Novel azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini menceritakan
tentang kisah seorang gadis bernama Mariamin yang selalu merasakan kemalangan dan kesengsaraan dalam hidupnya. Mariamin berasal dari keluarga yang kaya serta terpandang di Kota Sipirok. Sutan Baringin, ayah Mariamin, merupakan orang kaya di kampungnya. Kekayaan itu didapatkan dari warisan yang ditinggalkan oleh nenek Mariamin. Namun keluarga Mariamin jatuh miskin karena ketamakan Sutan Baringin. Hal itu terjadi ketika adanya persengketaan pembagian warisan dengan Baginda Diatas, adik Sutan Baringin. Sutan Baringin ingin memiliki sendiri harta warisan tersebut dan tidak mau membaginya dengan Baginda Diatas. Sutan Baringin bahkan tidak mau mengakui Baginda Diatas sebagai adiknya. Sehingga ketika perkara itu dibawa ke meja hukum Sutan Baringin terbukti berbohong bahwa ia tidak memiliki adik. Sesuai dengan perjanjian awal bahwa yang kalah dalam persengketaan itu harus menanggung semua biaya selama proses hukum berlangsung. Akhirnya Sutan Baringinlah yang membayar semua biaya tersebut. Untuk menutupi hutang-hutang dan biaya selama proses hukum tadi Sutan Baringin menjual semua harta bendanya termasuk rumah besar yang sudah lama ditempatinya. Akhirnya keluarga Mariamin pindah ke sebuah rumah kecil di dekat sungai Sipirok. Selama tinggal di rumah kecil tersebut Sutan Baringin dihantui rasa penyesalan karena tidak mau mendengarkan nasihat dari sang istri untuk mau membagi harat warisan tadi dengan Baginda Diatas. Tidak lama setelah itu Sutan Baringin akhirnya meninggal karena sakit-sakitan.
Selain jatuh miskin dan ayahnya yang meninggal, Mariamin juga
mendapatkan kemalangan lainnya yaitu gagal menikah dengan Aminudin, sahabat yang dicintainya sejak lama. Saat itu Aminudin tengah merantau ke Deli. Ia mengirim surat kepada ayahnya agar menjemput Mariamin dan membawanya ke Deli untuk dinikahi. Mariamin sangat senang menunggu kedatangan ayah Aminudin ke rumahnya ketika hal itu diberitahukan Aminudin kepadanya. Namun ayah Aminudin justru membawa gadis lain ke Deli. Ayah Aminudin melakukan hal tersebut karena tidak setuju dengan pilihan Aminudin. Ayah Aminudin tidak ingin memiliki menantu orang miskin seperti Mariamin. Meskipun Mariamin merupakan gadis yang baik budinya dan masih satu marga dengannya. Dengan terpaksa Aminudin menikah dengan gadis pilihan ayahnya. Karena menurut orang Batak sorang anak harus patuh kepada orang tuanya. Apalagi masalah jodoh. Yang bisa menentukan adalah para orang tua. Mendengar kabar pernikahan Aminudin itu Mariamin sangat sedih. Ia sakit-sakitan dan seperti sudah tidak memiliki semangat hidup.
Tidak hanya itu saja, Mariamin harus merasakan penderitaan lagi
ketika ia dinikahkan dengan orang yang tidak dikenalnya. Orang itu merupakan seorang kerani yang berasal dari Medan. Mariamin dan ibunya, Nuria, berharap dengan pernikahan itu bisa membuat Mariamin tidak merasakan kesengsaraan lagi. Namun ternyata suami Mariamin, Kasibun, memiliki penyakit kelamin dan suka main tangan. Sampai suatu hari, dengan keadaan tubuhnya yang lebam-lebam Mariamin memutuskan untuk melaporkan Kasibun ke polisi. Ia sudah tidak kuat mendapatkan siksaan dari suaminya itu. Akhirnya Mariamin memilih bercerai dengan Kasibun dan Kasibun dikenai denda atas perbuatannya.
Kisah ini diakhiri dengan pulangnya Mariamin ke kampung
halamannya di Sipirok. Namun ketika ia sampai di sana, rumah kecil yang ditinggalinya di pinggir sungai bersama ibu dan seorang adiknya sudah rata dengan tanah. Mariamin pun meninggal setelah itu.