SCENE 1
Di bawah pohon rindang, Aminuddin bersama Mariamin tengah membicarakan suatu hal.
Aminuddin : “Mariamin”
Mariamin : “Iya kanda?”
Aminuddin : “Kanda Ingin menanyakan sesuatu kepada Adinda.”
Mariamin : “Perihal apakah itu Kanda?”
Aminuddin : “Setelah Kanda nanti telah mendapatkan pekerjaan, apakah Adinda
menginzkan Kanda untuk mepersunting Adinda?”
Mariamin : “Apakah Kanda bersungguh sungguh?”
Aminuudin : “Iya kanda bersungguh-sungguh. Jika Kanda nanti telah mendapatkan
pekerjaan di Medan, Kanda akan mempersuntingmu.”
Mariamin : “ Baiklah Kanda, Adinda akan menunggu Kanda.”
Berita itu tentu saja amat menggermbirakan hati Mariamin dan ibunya yang memang
selalu berharap agar kehidupannya segera berubah. Setidak-tidaknya, ia dapat melihat
putrinya hidup bahagia.
SCENE 2
Mariamin pulang ke rumah dan memberitahukan kabar bahwa ia akan dipersunting oleh
Aminuddin kepada ibunya.
Niat Aminuddin itu disampaikan pula kepada kedua orang tuanya. Ibunya sama sekali
tidak berkeberatan. Bagaimanapun, almarhum ayah Mariamin masih kakak kandungnya
sendiri. Maka, jika putranya kelak jadi kawin dengan Mariamin, perkawinan itu dapatlah
dianggap sebagai salah satu usaha menolong keluarga miskin itu.
SCENE 3
Namun, lain halnya pertimbangan Baginda Diatas, Ayah Aminuddin. Sebagai kepala
kampung yang kaya dan disegani, ia ingin agar anaknya beristrikan orang yang sederajat.
Menurutnya, putranya lebih pantas kawin dengan wanita dari keluarga kaya dan terhormat.
Oleh karena itu, jika Aminuddin kawin dengan Mariamin, perkawinan itu sama halnya
dengan merendahkan derajat dan martabat dirinya. Itulah sebabbya, Baginda Diatas
bermaksud menggagalkan niat putranya.
SCENE 4
Untuk tidak menyakiti hati istrinya, Baginda Diatas mengajaknya pergi ke seorang dukun
untuk melihat bagaimana nasib anaknya jika kawin dengan Mariamin. Sebenarnya, itu hanya
tipu daya Baginda Diatas. Oleh karena sebelumnya, dukun itu sudah mendapat pesan tertentu,
yaitu memberi ramalan yang tidak menguntungkan rencana dan harapan Aminuddin.
Mendengar perkataan si dukun bahwa Aminuddin akan mengalami nasib buruk jika kawin
dengan Mariamin, ibu Aminuddin tidak dapatberbuat apa-apa selain menerima apa yang
menurut suaminya baik bagi kehidupan anaknya.
SCENE 5
Ayah Aminuddin : “Istriku, mau kah jika kita pergi ke dukun untuk melihat nasib anak kita
jika dia menikah dengan Mariamin?”
Ibu Aminuddin : “Baiklah, ayo kita pergi ke dukun.”
SCENE 6
2 menit kemudian
Ibu Aminuddin : Jadi bagaimana kehidupan anakku jika menikah dengan Mariamin, pakde?”
Dukun : “Waduhek, dari apa yang saya terawang, kehidupan anak baginda akan suram jika
bersama Mariamin. Lebih baik jika baginda mencarikan calon istri yang lain untuk anak
baginda.”
Ayah Aminuddin : “Bagaimana istriku?”
Ibu Aminuddin : “Baiklah, mari kita carikan calon yang lain.
Kedua orang tua Aminuddin akhirnya meminang seorang gadis keluarga kaya yang
menurut Baginda Diatas sederajat dengan kebangsawanan dan kekayaannya. Aminuddin
yang berada di Medan, sama sekali tidak mengetahui apa yang telah dilakukan orang tuanya.
Dengan penuh harapan, ia tetap menanti kedatangan ayahnya yang akan membawa
Mariamin.
SCENE 7
SCENE 8
Aminuddin : (Membaca telegram yang dikirimkan ayahnya) “Anakku Aminuddin, kami akan
membawa calon istrimu ke Medan, jemputlah kami di stasiun nanti. Baginda
Diatas”
Aminuddin : “Alamak, bahagianya aku, akhirnya aku bertemu dan menikahinya setelah
sekian lama.”
Namun, apa yang terjadi kemudian hanyalah kekecewaan. Ternyata, ayahnya bukan
membawa pujaan hatinya, melainkan seorang gadis yang bernama Siregar. Sungguhpun
begitu, sebagai seorang anak, ia harus patuh pada orang tua dan dapat negerinya. Aminuddin
tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima gadis yang dibawa ayahnya. Perkawinan pun
berlangsung dengan keterpaksaan yang mendalam pada diri Aminuddin. Berat hati pula ia
mengabarkannya pada Mariamin.
SCENE 9
Aminuddin : “Ayah, mengapa engkau membawa wanita itu? Mengapa bukan Mariamin?”
Ayah Aminuddin : “Ayah menjodohkan kamu dengan Siregar, agar kehidupanmu kelak lebih
baik. Ayah tidak mau hidupmu sulit jika kamu menikah dengan Mariamin. Ini pilihan terbaik
dari kami.”
Aminuddin : “Baiklah ayah, aku akan menikah dengan wanita itu.”
SCENE 10
Mariamin : (membaca isi telegram dari Aminuddin) “Mariamin, jika dinda sudah membaca
surat ini, berarti inilah salam perpisahan kita. Maafkan kanda, kanda tidak bisa menikahimu
sesuai janji kanda, bukannya kanda tidak mau, tetapi kedua orangtua kanda telah
menjodohkan kanda dengan wanita lain. Kanda tidak bisa menolaknya, karena kanda tidak
ingin mengecewakan kedua orangtua kanda. Maafkan kanda, Mariamin. Kanda harap, dinda
dapat mencari pengganti kanda yang lebih baik. Aminuddin.”
Bagi Mariamin, berita itu tentu saja sangat memukul jiwanya. Harapannya musnah
sudah. Ia pingsan dan jatuh sakit sampai beberapa lama. Tak terlukiskan kekecewaan hati
gadis itu.
Setahun setelah peristiwa itu, atas kehendak ibunya, Mariamin terpaksa menerima
lamaran Kasibun, seorang lelaki yang sebenarnya tidak diketahui asal-usulnya. Ibunya hanya
tahu, bahwa Kasibun seorang kerani yang bekerja di Medan. Menurut pengakuan lelaki itu, ia
belum beristri. Dengan harapan dapat mengurangi penderitaan ibu-anak itu, ibu Mariamin
terpaksa menjodohkan anaknya dengan Kasibun. Belakangan diketahui bahwa lelaki itu baru
saja menceraikan istrinya hanya karena akan mengawini Mariamin.
SCENE 11
Ibu Mariamin memberitahukan tentang sosok pria yang akan dijodohkan dengan Mariamin di
teras rumah.
Ibu Mariamin : “Anakku, aku ingin kamu menikah dengan kasibun, pria pilihan ibu”
Mariamin : “Siapa kah dia ibu?”
Ibu Mariamin : “Dia adalah seorang kerani yang bekerja di medan, dia bilang jika dia belum
punya istri. Ini demi kebaikan keluarga kita, agar penderitaan kita berkurang anakku”
Mariamin : “Baiklah bu, aku akan menikah dengan dia”
Dalam suasana kehidupan rumah tangga yang demikian itu, secara kebetulan, Aminuddin
dating bertandang. Sebagaimana lazimnya kedatangan tamu, Mariamin menerimanya dengan
senang hati, tanpa prasangka apa pun. Namun, bagi Kasibun, kedatangan Aminuddin itu
makin mengobarkan rasa cemburu dan amarahnya. Tanpa belas kasihan, ia menyiksa istrinya
sejadi-jadinya.
SCENE 12
Tak kuasa menerima perlakuan kejam Kasibun, Mariamin akhirnya mengadu dan
melaporkan tindakan suaminya kepada polisi. Polisi kemudian memutuskan bahwa Kasibun
harus membayar denda dan sekaligus memutuskan hubungan tali perkawinan dengan
Mariamin.
Janda Mariamin akhirnya terpaksa kembali ke Sipirok, kampong halamannya. Tidak lama
kemudian, penderitaay yang silih berganti menimpa wanita itu, sempurna sudah dengan
kematiannya. “Azab dan sengsara dunia ini telah tinggal di atas bumi, berkubur dengan jasad
yang kasar itu.” (hlm. 163).
***