Anda di halaman 1dari 8

Diajukan untuk memenuhi nilai praktik mata pelajaran Bahasa Indonesia

KRITIK SASTRA

AZAB DAN KESENGSARAAN AKIBAT PERJODOHAN

Disusun oleh:
Nama : Yohana Elizabeth Siahaan
Kelas : XII IPS
NISN : 0050832528

Ilmu Pengetahuan Sosial


Sekolah Menengah Atas
Markus Kota Tangerang
Maret 2023
TAHUN AJARAN 2022/2023 KRITIK NOVEL SASTRA
“ AZAB DAN SENGSARA “
Merari siregar

Merari Siregar lahir di Sipirok, Tapanuli, Sumatra Utara, 13 Juli 1896. Masa kecil dilalui
penulis berdarah Batak ini di kampung halamannya. OIeh karena itu, sikap, perbuatan, dan
jiwanya amat dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat Sipirok.

Saat itu, ia sering menemukan hal-hal khususnya mengenai adat, salah satunya kawin
paksa. Setelah beranjak dewasa dan tumbuh menjadi orang terpelajar, Sastrawan Merari Siregar
melihat keadaan sebagian masyarakat yang mempunyai pola berpikir yang sudah tak sesuai
dengan tuntutan zaman. Oleh sebab itu, ia mulai tergerak untuk mengubah kebiasaan masyarakat
yang dinilainya masih kolot, terutama penduduk Sipirok.

Perubahan itu dilakukannya lewat goresan pena. Azab dan Sengsara menjadi karya
tulisnya yang paling terkenal. Prosa berbentuk roman itu muncul saat pemerintah kolonial
Belanda sedang gencar-gencarnya melaksanakan politik etis yang ditandai dengan berdirinya
Conunissie Voor Volkslectuur (Komisi untuk Bacaan Rakyat) di tahun 1908. Merari Siregar,
Azab dan Sengsara, dengan tokoh utamanya seorang gadis Batak bernama Mariamin. Kesadaran
Mariamin terlihat ketika ia mengakhiri penderitaan yang menimpa dirinya akibat kawin paksa
lewat pengajuan cerai.

Penonjolan kesengsaraan tokoh Mariamin ini dimaksudkan Merari untuk menggugah


para pembaca tentang penderitaan akibat kawin paksa. Walau begitu, kesadaran susila dalam
roman ini digambarkan tetap teguh. Hal ini tercermin pada peristiwa ketika Mariamin dianiaya
oleh suaminya karena menerima tamu laki-laki, sementara suaminya tidak di rumah.
I. Pendahuluan
a. Data Buku
Novel sastra “Azab dan Sengsara” ini merupakan karangan Merari Siregar yang
diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka pada tahun 1920 dan berikutnya
mengalami beberapa kali cetak ulang. Cetak ulang ke-29 tahun 2009 yang muncul
pertama kali dengan judul “Azab dan Sengsara Seorang Anak Gadis”. Pada edisi
selanjutnya “Seorang Anak Gadis” tidak disertakan lagi dalam judul novel tersebut.
Buku ini merupakan edisi cetakan ke-32 pada tahun 2011 yang memiliki xviii, 188
halaman dan menggunakan bahasa melayu.

b. Sinopsis

Tokoh sentral dalam kisah cinta ini bernama Mariamin dan Aminu’ddin. Keduanya
berkerabat dekat tetapi berbeda nasib. Aminu’ddin merupakan anak kepala kampung,
seorang bangsawan yang kaya raya dan disegani banyak orang. Sementara itu Mariamin
tumbuh di lingkungan keluarga yang miskin. Sejak kecil keduanya sudah berkenalan dan
bermain bersama. Beranjak dewasa, Aminu’ddin dan Mariamin merasakan getaran cinta
yang kuat. Aminu’ddin berjanji akan menikahi Mariamin. Niatnya ini diutarakan pada
ibu dan ayahnya, Baginda Diatas. Sang ibu setuju sebab ia menganggap Mariamin masih
keluarganya dan dengan menikahkannya dengan Aminu’ddin, ia bisa menolong
kemiskinan gadis itu. Namun, pendapat berbeda datang dari ayah Aminu’ddin yakni
Baginda Diatas. Ia diam-diam tidak menyetujui rencana Aminu’ddin sebab ia
beranggapan pernikahan tersebut tidak pantas dan akan menurunkan derajat
bangsawannya.

Untuk mewujudkan niatnya, akhirnya Aminu’ddin berangkat ke Medan untuk mencari


kerja. Saat di Medan, ia masih rajin berkirim kabar dengan Mariamin. Sampai suatu
waktu, ia akhirnya mengirim berita ke kampung bahwa ia sudah siap untuk
berumahtangga dengan wanita pujaannya tersebut. Sayangnya, Baginda Diatas, ayah
Aminu’ddin tidak setuju. Ia menyusun rencana agar istrinya tidak menyetujui keinginan
Aminu’ddin. Caranya, ia membawa istrinya ke dukun sewaan dan pura-pura meramal
jodoh terbaik untuk Aminu’ddin, anaknya. Sang dukun berkata bahwa jodoh Aminu’ddin
bukanlah Mariamin melainkan seorang gadis bangsawan di desa mereka. Ibu Aminu’ddin
pun percaya dan setuju berangkat ke Medan dengan membawa gadis bangsawan yang
hendak dinikahkan dengan Aminu’ddin.

Saat mereka tiba di Medan, Aminu’ddin kaget sebab keputusan orangtuanya


menjodohkan dengan gadis tersebut memukul jiwanya. Tapi ia tak bisa menolak sebab
saat itu ia terikat adat budaya yang harus selalu patuh pada keputusan orang tua.
Akhirnya Aminu’ddin mengirim surat kepada Mariamin sambil memohon maaf karena ia
terpaksa menikahi gadis lain meskipun tanpa cinta. Mendengar kabar tersebut, Mariamin
sangat sedih. Ia bahkan sempat sakit.

Setahun berselang, ibu Mariamin akhirnya menerima lamaran seorang laki-laki bernama
Kasibun. Ia berharap pernikahan tersebut akan mengobati luka Mariamin. Akan tetapi
apa yang diniatkan ibu Mariamin tidak terjadi. Pernikahan tersebut malah menambah
penderitaan lain bagi Mariamin. Sebab, ternyata Kasibun memiliki isteri yang
diceraikannya dengan alasan ingin menikahi Mariamin.

Selanjutnya, Kasibun membawa Mariamin ke Medan. Mereka mengalami hubungan


suami istri yang compang sebab Mariamin tidak ingin melakukan hubungan intim dengan
suaminya. Alasannya, ternyata Kasibun memiliki penyakit kelamin yang bisa menular.
Mendapat penolakan tersebut, Kasibun kalap dan sering menyiksa istrinya, Mariamin.
Penderitaannya semakin bertambah sejak Aminu’ddin bertamu ke rumahnya suatu waktu.
Melihat reaksi Mariamin yang tak biasa, Kasibun pun membaca sesuatu yang lain dan
kemudian cemburu. Semakin hari ia semakin sering menyiksa isterinya. Pada akhirnya
Mariamin tak sanggup lagi dan akhirnya melaporkan suaminya, Kasibun, ke polisi.
Akhirnya Kasibun ditetapkan bersalah dan diwajibkan membayar denda serta melepaskan
Mariamin tak lagi jadi istrinya. Mariamin akhirnya kembali ke desanya dan hidup
menderita di sana. Ia sakit-sakitan hingga akhirnya meninggal dunia dalam derita.
II. Analisis Unsur Instrinstik
1. Tema
Tema novel sastra tersebut yaitu kebiasaan adat untuk menjodohkan anak yang
menyebabkan kesengsaraan untuk dua anak manusia karna cinta tak berbalas.

2. Penokohan
a. Maramin, seorang gadis cantik, lemah lembut, baik hati dan berbakti kepada orang
tua. Karakter baik dan berbakti tersebut dapat dilihat dari penggalan percakapan,
“Makanlah Mak dahulu, nasi sudah masak,” kata Mariamin seraya mengatur makanan
dan sayur yang dibawanya sendiri dari gunung untuk ibunya yang sakit itu. (hlm 10)
b. Aminu’ddin, anak yang berbudi pekerti luhur sopan santun, suka menolong, berbakti
dan sangat pintar. Karakter berbudi pekerti luhur, jiwa penolong Aminu’ddin dapat
dilihat dari penggalan dialog “Ia menolong mencangkul sawah Mak Mariamin.”
“Udin mempunyai kasihan, itulah sebabnya ia menolong mamaknya.” Mendengar itu,
suaminya tinggal diam; Ia tiada marah mendengar umpatan itu. (hlm 23)
c. Sutan Baringin atau Ayah Mariamin, seorang yang suka membuat masalah dan
takabur dengan hartanya. Wataknya dapat dilihat dari narasi yang ditulis berikut ini :
Sutan Baringin terbilang hartawan lagi bangsawan seantero penduduk sipirok. Akan
tetapi karena ia sangat suka berperkara, maka harta yang banyak itu habis, sawah dan
kerbau terjual, akan penutup ongkos-ongkos perkara, akhir-akhir jatuh miskin, sedang
yang dicarinya dalam perkara itu tiada seberapa bila dibandingkan dengan kerugian-
kerugiannya. (hlm 25)
d. Nuria atau Ibu Mariamin, seorang penyayang dan baik hati. Bentuk kasih sayang itu
dapat dilihat dari penggalan dialog “Anakku sudah makan?” bertanya si ibu seraya
menarik tangan budak itu, lalu dipeluknya dan diciumnya berulang-ulang. (hlm 9)
e. Baginda Diatas atau Ayah Aminu’ddin, seorang kepala kampung atau bangsawan
yang kaya raya dan disegani serta dihormati.
f. Ibu Aminu’ddin mempunyai sifat yang sama seperti suaminya Baginda Diatas, dia
juga penyayang. Kutipan: “Adinda pun tahu juga, anak kita itu Kakanda cintai,
sebagaimana Adinda mencintai dia”. (hlm 22)
g. Kasibun, laki-laki hidung belang yang bertingkah laku buruk dan kasar terhadap
istrinya(Mariamin) dia juga sering menyiksa istrinya dan tidak punya rasa belas
kasihan. Kutipan: “Tutup mulutmu! Saya mau tidur!”, kalau matanya berat dan ia
malas bangkit dari tempat tidur, tongkatnya sajalah dipukulkannya kepada Mariamin,
apapun yang kena tidak dipedulikannya. (hlm 178)
h. Baginda Mulia, baik, sopan, suka berdamai, ia juga lebih suka persaudaraan dari pada
harta. Kutipan: “Apalah gunanya kita berselisih karena harta peninggalan nenek kita.
Bukankah kebaikan dari orang bersaudara itu lebih berharga dari pada emas dan
perak? Itupun harapan Adinda ini akan kemurahan Kakanda, eloklah kita berdamai
supaya semangat mendiang nenek kita jangan gusar atas perbuatan kita itu”. (hlm
103)
i. Marah Sait(Pokrol Bambu/Pengacara) bersifat jahat, licik, cerdik, pintar dan mata
duitan. Kutipan: “Bersumpah? Apakah susahnya itu. Takutkah engkau dimakan
sumpah? Akulah yang akan mencari orang itu sampai dapat asal engkau menyediakan
ini(uang)...” (hlm 99)
j. Istri Aminu’ddin

3. Latar
 Latar tempat :
1. Kota Sipirok (hlm 3)
2. Batu besar (hlm 3)
3. Sungai di kota Sipirok (hlm 2)
4. Rumah Mariamin yang besar (hlm 78)
5. Kampung A (hlm 18)
6. Sawah (hlm 32)
7. Tepi sungai (hlm 51)
8. Deli (hlm 142)
9. Stasiun Pulau Berayan (hlm 148)
10. Medan (hlm 171)
 Latar waktu : Pagi, Siang, Sore, dan Malam
 Latar suasana : Menyedihkan, senang, haru, tegang
4. Alur
Alur yang digunakan dalam novel “Azab dan Sengsara” adalah alur campuran.

III. Penilaian
a) Unsur ekstrinsik
 Nilai Moral
Nilai moral yang ditunjukan dalam novel ini yaitu seorang anak yang sangat patuh
kepada orang tuanya. Tokoh Mariamin yang sangat sabar dan ikhlas merawat ibunya
yang sakit parah dan rajin bekeja untuk membantu ekonomi keluarga. Hal ini
menunjukan rasa tanggung jawabnya sebagai seorang anak, ketika ibunya memintanya
untuk menikah dengan seorang pria yang ibunya piih, Mariamin tidak berani menolak
karna tidak ingin menyakiti hati ibunya. Rasa patuh itupun diperlihatkan oleh
Aminu’ddin, karna ayahnya tidak menyetujui jika Udin menikah dengan Riam, ia
terpaksa menikahi gadis lain pilihan ayahnya padahal dia menginginkan Mariamin lah
yang menjadi istrinya.

b) Kelebihan
Novel Azab dan Sengsara benar-benar menceritakan tentang adat istiadat yang dimiliki
oleh masyarakat Tapanuli. Di dalamnya juga terkandung berbagai tuntunan yang baik
bagi para remaja yang biasanya berputus asa jika sedang menghadapi suatu kegagalan.
Pegarang menggunakan istilah sehari-hari yang dipakai oleh masyarakat Tapanuli,
sehingga pembaca dapat mengetahui bahasa di daerah Tapanuli. Pengarang
mencantumkan pengertian dari istilah yang digunakan, sehingga pembaca dapat lebih
mengerti. Pengarang menggunakan ungkapan yang sesuai dengan isi cerita,seperti
jantung hati, sehingga menambah nilai kesusastraan dalam cerita. Didalam novel tersbut
juga terdapat beberapa pribahasa seperti di halaman 75.
c) Kekurangan
Kekurangan novel ini terletak pada bahasanya yang sulit dipahami secara langsung,
harus dibaca berulang-ulang agar mengerti dan akhiran cerita tersebut masih kurang jelas

IV. Kesimpulan
Novel ini sangat baik dan sangat berguna bagi orang banyak yang kurang mengerti
tentang kehidupan di luar daerahnya/di luar kota. Dilihat dari unsur intrinsik novel “Azab
dan Sengsara” terdiri dari beberapa unsur diantaranya: (1) Tema, tema yang diangkat
dalam novel ini adalah kebiasaan adat untuk menjodohkan anak yang menyebabkan
kesengsaraan untuk dua anak manusia karna cinta tak berbalas. (2) Penokohan, tokoh-
tokoh yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara yaitu: Mariamin, Aminu’ddin,
Nuria, Ayah Aminu’ddin, Ibu Aminu’ddin, Sutan Baringin, Kasibun, Baginda Mulia,
Marah Sait, Istri Aminu’ddin. (3) latar, latar yang digunakan dalam novel “Azab dan
Sengsara” yaitu latar tempat, waktu dan suasana. (4) alur yang digunakan dalam novel ini
adalah alur campuran. Yang dapat saya ambil dalam novel “Azab dan Sengsara” adalah
jangan suka menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak berguna, agama
adalah pegangan hidup yang memberikan tenaga dan semangat untuk menjalani semua
derita dan kesenangan hidup ini sehingga tidak mudah terbawa hasutan setan yang akan
menjerumuskan, padahal Tuhan menjadikan makhluk berpasang-pasangan agar mereka
saling menyayangi bukan mendatangkan azab dan kesengsaraan seperti perjodohan, adat
dan kebiasaan yang kurang baik sebaiknya di hilangkan agar tidak menyengsarakan bagi
orang yang menjalankannya.

Anda mungkin juga menyukai