Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra adalah hasil pekerjaan seni kreatif manusia yang menampilkan

kehidupan di dalamnya, yang tidak hanya berisi imajinasi tetapi juga realita sosial.

Salah satu jenis karya sastra, adalah novel. Karya sastra seperti novel dan cerpen

menurut pandangan tradisional memiliki dua unsur pembangun yaitu unsur intrinsik

dan ekstrinsik. Karya intrinsik adalah unsur yang membangun karya itu sendiri dari

dalam. Sedangkan, karya ektrinsik adalah unsur di luar karya itu namun secara tidak

sengaja mempengaruhi karya itu sendiri.

Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk

dapat memahaminya haruslah karya sastra dianalisis (Hill dalam Pradopo, 1995:108).

Oleh karena itu, dengan menganalisis sebuah karya sastra dimana dalam makalah ini

adalah novel, agar makna keseluruhan karya sastra itu dapat dipahami.

B. Rumusan Masalah

1. Apa unsur intrinsik yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara” karya

Merari Siregar

2. Menganalisis unsur ektrinsik yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara”

karya Merari Siregar

C. Tujuan Penulisan

Mengetahui unsur intrinsik dan ektrinsik novel “Azab dan Sengsara” karya

Merari Siregar agar dapat mengetahui makna keseluruhan novel “Azab dan Sengsara”.

1
BAB II PEMBAHASAN

A. Sinopsis Novel

Di kota Sipirok, ada seorang bangsawan yang kaya raya. Keluarga bangsawan

kaya raya ini mempunyai dua orang anak, yang satu laki-laki dan satu lagi perempuan.

Anak yang laki-laki itu bernama Sutan Baringin. Sutan Baringin begitu

dimanjakan oleh ibunya, segala kehendaknya dituruti dan selalu dibela bila dia

melakukan kesalahan. Akibatnya perlakuan yang demikian kemudian menjadikan

Sutan Baringin seorang laki-laki yang manja, malas, keras kepala, angkuh, serta

berperangai jelek.

Sutan Baringin kemudian dikawinkan dengan Nuria, seorang perawan pilihan

ibunya. Nuria, perawan yang berhati mutiara itu, sebenarnya tidak mencintai Sutan

Baringin. Namun karena terpaksa dan menyenangi hati orang tua, maka dia pun dengan

sabar selalu menemani Sutan Baringin dengan setia sampai mereka punya anak, yang

satu laki-laki dan satunya lagi perempuan. Anak yang perempuan bernama Mariamin,

sedangkan yang laki-laki oleh pengarangnya tidak diceritakan.

Mariamin termasuk perempuan yang berbudi luhur, taat terhadap agama

maupun orang tua, budi bahasanya halus, serta sopan santun. Setelah merangkak

remaja, Mariamin jatuh cinta dengan pemuda yang bernama Aminuddin, yang tidak

lain adalah saudara sepupunya sendiri, yaitu anak adik perempuan Sutan Baringin.

Namun percintaan mereka tidak kesampaian karena dihalangi oleh ayah Aminuddin

sendiri, dengan alasan Mariamin adalah orang miskin. Sebenarnya Ibu Aminuddin

setuju, tapi karena suaminya tidak setuju, maka terpaksa dia mengalah pada suaminya.

Aminuddin sendiri kemudian kawin dengan perawan pilihan orang tuanya.

Setelah menikah, Aminuddin pergi ke Medan. Sedangkan Mariamin sendiri kemudian

2
jatuh sakit karena cintanya yang tidak kesampaian itu. Oleh orang tuanya Mariamin

dikawinkan dengan Kasibun, seorang laki-laki hidung belang dan berkelakuan jelek.

Perlakuan Kasibun pada Mariamin begitu buruk dan sudah sangat keterlaluan.

Akhirnya Mariamin minta cerai. Di pengadilan agama, gugatan cerai Mariamin

dikabulkan oleh hakim agama, dan Mariamin pun cerai dengan Kasibun. Dengan hati

hancur, Mariamin kembali ke Sipirok, dan di sanalah dia menetap dengan penuh

kesengsaraan sampai akhir hayatnya.

B. Hasil Analisis

1. Unsur Intrinsik

a. Tema

Novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini

mengangkat tentang adat istiadat lama yang membawa azab dan

sengsara. Dimana, pada novel ini adat istiadat lama yang dimaksud

adalah kebiasaan menjodohkan anak.

Hal itu dapat dilihat dalam kutipan dibawah ini :

“ Kedua laki-istri itu mufakat akan mencarikan jodoh anak mereka itu

(Merari Siregar dalam Azab dan Sengsara, 2010:135) “

b. Latar

1) Latar Waktu

1. Pagi hari

2. Siang hari

3. Senja hari

4. Malam hari

5. Dalam perjalanan pulang dari sawah,

6. Hari Jum’at

3
2) Latar Tempat

1. Di sebuah gubuk di tepi sungai tepatnya di daerah Sipirok,

Padang.

2. Di sebuah gubuk di tengah-tengah sawah.

3. Sungai di kota Sipirok.

4. Rumah Mariamin yang besar.

5. Di Medan (Deli) di rumah Kasibun (suami Mariamin)

6. Di kebun tempat Aminuddin bekerja

7. Kampung A yang dikepalai oleh Bapaknya Aminuddin

8. Pekuburan Mariamin di sebrang jalan kampung

3) Latar Suasana

1. Menyedihkan

2. Senang

3. Haru

4. Tegang

c. Alur

Alur yang digunakan dalam novel “Azab dan Sengsara” karya

Merari Siregar adalah alur campuran. Ini berdasarkan atas Pengenalan

tokoh, di waktu senja, saat Aminu’ddin berpamitan pada Mariamin

hendak pergi ke medan untuk mencari pekerjaan, kemudian

menceritakan saat Mariamin dan Aminu’ddin masih kanak-kanak,

kemudian kembali menceritakan Aminu’ddin yang telah berada di

medan dan memperoleh pekerjaan, selanjutnya Aminu’ddin menikah

dengan gadis lain pilihan ayahnya, setelah dua tahun Mariamin pun

menikah dengan orang yang tidak dikenalnya, pernikahannya tidak

4
bahagia dan Mariamin pun bercerai dan kembali ke negerinya sampai ia

meninggal dan dikubur di Sipirok kota kelahirannya.

d. Penokohan Dan Perwatakan

1. Mariamin

Watak dari Mariamin adalah gadis yang cantik, baik, penyayang dan

penurut. Ini dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan

dibawah ini :

“Mariamin seorang anak perempuan yang penurut; ia membawa

ibunya ke kamarnya, seraya katanya, ... (Merari Siregar dalam Azab

dan Sengsara, 2010:11)”

2. Aminu’ddin

Watak dari Aminu’ddin adalah pemuda yang bijaksana, berkelakuan

baik, dan halus budi bahasanya. Ini dijelaskan langsung oleh

pengarang dalam kutipan dibawah ini :

“Aminu'ddin anak yang bijaksana, adat dan kelakuannya baik dan

halus budi bahasanya. Oleh sebab itu Mariamin pun amatlah suka

bercampur dengan dia, ... (Merari Siregar dalam Azab dan

Sengsara, 2010:21)”

3. Sutan Baringin / Ayah Mariamin

Watak dari Sutan Baringin adalah seseorang yang bertingkah laku

jelek, pemalas, suka berfoya – foya, suka mencari masalah. Ini

dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan dibawah ini :

“Sutan Baringin seorang yang terbilang hartawan lagi bangsawan

seantero penduduk Sipirok. Akan tetapi karena ia sangat suka

beperkara, ... (Merari Siregar dalam Azab dan Sengsara, 2010:17)”

5
4. Nuria / Ibu Mariamin

Watak dari Nuria adalah perempuan yang sejati, sabar terhadap

suaminya. Ini dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan

dibawah ini :

“Nuria seorang perempuan sejati, selamanya mengusahakan

dirinya akan menutup barang sesuatu apa yang kurang antara

kedua mereka itu, serta menerbitkan kecintaan di dalam hati

suaminya., ... (Merari Siregar dalam Azab dan Sengsara, 2010:49)”

5. Ayah Aminudin

Watak dari Ayah Aminuddin adalah seseorang yang terkenal,

memiliki harta yang banyak, dan rajin berusaha. Ini dijelaskan

langsung oleh pengarang dalam kutipan dibawah ini :

“Adapun kekayaannya yang sederhana itu tiada sekali

diperolehnya, asalnya peninggalan orang tuanya juga; akan tetapi

sebab rajinnya berusaha, maka hartanya itu pun makin lama makin

bertambah-tambah. (Merari Siregar dalam Azab dan Sengsara,

2010:13)”

6. Ibu Aminudin

Watak dari Ibu Aminuddin adalah wanita yang baik, patuh pada

suami, pengiba. Ini disimpulkan lewat pikiran Ibu Aminu’ddin yang

dijelaskan oleh pengarang dalam kutipan dibawah ini :

“ ... adalah ia merasa kasihanjuga dalam hatinya kepada ibu dan

anak yang dua orang itu. (Merari Siregar dalam Azab dan Sengsara,

2010:13)”

7. Kasibun

6
Watak dari Kasibun adalah seseorang licik, berkelakuan buruk,

lelaki hidung belang, bengis, dan kasar. Ini dijelaskan langsung oleh

pengarang dalam kutipan dibawah ini :

“Kasibun yang bengis itu tak segan menampar muka Mariamin.

Bukan ditamparnya saja, kadang-kadang dipukulnya, disiksanya ....

(Merari Siregar dalam Azab dan Sengsara, 2010:119)”

8. Marah Sait

Watak dari Marah Sait adalah seseorang yang suka menghasut orang

(pokrol bambu). Ini dijelaskan langsung oleh pengarang dalam

kutipan dibawah ini :

“Marah Sait, yang telah kenamaan karena pandainya berkatakata,

apalagi bersoal-jawab, karena ia seorang pokrol bambu. (Merari

Siregar dalam Azab dan Sengsara, 2010:65)”

e. Sudut Pandang Cerita

Sudut padang dalam novel ini menggunakan sudut pandang

orang ketiga serba tahu. Karena dalam novel ini cenderung

menggunakan kata “ia” , “dia”. Selain itu, narator dalam novel juga tahu

isi hati para tokoh, sehingga dapat dikatakan bahwa novel ini

menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.

Buktinya ada pada kutipan di bawah berikut :

“Kemudian ia pun mengeraskan hatinya, sambil ia menyapukan

setangannya yang basah oleh air matanya itu, ia pun berkata perlahan-

lahan. (Merari Siregar dalam Azab dan Sengsara, 2010:4)”

7
f. Gaya Bahasa

1) Majas

Dalam novel ini, juga terdapat beberapa majas hiperbola.

Buktinya ada pada kutipan dibawah ini :

“"Saya hampir setengah mati dan bebanku hanya laku

sepuluh sen. Benarlah Tuhan tidak adil; apakah sebabnya

perempuan kurang kekuatannya daripada laki-laki?". (Merari

Siregar dalam Azab dan Sengsara, 2010:27)”

Frasa ‘setengah mati’ memiliki arti kelelahan, namun dilebih –

lebihkan oleh penulis seakan – akan perempuan itu hampir mati.

2) Ungkapan

Dalam novel ini, juga terdapat beberapa ungkapan. Buktinya ada

pada kutipan dibawah ini :

“ Di negeri kecil orang menamai mereka itu

pokrol bambu. (Merari Siregar dalam Azab dan Sengsara,

2010:18)”

Ungkapan ‘pokrol bambu’ untuk orang yang suka menghasut

dan menipu sama artinya dengan trong kohkol nyaring bunyinya.

3) Peribahasa

Dalam novel ini, juga terdapat beberapa peribahasa. Buktinya

ada pada kutipan dibawah ini :

“ "Berumah itu tiada sebagai berdayung, yakni kalau biduk

tertumbuk, boleh dikelokkan," katanya tadi. (Merari Siregar

dalam Azab dan Sengsara, 2010:51)”

8
Maksud dari kutipan diatas adalah Akan meluaskan

pemandangan dan akan mengetahui sedikit adat lembaga orang

di tanah Batak.

4) Istilah

Karena novel ini menggunakan bahasa melayu tinggi, maka ada

banyak istilah – istilah melayu yang mungkin pembaca tidak

mengerti. Seperti pada kutipan dibawah ini :

“ ... menantu kita; kalau demikian baiklah kita pergi

mendapatkan Datu Naserdung, akan bertanyakan untung dan

rezeki Aminu'ddin, bila ia beristrikan Mariamin. Datu itulah

yang masyhur sekarang fasal hal faal ... (Merari Siregar dalam

Azab dan Sengsara, 2010:92) “

Dimana faal berarti tenung, dan datu berarti dukun.

g. Amanat

Amanat dari novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar

ini adalah selalu bersikap sabar dalam menempuh ujian yang sangat

berat. Budi pekerti yang baik dan terpuji akan membawa kebahagian

hidup di dunia dan akhirat. Sifat serakah,pelit, kejam akan membawa

kehancuran pada orang tersebut.

2. Unsur Ektrinsik

a. Latar Belakang Pengarang

Merari Siregar lahir di Sipirok, Tapanuli, Sumatra Utara, 13 Juli

1896. Masa kecil dilalui penulis berdarah Batak ini di kampung

halamannya. OIeh karena itu, sikap, perbuatan, dan jiwanya amat

dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat Sipirok. Saat itu, ia kerap

9
menjumpai kepincangan-kepincangan khususnya mengenai adat, salah

satunya kawin paksa. Setelah beranjak dewasa dan tumbuh menjadi

orang terpelajar, Sastrawan

Merari Siregar melihat keadaan sebagian masyarakat yang

mempunyai pola berpikir yang sudah tak sesuai dengan tuntutan zaman.

Oleh sebab itu, ia mulai tergerak untuk mengubah kebiasaan masyarakat

yang dinilainya masih kolot, terutama penduduk Sipirok.

b. Nilai Sosial

Dalam novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini

sangat menggambaran hubungan manusia dalam kehidupan

bermasyarakat sangat jelas. Hubungan sosial tersebut meliputi sikap

tolong-menolong, saling menghargai dan menghormati sesama

manusia, peraturan-peraturan adat dalam pernikahan, dan sebagainya

terdapat dalam novel ini.

c. Nilai Budaya

Nilai budaya pada novel ini yaitu adat masyarakat Sipirok saat

itu yang masih kental akan adat melayu. Salah satunya adalah

perjodohan. Dalam perjodohan pun masih ada aturan yang berlaku, yaitu

anak orang terpandang haruslah menikah dengan anak orang terpandang

pula. Kemudian masyarakat yang masih sangat menghormati Kepala

Kampungnya. Kepala kampung dianggap sebagai orang yang sangat

tinggi kedudukannya.

d. Nilai Moral

10
Di dalam novel ini terdapat beberapa nilai moral yaitu kepatuhan

seorang anak kepada orang tuanya. Mariamin contohnya, ia sangat

berbakti pada ibunya. Selain itu, nilai moral lainnya yaitu isteri yang

sangat berbakti dan mencintai suaminya apa adanya yang diperlihatkan

oleh Nuria ibunda Mariamin. Ia tetap dengan tulus mencintai Sultan

Baringin.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah membaca dan menganalisis novel “Azab dan Sengsara” karya Merari

Siregar ini, saya menyimpulkan bahwa hubungan antara unsur ektrinsik dengan

intrinsik dalam novel ini saling berkaitan. Dengan latar belakang penulis yang tinggal

11
di daerah Sipirok yang kental dengan adat melayunya, penulis dapat menceritakan

dengan cukup detil bagaiaman keadaan masyarakat Sipirok, terutama tentang adat

perjodohan. Dan menurut saya, novel ini merupakan bentuk dari isi hati Merari Siregar

tentang pendapatnya terhadap adat perjodohan yang ternyata dapat membawa

kesengsaraan.

B. Saran

Novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini merupakan salah satu

perintis karya sastra modern di Indonesia. Novel ini diterbitkan pertama pada tahun

1920, yang dimana bisa dikatakan bahasa yang digunakan di dalam novel ini

cenderung melayu tinggi yang sudah jarang kita dengan. Sehingga membuat novel ini

agak sulit dibaca oleh pembaca yang awam dalam dunia sastra.

Jadi, menurut saya mungkin Balai Pustaka dapat mencetak kembali novel ini

namun dengan bahasa yang telah dirubah menjadi bahasa yang sehari – hari kita pakai.

Karena, dengan merubah bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, para pembaca

akan dapat memahami novel ini dengan mudah.

DAFTAR PUSTAKA

Yumna, A., 2016, Azab dan Sengsara, [online],

(https://konspirasisemestaa.wordpress.com/2016/06/08/analisis-novel-azab-dan-sengsara/,

diakses tanggal 16 November 2018 )

12
Cengek, A., 2012, Azab dan Sengsara, [online],

(http://penjelajahsastra.blogspot.com/2012/05/analisis-novel-azab-dan-sengsara.html/,

diakses tanggal 16 November 2018 )

Hidayati, N., 2013, Azab dan Sengsara, [online],

(https://www.academia.edu/4803698/Analisis_Novel_Azab_dan_Sengsara, diakses tanggal

16 November 2018 )

LAMPIRAN

13
14

Anda mungkin juga menyukai