Anda di halaman 1dari 7

Sinopsis Novel Azab dan Sengsara

(Kisah Kehidupan Seorang Gadis)


Pengarang : Merari Siregar
Penerbit : Balai Pustaka
Aminuddin adalah anak Baginda Diatas, seorang kepala kampong yang terkenal kedermawanan dan kekayaannya.
Masyarakat disekitar Sipirok amat segan dan hormat kepada keluarga itu. Adapun Mariamin, yang masih punya
ikatan dengan keluarga itu, kini tergolong anak miskin. Ayah Mariamin, Sutan Baringin almarhum, sebenarnya
termasuk keluarga bangsawan kaya. Namun, karena semasa hidupnya terlalu boros dan serakah, ia akhirnya jatuh
miskin dan meninggal dalam keadaan demikian.

Bagi Aminuddin, kemiskinan keluarga itu tidaklah menghalanginya unuk tetap bersahabat dengan Mariamin.
Keduanya memang sudah berteman akrab sejak kecil dan terus meningkat hingga dewasa. Tanpa terasa benih cinta
kedua remaja itu pun tumbuh subur. Belakangan, mereka sepakat untuk hidup bersama, membina rumah tangga.
Aminuddin pun berjanji hendak mempersunting gadis itu jika kelak ia sudah bekerja. Janji pemuda itu akan segera
dilaksanakan jika ia sudah mendapat pekerjaan di Medan. Aminuddin segera mengirim surat kepada kekasihnya
bahwa ia akan segera membawa Mariamin ke Medan.

Berita itu tentu saja amat menggermbirakan hati Mariamin dan ibunya yang memang selalu berharap agar
kehidupannya segera berubah. Setidak-tidaknya, ia dapat melihat putrinya hidup bahagia. Niat Aminuddin itu
disampaikan pula kepada kedua orang tuanya. Ibunya sama sekali tidak berkeberatan. Bagaimanapun, almarhum
ayah Mariamin masih kakak kandungnya sendiri. Maka, jika putranya kelak jadi kawin dengan Mariamin, perkawinan
itu dapatlah dianggap sebagai salah satu usaha menolong keluarga miskin itu.

Namun, lain halnya pertimbangan Baginda Diatas, Ayah Aminuddin. Sebagai kepala kampung yang kaya dan
disegani, ia ingin agar anaknya beristrikan orang yang sederajat. Menurutnya, putranya lebih pantas kawin dengan
wanita dari keluarga kaya dan terhormat. Oleh karena itu, jika Aminuddin kawin dengan Mariamin, perkawinan itu
sama halnya dengan merendahkan derajat dan martabat dirinya. Itulah sebabbya, Baginda Diatas bermaksud
menggagalkan niat putranya.

Untuk tidak menyakiti hati istrinya, Baginda Diatas mengajaknya pergi ke seorang dukun untuk melihat bagaimana
nasib anaknya jika kawin dengan Mariamin. Sebenarnya, itu hanya tipu daya Baginda Diatas. Oleh karena
sebelumnya, dukun itu sudah mendapat pesan tertentu, yaitu memberi ramalan yang tidak menguntungkan rencana
dan harapan Aminuddin. Mendengar perkataan si dukun bahwa Aminuddin akan mengalami nasib buruk jika kawin
dengan Mariamin, ibu Aminuddin tidak dapatberbuat apa-apa selain menerima apa yang menurut suaminya baik bagi
kehidupan anaknya.

Kedua orang tua Aminuddin akhirnya meminang seorang gadis keluarga kaya yang menurut Baginda Diatas
sederajat dengan kebangsawanan dan kekayaannya. Aminuddin yang berada di Medan, sama sekali tidak
mengetahui apa yang telah dilakukan orang tuanya. Dengan penuh harapan, ia tetap menanti kedatangan ayahnya
yang akan membawa Mariamin.

Selepas peminangan itu, ayah Aminuddin mengirim telegram kepada anaknya bahwa calon istrinya akan segera
dibawa ke Medan. Ia juga meminta agar Aminuddin menjemputnya di stasiun. Betapa sukacita Aminuddin setelah
membaca telegram ayahnya. Ia pun segera mempersiapkan segala sesuatunya. Ia membayangkan pula
kerinduannya pada Mariamin akan segera terobati.

Namun, apa yang terjadi kemudian hanyalah kekecewaan. Ternyata, ayahnya bukan membawa pujaan hatinya,
melainkan seorang gadis yang bernama Siregar. Sungguhpun begitu, sebagai seorang anak, ia harus patuh pada
orang tua dan adapt negerinya. Aminuddin tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima gadis yang dibawa
ayahnya. Perkawinan pun berlangsung dengan keterpaksaan yang mendalam pada diri Aminuddin. Berat hati pula ia
mengabarkannya pada Mariamin.

Bagi Mariamin, berita itu tentu saja sangat memukul jiwanya. Harapannya musnah sudah. Ia pingsan dan jatuh sakit
sampai beberapa lama. Tak terlukiskan kekecewaan hati gadis itu.
Setahun setelah peristiwa itu, atas kehendak ibunya, Mariamin terpaksa menerima lamaran Kasibun, seorang lelaki
yang sebenarnya tidak diketahui asal-usulnya. Ibunya hanya tahu, bahwa Kasibun seorang kerani yang bekerja di
Medan. Menurut pengakuan lelaki itu, ia belum beristri. Dengan harapan dapat mengurangi penderitaan ibu-anak itu,
ibu Mariamin terpaksa menjodohkan anaknya dengan Kasibun. Belakangan diketahui bahwa lelaki itu baru saja
menceraikan istrinya hanya karena akan mengawini Mariamin.

Kasibun kemudian membawa Mariamin ke Medan. Namun rupanya, penderitaan wanita itu belum juga berakhir.
Suaminya ternyata mengidap penyakit berbahaya yang dapat menular bila keduanya melakukan hubungan suamiistri. Inilah sebabnya, Mariamin selalu menghindar jika suaminya ingin berhubungan intim dengannya. Akibatnya,
pertengkaran demi pertengkaran dalam kehidupan rumah tangga itu tak dapat dihindarkan. Hal yang dirasakan
Mariamin bukan kebahagiaan, melainkan penderitaan berkepanjangan. Tak segan-segan Kasibun menyiksanya
dengan kejam.

Dalam suasana kehidupan rumah tangga yang demikian itu, secara kebetulan, Aminuddin dating bertandang.
Sebagaimana lazimnya kedatangan tamu, Mariamin menerimanya dengan senang hati, tanpa prasangka apa pun.
Namun, bagi Kasibun, kedatangan Aminuddin itu makin mengobarkan rasa cemburu dan amarahnya. Tanpa belas
kasihan, ia menyiksa istrinya sejadi-jadinya.

Tak kuasa menerima perlakuan kejam Kasibun, Mariamin akhirnya mengadu dan melaporkan tindakan suaminya
kepada polisi. Polisi kemudian memutuskan bahwa Kasibun harus membayar denda dan sekaligus memutuskan
hubungan tali perkawinan dengan Mariamin.
Janda Mariamin akhirnya terpaksa kembali ke Sipirok, kampong halamannya. Tidak lama kemudian, penderitaay
yang silih berganti menimpa wanita itu, sempurna sudah dengan kematiannya. Azab dan sengsara dunia ini telah
tinggal di atas bumi, berkubur dengan jasad yang kasar itu. (hlm. 163).

Sinopsis Novel Hulubalang Raja


Novel karya Nur Sutan Iskandar
Ketika Ambun Suri, putri Raja Di Hulu sudah dewasa, diundanglah para bangsawan di sekitar Kampung Hulu
Inderapura untuk mengadu peruntungan menjadi suaminya. Hampir saja tidak ada yang beruntung, kecuali Sultan
Muhammad Syah dari Kota Hilir [[Kerajaan Inderapura|Inderapura]]. Ambun Suri menerimanya bukan karena tertarik,
tapi karena Sultan Muhammad Syah merupakan raja yang lebih berkuasa daripada Raja Di Hulu, dan dia ingin
berbakti kepada orang tuanya.

Kejadian tersebut mengundang pergunjingan di masyarakat, karena Sultan Muhammad Syah adalah sultan yang
tamak yang menurut mereka tidak patut menikah dengan putri cantik yang berbudi tersebut. Putri Kemala Sari, istri
pertama Sultan Muhammad Syah juga panas hatinya dan tidak merelakan suaminya memperistri Ambun Suri, yang
dulu menjadi teman sepermainannya. Dia pun merencanakan menggagalkan perkawinan tersebut.

Kemala Sari mengajak Ambun Suri mandi di sungai. Di sana dia mencelakakannya sehingga putri yang baik hati
tersebut hanyut tenggelam. Segala usaha mencari mayatnya gagal.
Sutan Ali Akbar yang bergelar Raja Adil, kakak Ambun Suri marah ketika dia mengetahui kematian adiknya adalah
ulah istri Muhammad Syah. Perang pun pecah antara kedua raja tersebut. Muhammad Syah kemudian meminta
bantuan kompeni, yang menambah kegeraman Raja Adil.

Namun akhirnya Raja Adil kalah, dan daerahnya dibumihanguskan. Penduduknya dibinasakan, beserta kedua orang
tua Raja Adil. Dia sendiri mundur beserta pasukannya untuk menyusun kekuatan kembali.

Sementara itu cerita beralih kepada Sutan Malakewi, seorang pemuda yang merantau mengadu peruntungan. Dia
meninggalkan kampungnya karena kegemarannya menyabung ayam telah menghabiskan kekayaan orang tuanya,
yang kemudian tidak mau lagi memberinya uang. Dia bergabung dengan rombongan saudagar, yang kemudian
diserang penyamun. Sutan Malakewi berhasil meloloskan diri, dan ditolong oleh Putri Rubiah yang memiliki putri
cantik yang bernama Sarawaya.

Sutan Malakewi dibawa menghadap Orang Kaya Kecil, yang punya hubungan dengan kompeni Belanda. Orang
Kaya Kecil kemudian menganggap Sutan Malakewi sebagai anaknya sendiri. Apalagi kemudian dia mengetahui
Sutan Malakewi sering menumpas orang-orang [[Pauh, Padang|Pauh]] yang sering melakukan penyerangan
terhadap [[Padang]], pusat kekuasaan kompeni di pesisir Minangkabau . Sutan Malakewi kemudian berkomplot
dengan kompeni.

Pada saat itu kompeni tidak hanya bermusuhan dengan raja-raja setempat, tetapi juga dengan Aceh yang masih
berkuasa di daerah utara pesisir Minangkabau. Sutan Malakewi, yang kemudian diberi gelar Hulubalang Raja, tidak
menolak untuk menumpas musuh-musuh kompeni. Dia berhasil menghancurkan musuh-musuhnya, kecuali Raja Adil
yang gigih bertahan.

Hulubalang Raja kemudian mencari adiknya yang dikabarkan diculik oleh Raja Adil. Dia meninggalkan Orang Kaya
Kecil dan Putri Sarawaya, yang kini sangat mencintainya, masuk ke daerah Raja Adil dengan menyamar. Namun
penyamarannya terbongkar. Dia kemudian di bawa ke hadapan Raja Adil. Hulubalang Raja kemudian terkejut karena
ternyata adiknya Adnan Dewi telah menjadi istri Raja Adil. Orang yang menjadi musuhnya selama ini ternyata iparnya
sendiri. Raja Adil dan Hulubalang Raja kemudian melupakan permusuhan mereka dan berdamai.

Sinopsis Novel Sitti Nurbaya


(Kasih Tak Sampai)
Pengarang : Marah Rusli
Sutan Mahmud Syah termasuk salah seorang bangsawan yang cukup terkenal di Padang. Penghulu yang sangat
disegani dan dihormati penduduk disekitarnya itu, mempunyai putra bernama Samsulbahri, anak tunggal yang
berbudi dan berprilaku baik. Bersebelahan dengan rumah Sutan Mahmud Syah, tinggal seorang Saudagar kaya
bernama Baginda Sulaiman. Putrinya, Sitti Nurbaya, juga merupakan anak tunggal keluarga kaya-raya itu.

Sebagaimana umumnya kehidupan bertetangga, hubungan antara keluarga Sutan Mahmud Syah dan keluarga
Baginda Sulaiman, berjalan dengan baik. Begitu pula hubungan Samsulbahri dan Sitti Nurbaya. Sejak anak-anak
sampai usia mereka menginjak remaja, persahabatan mereka makin erat. Apalagi, keduanya belajar di sekolah yang
sama. Hubungan kedua remaja itu berkembang menjadi hubungan cinta. Perasaan tersebut baru mereka sadari
ketika Samsulbahri akan berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya.

Sementara itu, Datuk Meringgih, salah seorang saudagar kaya di Padang, berusaha untuk menjatuhkan kedudukan
Baginda Sulaiman. Ia menganggap Baginda Sulaiman sebagai saingannya yang harus disingkirkan, di samping rasa
iri hatinya melihat harta kekayaan ayah Sitti Nurbaya itu. Aku sesungguhnya tidak senang melihat perniagan
Baginda Sulaiman, makin hari makin bertambah maju, sehingga berani ia bersaing dengan aku. Oleh sebab itu,
hendaklah ia dijatuhkan, demikian Datuk Meringgih berkata (hlm. 92). Ia kemudian menyuruh anak buahnya untuk
membakar dan menghancurkan bangunan, took-toko, dan semua harta kekayaan Baginda Sulaiman.

Akal busuk Datuk Meringgih berhasil. Baginda Sulaiman kini jatuh miskin. Namun, sejauh itu, ia belum menyadari
bahwa sesungguhnya, kejatuhannya akibat perbuatan licik Datuk Meringgih. Oleh karena itu, tanpa prasangka apaapa, ia meminjam uang kepada orang yang sebenarnya akan mencelakakan Baginda Sulaiman.

Bagi Datuk Meringgih kedatangan Baginda Sulaiman itu ibarat Pucuk dicinta ulam tiba, karena memang hal itulah
yang diharapkannya. Rentenir kikir yang tamak dan licik itu, kemudian meminjamkan uang kepada Baginda Sulaiman
dengan syarat harus dapat dilunasi dalam waktu tiga bulan. Pada saat yang telah ditetapkan, Datuk Meringgih pun
dating menagih janji.

Malang bagi Baginda Sulaiman. Ia tak dapat melunasi utangnya. Tentu saja Datuk Meringgih tidak mau rugi. Tanpa
belas kasihan, ia akan mengancam akan memenjarakan Baginda Sulaiman jika utangnya tidak segera dilunasi,
kecuali apabila Sitti Nurbaya diserahkan untuk dijadikan istri mudanya.

Baginda Sulaiman tentu saja tidak mau putrid tunggalnya menjadi korban lelaki hidung belang itu walaupun
sbenarnya ia tak dapat berbuat apa-apa. Maka, ketika ia sadar bahwa dirinya tak sanggup untuk membayar
utangnya, ia pasrah saja digiring polisi dan siap menjalsni hukuman. Pada saat itulah, Sitti Nurbaya keluar dari
kamarnya dan menyatakan bersedia menjadi istri Datuk Meringgih asalkan ayahnya tidak dipenjarakan. Suatu
putusan yang kelak akan menceburkan Sitti Nurbaya pada penderitaan yang berkepanjangan.

Samsulbahri, mendengar peristiwa yang menimpa diri kekasihnya itu lewat surat Sitti Nurbaya, juga ikut prihatin.
Cintanya kepada Sitti Nurbaya tidak mudah begitu saja ia lupakan. Oleh karena itu, ketika liburan, ia pulang ke
Padang, dan menyempatkan diri menengok Baginda Sulaiman yang sedang sakit. Kebetulan pula, Sitti Nurbaya
pada saat yang sama sedang menjenguk ayahnya. Tanpa sengaja, keduanya pun bertemu lalu saling menceritakan
pengalaman masing-masing.

Ketika mereka sedang asyik mengobrol, datanglah Datuk Meringgih. Sifat Meringgih yang culas dan selalu
berprasangka itu, tentu saja menyangka kedua orang itu telah melakukan perbuatan yang tidak pantas. Samsulbahri
yang tidak merasa tidak melakukan hal yang tidak patut, berusaha membela diri dari tuduhan keji itu. Pertengkaran
pun tak dapat dihindarkan.
Pada saat pertengkaran terjadi, ayah Sitti Nurbaya berusaha datang ke tempat kejadian. Namun, karena kondisinya
yang kurang sehat, ia jatuh dari tangga hingga menemui ajalnya.
Ternyata ekor perkelahian itu tak hanya sampai di situ. Ayah Samsulbahri yang merasa maluatas tuduhan yang
ditimpakan kepada anaknya, kemudian mengusir Samsulbahri. Pemuda itu terpaksa kembali ke Jakarta. Sementara
Sitti Nurbaya, sejak ayahnya meninggal merasa dirinya telah bebas dan tidak perlu lagi tunduk dan patuh kepada
Datuk Meringgih. Sejak saat itu ia tinggal menumpang bersama salah seorang familinya yang bernama Aminah.

Sekali waktu, Sitti Nurbaya bermaksud menyusul kekasihnya ke Jakarta. Namun, akibat tipu muslihat dan akal licik
Datuk Meringgih yang menuduhnya telah mencuri harta perhiasan bekas suaminya itu, Sitti Nurbaya terpaksa
kembali ke Padang. Oleh karena Sitti Nurbaya tidak bersalah, akhirnya ia bebas dari tuduhan. Namun, Datuk
Meringgih masih juga belum puas. Ia kemudian menyuruh seseorang untuk meracun Sitti Nurbaya. Kali ini,
perbuatannya berhasil. Sitti Nurbaya meninggal karena keracunan.

Rupanya, berita kematian Sitti Nurbaya membuat sedih ibu Samsulbahri. Ia kemudian jatuh sakit, dan tidak berapa
lama kemudian meninggal dunia.
Berita kematian Sitti Nurbaya dan ibu Samsulbahri, sampai juga ke Jakarta. Samsulbahri yang merasa amat
berduka, mula-mula mencoba bunuh diri. Beruntung, temannya, Arifin, dapat menggagalkan tindakan nekat
Samsulbahri. Namun, lain lagi berita yang sampai ke Padang. Di kota ini, Samsulbahri dikabarkan telah meninggal
dunia.

Sepuluh tahun berlalu. Samsulbahri kini telah menjadi serdadu kompeni dengan pangkat letnan. Ia juga sekarang
lebih dikenal dengan nama Letnan Mas. Sebenarnya, ia menjadi serdadu kompeni bukan karena ia ingin mengabdi
kepada kompeni, melainkan terdorong oleh rasa frustasinya mendengar orang-orang yang dicintainya telah
meninggal. Oleh karena itu, ia sempat bimbang juga ketika mendapat tugas harus memimpin pasukannya
memadamkan pemberontakan yang terjadi di Padang. Bagaimanapun, ia tak dapat begitu saja melupakan tanah
leluhurnya itu. Ternyata pemberontakan yang terjadi di Padang itu didalangi oleh Datuk Meringgih.

Dalam pertempuran me;awan pemberontak itu, Letnan Mas mendapat perlawanan cukup sengit. Namun, akhirnya ia
berhasil menumpasnya, termasuk juga menembak Datuk Meringgih, hingga dalang pemberontak itu tewas. Namun,
Letnan Mas luka parah terkena sabetan pedang Datuk Meringgih.

Rupanya, kepala Letnan Mas yang terluka itu, cukup parah. Ia terpaksa dirawat dirumah sakit. Pada saat itulah
timbul keinginan Letnan Mas untuk berjumpa dengan ayahnya. Ternyata, pertemuan yang mengharukan antara Si
anak yang hilang dan ayahnya itu merupakan pertemuan terakhir sekaligus akhir hayat kedua orang itu. Oleh
karena setelah Letnan Mas menyatakan bahwa ia Samsulbahri, ia mengembuskan napas di depan ayahnya sendiri.
Adapun Sutan Mahmud Syah, begitu tahu bahwa Samsulbahri yang dikiranya telah meninggal beberapa tahun
lamanya tiba-tiba kini tergolek kaku menjadi mayat akhirnya pun meninggal dunia pada keesokan harinya.

Sinopsis Novel Salah Asuhan


Karya Abdul Muis
Hanafi dikirim ibunya ke Betawi untuk bersekolah di HBS (Hoogere Burger School). Walaupun ibu Hanafi hanyalah
seorang janda, dia menginginkan anaknya menjadi orang pandai. Karena itu, ia bermaksud menyekolahkan Hanafi
setinggi-tingginya. Masalah biaya, dia berusaha keras untuk selalu memenuhinya walaupun harus meminta bantuan
kepada mamaknya, Sutan Batuah.

Selama di Betawi, Hanafi dititipkan pada keluarga Belanda, sehingga dia setiap hari dididik secara Belanda dan
bergaul dengan orang-orang Belanda. Pergaulan Hanafi setamat HBS juga tidak terlepas dari lingkungan orangorang Eropa. Hal ini karena dia bekerja di kantor asisten residen di Solok. Dia sangat bangga menjadi orang Belanda
walaupun sebenarnya dia seorang pribumi asli. Gaya hidupnya sangat kebarat-baratan. Bahkan, terkadang melebihi
orang barat yang sebenarnya.
Selama bergaul dengan orang-orang Eropa, Hanafi jatuh hati pada salah seorang gadis Eropa bernama Corrie.
Corrie adala seorang gadis indo Perancis-Belanda. Hubungan keduanya memang akrab. Mereka suka mengobral
berdua. Corrie mau bergaul dengan Hanafi hanya sebatas teman karena mereka sering bertemu. Namun, bagi
Hanafi, hubungan pertemanan itu diartikan lain, dia merasa bahwa Corrie pun mencintai dirinya seperti yang ia
rasakan. Ketika Hanafi mengemukakan isi hatinya, Corrie menolak secara halus. Corrie merasa tidak mungkin
menjalin hubungan dengan Hanafi karena perbedaan budaya di antara mereka. Corrie adalah peranakan Eropa,
sedangkan Hanafi orang pribumi. Namun, tampaknya Hanafi tidak mengerti penolakan itu.

Untuk menghindari Hanafi, Corrie pindah ke Betawi. Di Betawi, dia menegaskan kembali kepada Hanafi mengenai
hubungan mereka melalui surat. Dia meminta Hanafi untuk melupakan dirinya. Menerima surat tersebut, Hanafi
sangat terpukul dan jatuh sakit. Selama sakit, Hanafi banyak mendapatkan nasihat dari ibunya. Ibunya membujuknya
untuk menikahi wanita pribumi pilihan ibunya, Rapiah.

Perkawinan yang tidak didasari perasaan cinta itu membuat keluarga Hanafi-Rapiah tidak pernah tenteram. Hanafi
sering menyakiti hati Rapiah, marah-marah, dan memaki-makinya hanya karena persoalan sepele. Namun, Rapiah
tak pernah melawan dan semua perlakuan Hanafi diterimanya dengan pasrah. Hal itu membuat kagum ibu
mertuanya.
Pada suatu hari, Hanafi digigit anjing gila. Dia harus berobat ke Jakarta. Di Jakarta, dia bertemu dengan Corrie, gadis
yang selalu dirindukannya. Hanafi berusaha keras untuk memperoleh Corrie. Dia segera mengurus surat-surat untuk
memperoleh hak sebagai orang Belanda. Setelah surat-surat tersebut selesai, dia memohon Corrie agar bersedia
bertunangan dengannya. Karena rasa ibanya kepada Hanafi, dengan berat hati Corrie menerima permintaan Hanafi.
Corrie tahu, bahwa pertunangan itu akan membuat dirinya dijauhi oleh teman-teman Eropanya.
Pesta pertunangan itu dilaksanakan di rumah seorang teman Belanda Corrie. Tuan rumah itu tidak begitu ramah
menyambut pertunangan mereka. Dia tidak suka melihat dan bergaul dengan orang Belanda berkulit sawo matang.
Namun, pertunangan itu tetap dilaksanakan dalam suasana hambar.
Sementara itu, Rapiah dan ibunya tetap menunggu kedatangan Hanafi di kampungnya, walaupun mereka telah
mengetahui bahwa Hanafi akan menikah dengan Corrie. Walau ditinggalkan suaminya, Rapiah masih tetap tinggal
bersama mertuanya. Hal itu atas permintaan ibu Hanafi. Dia menyayangi Rapiah melebihi rasa sayangnya kepada
Hanafi. Dia kagum atas kesabaran dan kesetiaan Rapiah terhadap anaknya. Padahal perlakuan Hanafi terhadap
Rapiah sangat keterlaluan, namun Rapiah selalu memaafkannya.
Sementara itu, rumah tangga Hanafi dan Corrie tidak seperti yang mereka harapkan. Sedikit pun tidak ada
ketentraman dan kedamaian yang sebelumnya mereka harapkan. Keluarga mereka dijauhi oleh teman-teman
mereka sendiri. Keduanya hidup dalam kondisi yang membingungkan. Bangsa Eropa tidak mengakui mereka.
Demikian pula, bangsa Hanafi tidak mengakuinya karena keangkuhan dan kesombongan Hanafi.

Anda mungkin juga menyukai