama Tritis melangkah ke
kiri akan keluar, tetapi kemudian terhenti)
Terdengar suara rebut-ribut, Si Jidul kembali meloncat masuk dari kanan. Maunya
berlari, tetapi tersandung sesuatu. Ia jatuh terguling mengejutkan Ibu dan
Tritis. Sebelum sempat bangkit, Pak Pikun sudah keburu masuk pula dan
menangkapnya dengan geram.
Pak Pikun : (sambil mengacung-acungkan gada besar, tangan kirinya tetap
mencengkram leher kaus si Jidul) Mau lari ke mana, heh? Kupukul kamu
sekarang!
Ibu ; Sabar, pak! Tunggu dulu!
Pak Pikun : Tunggu apa lagi Bu? Anak ngga bener ini harus saya ajar biar kapok.
(akan memukulkan gadanya)
Ibu : Tunggu dulu! Siapa tahu Jidul benar tidak mencuri dan Pak Pikun yang
tidak benar menaruh arlojinya!
Tritis : (melihat tangan Pak Pikun) Eh, lihat! Arlojinya, kan itu! Di pergelangan
tangan kananmu Pak Pikun! Lihat! (tertawa ngakak)
Ibu : Oh. Iya! Betul! Dasar Pak Pikun, ya pikun! (tertawa geli)

33
Pak Pikun : (tertegun memandang pergelangan kanannya. Dilepaskannya si Jidul.
Diamat-amatinya arloji itu. Gadanya sudah dijatuhkan. Dengan sangat malu
ia berjalan ke luar tertegun-tegun, diiringi gelak tawa Ibu dan Tritis,
sementara itu si Jidul pun tertawa dengan caranya sendiri.)
(dikutip dari Modul Cerita Rekaan dan Drama EPN 3101 dalam buku Basis. Tika Hatikah dan Mulyanis 2007)

Tata Panggung:
Panggung menggambarkan sebuah ruangan dalam dari sebuah rumah yang sangat sederhana dengan
sebuah jendela agak tua. Dikiri kanan ruangan terdapat pintu. Disebelah kiri ruangan terdapat satu set
kursi dan meja yang agak tua, disebelah kanan terdapat sebuah meja makan kecil dengan empat buah
kursinya, tampak cangkir teh, kue-kue dan peralatan lainnya diatas meja. Suara adzan di latar belakang
menunjukkan saat berbuka puasa.
Sebelum layar diangkat sebaiknya terlebih dahulu sudah terdengar suara beduk bersahut-sahutan
diiringi suara takbir beberapa kali sebagai tanda kalau esok adalah hari raya idul fitri. Suara bedug dan
takbir sebaiknya terus terdengar dari mulai layar diangkat/sandiwara dimulai sampai akhir
pertunjukkan ini. Ketika sandiwara dimulai/layar panggung diangkat, tampak ibu sedang duduk dikursi
dekat jendela. Ekspresinya kelihatan sedih dan haru mendengar suara beduk dan takbiran yang
bersahut-sahutan itu. Kemudian masuk kepanggung gunarto.
Gunarto: “Ibu masih berfikir lagi…”
I b u: “Malam Hari Raya Narto. Dengarlah suara bedug itu bersahut Sahutan.” “Pada malam hari raya
seperti inilah Ayahmu pergi dengan tidak meninggalkan sepatah katapun.”
Gunarto: “Ayah…”
I b u: “Keesokan harinya Hari Raya, selesai shollat ku ampun dosanya…”
Gunarto: “Kenapa masih Ibu ingat lagi masa lampau itu? Mengingat orang yang sudah tidak ingat lagi
kepada kita?”
I b u: (Memandang Gunarto) “Aku merasa bahwa ia masih ingat kepada kita.”
Gunarto: (Bergerak Ke Meja Makan) “Mintarsih kemana, Bu?”
I b u: “Mintarsih keluar tadi mengantarkan jahitan, Narto.”
Gunarto: (Heran) “Mintarsih masih juga mengambil upah jahitan, Bu?” “Bukankah seharusnya ia tidak
usah lagi membanting tulang sekarang?”
I b u: “Biarlah Narto. Karena kalau ia sudah kawin nanti,
kepandaiannya itu tidak sia-sia nanti.”
Gunarto: (Bergerak Mendekati Ibu, Lalu Bicara Dengan Lembut) “Sebenarnya Ibu mau mengatakan
kalau penghasilanku tidak cukup untuk membiayai makan kita sekeluarga kan, Bu?” (Diam Sejenak.
Pause) “Bagaimana dengan lamaran itu, Bu?”
I b u: “Mintarsih nampaknya belum mau bersuami, Narto.. Tapi dari pihak orang tua anak lelaki itu
terus mendesak Ibu saja..”
Gunarto: “Apa salahnya, Bu? Mereka uangnya banyak!”
34
I b u: “Ah… uang, Narto?”
Gunarto: (Sadar Karena Tadi Berbicara Salah) “Maaf Bu… bukan maksud aku mau menjual adik
sendiri” (Lalu Bicara Dengan Dirinya Sendiri). “Ah… aku jadi mata duitan… yah mungkin karena
hidup yang penuh penderitaan ini…”
I b u: (Menerawang) “Ayahmu seorang hartawan yang mempunyai tanah dan kekayaan yang sangat
banyak, mewah diwaktu kami menikah dulu. Tetapi kemudian, seperti pokok yang ditiup angin
kencang, buahnya gugur karena…” (Suasana Sejenak Hening, Penuh Tekanan Bathin, Suara Ibu Lemah
Tertekan) “Uang Narto! Tidak Narto, tidak… aku tidak mau terkena dua kali, aku tidak mau adikmu
bersuamikan seorang Hartawan, tidak… cukuplah aku saja sendiri. Biarlah ia hidup sederhana,
Mintarsih mestilah bersuamikan orang yang berbudi tinggi, mesti, mesti…”
Gunarto: (Coba Menghibur Ibu) “Tapi kalau bisa kedua-duanya Sekaligus Bu? Ada harta ada budi.”
I b u:”Dimanalah dicari, Narto? Adik kau Mintarsih hanyalah seorang gadis biasa. Apalagi sekarang ini
keadaan kita susah? Kita tidak punya uang dirumah? Sebentar hari lagi uang simpananku yang
terakhirpun akan habis pula.”
Gunarto: (Diam Berfikir, Kemudian Kesal) “Semua ini adalah karena ulah Ayah! Hingga Mintarsih
harus menderita pula! Sejak kecil Mintarsih sudah merasakan pahit getirnya kehidupan. Tapi kita harus
mengatasi kesulitan ini, Bu! Harus! Ini kewajibanku sebagai abangnya, aku harus lebih keras lagi
berusaha!” (Hening Sejenak Pause. Lalu Bicara Kepada Dirinya Sendiri) Kalau saja aku punya uang
sejuta…
I b u: “Buat perkawinan Mintarsih, lima ratus ribu rupiah saja sudah cukup,Narto.” (Ibu Coba
Tersenyum) “Sesudah Mintarsih nanti, datanglah giliranmu Narto…”
Gunarto: (Kaget) “Aku kawin,Bu? Belum bisa aku memikirkan kesenangan untuk diriku sendiri
sekarang ini, Bu. Sebelum saudara-saudaraku senang dan Ibu ikut mengecap kebahagiaan atas jerih
payahku nanti Bu.”
SUARA BEDUG DAN TAKBIR TERDENGAR LEBIH KERAS SEDIKIT.
I b u: “Aku sudah merasa bahagia kalau kau bahagia, Narto. Karena nasibku bersuami tidak baik benar.”
(Kembali Fikirannya Menerawang) “Dan kata orang bahagia itu akan turun kepada anaknya.” (Pause
Lalu Terdengar Suara Bedug Takbir Lebih Keras Lagi. Ibu Mulai Bicara Lagi) “Malam hari raya sewaktu
ia pergi itu, tak tahu aku apa yang mesti aku kerjakan? Tetapi…” (KEMBALI SEDIH DAN HARU)
Gunarto: (Tampak Kesal Lalu Mengalihkan Pembicaraan) “Maimun lambat benar pulang hari ini, Bu?”
I b u: “Barangkali banyak yang harus dikerjakannya? Karena katanya mungkin bulan depan dia naik
gaji.”
Gunarto: “Betul bu itu? Maimun memang pintar, otaknya encer. Tapi karena kita tak punya uang kita
tak bisa membiayai sekolahnya lebih lanjut lagi. Tapi kalau ia mau bekerja keras, tentu ia akan menjadi
orang yang berharga di masyarakat!”
I b u : (Agak Mengoda) “Narto… siapa gadis yang sering ku lihat bersepeda bersamamu?”
Gunarto: (Kaget. Gugup) “Ah…dia itu cuma teman sekerja, Bu.”
I b u: “Tapi Ibu rasa pantas sekali dia buat kau, Narto. Meskipun Ibu lihat dia bukanlah orang yang
35
rendah seperti kita derajatnya. Tapi kalau kau suka…”
Gunarto(Memotong Bicara Ibu) “Ah… buat apa memikirkan kawin sekarang, Bu? Mungkin kalau
sepuluh tahun lagi nanti kalau sudah beres.”
I b u: “Tapi kalau Mintarsih nanti sudah kawin, kau mesti juga Narto? Kau kan lebih tua.” (Diam
Sebentar Lalu Terkenang) “Waktu Ayahmu pergi pada malam hari raya itu, ku peluk kalian anak-
anakku semuanya, hilang akalku…”
Gunarto: “Sudahlah Bu. Buat apa mengulang kaji lama?” MASUK MAIMUN DIA TAMPAK
KELIHATAN SENANG.
Maimun: (Setelah Meletakkan Tas Kerjanya Lalu Bicara) ”Lama menunggu, Bu? Bang?”
Gunarto: “Ah tidak…”
I b u: “Agak lambat hari ini, Mun? Dimana kau berbuka puasa tadi?”
Maimun: “Kerja lembur, Bu. Tadi aku berbuka puasa bersama teman dikantor. Tapi biarlah, buat
perkawinan Mintarsih nanti. Eh, mana dia Bu?”
I b u: “Mengantarkan jahitan…”
Maimun: (Menghampiri Gunarto Lalu Duduk Disebelahnya) “Bang, ada Kabar aneh, nih! Tadi pagi aku
berjumpa dengan seorang tua yang serupa benar dengan Ayah?”
Gunarto: (Tampak Tak Terlalu Mendengarkan) “Oh, begitu?”
Maimun: “Waktu Pak Tirto berbelanja disentral, tiba-tiba ia berhadapan dengan seorang tua kira-kira
berumur enam puluh tahun. Ia kaget juga?! Karena orang tua itu seperti yang pernah dikenalnya?
Katanya orang tua itu serupa benar dengan Raden Saleh. Tapi kemudian orang itu menyingkirkan diri
lalu menghilang dikerumunan orang banyak!”
Gunarto: “Ah, tidak mungkin dia ada disini…”
I b u: (Setelah Diam Sebentar) “Aku kira juga dia sudah meninggal dunia atau keluar negeri. Sudah dua
puluh tahun semenjak dia pergi pada malam hari raya seperti ini.”
Maimun: “Ada orang mengatakan dia ada Singapur, Bu?”
I b u: “Tapi itu sudah sepuluh tahun yang lalu. Waktu itu kata orang dia mempunyai toko yang sangat
besar disana. Dan kata orang juga yang pernah melihat, hidupnya sangat mewah.”
Gunarto: (Kesal) “Ya! Tapi anaknya makan lumpur!”
I b u: (Seperti Tidak Mendengar Gunarto) “Tapi kemudian tak ada lagi sama sekali kabar apapun
tentang Ayahmu. Apalagi sesudah perang sekarang ini, dimana kita dapat bertanya?”
Maimun: “Bagaimana rupa Ayah yang sebenarnya, Bu?”
I b u: “Waktu ia masih muda, ia tak suka belajar. Tidak seperti kau. Ia lebih suka berfoya-foya.
Ayahmu pada masa itu sangat disegani orang. Ia suka meminjamkan uang kesana kemari. Dan itulah…”
Gunarto: (Kesal Lalu Mengalihkan Pembicaraan) “Selama hari raya ini berapa hari kau libur, Mun?”
Maimun: “Dua hari, Bang.”
I b u: “Oh ya! Hampir lupa masih ada makanan yang belum Ibu Taruh dimeja. IBU LALU MASUK
KEDALAM
Gunarto: (Setelah Diam Sebentar) “Pak Tirto bertemu dengan orang tua Itu kapan, Mun?”
36
Maimun: “Kemarin sore, Bang. Kira-kira jam setengah tujuh.”
Gunarto: “Bagaimana pakaiannya?”
Maimun: “Tak begitu bagus lagi katanya. Pakaiannya sudah compang camping dan kopiahnya sudah
hampir putih.”
Gunarto: (Acuh Saja) “Oh begitu?”
Maimun: “Kau masih ingat rupa Ayah, Bang?”
Gunarto: (Cepat) “Tidak ingat lagi aku.”
Maimun: “Semestinya abang ingat, karena umur abang waktu itu sudah delapan tahun. Sedangkan aku
saja masih ingat, walaupun samar-samar.”
Gunarto: (Agak Kesal) “Tidak ingat lagi aku. Sudah lama aku paksa Diriku untuk melupakannya.”
Maimun: (Terus Bicara) “Pak Tirto banyak cari tanya tentang Ayah.” IBU KELUAR KEMBALI
MEMBAWA MAKANAN LALU BERGABUNG LAGI DENGAN MEREKA.
I b u: “Ya, kata orang Ayahmu seorang yang baik hati.” (MENERAWANG) “Jika ia berada disini
sekarang, dirumah ini, besok hari raya, tentu ia bisa bersenang-senang dengan anak-anaknya…”
Gunarto: (Mengalihkan Pembicaraan) “Eh, Mintarsih seharusnya sudah pulang sekarang… jam berapa
sekarang ini?”
Maimun: “Bang Narto. Ada kabar aneh lagi nih! Tadi pagi aku Berkenalan dengan orang India. Dia
mengajarkan aku bahasa Urdu, dan aku memberikan pelajaran bahasa Indonesia kepada dia!
Gunarto: “Baguslah itu. Kau memang harus mengumpulkan ilmu sebanyak-banyaknya. Supaya nanti
dapat dibanggakan kalau kau bisa jadi orang yang sangat berguna bagi masyarakat! Jangan seperti aku
ini, hanya lulusan sekolah rendah. Aku tidak pernah merasakan atau bisa lebih tinggi lagi, karena aku
tidak punya Ayah. Tidak ada orang yang mau membantu aku. Tapi kau Maimun, yang sekolah cukup
tinggi, bekerjalah sekuat tenagamu! Aku percaya kau pasti bisa memenuhi tuntutan zaman sekarang
ini!” MASUK MINTARSIH SEORANG ANAK GADIS YANG TAMPAK RIANG. IA MEMBAWA
SESUATU YANG TAMPAKNYA UNTUK KEPERLUAN HARI RAYA BESOK.
Mintarsih: “Ah…. sudah berbuka puasa semuanya?”
I b u: “Tadi kami menunggu kau, tapi lama benar?” (Mintarsih Bergerak Mendekati Jendela Lalu
Melongokkan Kepalanya Melihat Keluar) “Makanlah… Apa yang kau lihat diluar?”Mintarsih: “Waktu
saya lewat disitu tadi…” (Menoleh Melihat GunartoYang Tampak Acuh Saja) “Bang Narto… dengarlah
dulu…”
Gunarto: (Tenang) “Ya, aku dengar.”
Mintarsih: “Ada orang tua diujung jalan ini. Dari jembatan sana melihat lihat kearah rumah kita.
Nampaknya seperti seorang pengemis.” (Semua Diam) “Yah… kenapa semua jadi diam?” GUNARTO
TERTUNDUK MEMBISU
Maimun: (Dengan Cepat) “Orang tua? Bagaimana rupanya?”
Mintarsih: “Hari agak gelap. Jadi tidak begitu jelas kelihatannya… tapi orangnya …”
TINGGI ATAU PENDEK TERGANTUNG PEMERAN, SUARA BEDUG AGAK KERAS TERDENGAR.
Maimun: (Bangkit Dari Duduknya Lalu Melihat Ke Jendela) “Coba ku lihat!”
37
KEMUDIAN MAIMUN KELUAR TAK LAMA MASUK KEMBALI, LALU MELONGOKKAN
KEPALANYA KE JENDELA LAGI
Gunarto: (Menoleh Sedikit Kepada Maimun) “ Siapa Mun?”
Maimun: “Tak ada orang kelihatannya?!” (Duduk Kembali)
I b u: (Tampak Sedih) “Malam hari raya seperti ini ia berlalu dulu itu…” (Terkenang) Mungkin …”
Gunarto: (Agak Kesal) “Ah Bu, lupakan sajalah apa yang sudah berlalu itu.”
SUARA BEDUG DAN TAKBIRAN TERDENGAR AGAK JELAS KETIKA SUASANA HENING,
SAMBIL MENUNGGU DIALOG.
I b u: “Waktu kami masih sama-sama muda, kami sangat berkasih kasihan. Sejelek-jelek Ayahmu,
banyak juga kenangan-kenangan di masa itu yang tak dapat Ibu lupakan. Nak, mungkin ia kembali
juga?”
SUARA BEDUG DAN TAKBIRAN MAKIN SAYUP-SAYUP LALU TERDENGAR SUARA ORANG
MEMBERI SALAM DARI PINTU LUAR.
R. Saleh: “Assalamualaikum, assalamualaikum… apa disini rumahnya Nyonya Saleh?”
I b u: “Astagfirullah! Seperti suara Ayahmu, nak? Ayahmu pulang, nak! “
IBU BERGERAK MENDEKATI PINTU RUMAH LALU MEMBUKA PINTU LEBIH LEBAR. DAN
NAMPAK RADEN SALEH BERDIRI DIHADAPANNYA. SUASANA JADI HENING TIBA-TIBA.
HANYA TERDENGAR SUARA BEDUG DAN TAKBIRAN YANG SAYUP-SAYUP NAMUN JELAS
TERDENGAR.
R. Saleh: (Setelah Lama Berpandangan) “Tina? Engkau Tina?”
I b u: (Agak Gugup) “Saleh? Engkau Saleh? Engkau banyak berubah, Saleh.”
R. Saleh: (Tersenyum Malu) “Ya aku berubah, Tina. Dua puluh tahun perceraian merubah wajahku.”
(Kemudian Memandangi Anak-Anaknya Satu Persatu) “Dan ini tentunya anak-anak kita semua?”
I b u: “Ya, memang ini adalah anak-anakmu semua. Sudah lebih besar dari Ayahnya. Mari duduk, dan
pandangilah mereka.
R. Saleh: (Ragu) “Apa? Aku boleh duduk, Tina?” MINTARSIH MENARIK KURSI UNTUK
MEMPERSILAHKAN RADEN SALEH DUDUK.
I b u: “Tentu saja boleh. Mari…” (Menuntun raden saleh sampai ke kursi) Ayahmu pulang, Nak.
Maimun: (Gembira Lalu Berlutut Dihadapan Raden Saleh) ”Ayah, aku Maimun.”
R. Saleh: “Maimun? Engkau sudah besar sekarang, Nak. Waktu aku Pergi dulu, engkau masih kecil
sekali. Kakimu masih lemah, belum dapat berdiri.” (Diam sebentar lalu melihat mintarsih) “Dan Nona
ini, siapa?”
Mintarsih: “Saya Mintarsih, Ayah.” (Lalu Mencium Tangan Ayahnya)
R. Saleh: “Ya, ya… Mintarsih. Aku dengar dari jauh bahwa aku mendapat seorang anak lagi. Seorang
putri”. (Memandang Wajah Mintarsih) “Engkau cantik, Mintarsih. Seperti Ibumu dimasa muda.” (Ibu
Tersipu Malu) “Aku senang sekali. Tak tahu apa yang harus ku lakukan?”
I b u: “Aku sendiri tidak tahu dimana aku harus memulai berbicara? Anak-anak semuanya sudah besar
seperti ini. Aku kira inilah bahagia yang paling besar.”
38
R. Saleh: (Tersenyum Pahit) “Ya, rupanya anak-anak dapat juga besar walaupun tidak dengan
Ayahnya.”
I b u: “Mereka semua sudah jadi orang pandai sekarang. Gunarto bekerja diperusahaan tenun. Dan
Maimun tak pernah tinggal kelas selama bersekolah. Tiap kali keluar sebagai yang pertama dalam ujian.
Sekarang mereka sudah mempunyai penghasilan masing-masing. Dan Mintarsih dia ini membantu aku
menjahit.”
Mintarsih: (Malu) “Ah, Ibu.”
R. Saleh: (Sambil Batuk-Batuk) “Sepuluh tahun aku menjadi seorang saudagar besar disingapur. Aku
menjadi kepala perusahaan dengan pegawai berpuluh-puluh orang. Tapi malang bagiku, toko itu habis
terbakar. Lalu seolah-olah seperti masih belum puas menyeret aku kelembah kehancuran, saham-
saham yang ku beli merosot semua nilainya sehabis perang ini. Sesudah itu semua segala yang
kukerjakan tak ada lagi yang sempurna. Sementara aku sudah mulai tua. Lalu tempat tinggalku,
keluargaku, anak isteriku tergambar kembali didepan mata dan jiwaku. Kalian seperti mengharapkan
kasihku.” (Batuk-batuk. Lalu memandang Gunarto) “Maukah engkau memberikan air segelas buat ku
Gunarto? Hanya engkau yang tidak…”
I b u: (Gelisah Serba Salah) “Narto, Ayahmu yang berbicara itu.” “Mestinya engkau gembira, nak. Sudah
semestinya Ayah berjumpa kembali dengan anak-anaknya yang sudah sekian lama tidak bertemu.”
R. Saleh: “Kalau Narto tak mau, engkaulah Maimun. Maukah kau memberikan Ayah air segelas?”
Maimun: “Baik, Ayah.” MAIMUN BERGERAK HENDAK MENGAMBILKAN AIR MINUM, TAPI
NIATNYA TERHENTI OLEH TEGURAN KERAS GUNARTO.
Gunarto: “Maimun! Kapan kau mempunyai seorang Ayah!”
I b u: “Gunarto!” (Sedih, Gelisah Dan Mulai Menangis)
Gunarto: (Bicara Perlahan Tapi Pahit) “Kami tidak mempunyai Ayah, Bu. Kapan kami mempunyai
seorang Ayah?”
I b u: (Agak Keras Tapi Tertahan) “Gunarto! Apa katamu itu!”
Gunarto: “Kami tidak mempunyai seorang Ayah kataku. Kalau kami mempunyai Ayah, lalu apa
perlunya kami membanting tulang selama ini? Jadi budak orang! Waktu aku berumur delapan tahun,
aku dan Ibu hampir saja terjun kedalam laut, untung Ibu cepat sadar. Dan jika kami mempunyai Ayah,
lalu apa perlunya aku menjadi anak suruhan waktu aku berumur sepuluh tahun? Kami tidak
mempunyai seorang Ayah. Kami besar dalam keadaan sengsara. Rasa gembira didalam hati sedikitpun
tidak ada. Dan kau Maimun,. Lupakah engkau waktu menangis disekolah rendah dulu? Karena kau
tidak bisa membeli kelereng seperti kawan-kawanmu yang lain. Dan kau pergi kesekolah dengan
pakaian yang sudah robek dan tambalan sana-sini? Itu semua terjadi karena kita tidak mempunyai
seorang Ayah! Kalau kita punya seorang Ayah, lalu kenapa hidup kita melarat selama ini!”
IBU DAN MINTARSIH MULAI MENANGIS DAN MAIMUN MERASA SEDIH.
Maimun: “Tapi bang, Narto. Ibu saja sudah memaafkannya. Kenapa kita tidak?”
Gunarto: (Sikapnya Dingin, Namun Keras) “Ibu seorang perempuan. Waktu aku kecil dulu, aku pernah
menangis dipangkuan Ibu karena lapar, dingin dan penyakitan, dan Ibu selalu bilang “Ini semua adalah
39
kesalahan Ayahmu, Ayahmu yang harus disalahkan.” Lalu kemudian aku jadi budak suruhan orang!
Dan Ibu jadi babu mencuci pakaian kotor orang lain! Tapi aku berusaha bekerja sekuat tenagaku! Aku
buktikan kalau aku dapat memberi makan keluargaku! Aku berteriak kepada dunia, aku tidak butuh
pertolongan orang lain! Yah.. orang yang meninggalkan anak dan isterinya dalam keadaan sengsara.
Tapi aku sanggup menjadi orang yang berharga, meskipun aku tidak mengenal kasih sayang seorarng
ayah! Waktu aku berumur delapan belas tahun, tak lain yang selalu terbayang dan terlihat diruang
mataku hanya gambaran Ayahku yang telah sesat! Ia melarikan diri dengan seorang perempuan asing
yang lalu menyeretnya kedalam lembah kedurjanaan! Lupa ia kepada anak dan isterinya! Juga lupa ia
kepada kewajibannya karena nafsunya telah membawanya kepintu neraka! Hutangnya yang
ditinggalkan kepada kita bertimbun-timbun! Sampai-sampai buku tabunganku yang disimpan oleh Ibu
ikut hilang juga bersama Ayah yang minggat itu! Yah, masa kecil kita sungguh-sungguh sangat tersiksa.
Maka jika memang kita mempunyai Ayah, maka Ayah itulah musuhku yang sebesar-besarnya!”
I b u: “Gunarto!” (Mintarsih Dan Ibu Menangis)
Maimun: “Bang!”
Mintarsih: “Bang!” KALAU MUNGKIN DIALOG MEREKA BERTIGA TADI DIUCAPKAN
BERBARENGAN
Maimun: (Dengan Suara Agak Sedih) “Tapi, Bang. Lihat Ayah sudah Seperti ini sekarang. Ia sudah tua
bang Narto.”
Gunarto: “Maimun, sering benar kau ucapkan kalimat “Ayah” kepada orang yang tidak berarti ini?
Cuma karena ada seorang tua yang masuk kerumah ini dan ia mengatakan kalau ia Ayah kita, lalu kau
sebut pula ia Ayah kita? Padahal dia tidak kita kenal. Sama sekali tidak Maimun. Coba kau perhatikan
apakah kau benar-benar bisa merasakan kalau kau sedang berhadapan dengan Ayah mu?”
Maimun: “Bang Narto, kita adalah darah dagingnya. Bagaimanapun buruknya kelakuan dia kita tetap
anaknya yang harus merawatnya.”
Gunarto: “Jadi maksudmu ini adalah kewajiban kita? Sesudah melepaskan hawa nafsunya dimana-
mana, lalu sekarang ia kembali lagi kesini karena sudah tua dan kita harus memeliharanya? Huh, enak
betul!”
I b u: (Bingung, Serba-Salah) “Gunarto, sampai hati benar kau Berkata begitu terhadap Ayahmu. Ayah
kandungmu.
Gunarto: (Cepat) “Ayah kandung? Memang Gunarto yang dulu pernah punya Ayah, tapi dia sudah
meninggal dunia dua puluh tahun yang lalu. Dan Gunarto yang sekarang adalah Gunarto yang dibentuk
oleh Gunarto sendiri! aku tidak pernah berhutang budi kepada siapapun diatas dunia ini. Aku merdeka,
semerdeka merdekanya, Bu!” SUARA BEDUG DAN TAKBIR BERSAHUT-SAHUTAN DIIRINGI
SUARA TANGIS IBU DAN MINTARSIH.
R. Saleh: (Diantara Batuknya) “Aku memang berdosa dulu itu. Aku mengaku. Dan itulah sebabnya aku
kembali pada hari ini. Pada hari tuaku untuk memperbaiki kesalahan dan dosaku. Tapi ternyata
sekarang…. yah, benar katamu Narto. Aku seorang tua dan aku tidak bermaksud untuk mendorong-
dorongkan diri agar diterima dimana tempat yang aku tidak dikehendaki.” (Berfikir,sementara maimun
40
tertunduk diam dan mintarsih menangis dipelukan ibunya ) “Baiklah aku akan pergi. Tapi tahukah kau
Narto, bagaimana sedih rasa hatiku. Aku yang pernah dihormati, orang kaya yang memiliki uang
berjuta-juta banyaknya, sekarang diusir sebagai pengemis oleh seorang anak kandungnya sendiri… tapi
biarlah sedalam apapun aku terjerumus kedalam kesengsaraan, aku tidak akan mengganggu kalian
lagi.” (Berdiri Hendak Pergi, Tetap Batuk-Batuk)
Maimun: (Menahan) “Tunggu dulu, Ayah! Jika Bang Narto tidak mau menerima Ayah, akulah yang
menerima Ayah. Aku tidak perduli apa yang terjadi!”
Gunarto: “Maimun! Apa pernah kau menerima pertolongan dari orang tua seperti ini? Aku pernah
menerima tamparan dan tendangan juga pukulan dari dia dulu! Tapi sebiji djarahpun, tak pernah aku
menerima apa-apa dari dia!”
Maimun: “Jangan begitu keras, Bang Narto.”
Gunarto: (Marah, Dengan Cepat) “Jangan kau membela dia! Ingat, siapa yang membesarkan kau! Kau
lupa! Akulah yang membiayaimu selama ini dari penghasilanku sebagai kuli dan kacung suruhan!
Ayahmu yang sebenar-benarnya adalah aku!”
Mintarsih: “Engkau menyakiti hati Ibu, Bang.” (Sambil Tersedu-Sedu)
Gunarto: “Kau ikut pula membela-bela dia! Sedangkan untuk kau, aku juga yang bertindak menjadi
Ayahmu selama ini! Baiklah, peliharalah orang itu jika memang kalian cinta kepadanya! Mungkin kau
tidak merasakan dulu pahit getirnya hidup karena kita tidak punya seorang Ayah. Tapi sudahlah, demi
kebahagiaan saudara-saudaraku, jangan sampai menderita seperti aku ini.” IBU DAN MINTARSIH
TERUS MENANGIS, SEMENTARA MAIMUN DIA KAKU, SUARA BEDUG DAN TAKBIR TERUS
BERSAHUT-SAHUTAN. LALU TERDENGAR SUARA GEMURUH PETIR DAN HUJANPUN TURUN.
R. Saleh: “Aku mengerti… bagiku tidak ada jalan untuk kembali. Jika Aku kembali aku hanya
mengganggu kedamaian dan kebahagiaan anakku saja. Biarlah aku pergi. Inilah jalan yang terbaik.
Tidak ada jalan untuk kembali. RADEN SALEH BERGERAK PERLAHAN SAMBIL BATUK-BATUK,
SEMENTARA MAIMUN MENGIKUTI DARI BELAKANG.
Maimun: “Ayah, apa Ayah punya uang? Ayah sudah makan?”
Mintarsih: (Dengan Air Mata Tangisan) “Kemana Ayah akan pergi sekarang?”
R. Saleh: “Tepi jalan atau dalam sungai. Aku cuma seorang pengemis sekarang. Seharusnya memang
aku malu untuk masuk kedalam rumah ini yang kutinggalkan dulu. Aku sudah tua lemah dan sadar,
langkahku terayun kembali. Yah, sudah tiga hari aku berdiri didepan sana, tapi aku malu tak sanggup
sebenarnya untuk masuk kesini. Aku sudah tua, dan…” RADEN SALEH MEMANDANGI ANAK-
ANAKNYA SATU PERSATU LALU KELUAR DENGAN PERLAHAN SAMBIL BATUK-BATUK.
BERJALAN LEMAH DIIRINGI SUARA BEDUG DAN TAKBIRAN YANG SAYUP-SAYUP MASIH
TERDENGAR, SEMENTARA HUJAN MULAI TURUN DENGAN DERAS.
I b u: (Sambil Menangis) “Malam hari raya dia pergi dan datang Untuk pergi kembali. Seperti
gelombang yang dimainkan oleh angin topan. Demikianlah nasib Ibu, Nak.”

41
Mintarsih: (Sambil Menangis Menghampiri Gunarto, Lalu Bergerak Kedekat Jendela) “Bang….
bagaimanakah Abang? Tidak dapatkah Abang memaafkan Ayah? Besok hari raya, sudah semestinya kita
saling memaafkan. Abang tidak kasihan? Kemana dia akan pergi setua itu?” HUJAN SEMAKIN DERAS
Maimun: (Kesal) “Tidak ada rasa belas kasihan. Tidak ada rasa tanggung jawab terhadap adik-adiknya
yang tidak berAyah lagi.”
Mintarsih: “Dalam hujan lebat seperti ini, Abang suruh dia pergi. Dia Ayah kita Bang. Ayah kita
sendiri!
Gunarto: (Memandang Adiknya) “Janganlah kalian lihat aku sebagai terdakwa. Mengapa kalian
menyalahkan aku saja? Aku sudah hilangkan semua rasa itu! Sekarang kalian harus pilih, dia atau aku!”
Maimun: (Tiba-Tiba Bangkit Marahnya) “Tidak! Aku akan panggil kembali Ayahku pulang! Aku tidak
perduli apa yang Abang mau lakukan? Kalau perlu bunuh saja aku kalau Abang mau! Aku akan panggil
Ayahku! Ayahku pulang! Ayahku mesti pulang!” MAIMUN LARI KELUAR RUMAH, SEMENTARA
HUJAN MAKIN LEBAT DIIRINGI SUARA BEDUG DAN TAKBIRAN SAYUP-SAYUP TERDENGAR..
Gunarto: “Maimun kembali!” GUNARTO CEPAT HENDAK MENYUSUL MAIMUN TAPI TIDAK
JADI LALU PERLAHAN-LAHAN DUDUK KEMBALI. IBU DAN MINTARSIH MENANGIS.
SUASANA HENING SEJENAK HANYA TERDENGAR SUARA BEDUG DAN TAKBIRAN SERTA
GEMURUH HUJAN. TAK BERAPA LAMA TAMPAK MAIMUN MASUK KEMBALI. NAMUN IA
HANYA MEMBAWA PAKAIAN DAN KOPIAH AYAHNYA SAJA. MAIMUN KELIHATAN
MENANGIS.
Mintarsih: “Mana Ayah, Bang?”
I bu: “Mana Ayahmu?”
Maimun: “Tidak aku lihat. Hanya kopiah dan bajunya saja yang kudapati…”
Gunarto: “Maimun, dimana kau dapatkan baju dan kopiah itu?”
Maimun: “Dibawah lampu dekat jembatan…”
Gunarto: “Lalu Ayah? Bagaimana dengan Ayah? Dimana Ayah?”
Maimun: “Aku tidak tahu…”
Gunarto:(Kaget dan Sadar) “Jadi, jadi Ayah meloncat kedalam sungai!”
I b u: (Menjerit) “Gunarto….!”
Gunarto: (Berbicara Sendiri Sambil Memeggang Pakaian Dan Kopiah Ayahnya. Tampak
Menyesal) “Dia tak tahan menerima penghinaan dariku. Dia yang biasa dihormati orang, dan dia yang
angkuh, yah, angkuh seperti diriku juga… Ayahku. Aku telah membunuh Ayahku. Ayahku sendiri.
Ayahku pulang, Ayahku pulang…” GUNARTO BERTERIAK MEMANGGIL-MANGGIL AYAHNYA
LALU LARI KELUAR RUMAH DAN TERUS BERTERIAK-TERIAK SEPERTI ORANG GILA. IBU
MINTARSIH DAN MAIMUN BERBARENGAN BERTERIAK MEMANGGIL GUNARTO
“GUNARTO….!!” SUARA BEDUG BERSAHUT-SAHUTAN DIIRINGI TAKBIR. SEMENTARA HUJAN
MASIH SAJA TURUN DENGAN DERASNYA. LAMPU PANGGUNG PERLAHAN-LAHAN MATI
LALU LAYAR TURUN.

42

Anda mungkin juga menyukai