O
L
E
H
Dua tahun pertama di Eropa ia pakai untuk memperdalam bahasa Belanda dan
belajar teknik mencetak menggunakan batu. Sedangkan soal melukis, selama
lima tahun pertama, ia belajar melukis potret dari Cornelis Krusemen dan tema
pemandangan dari Andries Schelfhout karena karya mereka memenuhi selera
dan mutu rasa seni orang Belanda saat itu. Krusseman adalah pelukis istana
yang kerap menerima pesanan pemerintah Belanda dan keluarga kerajaan.
Raden Saleh makin mantap memilih seni lukis sebagai jalur hidup. Ia mulai
dikenal, malah berkesempatan berpameran di Den Haag dan Amsterdam.
Melihat lukisan Raden Saleh, masyarakat Belanda terperangah. Mereka tidak
menyangka seorang pelukis muda dari Hindia dapat menguasai teknik dan
menangkap watak seni lukis Barat.
Saleh kembali ke Hindia Belanda pada 1852 setelah 20 tahun menetap di Eropa.
Dia bekerja sebagai konservator lukisan pemerintahan kolonial dan
mengerjakan sejumlah portret untuk keluarga kerajaan Jawa, sambil terus
melukis pemandangan. Namun dari itu, ia mengeluhkan akan
ketidaknyamanannya di Jawa. "Disini orang hanya bicara tentang gula dan kopi,
kopi dan gula" ujarnya di sebuah surat.
Pada 1867, Raden Saleh menikahi gadis keluarga ningrat keturunan Kraton
Yogyakarta bernama Raden Ayu Danudirja dan pindah ke Bogor, dimana ia
menyewa sebuah rumah dekat Kebun Raya Bogor yang berpemandangan
Gunung Salak. Di kemudian hari, Saleh membawa istrinya berjalan-jalan ke
Eropa, mengunjungi negeri-negeri seperti Belanda, Prancis, Jerman, dan Italia.
Namun istrinya jatuh sakit saat di Paris, sakitnya masih tidak diketahui hingga
sekarang, dan keduanya pun pulang ke Bogor. Istrinya kemudian meninggal
pada 31 Juli 1880, setelah kematian Saleh sendiri 3 bulan sebelumnya.
Pada Jum'at pagi 23 April 1880, Saleh tiba-tiba jatuh sakit. Ia mengaku diracuni
oleh salah seorang pembantunya yang dituduh Saleh telah mencuri. Namun dari
hasil pemeriksaan diketahui bahwa aliran darahnya terhambat karena
pengendapan yang terjadi dekat jatungnya. Ia dikuburkan dua hari kemudian di
Kampung Empang, Bogor. Seperti yang dilaporkan koran Javanese Bode,
pemakaman Raden "dihadiri sejumlah tuan tanah dan pegawai Belanda, serta
sejumlah murid penasaran dari sekolah terdekat."
LUKISAN
Hasil-hasil karya-nya :
Basuki Abdullah
Basuki Abdullah (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 27 Januari 1915 – meninggal di
Jawa Tengah, 5 November 1993 pada umur 78 tahun) adalah salah seorang maestro
pelukis Indonesia.Ia dikenal sebagai pelukis aliran realis dan naturalis. Ia pernah
diangkat menjadi pelukis resmi Istana Merdeka Jakarta dan karya-karyanya
menghiasi istana-istana negara dan kepresidenan Indonesia, disamping menjadi
barang koleksi dari penjuru dunia
Bakat melukisnya terwarisi dari ayahnya, Abdullah Suriosubroto, yang juga seorang pelukis
dan penari. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh Pergerakan Kebangkitan Nasional
Indonesia pada awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin Sudirohusodo. Sejak umur 4 tahun
Basuki Abdullah mulai gemar melukis beberapa tokoh terkenal diantaranya Mahatma
Gandhi, Rabindranath Tagore, Yesus Kristus dan Krishnamurti.
Pendidikan formal Basuki Abdullah diperolehdi HIS Katolik dan Mulo Katolik di Solo. Berkat
bantuan Pastur Koch SJ, Basuki Abdullah pada tahun 1933 memperoleh beasiswa untuk
belajar di Akademik Seni Rupa (Academie Voor Beeldende Kunsten) di Den Haag, Belanda,
dan menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun dengan meraih penghargaan Sertifikat
Royal International of Art (RIA)
Pada masa Pemerintahan Jepang, Basuki Abdullah bergabung dalam Gerakan Poetra atau
Pusat Tenaga Rakyat yang dibentuk pada tanggal 19 Maret 1943. Di dalam Gerakan Poetra
ini Basuki Abdullah mendapat tugas mengajar seni lukis. Murid-muridnya antara lain Kusnadi
(pelukis dan kritikus seni rupa Indonesia) dan Zaini (pelukis impresionisme). Selain organisasi
Poetra, Basuki Abdullah juga aktif dalam Keimin Bunka Sidhosjo (sebuah Pusat Kebudayaan
milik pemerintah Jepang) bersama-sama Affandi, S.Sudjoyono, Otto Djaya dan Basuki
Resobawo.
1. Lukisan “Flower”
2. Lukisan “Lady With Kebaya”