Anda di halaman 1dari 4

Judul :AZAB DAN SENGSARA

    Penulis : Merari Siregar


    Tahun : 1920

Novel yang berjudul “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini menceritakan kisah
kehidupan seorang anak gadis bernama Mariamin. Mariamin tinggal dipondok bambu
beratapkan ijuk dekat sungai yang mengalir di tengah-tengah kota Sipirok. Di waktu senja
Mariamin atau yang biasa dipanggil Riam seperti biasanya duduk di sebuah batu besar di
depan rumahnya menunggu kekasih nya datang. Mariamin sangat sedih karena Aminu’ddin,
kekasihnya itu menemuinya untuk berpamitan sebab dia akan pergi ke Medan untuk mencari
pekerjaan supaya dia bisa menikahi kekasihnya itu dan bisa mengeluarkan Mariamin dan
keluarganya dari kesengsaraan.
Aminuddin seorang anak muda berumur delapan belas tahun.
Dia adalah anak kepala kampung A. Ayah Aminu’ddin seorang kepala kampung yang
terkenal di seantero Sipirok. Harta bendanya sangat banyak. Adapun kekayaannya itu berasal
dari peninggalan orangtuanya tetapi karena rajin bekerja, maka hartanya bertambah banyak.
Ayah Aminu’ddin mempunyai budi yang baik. Sifat-sifatnya itu menurun pada anak laki-laki
satu-satunya, Aminu’ddin. Aminuddin bertabiat baik, pengiba, rajin, dan cerdas.
Setelah Aminu’ddin pulang, Mariamin pun masuk kedalam rumahnya untuk menyuapi
ibunya yang sedang sakit.
Mariamin tidak ingin membuat ibunya sedih oleh karena itu ia berusaha untuk
menyembunyikan kesedihannya karena harus berpisah dengan orang yang dicintainya
walaupun itu hanya sementara. Ibunya sangat mengenal gadis itu sehingga dia mengetahui
kalau Mariamin sedang bersedih. Ibunya mengira kesedihan anaknya itu karena dia sedang
sakit sebab sakitnya ibu Mariamin sudah lama sekali. Setelah selesai menyuapi ibunya,
Mariamin pergi ke kamarnya untuk tidur. Mariamin tidak dapat memejamkan matanya,
Pikirannya melayang mengingatkan masa lalunya ketika dia masih kecil.
Dahulu ayah Mariamin, Sutan Baringin adalah seorang yang terbilang hartawan dan
bangsawan di seantero penduduk Sipirok. Akan tetapi karena ia suka berperkara, maka harta
yang banyak itu habis dan akhirnya jatuh miskin dan hina. Berapa kali Sutan Baringin
dilarang istrinya supaya berhenti berpengkara, tetapi tidak diindahkannya ia malah lebih
mendengarkan perkataan pokrol bambu tukang menghasut bernama Marah Sait. Ibu
Mariamin memang seorang perempuan yang penyabar, setia sederhana dan pengiba
berlawanan dengan Sutan Baringin, suaminya yang pemarah, malas, tamak , angkuh dan
bengis. Mariamin dan Aminu’ddin berteman karib sejak kecil apalagi mereka masih
mempunyai hubungan saudara sebab ibu Aminu’ddin adalah ibu kandung dari Sutan
Baringin, ayah Mariamin ditambah lagi Mariamin sangat berhutang budi kepada Aminu’ddin
karena telah menyelamatkan nyawanya ketika Mariamin hanyut di sungai. Setelah 3 bulan
Aminu’ddin berada di Medan, dia mengirimkan surat kepada Mariamin memberitahukan
kalau dia sudah mendapat pekerjaan, Mariamin pun membalas surat dari Aminu’ddin
tersebut. Mariamin sangat bahagia menerima surat dari Aminu’ddin yang isinya menyuruh
Mariamin untuk berkemas karena Aminu’ddin telah mengirim surat kepada orangtuanya
untuk datang ke rumah Mariamin dan mengambil dia menjadi istrinya serta mengantarkannya
ke Medan. Tetapi ayah Aminu’ddin tidak menyetujui permintaan putranya itu, biarpun
istrinya membujuknya supaya memenuhi permintaan Aminu’ddin. Mariamin sudah
mempersiapkan jamuan untuk menyambut kedatangan orang tua Aminu’ddin. Akan tetapi
yang ditunggu tidak kunjung datang, malah yang datang adalah surat permintaan maaf dari
Aminu’ddin. Dalam surat itu memberitahukan kalau kedua orang tua nya sudah berada di
Medan dengan membawa gadis lain sebagai calon istrinya. Aminuddin sangat kecewa dan
hatinya hancur tetapi dia tidak bisa menolak karena tidak ingin mempermalukan orang tuanya
dan dia tidak mau durhaka pada orangtua. Mariamin gadis yang solehah itu menerima maaf
Aminu’ddin, dia menerima semuanya sebagai nasibnya dan harapannya untuk keluar dari
kesengsaraan pun sudah pudar. Setelah dua tahun lamanya Mariamin pun menikah dengan
orang yang belum dikenalnya, pria itu bernama Kasibun. Usia Kasibun agak tua, tidak
tampan dan dia pintar dalam tipu daya, selain itu dia juga mengidap penyakit mematikan
yang mudah menular pada pasangannya.
Aminu’ddin mengunjungi Mariamin di rumah suaminya ketika itu suaminya sedang bekerja
di kantor. Kasibun sangat marah setelah dia mengetahui kedatangan Aminu’ddin apalagi
ketika Mariamin menolak berhubungan suami-istri. Suaminya yang bengis itu tidak segan-
segan menamparnya, memukulnya dan berbagai penyiksaan lainnya.
Akhirnya karena dia sudah tidak tahan lagi Mariamin melaporkan perbuatan suaminya itu
pada polisi. Sampai akhirnya mereka bercerai. Kesudahannya Mariamin terpaksa Pulang ke
negrinya membawa nama yang kurang baik, membawa malu, menambah azab dan sengsara
yang bersarang di rumah kecil yang di pinggir sungai Sipirok.
Hidup Mariamin sudah habis dan kesengsaraannya di dunia sudah berkesudahan. Azab dan
Sengsara dunia ini sudah tinggal di atas bumi, berkubur dengan jazad badan yang kasar itu.
Berdasarkan kutipan novel tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1. Kebiasaan, adat, dan etika yang terdapat dalam kutipan novel adalah berikut.

a. Budaya makan keluarga selalu dilakukan bersama-sama (lengkap; ayah, ibu, dan anak). 

Jika ada sesuatu hal yang di luar kebiasaan terjadi, maka anak diperbolehkan makan terlebih
dahulu. Sementara istri harus tetap mengunggu suaminya. Kutipannya sebagai berikut. 

“Ayah sudah datang, sajikanlah nasi itu Mak, saya pun sudah lapar,” … “Baik, … Panggillah
ayahmu, supaya kita bersama-sama makan …” “Ayah belum hendak makan” … “Baiklah
anakku dahulu makan, hari sudah tinggi. Ibulah nanti kawan ayahmu makan.”

b. Anak harus menurut perintah ibunya. Kutipannya sebagai berikut.

“Pekerjaan itu, yakni mengantar-antarkan sedekah ke rumah orang lain, tiadalah paksaan
bagi Mariamin …”
“Jadi sepatutnya bagi kita menolong mereka itu, itulah kesukaan Allah. Riam pun haruslah
mengasihi orang yang papa lagi miskin, dan rajin disuruh Mak mengantarkan makanan ke
rumah yang serupa itu.”

2. Perasaan dan pola pikir yang digunakan dalam novel sangat sederhana dan sesuai
dengan realitas. 

Hal ini ditunjukkan saat Ibu Mariamin menjelaskan kepada Mariamin tentang mengapa ada
orang kaya dan mengapa ada orang miskin. Penjelasan tersebut diungkapkan secara
sederhana, bijaksana, dan masuk akal.

3. Keterkaitan isi kutipan novel dengan kehidupan masa kini.

a. Kebersamaan dalam keluarga harus dibina sejak anakanak masih berusia dini. 

Contoh: makan bersama adalah kesempatan keluarga untuk dapat berkumpul bersama.


b. Hidup hemat juga harus diterapkan dalam kehidupan keluarga sehingga mampu menjadi
teladan bagi si anak.

Contoh: Ibu Mariamin meneladankan sikap dan perilaku hemat dengan memilih menganyam
tikar daripada membelinya di pasar.

c. Menanamkan nilai tolong-menolong kepada anak dapat dilakukan dengan cara orang tua
memberikan teladan sikap dan perilaku. 

Contoh: Ibu Mariamin sering meminta anaknya mengantarkan makanan ke rumah orang


yang miskin.

d. Menanamkan nilai-nilai persamaan derajat juga dapat dilakukan sejak anak masih


berusia dini. 

Contoh: Mariamin (anak orang kaya) bersahabat karib dengan Aminu'ddin (anak orang


miskin).

Anda mungkin juga menyukai