Anda di halaman 1dari 6

TUGAS RESENSI NOVEL

SITI NURBAYA( KASIH TAK SAMPAI)


I. Identitas Buku
Nama Pengarang
: Marah Rusli. Seorang Minang yang berpendidikan Belanda
dalam ilmu kedokteran hewan.
Judul Buku
: Siti Nurbaya. (Kasih Tak Sampai)

Penerbit
: Balai Pustaka.
Cetakan
: 44 tahun 2008
Tempat Terbit
: Jakarta.
Tahun Terbit
: 1992.
Tebal Buku
: 271 Halaman.
Jenis Kertas
: Soft Cover.
Harga Buku
: Rp. 50.000, Kategori
: Fiksi, Novel

Sinopsis

Ibunya meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, Maka bisa


dikatakan itulah titik awal penderitaan hidupnya. Sejak saat itu hingga dewasa
dan mengerti cinta ia hanya hidup bersama Baginda Sulaiman ayah yang sangat
disayanginya. Ayahnya adalah seoranga pedagang yang terkemuka di Kota Padang.
Sebagian modal usahanya merupakan uang pinjaman dari seorang rentenir
bernama Datuk Maringgi.
Pada mulanya usaha pedagangan baginda Sulaiman mendapat kemajuan
pesat, hal itu tidak dikehendaki leh rentenir seperti Datuk Maringgi. Maka untuk
melampiaskan keserakahannya Datuk Maringgi menyuruh kaki tangannya
membakar semua kios milik Baginda Sulaiman dengan demikian hancurlah usaha
Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan tak sanggup membayar utang-utangnya
pada Datuk Maringgih dan inilah kesempatan yang dinanti-nantikannya Datuk
Maringgi mendesak Baginda Sulaiman yang sudah tak berdaya agar melunasi
semua hutang-hutangnya boleh hutang tersebut dianggap lunas asalkan Baginda
Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya putrinya kepada Datuk Maringgi.
Menghadapi kenyataan seperti itu Baginda Sulaiman yang memang sudah
tak sanggup lagi membayar hutang-hutangnya tidak menemukan pilihan lain selain
yang ditawarkan oleh Datuk Maringgi.
Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya yang cantik
dan muda berlia harus menikah dengan Datuk Maringgi yang sudah tua bangka
dan berkulit kasar seperti katak. Lebih sedih lagi ketikaIa teringat Samsul Bahri
kekasihnya yang sedang sekolah di Stovia Jakarta. Sungguh berat memang namun

demi keselamatan dan kebahagiaan Ayahandanya ia mau mengorbankan


kehormatan dirinya dengan Datuk Maringgi.
Samsul Bahri yang ada di Jakarta mengetahui peristiwa yang terjadi di
desanya, Terlebih karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan
tentang nasib yang dialami keluarganya. Pada suatu hari ketika Samsul Bahri
dalam liburan kembali ke Padang, Ia dapat bertemu empat mata dengan Siti
Nurbaya yang telah resmi menjadi istri Datuk Maringgi. Pertemuan itu diketahui
oleh Datuk Maringgi sehingga terjadi keributan. Teriakan Siti Nurbaya
terdengar oleh ayahnya yang tengah terbaring karena sakit keras. Baginda
Sulaiman berusaha bangkit tetapi akhirnya jatuh tersungkur dan menghembuskan
nafas terakhir.
Mendengar itu Ayah Samsul Bahri yaitu Sultan Mahmud Syah yang
kebetulan menjadi penghulu Kota Padang, malu atas perbuatan anaknya sehingga
Samsul Bahri harus kembali ke Jakarta dan Ia berjanji untuk tidak kembali lagi
kepada keluarganya di Padang. Datuk Maringgi juga tidak tinggal diam karena Siti
Nurbaya di usirnya.
Tak lama kemuadian Siti Nurbaya meninggal dunia karena memakan lemang
beracun yang sengaja diberikan oleh kaki tangan Datuk Maringgih. Kematian Siti
Nurbaya itu terdengar oleh Samsul Bahri sehingga dia menjadi putus asa dan
mencoba melakukan bunuh diriakan tetapi mujurlah karena ia tak meninggal sejak
saat itu samsul bahri tidak meneruskan sekolahnya dan memasuki dinas militer.
Sepuluh Tahun kemudian dikisahkan di Kota Padang sering terjadi huruhara dan tindakan kejahatan akibat ulah Datuk Maringgi dan orang-orangnya
Samsul bahri yang telah berpangkat Letnan dikirim un tuk melakukan
pengamanan. Samsul Bahri yang mengubah namanya menjadi Letnan Mas segera
menyerbu kota padang. Ketika bertemu dengan Datuk Maringgi dalam suatu
keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsul Bahri menembaknya Datuk Maringgi
jatuh tersungkur, Namun sebelum tewas Ia sempat membacok kepala Samsul
Bahri dengan parangnya.
Samsul Bahri alias Letnan Mas Segera dilarikan kerumah sakit pada saatsaat terakhir menjelang ajalnya, Ia meminta dipertemukan dengan Ayahandanya.
Tetapi ajal lebih dulu merenggut sebelum Samsul Bahri sempat bertemu dengan
orang tuanya.

Keunggulan Buku Ini (Siti Nurbaya)


Komposisi ceritanya layak diterima dan masuk akan dan tidak
membahas kawin paksa saja tetapi mengungkap secara objektif yaitu soal
jemputan adat yang kuat dalam perdagangan dan soal kehidupan.

Kelemahan Buku Ini (Siti Nurbaya)


Pengarangnya terlalu mudah untuk membunuh pelaku-pelaku di dalam
cerita dan dialog satu pelaku terlalu panjang sehingga pelaku yang lain

diam tidak kebagian cerita. Hal yang seperti itu tidak mungkin ada di
kehidupan masyarakat. Hal-hal lain memberikan kesan pertentangan antara
kaum kolot yang masih mempertahankan adat dan kaum muda yang ingin
merombak adat.
Menurut Bakri Siregar, diksi dalam Sitti Nurbaya tidak mencerminkan
gaya bahasa Marah Rusli sendiri, melainkan bahasa Melayu dengan "gaya Balai
Pustaka", yang diwajibkan penerbit itu. Akibatnya, gaya Rusli yang
dipengaruhi sastra lisan itu, yang sering mengabaikan perkembangan alur
untuk menjelaskan sesuatu "menurut kesenangan dan selera hati [penulis]",
dianggap kurang.

Bahasa yang digunakan:


Bahasa melayu yang fasih dan sesuai dengan zaman pada waktu itu.

Unsur Intrinsik yang menonjol dari novel tersebut.


1.

Penokohan (Watak Tokoh)

Sitti Nurbaya
Lemah lembut, penurut, anak yang berbakti.
Sitti Nurbaya adalah salah satu protagonis utama. Menurut penulis
cerpen dan kritikus sastra Indonesia Muhammad Balfas, Nurbaya
merupakan tokoh yang dapat mengambil keputusan sendiri, sebagaimana
terwujud ketika dia memutuskan untuk menikah Datuk Meringgih ketika
Meringgih mengancam ayahnya, kesediaannya untuk mendorong Samsul,
dan pelariannya dari Meringgih setelah ayahnya meninggal. Dia juga cukup
mandiri untuk pergi ke Batavia sendiri untuk mencari Samsul. Tindakannya
dianggap melanggar adat, dan ini akhirnya membuat dia diracuni.
Kecantikannya, sehingga disebut "bunga Padang", dianggap sebagai wujud
fisik dari hatinya yang baik dan beradab.
Samsul bahri
Samsul bahri adalah protagonis pria utama. Dia dinyatakan sebagai
orang yang berkulit kuning langsat, dengan mata sehitam tinta; namun, dari
jauh, dia dapat dikira orang Belanda. Sifat fisik ini dijelaskan oleh Keith
Foulcher, seorang dosen bahasa dan sastra Indonesia di Universitas
Sydney, sebagai wujud sifatnya yang suka menjadi seperti orang Belanda.
Penampilannya yang menarik juga dianggap sebagai wujud sifatnya yang
baik dan beradab.
Datuk Meringgih
Egois, pendendam, iri dengki.

Datuk Meringgih adalah antagonis utama dari novel. Dia seorang


pedagang yang dibesarkan di keluarga yang miskin, lalu menjadi kaya
setelah masuk ke dunia kriminal. Balfas menyatakan bahwa dorongan
utama Meringgih dalam cerita ialah rasa iri dan keserakahan, sebab dia
tidak dapat "menerima bahwa ada yang lebih kaya daripada dia". Balfas
beranggapan bahwa Meringgih adalah tokoh yang "digambarkan dengan
hitam dan putih, tetapi mampu untuk menyebabkan konflik di sekitarnya".
Menjelang akhir novel, Meringgih menjadi "pejuang pasukan antikolonialis", didorong oleh keserakahannya; menurut Foulcher, gerakan
anti-kolonialis ini kemungkinan besar bukanlah usaha untuk memasukkan
komentar anti-Belanda.
Baginda Sulaiman.
Baginda Sulaiman : Penyanyang
Sultan Mahmud Syah
Sebagai pelaku tambahan (Toloh Protagonis), Ayahnya Samsul Bahri
yang berwatak: Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang.
2.

Amanat

Pesan utama dari novel disampaikan dengan dialog panjang antara


tokoh-tokoh dengan dikotomi moral, untuk menunjukkan alternatif dari
pendirian penulis dan, dengan demikian, "menunjukkan alasan yang jelas
mengapa penulis itu benar". Namun, pandangan yang "benar" (punya
penulis) ditunjukkan dengan kedudukan sosial dan moral tokoh yang
mengajukan pandangan tersebut.
Cinta itu tidak dapat dipaksakan. Cinta itu tidak dapat dikekang. Kita tidak
bisa memelihara cinta dalam ruang yang terbatas, karena hakikatnya cinta itu
bebas.
Demi orang-orang yang dicintainya seorang wanita bersedia
mengorbankan apa saja meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan
dirinya sendiri. Lebih-lebih pengorbanan tersebut demi orang tuanya.
Bila asmara melanda jiwa seseorang maka luasnya samudra tak akan
mampu menghalangi jalannya cinta. Demikianlah cinta yang murni tak akan
padam sampai mati.
Bagaimanapun juga praktek lintah darat merupakan sumber malapetaka
bagi kehidupan keluarga.
Menjadi orang tua hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu
persoalan hanya untuk menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin
berakibat penyesalan yang tak terhingga.
Dan kebenaran sesungguhnya di atas segala-galanya.

Akhir dari segala kehidupan adalah mati, tetapi mati jangan dijadikan
akhir dari persoalan hidup.
3.

Tema

Sitti Nurbaya cenderung dianggap mempunyai tema anti-pernikahan paksa,


atau menjelaskan perselisihan antara nilai Timur dan Barat. Novel ini juga pernah
dinyatakan sebagai suatu "monumen perjuangan pemuda-pemudi yang berpikiran
panjang" melawan adat. Namun, menurut Balfas tidaklah adil apabila Sitti
Nurbaya dianggap hanya sebuah cerita tentang kawin paksa, sebab hubungan
antara Nurbaya dan Samsul dapat diterima masyarakat. Dia menegaskan bahwa
novel ini merupakan perbandingan pandangan Barat dan tradisional terhadap
pernikahan, yang dilengkapi dengan kritik sistem mas kawin dan poligami.

4.

Alur

: Maju
Cerita novel Siti Nurbaya ini ceritanya benar-benar dimulai
dari eksposisi, komplikasi, klimaks, dan berakhir dengan pemecahan
masalah. Pengarang menyajikan ceritanya secara terurut atau
secara alamiah. Artinya urutan waktu yang urut dari peristiwa
A,B,C,D dan seterusnya.

5.

Latar( Setting)
Waktu
Suasana
Tempat

: Pagi, Siang, Petang

: Sedih, Gembira, Tertekan


: Di kediaman Baginda Sulaiman, di toko Baginda
Sulaiman, kediaman Datuk Maringgih, Di kediaman

6.

samsul Bahri, Di bawah pohon, dsb.


Sudut Pandang.
Sudut pandang yag digunakan oleh pengarang movel Siti
Nurbaya ini yaitu sudut pandang diaan-mahatahu. Pengarang berada
di luar cerita hanya menjadi seorang pengamat yang maha tahu dan
bahkan mampu berdialog langsung dengan pembaca.

Unsur Ekstrinsik yang Menonjol


B. Unsur Ekstrinsik
1. Keadaan subjektivitas pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan
hidup.
Keadaan Subjektivitas: pengarang berusaha melakukan inovasi baru, dengan
menggebrak Sastra Indonesia Modern dengan melncurkan novel ini dengan gaya
bahasa sendiri. Pandangan hidup penulis adalah pandangan hidup ke depan dan

penuh inovasi baru. Dan juga tak terpaut juga terkekang dengan adat istiadat
lama.
2. Psikologi pengarang (yang mencakup proses kreatifnya.
Psikologi pengarang: merasa terkekang dengan adat istiadat lama, dan melakukan
terobosan dengan mengarang buku novel, Siti Nurbaya.
3. Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial.
Keadaan yang terjadi: masih terkekang dalam kehidupan adat istiadat yang masih
kuno, baik dari segi ekonomi, politik dan sosialnya. Lalu pengarang berusaha
membuat terobosan baru dengan karyanya.
4. Pandangan hidup suatu bangsa dan berbagai karya seni yang lainnya.
Pandangan yang terjadi: pada saat itu pandangan karya seni cenderung monoton,
dan gaya bahsanya hanya itu saja, jadi Marah Rusli membuat gebrakan dengan
memunculkan gaya bahasa Melayu.
Kesimpulan
Dari gambaran novel Siti Nurbaya yang secara rinci telah memberikan
sebuah pengalaman yang sangat penting terhadap kehidupan sosial, karena kisah
tersebut menggambarkan nilai-nilai, baik nilai sosial, nilai kebudayaan , nilai
agama maupun nilai pendidikan. Sebagaimana telah kita ketahui tentang sikapsikap yang telah dilakukan oleh para tokoh, ada sikap-sikap yang perlu kita
contoh seperti samsul bahri dan sikap yang tidak perlu dicontoh adalah Datuk
Maringgih yang selalu meresahkan orang lain.
Berkali-kali buku Siti Nurbaya dibaca, berkali-kalin pula ditemukan
keindahan yang berbeda, berkali-kali ditemukan misteri yang tak sama . Novel ini
menggambarkan tentang cinta yang indah. Tentang patriotisme. Dan perjuangan
nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada setiap zaman, secara garis besar novel ini
menggambarkan sebuah percintaan yang tidak sampai pada tujuan , walaupun
begitu kesetiaan tetap ada

Anda mungkin juga menyukai