Jakarta - Raden Saleh merupakan salah satu pelukis maestro Indonesia yang diakui sebagai
pelukis kelas dunia dengan aliran romantisme. Karya-karya lukisnya merupakan saksi sejarah,
banyak menceritakan tentang situasi pada zaman perjuangan dan kehidupan khususnya Jawa.
Berikut penjelasan biografi tentang Raden Saleh, Sebagaimana dipaparkan dalam buku Seni
Rupa & Seni Teater 3 oleh Drs Margono, MSn dan buku Majalah Ganesha 18: Majalah
Pendidikan SMK Nasional Malang oleh Yoyok Rahayu Basuki, SPd.
Raden Saleh Syarif Bustaman lahir dari keluarga ningrat di Terbaya, Semarang, Jawa Tengah
pada tahun 1807. Ayahnya bernama Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin Jahja, seorang
keturunan Arab, sedangkan ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen. Saat berusia sepuluh
tahun, Raden Saleh dirawat oleh pamannya yang menjabat sebagai bupati di Semarang, pada
masa penjajahan Hindia Belanda. Sejak belia, Raden Saleh sudah memperlihatkan kegemarannya
dalam menggambar. Bakatnya dalam menggambar mulai menonjol saat bersekolah di sekolah
rakyat atau volks-school. Tak jarang pada saat guru sedang mengajar, beliau malah asyik
menggambar. Meski begitu, gurunya tak pernah marah, karena kagum melihat hasil karya
muridnya. Selain memiliki kepekaan terhadap seni yang tinggi, Raden Saleh juga dikenal sebagai
sosok yang ramah dan mudah bergaul. Karena sifatnya yang hangat dan supel itulah, Raden
Saleh tidak menemui kesulitan untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan orang Belanda
maupun lembaga-lembaga elit orang Belanda. Dengan sifat yang dimilikinya, Prof Caspar
Reinwardt, yang merupakan pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian,
dan Ilmu Pengetahuan memberikan kesempatan Raden Saleh mendapatkan ikatan dinas bekerja
di departemennya. Dalam instansi tersebut, Raden Saleh bertemu dengan seorang pelukis
keturunan Belgia bernama AAJ Payen yang didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan
pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor Departement van Kolonieen di Belanda.
Melihat bakat yang dimiliki Raden Saleh di usia sekitaran dua belas atau lima belas tahun,
membuat Payen tertarik untuk memberikan bimbingan kepadanya. Selama dalam bimbingan
Payen, Raden Saleh mulai diperkenalkan teknik melukis dengan cat minyak. Pada masa itu,
teknik melukis dengan cat minyak hanya bisa dipelajari dengan berguru langsung kepada para
seniman Barat. Selain itu, Payen juga mengajak Raden Saleh muda untuk ikut serta dalam
perjalanan dinas keliling Jawa untuk mencari model dan pemandangan untuk lukis. Sembari
memberi pelajaran tentang melukis dan menggambar kepada Raden Saleh. Atas kekaguman
terhadap bakat yang dimiliki Raden Saleh yang dinilai Payen semakin matang, ia kemudian
mengusulkan agar anak bimbingannya tersebut mendapatkan pendidikan yang lebih baik di
Belanda. Usulan ini kemudian mendapatkan dukungan dari Gubernur GAG Ph van der Capellen
(1819-1826), setelah Gubernur Jenderal Hindia Belanda itu melihat karya Raden Saleh.
Pada tahun 1829, hampir bertepatan dengan patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh
Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Capellen memberangkatkan Raden Saleh untuk belajar ke
Belanda. Selain untuk belajar seni lukis, keberangkatannya juga mengemban misi lain yang
tertulis dalam sebuah surat dari pejabat tinggi Belanda untuk Departemen van Kolonieen. Dalam
surat tersebut, Raden Saleh ditugaskan untuk mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge
tentang adat istiadat dan kebiasaan orang Jawa, Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu. Dua tahun
pertama di Belanda digunakan oleh Raden Saleh untuk belajar bahasa Belanda. Ia dibimbing
oleh Cornelis Kruseman dan Schelfhout. Dalam seni lukis potret, ia belajar dari Cornelis
Krueseman sedangkan seni lukis tema pemandangan dari Andries Schelfhout. Raden Saleh
semakin yakin menjadikan seni lukis sebagai jalur hidupnya. Tatkala namanya semakin dikenal
luas ketika ia mempunyai kesempatan untuk mengikuti pameran di Den Haag dan Amsterdam.
Saat melihat karya lukisan Raden Saleh, masyarakat Belanda tidak menyangka bahwa seorang
pelukis dari Hindia Belanda dapat menguasai teknik lukis Barat. Hidup di Eropa membuatnya
mendapat didikan ala Barat, Raden Saleh merupakan sosok yang menjunjung tinggi idealisme
kebebasan dan kemerdekaan sehingga ia sangat menentang penindasan. Pemikirannya tersebut ia
gambarkan dalam sebuah lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro oleh pemerintah kolonial
Belanda yang menggambarkan peristiwa pengkhianatan pihak Belanda kepada Pangeran
Diponegoro yang mengakhiri Perang Jawa pada tahun 1830. Lukisan tersebut selesai dibuat pada
tahun 1857. Karyanya tersebut serupa dengan karya Nicholas Pienemen pada tahun 1835, namun
Raden Saleh memberikan tafsiran berbeda pada lukisannya. Pada karya Pieneman lebih
menekankan peristiwa menyerahnya Pangeran Dipenegoro. Tergambar dari raut wajahnya yang
lesu dan pasrah serta gestur tubuh yang menunduk dan mengikuti perintah. Di latar belakang,
digambarkan Jenderal De Kock berdiri berkacak pinggang. Sedangkan pada lukisan Raden
Saleh, Pangeran Diponegoro beserta pengikutnya datang dengan niat baik, namun perundingan
gagal dan akhirnya Diponegoro ditangkap oleh Jenderal De Kock. Hal itu tergambar dari raut
wajah Pangeran Diponegoro yang tegas dan menahan amarah, serta sorot mata yang tajam. Di
samping itu, gestur tubuh pada lukisan Raden Saleh yang seolah ingin melakukan perlawanan.