Anda di halaman 1dari 20

Sinopsis Novel - Novel 20-30an

Novel angkatan 20-30an atau disebut juga Novel Angkatan Balai Pustaka menjadi salah satu
materi yang dibahas di kelas 9 semester 2 (kalo gak salah sih..).
langsung aja aku share beberapa sinopsisnya ya...

1.  Anak dan Kemenakan

Judul Novel : Anak dan Kemenakan


Pengarang : Marah Rusli
Penerbit : Balai Pustaka
Cetakan : Cetakan Pertama Tahun 1956
Tebal Buku : 332 Halaman

Mr. Muhammad Yatim, dr.Aziz, Puti Bidasari, dan Sitti Nurmala adalah empat orang yang
sudah menjalin persahabatan dari kecil, mereka semua berasal dari keluarga bangsawan.
Selain hubungan persahabtan, diantara kedua pasangan anak muda itu juga terjalin hubungan
antara kekasih. Mr. Muhammad Yatim mencintai Puti Bidasari, yang merupakan adik
angkatnya dan dibesarkan dalam satu keluarga yaitu keluarga Sutan Alamsyah dan istrinya
Sitti Maryam. Sedangkan Sitti Nurmala menjalin hubungan dengan dr.Aziz. Sitti Nurmala
merupakan putri dari saudagar kaya di Padang yaitu Baginda Mais dan istinya Upik Bunngsu.
Sutan Alamsyah Hopjaksa sangat bahagia atas kedatangan anaknya Mr. Yatim dari negeri
Belanda yang sudah menyelesaikan sekolahnya sebagai Hakim Tinggi sehingga dia mendapat
gelar Master Doktor, yang pada saat itu adalah gelar tertinggi di Padang, dan hanya Mr.
Yatim yang mendapat gelar tersebut.
Sutan Alamsyah Hopjaksa ingin mempersandingkan anaknya Mr. yatim dengan
keponakannya Puti Bidasari yang merupakan anak kakak perempuannya yaitu Putri Renosari
dan Sutan Baheram, tapi lamaran Sutan Alamsyah ditolak, karena mereka tahu asal-usul Mr.
Yatim yang bukan anak kandung Sutan Alamsyah. Mereka kira Mr. Yatim adalah anak
tukang pedati yang miskin, meskipun dibesarkan dan diangkat anak oleh Sutan Alamsyah
bahkan sampai disekolahkan dan mendapat gelar Mester Doktor di Negeri Belanda.
Adat tetap adat dan selalu membelenggu, mengukung dan membagi dalam tingkat kehidupan
masyarakat, seperti halnya Putri Renosari yang ingin menikahkan anaknya dengan seorang
bangsawan lagi. Bidasari akan dikawinkan dengan turunan bangsawan tinggi Sutan Malik,
kemenakan Sutan Pamenan yang gemar berjudi dan menyabung ayam.
Biaya pernikahan Puti Bidasari dengan Sutan Malik ditanggung oleh Baginda Mais yang
merasa diuntungkan dengan pernikahan Puti Bidasari dan Sutan Malik, karena kesempatan
untuk menikahkan putrinya Sitti Nurmala dengan Mr. Yatim terbuka lebar.
Akankah Mr. Yatim menikah dengan Bidasari ataukah akan bersanding dengan Sitti Nurmala
sebagaimana permintaan ayah angkatnya Sutan Alamsyah, sedangkan Sitti Nurmala adalah
kekasih dr. Aziz yang merupakan sahabat karibnya dari kecil. 
2.  Azab dan Sengsara
 
Judul Novel : Azab dan Sengsara
Penulis :  Merari Siregar

Di kota Siporok, hidup seorang bangsawan kaya raya yg memiliki seorang anak laki-laki dan
seorang perempuan . Anaknya yg laki2 bernama Sutan Baringin. Dia sangat dimanja oleh
ibunya. Segala kehendaknya selalu dituruti dan segala kesalahannya pun selalu dibela ibunya.
Akibatnya, setelah dewasa, Baringin tumbuh menjadi seorang pemuda yg angkuh,
berperangai jelek, serta suka berfoya-foya.

Oleh kedua orangtuanya, Sutan Baringin dinikahkan dengan Nuria, seorang perempuan baik-
baik pilihan ibunya. Walaupun telah berkeluarga, Sutan Baringin masih tetap suka berfoya-
foya menghabiskan harta benda kedua orangtuanya. Dia berjudi dg Marah Said, seorang
prokol bambu sahabat karibnya. Sewaktu ayahnya meninggal, sifat Sutan Baringin semakin
menjadi, maskin suka berfoya-foya menghabiskan harta warisan orangtuanya. Akhirnya, dia
bangkrut dan utangnya sangat banyak.

Dari perkawinannya dengan Nuria, Sutan Baringin mempunyai dua orang anak. Yang satu
perempuan bernama Mariamin, sedangkan yg satunya lagi laki-laki (yg laki2 tidak
diceritakan pengarang). Akibat tingkah laku ayahnya, Mariamin selalu dihina oleh warga
kampungnya akibat kemiskinan orangtuanya. Cinta kasih perempuan yg berbudi luhur ini
dengan pemuda bernama Aminuddin terhalang oleh dinding kemiskinan orangtuanya.

Aminuddin adalah anak Bagianda Diatas, yaitu seorang bangsawan kaya-raya yg sangat
disegani di daerah Siporok. Sebenarnya Baginda Diatas masih mempunyai hubungan sepupu
dengan Sutan Baringin, ayah Mariamin. Ayah Baginda keduanya adalah kakak beradik.

Sejak kecil, Aminuddin bersahabat dg Mariamin. Setelah keduanya beranjak dewasa, mereka
saling jatuh hati. Aminuddin sangat mencintai Mariamin. Dia berjanji untuk melamar
Mariamin bila dia telah mendapatkan pekerjaan. Keadaan Mariamin yg miskin tidak menjadi
masalah bagi Aminuddin.

Aminuddin memberitahukan niatnya utk menikahi Mariamin kepada kedua orangtuanya.


Ibunya tidak merasa keberatan dengan niat tersebut. Dia benar2 mengenal pula keluarganya.
Keluarga Mariamin masih keluarga mereka juga sebab ayah Baginda Diatas, suami ibu
Aminuddin, dengan Sutan Baringin, ayah Mariamin, adalah kakak beradik. Selain itu, dia
juga merasa iba terhadap keluarga Mariamin yg miskin. Bila menikah dg anaknya, dia
mengharapkan agar keadaan ekonomi Mariamin bisa terangkat lagi.

Ayah Aminuddin, Baginda Diatas, tidak setuju dg niat anaknya menikahi Mariamin. Jika
pernikahan itu terjadi, dia merasa malu sebab dia merupakan keluarga terpandang dan kaya-
raya, sedangkan keluarga Mariamin hanya keluarga miskin. Namun, ketidaksetujuannya tsb
tidak diperlihatkan kepada istri dan anaknya.
Dengan cara halus, Baginda Diatas berusaha menggagalkan pernikahan anaknya. Salah satu
usahanya adalah mengajak istrinya menemui seorang peramal. Sebelumnya dia telah
menitipkan pesan kepada peramal agar memberikan jawaban yg merugikan pihak Mariamin.
Jelasnya, sang peramal memberikan jawaban bahwa Aminuddin tidak akan beruntung jika
menikah dg Mariamin.
Setelah mendengar jawaban dr peramal tersebut, ibu Aminuddin tdk bs berbuat banyak. Dg
terpaksa, dia menuruti kehendak suaminya utk menvarikan jodoh yg sesuai utk Aminuddin.
Mereka langsung melamar seorang perempuan dari keluarga berada. Oleh karena Aminuddin
sedang berada di Medan, mencari pekerjaan, Baginda Diatas mengirim telegram yg isinya
meminta Aminuddin menjemput calon istri dan keluarganya di stasiun kereta api Medan.

Menerima telegram tsb, Aminuddin mersasa sangat gembira. Dlm hatinya telah terbayang
wajah Mariamin. Ia mengira bahwa calon istri yg akan dia jemput adalah Mariamin. Namun
setelah mengetahui bahwa calon istrinya itu bukanlah Mariamin, hatinya menjadi hancur.
Tapi sebagai anak yg berbakti terhadap orangtuanya, dengan terpaksa ia menikahi perempuan
pilihan orangtuanya itu. Aminuddin segera memberitahukan kenyataan itu kepada Mariamin.

Mendengar berita itu, Mariamin sangat sedih dan menderita. Dia langsung pingsan tak
sadarkan diri. Tak lama kemudian, dia pun jatuh sakit. Stahun setelah kejadian itu,
Mariamindan ibunya terpaksa menerima lamaran Kasibun, seorang kerani di Medan. Pada
waktu itu, Kasibun mengaku belum mempunyai istri. Mariamin pun akhirnya diboyong ke
Medan.

Sesampainya di Medan, terbuktilah siapa sebenarnya Kasibun. Dia hanyalah seorang lelaki
hidung belang. Sebelum menikah dg Mariamin, dia telah mempunyai istri, yg dia ceraikan
karena hendak menikah dg Mariamin. Hati Mariamin sangat terpukul mengetahui kenyataan
itu. Namun, sebagai istri yg taat beragama, walaupun dia membenci dan tidak mencintai
suaminya, dia tetap berbakti kepada suaminya.

Perlakuan kasar Kasibun terhadap Mariamin semakin menjadi setelah Aminuddin


mengunjungi rumah mereka. Dia sangat cemburu pada Aminuddin. Menurutnya,
penyambutan istrinya terhadap Aminuddin sangat di luar batas. Padahal, Mariamin
menyambut Aminuddin dg cara yg wajar. Namun, karena cemburunya yg sangat berlebihan,
Kasibun menganggap Mariamin telah memperlakukan Aminuddin secara berlebih-lebihan.
Akibatnya, dia terus-menerus menyiksa Mariamin.Perlakuan Kasibun yg kasar kepadanya,
membuat Mariamin hilang kesabaran. Dia tidak tahan lagi hidup menderita serta disiksa
setiap hari. Akhirnya, dia melaporkan perbuatan suaminya kepada kepolisian Medan. Dia
langsung meminta cerai. Permintaan cerainya dikabulkan oleh pengadilan agama di Padang.

Setelah resmi bercerai dg Kasibun, dia kembali ke kampung halamnannya dengan penuh
kehancuran. Hancurlah jiwa dan raganya. Kesengsaraan dan penderitaan secara batin maupun
fisiknya terus mendera dirinya dari kecil hingga dia meninggal dunia. Sungguh tragis
nasibnya.
Katak Hendak jadi Lembu
Judul : Katak Hendak Jadi Lembu
Pengarang : N. St. Iskandar
Terbitan : 1935
Halaman : 176 halaman
Cetakan : Kesebelas, 1995

Suria adalah seorang Manteri Kabupaten yang sangat angkuh. Ia sangat sombong dan
gila hormat. Istirinya, Zubaidah sudah tak tahan tinggal dengan suaminya itu. Suria senang
berfoya-foya. Itu pun dari uang Ayahnya Zubaidah, Hj. Hasbulah. Sebenarnya, Hj.Hasbulah
ingin menikahkan anaknya itu kepada Raden Prawira, anak jaksa kepala. Tetapi, tiba-tiba Hj.
Zakaria, ayah Suria memohon untuk menikahkan anaknya dengan anak Hj. Hasbulah. Karena
Hj. Zakaria adalah sahabatnya, ia tak ingin membuat sahabatnya putus harapan, lalu ia
kabulkan permintaan Hj. Zakaria. Zubaidah dulu, hanyalah gadis penurut. Ia menurut untuk
di nikahkan oleh Suria.
Tetapi, pernikahan itu tidak membawakan kebahagiaan untuk Zubaidah. Setelah
menikah, mereka di karuniai anak laki-laki bernama Abdulhalim, tetapi Suria
meninggalkannya begitu saja. Ia meninggalakan mereka berdua selama 3 tahun. Setelah 3
tahun lamanya itu, Suria kembali kepada Zubaidah, hanya untuk meminta hartanya Hj.
Hasbulah. Hingga kini, kehidupan rumah tangga Suria dan Zubaidah selalu di bantu oleh
ayah Zubaidah. Walaupun Suria sudah berpenghasilan, dan menjabat Manteri Kabupaten.
Kini Suria sudah di karuniai 3 anak. Tetapi, ia sama sekali tidak punya perhatian kepada
keluarganya tersebut. Gajinya saja di pakai untuk hal yang tidak perlu. Urusan rumah
tangganya pun di serahkan kepada Zubaidah. Suria hanya mengandalkan uang kiriman
mertuanya. Zubaidah malu dengan hal itu, dan mulai berhemat dengan hanya
mempergunakan gaji suaminya itu. Tetapi, Suria tidak peduli dengan perbuatan istrinya, ia
tetap berfoya-foya.
Di kantornya, ia pun angkuh dan sombong. Ia senang memerintah para pesuruh
dengan seenaknya. Semua orang menghormati dia. Patih, Raden Atmadi Nata pun tau akan
hal ini. Walaupun ia tau akan hal ini, tetapi ia tidak terlalu memikirkannya, karena Suria
bekerja dengan baik. Di kantornya, Suria tidak pernah suka dengan anak emasnya patih, yang
magang menjadi juru tulis. Raden Muhamad Kosim. Ia sering berlaku tidak sepatutnya
kepada Kosim itu.
Suria pernah di undang oleh Hj.Junaedi ke rumahnya yang besar. Hj.Junaedi
menyambutnya penuh sukacita. Tapi, setelah ia tahu bahwa Suria yang gila hormat itu, dan
sering menjelekan Kosim. Ia pun menjadi sebal dengan Suria.
Karena Suria senang berfoya-foya. Akhirnya kebutuhan rumah tangga menjadi semakin tidak
terpenuhi. Zubaidah telah memperingatkan Suria untuk berlaku, hemat. Tetapi, tetap saja
tidak di hiraukannya. Ia mengatakan, bahwa kebutuhan rumah tangga bisa di dapat dari
mertuanya, tapi sayang. Mertuanya itu sedang dalam keadaan tak punya uang. Walaupun
sudah di paksa, tetap saja ia tak mau, dan akhirnya Suria memilih untuk menjadi Klerk yang
gajinya lebih besar.
Ia pun merayakan, jabatannya yang akan berubah dari Manteri Kabupaten, menjadi
Klerk. Ia membeli barang yang tidak perlu, karena ia berpikir. Bahwa gaji Klerk nant i akan
memenuhi kebutuhannya.
Setelah menunggu beberapa minggu tentang hasil surat yang di berikan Suria untuk
mengubah pekerjaannya, ternyata hasilnya adalah nihil. Suria tidak menjadi Klerk, dan yang
menjadi Klerk adalah Kosim. Betapa malunya ia saat itu.
Setelah tahu, bahwa ia tak menjadi Klerk. Hutangnya semakin bertumpuk. Karena
barang-barang yang tidak di perlukan itu adalah barang kreditan. Para penagih hutang terus
menerornya. Akhirnya ia menyerah, dan meminta bantuan kepada sahabat-sahabatnya.
Tetapi, tak ada yang mau menolongnya. Akhirnya, ia memakai uang kas pemerintah untuk
menutupi hutangnya. Karena hal itu, Suria memberhentikan diri.
Suria memilih tinggal bersama Abdulhalim, yang sudah menjadi amtenar di Bandung.
Padahal Zubaidah tidak ingin menyusahkan anak sulungnya itu. Ia lebih baik tinggal bersama
orang tuanya di Tasik. Tetapi, keras kepala Suria yang sudah di berhentikan dari jabatannya
tetap saja tak mau mengalah. Akhirnya mereka pindah dari Sumedang ke Bandung tanpa
meninggalkan hutang sedikit pun.
Walaupun sudah tinggal menumpang, Suria tetap saja bersikap angkuh dan merasa ia
berada di rumahnya sendiri. Seenaknya menyuruh orang, dan mendapat uang pula. Itu pun
uang anaknya sendiri, yang sudah berumah tangga bersama anak kepala jaksa, Sutilah.
Kelakuan Suria semakin menjadi-jadi, hingga akhirnya istirnya meninggal. Abdulhalim yang
tak tahan dengan kelakuan ayahnya itupun, mengusir Suria. Suria pun yang merasa sudah
terhina, meninggalkan anaknya itu. Ia merantau ke Jakarta, dan akhirnya ia kembali pulang
ke rumah orang tuanya di desa Rajapolah. Disana ia tinggal bersama Mak Iyah, ibunya.
Tetapi, setelah beberapa hari ia tinggal. Ia pergi dan tak kembali lagi. Ia pergi entah kemana.
4.  La Hami

 
Judul buku : La Hami
Pengarang : Marah Rusli
Penerbit : Balai Pustaka
La Hami

La Hami merupakan novel angkatan Balai Pustaka, terbit pada tahun 1953 oleh Balai
Pustaka, dan dikarang Marah Rusli. Marah Rusli lahir pada tanggal 7 Agustus 1889 di
Padang, Sumatra barat dengan nama lengkap Marah Halim bin Sutan Abu Bakar. Buku ini
merupakan karya sastra lama yang menceritakan tentang kehidupan di Pulau Sumbawa.
Resensi ini ditulis untuk mendalami budaya Indonesia dari novel-novel karya sastra. dalam
buku ini terkisah seorang anak Raja yang diculik dan di buang oleh Juru Bicara Kerajaan
yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Sang Raja; dengan tujuan jika sang raja
tidak memiliki putra mahkota maka kedudukan raja akan di serahkan pada Juru Bicara Raja
tersebut.
“Dua puluh empat tahun lalu, yang menjadi datu rangga di Negeri Sumbawa, ialah RAJA
Anjong, sedang Garahanya bernama Putri Nakia. Keduanya dipandang dan dimalui, disegani
dan disayangi orang seluruh kerajaan Sumbawa, sampai kepada Rajanya Sultan Badrunsyah.
Sebabnya bukan saja karena bangsawan tinggi, tetapi juga karena Raja Anjong seorang yang
pandai memangku bumi, adil dan bijaksana dalam putusannya, serta mempunyai kepandaian
yang dalam.
Datu Kalibela yang bernama Daeng Matita, adalah seorang bangsawan yang berasal dari
pulau selayar. Datu Kalibela ini adalah seorang yang loba dan tamak kepada harta dan
pangkat serta kekuasaan.
Pada suatu hari, datanglah seorang nelayan yang bernama Genang kepada Raja Anjong,
membawa kabar, bawha Ponto Wanike hendak menyerang kota Sumbawa, karena hendak
menangkap Raja Anjong. Kabar ini didengar sendiri oleh oleh Genang dari seorang kaum
bajak Ponto Wanike, yang dikenalnya benar, tatkala ia memancing ikan di Teluk Saleh.
Beberapa hari sebelum Sumbawa akan diserang, ditinggalkannyalah kota ini dengan
Garahanya dan dua orang bujangnya yang sangat setia kepadanya, dengan membawa apa
yang sangat perlu saja baginya, dalam perahu kecil. Berangkatlah mereka jam sepuluh malam
dengan penerangan cukup dari sinar bintang. Dua hari dua malam mereka berlayar; siang hari
memakai layar kecil dan malam hari berdayung, jika tak ada angin turutan. Akhirnya
sampailah mereka di panti sanggar ini, di mana mereka telah dua puluh tahun hidup tersekat
dari manusia dan masyarakat ramai. Supaya rahasia ini jangan diketahui orang, ditukar
merekalah namanya dengan Ompu Keli dan Ina Rinda.” Terang Ompu Keli pada La Hami.
Di sini Ompu Keli terdiam beberapa lamanya, sebagai melintas kembali sekalian peristiwa
yang menyedihkan itu, pun Ina Rinda mengenangkan nasibnya yang malang.
“Jika demikian, dewalah Raja Anjong, datu Rangga Sumbawa itu dan dewa, Putri Nakia,
Garaha Mangkubumi kerajaan Sumbawa,” kata La Hami kepada Kedua orang tuanya,
“Alangkah malangnya dewa Kedua, karena fitnah dan kejahatan Daeng Matita.”
“Belum lama kami ada di sini, pada suatu pagi tatkala aku ke pantai hendak mengail ikan,
tiba-tiba terdengar oleh ku suara anak mengeak. Hatiku berdebar, karena suara yang
sedemikian, sekali-kali tidak kusangka akan kudengar di sini. Selayang timbul takhyulku,
yang menyangka suara itu bukan suara manusia, tetapi suara jin laut, yang hendak
memperdayakan daku. Tetapi setelah teringat pula olehku, bahwa takhyul hanya ada dalam
pikiran dan perasaan yang samar, kuperiksalah tempat itu dengan seksamanya. Ya, dalam
suatu teluk kecil, kelihatan sebuah rakit yang terapung di atas air dan di atasnya ada seorang
bayi, yang sedang menangis. Ia terbaring di atas sehelai tikar Jontal yang baik anyamannya
dan diselimuti kain sutera bertekad emas, buatan Bima. Tatkala kuangkat bayi ini, nyatalah ia
seorang anak laki-laki, yang baik parasnya dan tegap tubuhnya. Dokoh yang tergantung pada
lehernya, terbuat dari emas yang sangat halus tempanya. Dokoh, selimut dan tilam ini, yang
baik buatannya dan mahal harganya, menimbulkan keyakinan dalam hatiku, bahwa kanak-
kanak ini bukan anak sembarang orang, tetapi anak orang baik juga; kalau bukan anak orang
yang berpangkat tinggi, mungkin anak Raja-Raja. Lalu kubawa bayi ini kepada Ibumu, yang
menerimanya dengan berlinang-linang air matanya, karena kesukaan dan kepiluan. Sekali.”
terang Ompu Keli hal ihwal asal La Hami.
“Dan tahukah engkau siapa nama yang kami berikan kepada anak ini?” Tanya Ina Rinda
kepada anaknya dengan tersenyum, “La Hami,” lalu dipeluknya anak ini.
-------------------
Di tengah-tengah keramaian dan kesukaan ini, duduklah Putri Nila
Kanti dengan gundah-gulana rupanya, sedang ingatannya tiada di sana.
“Mengapakah Ruma tiada bersiram?” tanya Wila.
“Tak ingin lagi,” sahutnya dengan pendek, lalu termenung pula.
“Sakitkah Ruma?” tanya Wila pula, yang mulai kuatir akan tuannya.
“Sesudah beta melihat wajah muka anak muda tadi, seakan-akan hilanglah sekalian kesukaan
dan keinginan hati beta. Siapakah anak muda ini? Di mana tempatnya? Dan mengapa ia ke
Dompo ini?” kata Putri Nila Kanti pula kepada dayangnya yang dipercayai dan dikasihinya.
-------------------
Mengapa anak Raja Sanggar ini dengan orang-orangnya tidak dibunuh saja, Kepala? Apa
gunanya mereka dipelihara di sini? Banyak kerja mengurusnya dan mereka menghabiskan
makanan, sedang rahasia kita diketahuinya. Bukankah lebih baik kalau mereka tadi dibunuh
saja di luar,” kata Karaka kepada Manderu.
“Aku hendak mencoba mendapat hasil daripadanya,” jawab Manderu
“Bagaimana jalannya? Dijual sebagai budak ke pulau lain?
“Mungkin. Atau kepada Ponto Wanike, bajak laut yang mudah membawanya ke pulau lain.
Tetapi lebih dahulu akan kucoba mendapat uang tebusan dan bapaknya, Sultan Sanggar.”
“He, aturan baru,” sahut Karaka dengan berpikir.
“Dibunuh, takkan mendatang keuntungan, hanya kecapaian. Sedang sesudah kita terima uang
tebusan dan ayahnya, masih dapat kita jual dia kepada Ponto Wanike. Dua kali untung,
dengan tak rugi.”
“Memang benar,” sahut Karaka. “Tak sampai ke sana pikiranku.”
“Dan ada yang akan lebih menguntungkan lagi dan Lalu Jala ini’
‘Apa itu?” tanya Karaka pula dengan agak heran.
‘‘Putri Nila Kanti.’’
“Hah! Ia pun akan engkau jual?”
‘Mengapa tidak? Harganya akan lebih banyak dani harga Lalu Jala, sebab Ia perempuan
cantik.”
‘Tetapi putri ini belum ada dalam tangan kita.’
“Mustahilkah akan mendapatnya?”
“Jangan kaulupakan, ia ada dalam istananya, yang letaknya di tengah-tengah negerinya,
dijaga oleh laskarnya.”
“Engkau bukan Karaka, kalau engkau tak dapat mencari akal, untuk mengambilnya dan
pangkuan ibunya sekalipun.”
deru.
-------------------
“Ya, aku Nila Kanti, Putri Dompo. Tuan siapa?” kedengaran suara perlahan-lahan dan dalam.
“Patik La Hami dan Sanggar, hendak melepaskan Tuanku.” Suara jeritan yang lekas dapat
ditutup, kedengaran di dalam, yang diikuti suara sedu .... Sudah itu barulah ke luar perkataan
Putri Nila Kanti, “La Hami, tolong aku!”
“Segera Tuanku. Sabar dan diam!”
Dengan segera Lalu Hami dan Maliki menggagahi pintu penjara mi, sehingga tiada berapa
lama kemudian, terbukalah pintu mi, yang dikunci dan luar dan ke!uarlah Putri Nila Kanti.
Di luar, Putri Nila Kanti lalu memeluk Lalu Hami dan dengan air mata yang bercucuran Ia
berkata, “Terima kasih Lalu Hami, terima kasih kekasihku,” lalu pingsanlah ia dalam pelukan
Lalu Hami.
Sekejap mata Lalu Hami tiada berkata-kata, karena pelukan kekasihnya, yang sangat
dicintainya ini dan karena perkataan Putri Nila Kanti yang menamainya “kekasihku,”
sehingga tahulah ia bahwa Putri Nila Kanti pun cinta kepadanya. Dengan tiada diinsyafinya
kedua belah tangannya memeluk putri Dompo pula, sedang pipinya mendapat pipi Nila
Kanti, yang kepalanya tersandar di bahu Lalu Hami.
Berapa lamanya ia di dalam Surga Janah i, tiada diketahuinya, tetapi tiba-tiba didengarnya
suara Maliki, “Hamba bermohon mencari Ruma Lalu Jala, Dewa.”
Di situ barulah Ia ingat, bahwa kekasihnya yang ada dalam tangannya, sekali-kali belum
terlepas dan bahaya pembegal yang jahat itu. Bahkan ia ada dalam sarang harimau yang
ganas, yang pada waktu itu sedang tidur Tetapi apabila Ia bangun kembali, niscaya ia dengan
kekasihnya akan masuk ke dalam neraka jahanam. Oleh sebab itu dengan segera Ia
menjawab, “Ruma Lalu Jala serahkan kepadaku! Engkau segera membawa Putri Nila Kanti
ke luar dan tempat ini dan langsung ke Kempo. Minta pertolongan Jenali Kempo,
mengantarkan Putri Nila Kanti ke Dompo dengan pengantar yang kuat’
“Dan Dewa?” tanya Maliki dengan kuatir, “Aku tinggal di sini menolong Ruma Lalu
Jala.”“Sendiri saja?”

“Ceritakanlah! Beta ingin mendengarnya,” kata permaisuri.


Kedua bentara ini lalu bercerita, bahwa mereka telah menghadap Toreli Lalu Abdul Hamid,
yang kebenaran sedang menilik Raja Anjong, yang mulai sembuh dan lukanya, sedang gahara
beliau, Putri Nakia pun
ada pula bersama-sama.
“Setelah patik persembahkan, bahwa patik keduanya diutus oleh Puma Permaisuri Bima,
untuk memohonkan beberapa keterangan tentang La Hami yang telah datang ke Bima dahulu
dan ayah bunda beliau Ompu Keli dan Ina Rinda, lalu dipastikanlah oleh ketiga Ruma itu,
bahwa Toreli Lalu Abdul Hamid, memanglah La Hami, yang telah datang ke Bima ini waktu
perayaan sirih puan yang baru lalu. Beliau tiada tenggelam di Selat Sape, tetapi terdampar di
Teluk Warorada dan ditolong oleh orang Sondo, lalu kembali ke Sanggar, sedang Ruma Raja
Anjong, memanglah Datu Rangga Sumbawa dahulu yang melarikan diri ke Pantai Sanggar,
lalu menukar nama beliau di sana dengan Ompu Keli, sedang gahara beliau yang bernama
Putri Nakia, memakai nama Ina Rinda.
Toreli Lalu Abdul Hamid bukanlah putra kandung Ruma Raja Anjong, tetapi putra angkat
beliau, yang bertemu di pantai taut Sanggar, kira-kira 24 tahun yang lalu, tatkala Ruma itu
masih berusia kira-kira sebulan.”
Permaisuri Cahya Amin pucat mukanya mendengar kepastian ini, sedang baginda dan Putri
Sari Langkas berdebar-debar jantungnya
sehingga seakan-akan gemetar tubuhnya.
“Adakah konon suatu tanda yang didapat Raja Anjong bersamaan dengan kanak-kanak itu?”
tanya permaisuri dengan gemetar suaranya.
“Ada Ruma, patik bawa, yaitu sehelai tilam daun Jontal, buatan Bima yang amat baik
anyamannya, sehelai selimut buatan Bima pula, yang amat permai tenunannya dan sebuah
Dokoh mas, pun buatan Bima pula, yang amat elok tempaannya.”
“Mana, mana? Segera perlihatkan kepadaku!” kata permaisuri tergesa-gesa dengan suara
yang gugup, karena tak sabar.
Kedua utusan mempersembahkan dengan segera ketiga tanda-tanda yang dibawanya kepada
permaisuri, yang seakan-akan merebut barang-barang ini dan tangan kedua bentaranya, lalu
diperhatikannya beberapa lamanya dan diperiksanya benar-benar.
Setelah itu tiba-tiba menjeritlah ia, “Anakku!” katanya, lalu rebah pingsan, tiada khabarkan
dirinya.
5.  Layar Terkembang

Judul Novel : Layar Terkembang


Penulis : S. Takdir Alisjahbana

Tuti adalah putri sulung Raden Wiriatmadja. Dia dikenal sebagai seorang gadis yang
pendiam teguh dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi wanita. Watak Tuti yang selalu
serius dan cenderung pendiam sangat berbeda dengan adiknya Maria. Ia seorang gadis yang
lincah dan periang.
Suatu hari, keduanya pergi ke pasar ikan. Ketika sedang asyik melihat-lihat
akuarium, mereka bertemu dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlanjut dengan
perkenalan. Pemuda itu bernama Yusuf, seorang Mahasiswa Sekolah Tinggi Kedokteran di
Jakarta. Ayahnya adalah Demang Munaf, tinggap di Martapura, Sumatra Selatan.
Perkenalan yang tiba-tiba itu menjadi semakin akrab dengan diantarnya Tuti dan
Maria pulang. Bagi yusuf, perteman itu ternyata berkesan cukup mendalam. Ia selal teringat
kepada kedua gadis itu, dan terutama Maria. Kepada gadis lincah inilah perhatian Yusuf lebih
banyak tertumpah. Menurutnya wajah Maria yang cerah dan berseri-seri serta bibirnya yang
selalu tersenyum itu, memancarkan semangat hidup yang dinamis.
Esok harinya, ketika Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka-sangka ia bertemu lagi
dengan Tuti dan Maria di depan Hotel Des Indes. Yusuf pun kemudian dengan senang hati
menemani keduanya berjalan-jalan. Cukup hangat mereka bercakap-cakap mengenai
berbagai hal.
Sejak itu, pertemuan antara Yusuf dan Maria berlangsung lebih kerap. Sementara itu
Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak sudah bukan lagi hubungan
persahabatan biasa.
Tuti sendiri terus disibuki oleh berbagai kegiatannya. Dalam kongres Putri Sedar
yang berlangsung di Jakarta, ia sempat berpidato yang isinya membicarakan emansipasi
wanita. Suatu petunjuk yang memperlihatkan cita-cita Tuti untuk memajukan kaumnya.
Pada masa liburan, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura.
Sesungguhnya ia bermaksud menghabiskan masa liburannya bersama keindahan tanah
leluhurnya, namun ternyata ia tak dapat menghilangkan rasa rindunya kepada Maria. Dalam
keadaan demikian, datang pula kartu pos dari Maria yang justru membuatnya makin diserbu
rindu. Berikutnya, surat Maria datang lagi. Kali ini mengabarkan perihal perjalannya bersama
Rukamah, saudara sepupunya yang tinggal di Bandung. Setelah membaca surat itu, Yusuf
memutuskan untuk kembali ke Jakarta, kemudian menyusul sang kekasih ke Bandung.
Setelah mendapat restu ibunya, pemuda itu pun segera meninggalkan Martapura.
Kedatangan Yusuf tentu saja disambut hangat oleh Maria dan Tuti. Kedua sejoli itu
pun melepas rindu masing-masing dengan berjalan-jalan di sekitar air terjun di Dago. Dalam
kesempatan itulah, Yusuf menyatakan cintanya kepada Maria.
Sementara hari-hari Maria penuh dengan kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri
lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Sesungguhpun demikian
pikiran Tuti tidak urung diganggu oleh keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Ingat
pula ia pada teman sejawatnya, Supomo. Lelaki itu pernah mengirimkan surat cintanya
kepada Tuti.
Ketika Maria mendadak terkena demam malaria, Tuti menjaganya dengan sabar.
Saat itulah tiba adik Supomo yang ternyata disuruh Supomo untuk meminta jawaban Tuti
perihal keinginandsnya untuk menjalin cinta dengannya. Sesungguhpun gadis itu sebenarnya
sedang merindukan cinta kasih seorang, Supomo dipandangnya sebagai bukan lelaki
idamannya. Maka segera ia menulis surat penolakannya.
Sementara itu, keadaan Maria makin bertambah parah. Kemudian diputuskan untuk
merawatnya di rumah sakit. Ternyata menurut keterangan dokter, Maria mengidap penyakit
TBC. Dokter yang merawatnya menyarankan agar Maria dibawa ke rumah sakit TBC di
Pacet, Sindanglaya Jawa Barat.
Perawatan terhadap Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya tidak
juga mengalami perubahan. Lebih daripada itu, Maria mulai merasakan kondisi kesehatan
yang makin lemah. Tampaknya ia sudah pasrah menerima kenyataan.
Pada suatu kesempatan, disaat Tuti dan Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di
Sindanglaya, disitulah mata Tuti mulai terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan.
Kehidupan suami istri yang melewati hari-harinya dengan bercocok tanam itu, ternyata juga
mampu membimbing masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan.
Keadaan tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa
kehidupan mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota atau
dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan, tetapi juga di
desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat dilakukan.
Sejalan dengan keadaan hubungan Yusuf dan Tuti yang belakangan ini tampak
makin akrab, kondisi kesehatan Maria sendiri justru kian mengkhawatirkan. Dokter yang
merawatnya pun rupanya sudah tak dapat berbuat lebih banyak lagi. Kemudian setelah Maria
sempat berpesan kepada Tuti dan Yusuf agar keduanya tetap bersatu dan menjalin hubungan
rumah tangga, Maria mengjhembuskan napasnya yang terakhir. “Alangkah bahagianya saya
di akhirat nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan
seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan saya yang
penghabisan dan saya, saya tidak rela selama-lamanya kalau kakandaku masing-masing
mencari peruntungan pada orang lain”. Demikianlah pesan terakhir almarhum Maria. Lalu
sesuai dengan pesan tersebut Yusuf dan Tuti akhirnya tidak dapat berbuat lain, kecuali
melangsungkan perkawinan karena cinta keduanya memang sudah tumbuh bersemi.
Sinopsis Nurbaya
Sinopsis novel Siti Nurbaya Dengan maksud yang licik Datuk Maringgih meminjamkan
uangnya pada Baginda Sulaiman. Berkat pinjangan uang dari Datuk Maringgih tersebut,
usaha dagang Baginda maju pesat. Namun sayang, rupanya Datuk Maringgih menjadi iri hati
melihat kemajuan dagang yang dicapai oleh Baginda Sulaiman ini, maka dengan seluruh
orang suruhanya, yaitu pendekar lima, pendekar empat serta pendekar tiga, serta yanglainnya
Datuk Maringgih memerintahkan untuk membakar toko Baginda Sulaiman. Dan toko
Bagindapun habis terbakar. Akibatnya Baginda Sulaiman jauh bangrut dan sekligus dengan
hutang yang menunpuk pada Datuk Maringgih. Di tengah-tengah musibah tersebut, Datuk
Maringgih menagih hutangnya kepadanya. Jlas, tentu saja Baginda Sulaiman tidak mempu
membayarnya. Hal ini memang sengaja oelh datuk Maringgih, sebab dia sudah tahu pasti
bahwa Baginda Sulaiman tidak mampu membayarnya. Dengan alasan hutang tersebut, Datuk
Maringgih langsung menawarkan bagaimana kalau Siti Nurbaya, Putri Baginda Sulaiman
dijadikan istri Datuk Maringgih. Kalau tawaran Datuk Maringgih ini diterima, maka
hutangnya lunas. Dengan terpaksa dan berat hati, akhirnya Siti Nurbaya diserahkan untuk
menadi istri Datuk Maringgih. Waktu itu Samsulbahri, kekasih Siti Nurbaya sedang menuntut
ilmu di Jakarta. Namun begitu, Samsul Bahri tahu bahwa kekasihnya diperistri oleh orang
lain. Hal tersebut dia ketahui dari surat yang dikirim oleh Siti Nurbaya kepadanya. Dia sangat
terpukul oleh kenyataan itu. Cintanya yang menggebu-gebu padanya kandas sudah. Dan
begitupun dengan Siti Nurbaya sendiri, hatinya pun begitu hancur pula, kasihnya yang begitu
dalam pada Samsulbahri kandas sudah akibat petaka yangmenimpa keluarganya. Tidak lama
kemudian, ayah Siti Nurbaya jatuh sakit karena derita yangmenimpanya begitu beruntun.
Dan, kebetulan itu Samsulbahri sedang berlibur, sehingga dia punya waktu untuk
mengunjungi keluarganya di Padang. Di samping kepulangnya kekampung pada waktu
liburan karena kangennya pada keluarga, namun sebenarnya dia juga sekaligus hendak
mengunjungi Siti Nurbaya yang sangat dia rindukan. Ketika Samsulbahri dan Siti Nurbaya
sedang duduk di bawah pohon, tiba-tiba muncul Datuk Maringgih di depan mereka. Datuk
Maringgih begitu marah melihat mereka berdua yang sedang duduk bersenda gurau itu,
sehingga Datuk maringgih berusaha menganiaya Siti Nurbaya. Samsulbahri tidak mau
membiarkan kekasihnya dianiaya, maka Datuk Maringgih dia pukul hingga terjerembab jatuh
ketanah. Karena saking kaget dan takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak keras hingga terdengar
oleh ayahnya di rumah yang sedang sakit keras. Mendengar teriakan anak yang sangat
dicinatianya itu, dia berusaha bangun, namun karena dia tidak kuat, ayah Siti Nurbaya
kemudian jatuh terjerembab di lantai. Dan rupanya itu juga nyawa Baginda Sulaiman
langsung melayang. Karena kejadian itu, Siti Nurbaya oleh datuk Maringgih diusir, karena
dianggap telah mencoreng nama baik keluarganya dan adat istiadat. Siti Nurbaya kembali ke
kampunyanya danm tinggal bersama bibinya. Sementara Samsulbahri yang ada di Jakarta
hatinya hancur dan penuh dendam kepada Datuk Maringgih yang telah merebut kekasihnya.
Siti Nurbaya menyusul kekasihnya ke Jakarta, naumun di tengah perjalanan dia hampir
meninggal dunia, ia terjatuh kelaut karena ada seseorang yang mendorongnya. Tetapi Siti
Nurbaya diselamatkan oleh seseorang yang telah memegang bajunya hingga dia tidak jadi
jatuh ke laut. Rupanya, walaupun dia selamat dari marabahaya tersebut, tetapi marabahaya
sberikutnye menunggunya di daratan. Setibanya di Jakarta, Siti Nurbaya ditangkap polisi,
karena surat telegram Datuk Maringgih yang memfitnah Siti Nurbaya bahwa dia ke Jakarta
telah membawa lari emasnya atau hartanya. Samsulbahri berusaha keras meolong kekasihnya
itu agar pihak pemerintah mengadili Siti Nirbaya di Jakarta saja, bukan di Padang seperti
permintaan Datuk Maringgih. Namun usahanya sia-sia, pengadilan tetap akan dilaksanakan di
Padang. Namun karena tidak terbukti Siti Nurbaya bersalah akhirnya dia bebas. Beberapa
waktu kemudian. Samsulbahri yang sudah naik pangkat menjadi letnan dikirim oleh
pemerintah ke Padang untuk membrantas para pengacau yang ada di daerah padang. Para
pengacau itu rupanya salah satunya adalah Datuk Maringgih, maka terjadilah pertempuran
sengit antara orang-orang Letnan Mas (gelar Samsulbahri) dengan orang-orang Datuk
Maringgih. Letnan Mas berduel dengan Datuk Maringgih. Datuk Maringgih dihujani peluru
oleh Lentan Mas, namun sebelum itu datuk Maringgih telah sempat melukai lentan Mas
dengan pedangnya. Datuk Maringgih meninggal ditempat itu juga, sedangkan letan mas
dirawat di rumah sakit. Sewaktu di rumah sakit, sebelum dia meninggal dunia, dia minta agar
dipertemukan dengan ayahnya untuk minta maaf atas segala kesalahannya. Ayah
Samsulbahri juga sangat menyesal telah mengata-ngatai dia tempo dulu, yaitu ketika kejadian
Samsulbahri memukul Datuk Maringgih dan mengacau keluarga orang yang sangat
melanggar adat istiadat dan memalukan itu. Setelah berhasil betemu dengan ayahnya,
Samsulbahripun meninggal dunia. Namun, sebelum meninggal dia minta kepada orangtuanya
agar nanti di kuburkan di Gunung Padang dekat kekasihnya Siti Nurbaya. Perminataan itu
dikabulkan oleh ayahnya, dia dikuburkan di Gunung Padang dekat dengan kuburan
kekasihnya Siti Nurbaya. Dan di situlah kedua kekasih ini bertemu terakhir dan bersama
untuk selama-lamanya. Dengan maksud yang licik Datuk Maringgih meminjamkan uangnya
pada Baginda Sulaiman. Berkat pinjangan uang dari Datuk Maringgih tersebut, usaha dagang
Baginda maju pesat. Namun sayang, rupanya Datuk Maringgih menjadi iri hati melihat
kemajuan dagang yang dicapai oleh Baginda Sulaiman ini, maka dengan seluruh orang
suruhanya, yaitu pendekar lima, pendekar empat serta pendekar tiga, serta yanglainnya Datuk
Maringgih memerintahkan untuk membakar toko Baginda Sulaiman. Dan toko Bagindapun
habis terbakar. Akibatnya Baginda Sulaiman jauh bangrut dan sekligus dengan hutang yang
menunpuk pada Datuk Maringgih. Di tengah-tengah musibah tersebut, Datuk Maringgih
menagih hutangnya kepadanya. Jlas, tentu saja Baginda Sulaiman tidak mempu
membayarnya. Hal ini memang sengaja oelh datuk Maringgih, sebab dia sudah tahu pasti
bahwa Baginda Sulaiman tidak mampu membayarnya. Dengan alasan hutang tersebut, Datuk
Maringgih langsung menawarkan bagaimana kalau Siti Nurbaya, Putri Baginda Sulaiman
dijadikan istri Datuk Maringgih. Kalau tawaran Datuk Maringgih ini diterima, maka
hutangnya lunas. Dengan terpaksa dan berat hati, akhirnya Siti Nurbaya diserahkan untuk
menadi istri Datuk Maringgih. Waktu itu Samsulbahri, kekasih Siti Nurbaya sedang menuntut
ilmu di Jakarta. Namun begitu, Samsul Bahri tahu bahwa kekasihnya diperistri oleh orang
lain. Hal tersebut dia ketahui dari surat yang dikirim oleh Siti Nurbaya kepadanya. Dia sangat
terpukul oleh kenyataan itu. Cintanya yang menggebu-gebu padanya kandas sudah. Dan
begitupun dengan Siti Nurbaya sendiri, hatinya pun begitu hancur pula, kasihnya yang begitu
dalam pada Samsulbahri kandas sudah akibat petaka yangmenimpa keluarganya. Tidak lama
kemudian, ayah Siti Nurbaya jatuh sakit karena derita yangmenimpanya begitu beruntun.
Dan, kebetulan itu Samsulbahri sedang berlibur, sehingga dia punya waktu untuk
mengunjungi keluarganya di Padang. Di samping kepulangnya kekampung pada waktu
liburan karena kangennya pada keluarga, namun sebenarnya dia juga sekaligus hendak
mengunjungi Siti Nurbaya yang sangat dia rindukan. Ketika Samsulbahri dan Siti Nurbaya
sedang duduk di bawah pohon, tiba-tiba muncul Datuk Maringgih di depan mereka. Datuk
Maringgih begitu marah melihat mereka berdua yang sedang duduk bersenda gurau itu,
sehingga Datuk maringgih berusaha menganiaya Siti Nurbaya. Samsulbahri tidak mau
membiarkan kekasihnya dianiaya, maka Datuk Maringgih dia pukul hingga terjerembab jatuh
ketanah. Karena saking kaget dan takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak keras hingga terdengar
oleh ayahnya di rumah yang sedang sakit keras. Mendengar teriakan anak yang sangat
dicinatianya itu, dia berusaha bangun, namun karena dia tidak kuat, ayah Siti Nurbaya
kemudian jatuh terjerembab di lantai. Dan rupanya itu juga nyawa Baginda Sulaiman
langsung melayang. Karena kejadian itu, Siti Nurbaya oleh datuk Maringgih diusir, karena
dianggap telah mencoreng nama baik keluarganya dan adat istiadat. Siti Nurbaya kembali ke
kampunyanya danm tinggal bersama bibinya. Sementara Samsulbahri yang ada di Jakarta
hatinya hancur dan penuh dendam kepada Datuk Maringgih yang telah merebut kekasihnya.
Siti Nurbaya menyusul kekasihnya ke Jakarta, naumun di tengah perjalanan dia hampir
meninggal dunia, ia terjatuh kelaut karena ada seseorang yang mendorongnya. Tetapi Siti
Nurbaya diselamatkan oleh seseorang yang telah memegang bajunya hingga dia tidak jadi
jatuh ke laut. Rupanya, walaupun dia selamat dari marabahaya tersebut, tetapi marabahaya
sberikutnye menunggunya di daratan. Setibanya di Jakarta, Siti Nurbaya ditangkap polisi,
karena surat telegram Datuk Maringgih yang memfitnah Siti Nurbaya bahwa dia ke Jakarta
telah membawa lari emasnya atau hartanya. Samsulbahri berusaha keras meolong kekasihnya
itu agar pihak pemerintah mengadili Siti Nirbaya di Jakarta saja, bukan di Padang seperti
permintaan Datuk Maringgih. Namun usahanya sia-sia, pengadilan tetap akan dilaksanakan di
Padang. Namun karena tidak terbukti Siti Nurbaya bersalah akhirnya dia bebas. Beberapa
waktu kemudian. Samsulbahri yang sudah naik pangkat menjadi letnan dikirim oleh
pemerintah ke Padang untuk membrantas para pengacau yang ada di daerah padang. Para
pengacau itu rupanya salah satunya adalah Datuk Maringgih, maka terjadilah pertempuran
sengit antara orang-orang Letnan Mas (gelar Samsulbahri) dengan orang-orang Datuk
Maringgih. Letnan Mas berduel dengan Datuk Maringgih. Datuk Maringgih dihujani peluru
oleh Lentan Mas, namun sebelum itu datuk Maringgih telah sempat melukai lentan Mas
dengan pedangnya. Datuk Maringgih meninggal ditempat itu juga, sedangkan letan mas
dirawat di rumah sakit. Sewaktu di rumah sakit, sebelum dia meninggal dunia, dia minta agar
dipertemukan dengan ayahnya untuk minta maaf atas segala kesalahannya. Ayah
Samsulbahri juga sangat menyesal telah mengata-ngatai dia tempo dulu, yaitu ketika kejadian
Samsulbahri memukul Datuk Maringgih dan mengacau keluarga orang yang sangat
melanggar adat istiadat dan memalukan itu. Setelah berhasil betemu dengan ayahnya,
Samsulbahripun meninggal dunia. Namun, sebelum meninggal dia minta kepada orangtuanya
agar nanti di kuburkan di Gunung Padang dekat kekasihnya Siti Nurbaya. Perminataan itu
dikabulkan oleh ayahnya, dia dikuburkan di Gunung Padang dekat dengan kuburan
kekasihnya Siti Nurbaya. Dan di situlah kedua kekasih ini bertemu terakhir dan bersama
untuk selama-lamanya.
Sinopsis Novel ”KATAK HENDAK JADI LEMBU”

Judul : Katak  Hendak Jadi Lembu


Pengarang    : N.St.Iskandar
Terbitan         : 1935
Halaman        : 176 halaman

Suria namanya. Seorang laki-laki yang sangat angkuh, kasar, pongah, serta suka
berfoya-foya. Sebenarnya ayah dari Zubaedah istrinya yaitu Haji Hasbullah tidak
mengehendaki anaknya menikah dengan Suria, akan tetapi mengingat bahwa yang meminta
Zubaedah adalah sahabatnya sendiri yaitu Haji Zakaria, maka dinikahkan lah Zubaedah
anaknya itu dengan Suria anak dari sahabatnya. Benar saja, ketika orang tua Suria meninggal
dunia, ia semakin parah sifatnya. Suka berfoya-foya dan menghabiskan harta warisan
ayanhya sampai ia tidak memperhatikan Zubaedah. Selama tiga tahun ia meninggalkan
istrnya yang sedang mengandung sampai melahirkan anak pertamanya yaitu Abdulhalim.
Setelah Abdulhalim lahir, Suria kembali dan meminta maaf kepada Zubaedah karena telah
meninggalkannya. Dan Suria kembali karena harta warisan ayahnya sudah habis.
Permohonan maaf itu dikabulkan oleh Zubaedah dengan harapan agar suaminya benar-benar
telah menyesal dan tidak memperlakukan dia seperti itu lagi.
Sifat Suria mulai berubah menjadi bertanggung jawab dan membaik. Dia bekerja di
Residenan Kabupaten. Ia menjadi seorang juru tulis yang berpenghasilan pas-pasan yang
tidak cukup untuk membiayai kehidupannya sehari-hari. Sehingga, anak pertamanya yaitu
Abdulhalim disekolahkan oleh orangtua Zubaedah. Lama-kelamaan sifat Suria kembali
seperti semula menjadi angkuh dan merasa dirinya adalah bangsawan muncul kembali. Ia tak
ingin kalah dengan mertuanya yang bisa menyekolahkan Abdulhalim, maka ia
menyekolahkan anak kedua dan ketiga nya yaitu Saleh dan Aminah di sekolah HIS Bandung.
Sebenarnya Zubaedah kurang setuju dengan penempatan keduan anaknya itu di HIS, karena
biaya yang dibutuhkan sangat besar. Untuk makan saja mereka susah, apalagi ditambah
tanggungan anak-anaknya yang sekolah di HIS. Tetapi, Suria menanggapi dengan biasa,
santai dan tenang-tenang saja. Dia dmerdasadd mendjadi orang yang disegani dan dihormati
di kampungnya, sehngga ia menyekolahkan anak-anak nya di HIS, agar ia dipandang sebagai
keluarga yang kaya dan tidak miskin. Mengingat bahwa biaya anak-anak mereka yaitu Saleh
dan Aminah yang sedang bersekolah di sekolah HIS yang biayanya tidak kecil. Sehingga,
Zubaedah sering mengirim surat kepada orang tuanya agar mau mengirimkan uang untuk
membayar sekolah, untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dan membayar hutang-hutangnya.
Tetapi, Zubaedah rikuh untuk meminta kepada kedua orang tuanya itu terus-terusan. Dan
anehnya Suria tetap saja tenang.
Hampir setiap hari penagih hutang datang ke rumahnya. Dan Zubaedah sangat pusing
dan bingung bagaimana menghadapi mereka. Sehingga ia seringkali menyuruh anak-anaknya
atau pembantunya mengatakan bahwa ia sedang tidur atau tidak berada di rumah. Akhirnya
dia memutuskan untuk berhemat. Walaupun keputusan Zubaedah itu sangat ditentang oleh
Suria yang hidupnya terbiasa dengan foya-foya tanpa memikirkan keluarganya, tetapi
Zubaedah berusaha untuk menerapkan itu. Suria yang tidak suka dengan hidup hemat yang
diterapkan oleh Zubaedah, mempunyai cara untuk menambah penghasilannya dengan
melamar pekerjaan yang lebih rendah jabatannya tetapi lebih besari gajinya.
Saingan dalam melamar jabatan baru Suria adalah pegawai magang muda yang baru
beberapa bulan masuk di kantornya. Terlihat sekali bagaimana cakap dan ulrtnya pemuda itu,
semua orang menyanjung nya, tetapi tidak dengan Suria. Ia tidak suka dengan pegawai yang
bernama Kosim itu. Dalam menunggu keputusan akhir bahwa ia akan diterima tau tidak surat
lamaran itu. Ia sangat optimis dapat mengalahkan Kosim.
Sehingga ia berani mengikuti dan membeli barang-barang yang dilelangkan oleh
atasan di kantornya. Suria tidak memelinya dengan tunai, melainkan dengan berhutang,
sehingga tambah bertumpuklah hutang-hutang Suria sebelum pekerjaan itu diterimanya. Pada
saat mendengar bahwa Kosim lah yang dapat menduduki jabatan itu, Suria sangat kecewa
sekali, sehingga ia tidak semangat dalam bekerja. Kosim tidak hanya membuat ia gagal
dalam melamar jabatan itu, ia juga akan menikah dengan seorang anak gadis dari seorang
Haji dari desa Rancapurut yang sangat ingin dinikahinya, walaupun ia sudah memiliki istri
dan anak. Pekerjaan Suria pun berantakan dan tidak aturan. Sampai pada akhirnya ia
dipanggil oleh atasannya yang bertanya apakah yang menyebabkan ia seperti ini dan Suria
menjawab semuanya. Dan ia pun meminta untuk segera berhenti dari pekerjaannya. Setelah
perbincangan itu, atasan Suria mengecek buku kas kabupaten, ternyata ada yang ganjil di
dalamnya, Suria pun dipanggil dan dimintai penjelasan akan hal itu. Ternyata Suria memakai
uang kas itu untuk membayar hutang-hutangnya. Dan sudah jelas bahwa sebelum Suria
ketahuan memakai uang ka situ, ia sudah meminta berhenti bekerja.
Setelah berhenti bekerja, Suria dan Zubaedah melelang barang-barang di rumahnya.
Mereka akan tinggal bersama Abdulhalim dan istrinya di Bandung. Hasil lelang barang-
barang itu mereka gunakan untuk membayar sisa hutang dan ongkos untuk ke Bandung.
Abdulhalim dan istrinya senang keluarga mereka berkumpul di situ. Hari- hari mereka
sangat cera. Tetapi, lama-lama sifat Suria yang buruk itu keluar. Ia seolah-olah menjadi
kepala rumah tangga yang mengatur semua keperluan rumah itu. Ia tidak ingat bahwa ia
tinggal dirumah anaknya yang merupakan kepala rumah tangga di rumah tersebut.
Abdulhalim ingin sekali menegurnya, tetapi ia takut menjadi anak yang durhaka. Hingga
pada akhirnya istri Abdulhalim mengatakan bahwa ia sudah tak sanggup lagi dengan perangai
mertua laki-lakinya yang seperti itu. Zubaedah mendengar pembicaraan Abdulhalim dan
istrinya merasa terkejut dan terpukul karena ia merasa bahwa ia dan suaminya telah
merepotkan mereka. Akhirnya Zubaedah jatuh sakit dan meninggal dunia. Setelah kematian
istrinya, Suria merasa bersalah kepada semuanya. Semua orang, dari anaknya Abdulhalim
sampai mertuanya mengatakan kepadanya bahwa Zubaedah meninggal karena ulah Suria
yang tidak kunjung bisa menjadi laki-laki dan sosok suami yang baik budi pekertinya.
Sehingga, Suria marah kepada semua nya dan meninggalkan rumah Abdulhalim.
SINOPSIS NOVEL “SALAH ASUHAN”
Novel angkatan 20-an
Judul buku : Salah asuhan
Penulis : Abdul Muis
Penerbit : Balai Pustaka
Tebal : 402 halaman

Hanafi, laki-laki muda asli minangkabau, berpendidikan tinggi dan


berpandangan kebarat-baratan. Bahkan ia cenderung memandang rendah
bangsanya sendiri. Dari kecil hanafi berteman dengan Corrie du Busse, gadis
indo-Belanda yang amat cantik parasnya. Karena selalu bersama-sama
merekapun saling mencintai. Tapi cinta mereka tidak dapat disatukan karena
perbedaan bangsa. Jika orang Bumiputera menikah dengan keturunan Belanda
maka mereka akan dijauhi oleh para sahabatnya dan orang lain. Untuk itu
Corrie pun meninggalkan minangkabau dan pergi ke Betawi. Perpindahan itu
sengaja ia lakukan untuk menghindar dari hanafi dan sekaligus untuk
meneruskan sekolahnya.
Akhirnya ibu hanafi ingin menikahkan hanafi dengan Rapiah. Rapiah
adalah sepupu hanafi, gadis minangkabau sederhana yang berperangai halus,
taat pada tradisi dan adatnya. Ibu hanafi ingin menikahkan hanafi dengan
Rapiah yaitu untuk membalas budi pada ayah Rapiah yang telah membantu
membiayai sekolah hanafi. Awalnya hanafi tidak mau karena cintanya hanya
untuk Corrie saja. Tapi dengan bujukan ibunya walaupun terpaksa ia menikah
juga dengan Rapiah. Karena hanafi tidak mencintai Rapiah, di rumah Rapiah
hanya diperlakukan seperti babu, mungkin hanafi menganggap bahwa Rapiah
itu seperti tidak ada apabila banyak temannya orang Belanda yang datang
kerumahnya. Hanafi dan Rapiah dikaruniai seorang anak laki-laki, yaitu Syafe’i
Suatu hari hanafi digigit anjing gila, maka ia harus berobat ke Betawi
agar sembuh. Di Betawi hanafi dipertemukan kembali dengan Corrie. Disana,
hanafi menikah dengan Corrie dan mengirim surat pada ibunya bahwa dia
menceraikan Rapiah. Ibu hanafi dan Rapiah pun sangat sedih tetapi walaupun
hanafi seperti itu, Rapiah tetap sabar dan tetap tinggal dengan ibu hanafi.
Perkawinwnnya dengan Corrie ternyata tidak bahagia, samapai-sampai Corrie
dituduh suka melayani laki-laki lain oleh hanafi. Akhirnya Corrie pun sakit hati
dan pergi dari rumah menuju Semarang. Corrie sakit kholera dan meninggal
dunia, hanafi sangat menyesal telah menyakiti hati Corrie dan sangat sedih atas
kematian Corrie, hanafi pun pulang kembali kekampung halamannya dan
menemui ibunya. Disana hanafi hanya diam saja. Seakan-akan hidupnya sudah
tidak ada artinya lagi. Hanafi sakit, kata dokter ia minum sublimat (racun) untuk
mengakhiri hidupnya, dan akhirnya dia meninggal dunia.
SINOPSIS NOVEL | "AZAB DAN SENGSARA" karya Merari Siregar

Di kota Siporok, hidup seorang bangsawan kaya raya yg memiliki seorang anak laki-
laki dan seorang perempuan (yg perempuan tdk dijelaskan lbh lanjut oleh pengarangnya).
Anaknya yg laki2 bernama Sutan Baringin. Dia sangat dimanja oleh ibunya. Segala
kehendaknya selalu dituruti dan segala kesalahannya pun selalu dibela ibunya. Akibatnya,
setelah dewasa, Baringin tumbuh menjadi seorang pemuda yg angkuh, berperangai jelek,
serta suka berfoya-foya.

Oleh kedua orangtuanya, Sutan Baringin dinikahkan dengan Nuria, seorang


perempuan baik-baik pilihan ibunya. Walaupun telah berkeluarga, Sutan Baringin masih tetap
suka berfoya-foya menghabiskan harta benda kedua orangtuanya. Dia berjudi dg Marah Said,
seorang prokol bambu sahabat karibnya. Sewaktu ayahnya meninggal, sifat Sutan Baringin
semakin menjadi, maskin suka berfoya-foya menghabiskan harta warisan orangtuanya.
Akhirnya, dia bangkrut dan utangnya sangat banyak.

Dari perkawinannya dengan Nuria, Sutan Baringin mempunyai dua orang anak. Yang
satu perempuan bernama Mariamin, sedangkan yg satunya lagi laki-laki (yg laki2 tidak
diceritakan pengarang). Akibat tingkah laku ayahnya, Mariamin selalu dihina oleh warga
kampungnya akibat kemiskinan orangtuanya. Cinta kasih perempuan yg berbudi luhur ini
dengan pemuda bernama Aminuddin terhalang oleh dinding kemiskinan orangtuanya.

Aminuddin adalah anak Bagianda Diatas, yaitu seorang bangsawan kaya-raya yg


sangat disegani di daerah Siporok. Sebenarnya Baginda Diatas masih mempunyai hubungan
sepupu dengan Sutan Baringin, ayah Mariamin. Ayah Baginda keduanya adalah kakak
beradik.
Sejak kecil, Aminuddin bersahabat dg Mariamin. Setelah keduanya beranjak dewasa,
mereka saling jatuh hati. Aminuddin sangat mencintai Mariamin. Dia berjanji untuk melamar
Mariamin bila dia telah mendapatkan pekerjaan. Keadaan Mariamin yg miskin tidak menjadi
masalah bagi Aminuddin.

Aminuddin memberitahukan niatnya utk menikahi Mariamin kepada kedua


orangtuanya. Ibunya tidak merasa keberatan dengan niat tersebut. Dia benar2 mengenal pula
keluarganya. Keluarga Mariamin masih keluarga mereka juga sebab ayah Baginda Diatas,
suami ibu Aminuddin, dengan Sutan Baringin, ayah Mariamin, adalah kakak beradik. Selain
itu, dia juga merasa iba terhadap keluarga Mariamin yg miskin. Bila menikah dg anaknya, dia
mengharapkan agar keadaan ekonomi Mariamin bisa terangkat lagi.

Ayah Aminuddin, Baginda Diatas, tidak setuju dg niat anaknya menikahi Mariamin.
Jika pernikahan itu terjadi, dia merasa malu sebab dia merupakan keluarga terpandang dan
kaya-raya, sedangkan keluarga Mariamin hanya keluarga miskin. Namun, ketidaksetujuannya
tsb tidak diperlihatkan kepada istri dan anaknya.

Dengan cara halus, Baginda Diatas berusaha menggagalkan pernikahan anaknya.


Salah satu usahanya adalah mengajak istrinya menemui seorang peramal. Sebelumnya dia
telah menitipkan pesan kepada peramal agar memberikan jawaban yg merugikan pihak
Mariamin. Jelasnya, sang peramal memberikan jawaban bahwa Aminuddin tidak akan
beruntung jika menikah dg Mariamin.

Setelah mendengar jawaban dr peramal tersebut, ibu Aminuddin tdk bs berbuat


banyak. Dg terpaksa, dia menuruti kehendak suaminya utk menvarikan jodoh yg sesuai utk
Aminuddin. Mereka langsung melamar seorang perempuan dari keluarga berada. Oleh karena
Aminuddin sedang berada di Medan, mencari pekerjaan, Baginda Diatas mengirim telegram
yg isinya meminta Aminuddin menjemput calon istri dan keluarganya di stasiun kereta api
Medan.

Menerima telegram tsb, Aminuddin mersasa sangat gembira. Dlm hatinya telah
terbayang wajah Mariamin. Ia mengira bahwa calon istri yg akan dia jemput adalah
Mariamin. Namun setelah mengetahui bahwa calon istrinya itu bukanlah Mariamin, hatinya
menjadi hancur. Tapi sebagai anak yg berbakti terhadap orangtuanya, dengan terpaksa ia
menikahi perempuan pilihan orangtuanya itu. Aminuddin segera memberitahukan kenyataan
itu kepada Mariamin.

Mendengar berita itu, Mariamin sangat sedih dan menderita. Dia langsung pingsan tak
sadarkan diri. Tak lama kemudian, dia pun jatuh sakit. Stahun setelah kejadian itu,
Mariamindan ibunya terpaksa menerima lamaran Kasibun, seorang kerani di Medan. Pada
waktu itu, Kasibun mengaku belum mempunyai istri. Mariamin pun akhirnya diboyong ke
Medan.

Sesampainya di Medan, terbuktilah siapa sebenarnya Kasibun. Dia hanyalah seorang


lelaki hidung belang. Sebelum menikah dg Mariamin, dia telah mempunyai istri, yg dia
ceraikan karena hendak menikah dg Mariamin.
Hati Mariamin sangat terpukul mengetahui kenyataan itu. Namun, sebagai istri yg taat
beragama, walaupun dia membenci dan tidak mencintai suaminya, dia tetap berbakti kepada
suaminya.

Perlakuan kasar Kasibun terhadap Mariamin semakin menjadi setelah Aminuddin


mengunjungi rumah mereka. Dia sangat cemburu pada Aminuddin. Menurutnya,
penyambutan istrinya terhadap Aminuddin sangat di luar batas. Padahal, Mariamin
menyambut Aminuddin dg cara yg wajar. Namun, karena cemburunya yg sangat berlebihan,
Kasibun menganggap Mariamin telah memperlakukan Aminuddin secara berlebih-lebihan.
Akibatnya, dia terus-menerus menyiksa Mariamin. (Mencintai kok menyiksa, ya?)

Perlakuan Kasibun yg kasar kepadanya, membuat Mariamin hilang kesabaran. Dia


tidak tahan lagi hidup menderita serta disiksa setiap hari. Akhirnya, dia melaporkan
perbuatan suaminya kepada kepolisian Medan. Dia langsung meminta cerai. Permintaan
cerainya dikabulkan oleh pengadilan agama di Padang.

Setelah resmi bercerai dg Kasibun, dia kembali ke kampung halamnannya dengan


penuh kehancuran. Hancurlah jiwa dan raganya. Kesengsaraan dan penderitaan secara batin
maupun fisiknya terus mendera dirinya dari kecil hingga dia meninggal dunia. Sungguh tragis
nasibnya.

Anda mungkin juga menyukai