Anda di halaman 1dari 2

Mariamin, anak muda dari kampung Sipirok yang sampai petang masih menunggu seseorang,

kekasihnya lebih tepatnya. Setelah tidak berselang lama, Aminuddin kekasih dari Riam pun datang
membawa kabar duka bahwa Aminudin akan merantau bekerja ke deli. Mariamin dengan berat hatipun
melepas kepergiannya, Riam pun pulang kerumah walau gejolak perasaan masih tertanaman dihatinya.
Sesampainya dirumah Riam segera memasak makanan bagi adik dan ibunya. Ibunya yang sakit-sakitan
membuat dia menjadi penghidup di keluarga. Dahulu keluarga Mariamin adalah keluarga yang
terpandang, dengan kemapanan yang lebih. Sutan Baringin, ayah Mariamin dahulu mempunyai
berhektar-hektar sawah dan kerbau. Banyak tetangga yang menjadi baik, perhatian dan penuh kasih
terhadap keluarganya, tetapi karena Sutan Baringin sering memiliki masalah dan tidak mau
menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan, maka jatuh miskinlah ayah Mariamin tersebut,
berulang kali kalah dalam persidangan yang membuatnya harus menjual lahan pekerjaannya, pun
ditambah Sutan Baringin yang pergi mendahului menghadap yang maha kuasa, meninggalkan ketiga
anggota keluarga menyebabkan keadaan ekonomi menjadi terpuruk, tetangga yang awalnya berhati
malaikat itupun pergi tanpa jejak.

Riam yang telah selesai dengan segala urusan mengurus ibunya, memasak makanan dan sebagainya pun
pergi ke kamar dan meluapkan isi hati yang sudah tidak bisa dibendung, menangisi kepergian Aminuddin
yang meninggalkan segala kenangan masa lalu, kenangan indah yang dilalui bersama. Mendengar keluh
kesah serta tangisan dari Riam, ibunya pun mendatangi dan memberikan nasehat, Riam pun segera
menenangkan diri dan menyuruh ibunya untuk kembali beristirahat, dan Riam mencoba untuk meredam
segala pemikiran-pemikiran yang ada di kepalanya hingga akhirnya dia tertidur.

Aminuddin adalah anak dari kepala kampung A, ayahnya mempunyai padang atau sawah yang luas,
mempunyai istri yang bersaudara kandung dengan Sutan Baringin, ayah Mariamin. Aminuddin sudah
masuk sekolah semenjak umur 8 tahun, menjadi murid paling muda diantara teman-temannya yang
sudah berumur 9 dan 10 tahun. Meskipun demikian, Aminuddin menjadi murid yang pintar dan disayang
oleh gurunya. Saat Aminuddin berumur 10 tahun, dia sudah mulai ikut membantu ayahnya bekerja di
sawah, dan terkadang juga membantu sawah dari ayah Mariamin.

Aminuddin dan Mariamin pun semakin dekat, dikarenakan mereka belajar disekolah yang sama,
Mariamin kelas dua, sedangkan Aminuddin kelas empat berangkat dan pulang berbarengan pun sering
terjadi, dan terkadang mereka mengerjakan pekerjaan sawah bersama. Aminuddin sering bercerita, dan
Mariamin suka mendengarkan cerita yang keluar dari mulut Aminuddin, yang selalu terdapat makna
kehidupan di cerita yang Aminuddin utarakan, tentang pentingnya bersyukur, menjaga hawa nafsu, dan
bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan setelah kematian, yaitu diakhirat. Hubungan
mereka berdua pun bertambah erat, setelah musibah Mariamin yang jatuh saat menyeberangi sungai
pulang dari sawah, Aminuddin yang sigap pun segera ikut turun ke sungai yang deras karena keadaan
yang sehabis hujan, beruntung bagi keduanya masih mendapatkan keselamatan, dengan kejadian itu,
Mariamin merasa mempunyai hutang budi karena telah menyelamatkan nyawanya.
Watak dan kelakuan buruk Sutan Baringin tidak terlepas dari kesalahan ibunya yang terlalu memanjakan
anak semata wayangnya itu, membiarkan segala kesalahan yang dibuat oleh Tohir, nama kecil dari Sutan
Baringin yang menyebabkan di kemudian hari Sutan Baringin menjadi tamak dan berkelakuan buruk.
Pernikahannya dengan Nuria pun tidak sebetulnya memiliki rasa saling cinta, dikarenakan sifat dari
Sutan Baringin tersebut.

Setelah beberapa bulan Aminuddin pergi merantau, Mariamin mendapat surat dari sang kekasih bahwa
ia telah mendapat pekerjaan dan bersiap untuk melamar Mariamin. Aminu’ddin-pun telah melayangkan
surat ke orangtuanya, yang mana ia ingin agar ibu ayahnya mempersunting Mariamin untuk dirinya.
Namun, sang ayah nampaknya agak tidak sepaham dengan kehendak sang anak. Ia berfikiran bahwa ada
ketimpangan jika Aminu’ddin yang berderajat tinggi harus menikah dengan Mariamin yang kini jatuh
miskin akibat ketamakan Sultan Baringin, ayahnya. Ayah Aminu’ddin-pun memutuskan untuk
mencarikan perempuan lain untuk anaknya, namun sang istri tak setuju. Mencoba mengambil jalan
tengah, Ayah Aminu’ddin meminta saran seorang dukun untuk membaca nasib Aminu’ddin jika harus
menikah dengan Mariamin, dan ternyata perkawinan mereka justru akan dirundung petaka. Sang ibu-
pun mengalah dan akhirnya menuruti kehendak suaminya untuk mencarikan calon yang lebih setara
buat sang anak. Di lain tempat, Mariamin justru telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk
menyambut kedatangan orangtua Aminu’ddin. Namun orang yang ditunggu tak kunjung datang.

Aminu’ddin yang akhirnya pulang, kaget ketika kedua orangtuanya justru menyodorkan calon baru
untuknya. Kecintaannya pada Mariamin belumlah pudar, tetapi ia juga tak berani menentang kemauan
orangtuanya, dan akhirnya Aminu’ddin-pun menikah dengan pilihan kedua orangtuanya.

Mariamin yang kini patah hati ternyata tak selamanya sendiri. Beberapa waktu kemudian, Mariamin
akhirnya menikah dengan Kasibun, seorang kerani yang notabene mampu menghidupi Mariamin dengan
layak. Namun, ada hal yang membuat Mariamin selalu menolak jika diajak berhubungan suami istri oleh
Kasibun. Bukan semata karena ia tidak cinta, tetapi Mariamin takut hubungan itu justru membahayakan
nyawanya. Sejak saat itu, sikap Kasibun dan Mariamin mulai tidak ramah. Puncaknya, ketika Aminu’ddin
bertandang ke rumah Kasibun, dan ia sama sekali tak tahu bahwa Mariamin justru adalah istri orang
yang ia kunjungi.

Mariamin-pun mulai sering mendapat perlakuan kasar dari suaminya. Sampai suatu hari ia berhasil
kabur dari rumah, melaporkan sang suami ke polisi dengan cukup bukti, dan akhirnya mereka-pun resmi
bercerai.

Kesengsaraan Mariamin berakhir selama-lamanya.

Anda mungkin juga menyukai