Anda di halaman 1dari 7

NASKAH

AZAB DAN SENGSARA

Dimas Bayu Adiputra


Elham Syahrian Putra
Hamim Anwar
M. Ihza Deprian
Aminuddin adalah anak Baginda Diatas, seorang kepala kampong yang terkenal
kedermawanan dan kekayaannya. Masyarakat disekitar Sipirok amat segan dan hormat
kepada keluarga itu. Adapun Mariamin, yang masih punya ikatan dengan keluarga itu, kini
tergolong anak miskin. Ayah Mariamin, Sutan Baringin almarhum, sebenarnya termasuk
keluarga bangsawan kaya. Namun, karena semasa hidupnya terlalu boros dan serakah, ia
akhirnya jatuh miskin dan meninggal dalam keadaan demikian.

Bagi Aminuddin, kemiskinan keluarga itu tidaklah menghalanginya unuk tetap


bersahabat dengan Mariamin. Keduanya memang sudah berteman akrab sejak kecil dan terus
meningkat hingga dewasa. Tanpa terasa benih cinta kedua remaja itu pun tumbuh subur.
Belakangan, mereka sepakat untuk hidup bersama, membina rumah tangga. Aminuddin pun
berjanji hendak mempersunting gadis itu jika kelak ia sudah bekerja. Janji pemuda itu akan
segera dilaksanakan jika ia sudah mendapat pekerjaan di Medan. Aminuddin segera
mengirim surat kepada kekasihnya bahwa ia akan segera membawa Mariamin ke Medan.

SCENE 1

Di bawah pohon rindang, Aminuddin bersama Mariamin tengah membicarakan suatu hal.

Aminuddin : “Mariamin”
Mariamin : “Iya kanda?”
Aminuddin : “Kanda Ingin menanyakan sesuatu kepada Adinda.”
Mariamin : “Perihal apakah itu Kanda?”
Aminuddin : “Setelah Kanda nanti telah mendapatkan pekerjaan, apakah Adinda
menginzkan Kanda untuk mepersunting Adinda?”
Mariamin : “Apakah Kanda bersungguh sungguh?”
Aminuudin : “Iya kanda bersungguh-sungguh. Jika Kanda nanti telah mendapatkan
pekerjaan di Medan, Kanda akan mempersuntingmu.”
Mariamin : “ Baiklah Kanda, Adinda akan menunggu Kanda.”

Berita itu tentu saja amat menggermbirakan hati Mariamin dan ibunya yang memang
selalu berharap agar kehidupannya segera berubah. Setidak-tidaknya, ia dapat melihat
putrinya hidup bahagia.

SCENE 2

Mariamin pulang ke rumah dan memberitahukan kabar bahwa ia akan dipersunting oleh
Aminuddin kepada ibunya.

Mariamin : “Bu, Mariamin punya kabar bahagia untuk ibu.”


Ibu Mariamin : “Apa itu anakku?”
Mariamin : “Kanda Aminuddin berniat untuk mempersunting Mariamin kelak jika
Kanda Aminuddin telah mendapatkan pekerjan di Medan.”
Ibu Mariamin : “Apakah benar berita gerangan anakku?”
Mariamin : “Iya ibu, Kanda Aminuddin yang telah bilang kepada Mariamin.”
Ibu Mariamin : “Oooo syukurlah. Mudah-mudahan nak Aminuddin benar-benar ingin
mempersuntingmu agar kehidupan kita juga jauh lebih baik.”

Niat Aminuddin itu disampaikan pula kepada kedua orang tuanya. Ibunya sama sekali
tidak berkeberatan. Bagaimanapun, almarhum ayah Mariamin masih kakak kandungnya
sendiri. Maka, jika putranya kelak jadi kawin dengan Mariamin, perkawinan itu dapatlah
dianggap sebagai salah satu usaha menolong keluarga miskin itu.

SCENE 3

Saat berada di dapur, Aminuddin menyampaikan niatannya untuk mempersunting Mariamin


kepada ibunya yang tengah memasak.

Aminuddin : “Bu, aku ingin menyampaikan niatku kepada ibu.”


Ibu Aminuddin : “Apa niatmu itu nak?”
Aminuddin : “Aku ingin mepersunting Mariamin bu, jika aku sudah mendapatkan
pekerjaan di Medan sana bu. Apakah ibu keberatan dengan niatku ini?”
Ibu Aminuddin : “Tidak anakku, ibu tidak keberatan. Niatmu itu bisa menolong keluarga
mereka anakku.”

Namun, lain halnya pertimbangan Baginda Diatas, Ayah Aminuddin. Sebagai kepala
kampung yang kaya dan disegani, ia ingin agar anaknya beristrikan orang yang sederajat.
Menurutnya, putranya lebih pantas kawin dengan wanita dari keluarga kaya dan terhormat.
Oleh karena itu, jika Aminuddin kawin dengan Mariamin, perkawinan itu sama halnya
dengan merendahkan derajat dan martabat dirinya. Itulah sebabbya, Baginda Diatas
bermaksud menggagalkan niat putranya.

SCENE 4

Setelah menyampaikan niatan kepada ibunya, kemudian Aminuddin menyampaikan


niatannya kepada ayahnya di ruang keluarga.

Aminuddin : “Ayah, aku ingin menyampaikan niatku kepada ayah.”


Ayah Aminuddin : “Niat apa itu anakku?”
Aminuddin : “Aku ingin mempersunting Mariamin, ayah. Jika nanti aku sudah
mendapatkan pekerjaan di Medan sana. Apakah ayah setuju?”
Ayah Aminuddin : (Dengan sedikit rasa marah) “Ayah tidak setuju anakku. Kamu harus
mendapat seorang istri yang sederajat anakku. JIka kamu menikah
dengan Mariamin sama saja kamu merendahkan derajat dan martabat
keluarga kita.”

Untuk tidak menyakiti hati istrinya, Baginda Diatas mengajaknya pergi ke seorang dukun
untuk melihat bagaimana nasib anaknya jika kawin dengan Mariamin. Sebenarnya, itu hanya
tipu daya Baginda Diatas. Oleh karena sebelumnya, dukun itu sudah mendapat pesan tertentu,
yaitu memberi ramalan yang tidak menguntungkan rencana dan harapan Aminuddin.
Mendengar perkataan si dukun bahwa Aminuddin akan mengalami nasib buruk jika kawin
dengan Mariamin, ibu Aminuddin tidak dapatberbuat apa-apa selain menerima apa yang
menurut suaminya baik bagi kehidupan anaknya.

SCENE 5

Ayah Aminuddin membujuk istrinya untuk mendatangi dukun.

Ayah Aminuddin : “Istriku, mau kah jika kita pergi ke dukun untuk melihat nasib anak kita
jika dia menikah dengan Mariamin?”
Ibu Aminuddin : “Baiklah, ayo kita pergi ke dukun.”

SCENE 6

Sesampainya di kediaman dukun

Dukun : “Ada apa gerangan wahai baginda diatas pergi ke sini?”


Ayah Aminuddin : “Aku ingin melihat nasib anakku jika dia menikah dengan Mariamin.
Bisakah kau meramalkan kehidupannya kelak?”
Dukun : “Baiklah, tunggu sebentar, aku akan mengikuti perintah baginda”

2 menit kemudian

Ibu Aminuddin : Jadi bagaimana kehidupan anakku jika menikah dengan Mariamin, pakde?”
Dukun : “Waduhek, dari apa yang saya terawang, kehidupan anak baginda akan suram jika
bersama Mariamin. Lebih baik jika baginda mencarikan calon istri yang lain untuk anak
baginda.”
Ayah Aminuddin : “Bagaimana istriku?”
Ibu Aminuddin : “Baiklah, mari kita carikan calon yang lain.

Kedua orang tua Aminuddin akhirnya meminang seorang gadis keluarga kaya yang
menurut Baginda Diatas sederajat dengan kebangsawanan dan kekayaannya. Aminuddin
yang berada di Medan, sama sekali tidak mengetahui apa yang telah dilakukan orang tuanya.
Dengan penuh harapan, ia tetap menanti kedatangan ayahnya yang akan membawa
Mariamin.

SCENE 7

Di tengah sunyinya malam, ia berdoa agar bias bertemu Mariamin

Aminuddin : “Mudah-mudahan ayah membawa Mariamin dan aku bisa mempersuntingnya.”


Selepas peminangan itu, ayah Aminuddin mengirim telegram kepada anaknya bahwa
calon istrinya akan segera dibawa ke Medan. Ia juga meminta agar Aminuddin
menjemputnya di stasiun.

Betapa sukacita Aminuddin setelah membaca telegram ayahnya. Ia pun segera


mempersiapkan segala sesuatunya. Ia membayangkan pula kerinduannya pada Mariamin
akan segera terobati.

SCENE 8

Aminuddin membaca telegram dari sang ayah, Baginda Diatas.

Aminuddin : (Membaca telegram yang dikirimkan ayahnya) “Anakku Aminuddin, kami akan
membawa calon istrimu ke Medan, jemputlah kami di stasiun nanti. Baginda
Diatas”
Aminuddin : “Alamak, bahagianya aku, akhirnya aku bertemu dan menikahinya setelah
sekian lama.”

Namun, apa yang terjadi kemudian hanyalah kekecewaan. Ternyata, ayahnya bukan
membawa pujaan hatinya, melainkan seorang gadis yang bernama Siregar. Sungguhpun
begitu, sebagai seorang anak, ia harus patuh pada orang tua dan dapat negerinya. Aminuddin
tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima gadis yang dibawa ayahnya. Perkawinan pun
berlangsung dengan keterpaksaan yang mendalam pada diri Aminuddin. Berat hati pula ia
mengabarkannya pada Mariamin.

SCENE 9

Aminuddin menjemput keluarga dan calon istrinya di stasiun.

Aminuddin : “Ayah, mengapa engkau membawa wanita itu? Mengapa bukan Mariamin?”
Ayah Aminuddin : “Ayah menjodohkan kamu dengan Siregar, agar kehidupanmu kelak lebih
baik. Ayah tidak mau hidupmu sulit jika kamu menikah dengan Mariamin. Ini pilihan terbaik
dari kami.”
Aminuddin : “Baiklah ayah, aku akan menikah dengan wanita itu.”

SCENE 10

5 hari kemudian, Mariamin mendapat telegram dari Aminuddin

Mariamin : (membaca isi telegram dari Aminuddin) “Mariamin, jika dinda sudah membaca
surat ini, berarti inilah salam perpisahan kita. Maafkan kanda, kanda tidak bisa menikahimu
sesuai janji kanda, bukannya kanda tidak mau, tetapi kedua orangtua kanda telah
menjodohkan kanda dengan wanita lain. Kanda tidak bisa menolaknya, karena kanda tidak
ingin mengecewakan kedua orangtua kanda. Maafkan kanda, Mariamin. Kanda harap, dinda
dapat mencari pengganti kanda yang lebih baik. Aminuddin.”
Bagi Mariamin, berita itu tentu saja sangat memukul jiwanya. Harapannya musnah
sudah. Ia pingsan dan jatuh sakit sampai beberapa lama. Tak terlukiskan kekecewaan hati
gadis itu.

Setahun setelah peristiwa itu, atas kehendak ibunya, Mariamin terpaksa menerima
lamaran Kasibun, seorang lelaki yang sebenarnya tidak diketahui asal-usulnya. Ibunya hanya
tahu, bahwa Kasibun seorang kerani yang bekerja di Medan. Menurut pengakuan lelaki itu, ia
belum beristri. Dengan harapan dapat mengurangi penderitaan ibu-anak itu, ibu Mariamin
terpaksa menjodohkan anaknya dengan Kasibun. Belakangan diketahui bahwa lelaki itu baru
saja menceraikan istrinya hanya karena akan mengawini Mariamin.

SCENE 11

Ibu Mariamin memberitahukan tentang sosok pria yang akan dijodohkan dengan Mariamin di
teras rumah.

Ibu Mariamin : “Anakku, aku ingin kamu menikah dengan kasibun, pria pilihan ibu”
Mariamin : “Siapa kah dia ibu?”
Ibu Mariamin : “Dia adalah seorang kerani yang bekerja di medan, dia bilang jika dia belum
punya istri. Ini demi kebaikan keluarga kita, agar penderitaan kita berkurang anakku”
Mariamin : “Baiklah bu, aku akan menikah dengan dia”

Kasibun kemudian membawa Mariamin ke Medan. Namun rupanya, penderitaan wanita


itu belum juga berakhir. Suaminya ternyata mengidap penyakit berbahaya yang dapat
menular bila keduanya melakukan hubungan suami-istri. Inilah sebabnya, Mariamin selalu
menghindar jika suaminya ingin berhubungan intim dengannya. Akibatnya, pertengkaran
demi pertengkaran dalam kehidupan rumah tangga itu tak dapat dihindarkan. Hal yang
dirasakan Mariamin bukan kebahagiaan, melainkan penderitaan berkepanjangan. Tak segan-
segan Kasibun menyiksanya dengan kejam.

Dalam suasana kehidupan rumah tangga yang demikian itu, secara kebetulan, Aminuddin
dating bertandang. Sebagaimana lazimnya kedatangan tamu, Mariamin menerimanya dengan
senang hati, tanpa prasangka apa pun. Namun, bagi Kasibun, kedatangan Aminuddin itu
makin mengobarkan rasa cemburu dan amarahnya. Tanpa belas kasihan, ia menyiksa istrinya
sejadi-jadinya.

SCENE 12

Kasibun : ”Siapa kah dia?”


Mariamin : “Dia Aminuddin, dia adalah teman akrabku ketika di sipirok”
Kasibun : “Teman akrabmu? atau dia selingkuhanmu???”
Mariamin : “Dia teman akrabku, dia hanya ingin bersilahturahmi”
Kasibun : “Hilih, Bijiq, pasti dia selingkuhanmu”
Mariamin : “Dia bukan selingkuhanku”
Kasibun : “Omong Kosong”

Lalu terjadilah Gelud

Tak kuasa menerima perlakuan kejam Kasibun, Mariamin akhirnya mengadu dan
melaporkan tindakan suaminya kepada polisi. Polisi kemudian memutuskan bahwa Kasibun
harus membayar denda dan sekaligus memutuskan hubungan tali perkawinan dengan
Mariamin.

Janda Mariamin akhirnya terpaksa kembali ke Sipirok, kampong halamannya. Tidak lama
kemudian, penderitaay yang silih berganti menimpa wanita itu, sempurna sudah dengan
kematiannya. “Azab dan sengsara dunia ini telah tinggal di atas bumi, berkubur dengan jasad
yang kasar itu.” (hlm. 163).

***

Anda mungkin juga menyukai