Anda di halaman 1dari 14

Biografi : Basoeki Abdullah

Lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 25 Januari 1915 –


meninggal 5 November 1993 pada umur 78 tahun,
dia merupakan salah satu pelukis maestro yang
dimiliki Indonesia.Ia dikenal sebagai pelukis aliran
realis dan naturalis. Ia pernah diangkat menjadi
pelukis resmi Istana Merdeka Jakarta dan karya-
karyanya menghiasi istana negara dan kepresidenan
Indonesia, karyanya juga koleksi oleh para kolektor
dari berbagai penjuru dunia.
Bakat melukisnya terwarisi dari ayahnya, Abdullah
Suryo Subroto, yang juga seorang pelukis dan
penari. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh
Pergerakan Kebangkitan Nasional Indonesia pada
awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin
Sudirohusodo. Sejak umur 4 tahun Basoeki
Abdullah mulai gemar melukis beberapa tokoh
terkenal diantaranya Mahatma Gandhi,
Rabindranath Tagore, Yesus Kristus dan Krishnamurti.
Pendidikan formal Basoeki Abdullah diperoleh di HIS Katolik dan Mulo Katolik di Solo.
Berkat bantuan Pastur Koch SJ, Basoeki Abdullah pada tahun 1933 memperoleh beasiswa
untuk belajar di Akademik Seni Rupa (Academie Voor Beeldende Kunsten) di Den Haag,
Belanda, dan menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun dengan meraih penghargaan
Sertifikat Royal International of Art (RIA).

“Lady with Kebaya” by Basuki Abdullah, Size: 113cm x 76cm, Medium: Oil on canvas
Biografi : Basoeki Abdullah
Lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 25 Januari 1915 –
meninggal 5 November 1993 pada umur 78 tahun,
dia merupakan salah satu pelukis maestro yang
dimiliki Indonesia.Ia dikenal sebagai pelukis aliran
realis dan naturalis. Ia pernah diangkat menjadi
pelukis resmi Istana Merdeka Jakarta dan karya-
karyanya menghiasi istana negara dan kepresidenan
Indonesia, karyanya juga koleksi oleh para kolektor
dari berbagai penjuru dunia.
Bakat melukisnya terwarisi dari ayahnya, Abdullah
Suryo Subroto, yang juga seorang pelukis dan
penari. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh
Pergerakan Kebangkitan Nasional Indonesia pada
awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin
Sudirohusodo. Sejak umur 4 tahun Basoeki
Abdullah mulai gemar melukis beberapa tokoh
terkenal diantaranya Mahatma Gandhi,
Rabindranath Tagore, Yesus Kristus dan Krishnamurti.
Pendidikan formal Basoeki Abdullah diperoleh di HIS Katolik dan Mulo Katolik di Solo.
Berkat bantuan Pastur Koch SJ, Basoeki Abdullah pada tahun 1933 memperoleh beasiswa
untuk belajar di Akademik Seni Rupa (Academie Voor Beeldende Kunsten) di Den Haag,
Belanda, dan menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun dengan meraih penghargaan
Sertifikat Royal International of Art (RIA).

“Fajar” by Basuki Abdullah, Medium: oil on canvas, Size: 100cm x 200cm


Biografi Barli Sasmitawinata (Maestro Seni Rupa Indonesia)
Barli Sasmitawinata (lahir di Bandoeng, 18 Maret 1921 – meninggal di Bandung, 8 Februari
2007 pada umur 85 tahun) adalah seorang pelukis realis asal Indonesia.

Lahir Barli Sasmitawinata, 18 Maret 1921, Bandung,


Hindia Belanda
Meninggal 08 Februari 2007 (umur 85), Bandung, Jawa
Barat, Indonesia
Kebangsaan Indonesia
Pendidikan
Académie de la Grande Chaumière, Paris, 1950.
Rijksakademie van beeldende kunsten, Amsterdam, 1956.

Pekerjaan
Dosen, Institut Teknologi Bandung (ITB)
Perintis jurusan seni rupa di Institut Kejuruan dan Ilmu
Pendidikan (IKIP, kini bernama Universitas Pendidikan
Indonesia) tahun 1961.
Ia mulai menekuni dunia seni lukis sekitar tahun 1930-an
dan merupakan bagian dari "Kelompok Lima" yang juga
beranggotakan Affandi, Hendra Gunawan, Sudarso, dan Wahdi. Awalnya ia menjadi pelukis
atas permintaan kakak iparnya pada tahun 1935 agar ia memulai belajar melukis di studio
milik Jos Pluimentz, pelukis asal Belgia yang tinggal di Bandung. Di sana ia banyak belajar
melukis alam benda. Setelah berguru pada pelukis Italia Luigi Nobili (juga di Bandung), pada
tahun 1950-an ia lalu melanjutkan pendidikan seni rupa di Eropa. Latar belakang pendidikan
tingginya di Belanda dan Perancis (Académie de la Grande Chaumière, Paris, 1950 dan
Rijksakademie van beeldende kunsten, Amsterdam, 1956) terwakili dalam karya-karyanya
yang menunjukkan penguasaan teknik menggambar anatomi tubuh secara rinci.

Ibu Tani - Gambar Lukisan Karya Seni Barli Sasmitawinata


Abdullah Suriosubroto (1878-1941)

Lahir di Semarang tahun 1878, meninggal di


Yogyakarta tahun 1941. Ia merupakan anak tokoh
pergerakan nasional dr. Wahidin Sudirohusodo.
Abdullah Suriosubroto disekolahkan kedokteran ke
Negeri Belanda, namun pada akhirnya ia memilih
menjadi pelukis. Abdullah Suriosubroto dikenal sebagai
pelukis Indonesia generasi pertama abad 20 setelah
Raden Saleh mengawalinya di tengah abad 19. Ia
merupakan ayah dari pelukis Basoeki Abdullah dan
pematung Trijoto Abdullah.
Menurut tulisan Kusnadi, sebagai salah satu pelukis pemandangan, pewaris Mooi Indie,
Abdullah Suriosubroto sering dibicarakan melalui karya-karya lukis cat minyaknya sebagai
hasil praktik memandang tamasya alam dari jarak jauh, dan bersifat romantik. Meskipun
begitu, sesungguhnya perlu penelitian lebih lanjut dalam karya-karya Abdullah Suriosubroto
dalam medium cat air dan juga cara pandang lain dalam melihat karya-karyanya tersebut.
Abdullah Suriosubroto lebih banyak tinggal di Bandung dan memberi pengaruh terhadap
gaya pelukis-pelukis sesudahnya.
Sumber:http://archive.ivaa-online.org/pelakuseni/abdullah-suriosubroto

1935: Gunung di daerah Preanger (Priangan), Jawa Barat. Lukisan: Abdullah Suriosubroto (1878-1941)
BIOGRAFI S. SOEDJOJONO

S. Sudjojono lahir di Kisaran, Sumatera Utara 14 Desember


1913, dan wafat di Jakarta 25 Maret 1985. Soedjojono lahir
dari keluarga transmigran asal Pulau Jawa. Ayahnya,
Sindudarmo, adalah mantri kesehatan di perkebunan karet
Kisaran, Sumatera Utara, beristrikan seorang buruh
perkebunan. Ia lalu dijadikan anak angkat oleh seorang guru
HIS, Yudhokusumo. Oleh bapak angkat inilah, Djon (nama
panggilannya) diajak ke Jakarta (waktu itu masih bernama
Batavia) pada tahun 1925. Ia menamatkan HIS di Jakarta,
lalu melanjutkan SMP di Bandung, dan menyelesaikan
SMA di Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Di
Yogyakarta itulah ia sempat belajar montir sebelum belajar
melukis kepada R.M. Pringadie selama beberapa bulan.
Sewaktu di Jakarta, ia belajar kepada pelukis Jepang, Chioji
Yazaki.

S. Sudjojono sempat menjadi guru di Taman Siswa seusai lulus dari Taman Guru di
perguruan yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara itu. Ia ditugaskan oleh Ki Hajar
Dewantara untuk membuka sekolah baru di Rogojampi, Banyuwangi, tahun 1931. Namun ia
kemudian memutuskan untuk menjadi pelukis. Pada tahun 1937, ia ikut pameran bersama
pelukis Eropa di Kunstkring Jakarya, Jakarta. Inilah awal namanya dikenal sebagai pelukis,
Pada tahun itu juga ia menjadi pionir mendirikan Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi).
Oleh karena itu, masa itu disebut sebagai tonggak awal seni lukis modern berciri Indonesia.
Ia sempat menjabat sebagai sekretaris dan juru bicara Persagi. Selain sebagai pelukis, ia juga
dikenal sebagai kritikus seni rupa pertama di Indonesia.

Lukisanya memiliki karakter Goresan ekspresif dan sedikit bertekstur, goresan dan sapuan
bagai dituang begitu saja ke kanvas, pada periode sebelum kemerdekaan, karya lukisan
S.Sudjojono banyak bertema tentang semangat perjuangan rakyat Indonesia dalam mengusir
penjajahan Belanda, namun setelah jaman kemerdekaan kemudian karya Lukisanya banyak
bertema tentang pemandangan Alam, Bunga, aktifitas kehidupan masayarakat, dan cerita
budaya.

"Kami" by S.-Sudjojono, Auction by Sotheby's Hongkong


BIOGRAFI PABLO PICASSO

Salah satu pelukis maestro legendaris terkenal


Dunia dengan nama lengkap Pablo Ruiz Picasso,
lahir pada 25 Oktober 1881 dan meninggal dunia 8
April 1973 pada umur 91 tahun, Picasso adalah
seorang seniman yang terkenal dalam aliran
kubisme dan dikenal sebagai pelukis revolusioner
pada abad ke-20. Picasso merupakah salah satu
seniman jenius, disamping sebagai seorang
pelukis, ia juga membuat patung, grafis, keramik,
kostum penari balet sampai tata panggung.

Pablo Picasso lahir di Malaga - Spanyol, Ayahnya bernama Josse Ruiz Blasco, seorang
profesor seni dan ibunya bernama Maria Picasso Lopez.
Picasso memiliki sifat yang selalu ingin belajar. Perbedaan kota atau negara bukan suatu
halangan untuk dirinya belajar menuntut ilmu. Di usia 14 tahun, ia lulus ujian masuk " School
of Fine Arts " di Barcelona dan dua tahun pindah ke Madrid untuk belajar di Royal Academy.
Tak lama kemudian dia kembali lagi ke Barcelona dan bergabung di " Els Quatre Gats "
tempat para penyair, artis dan kritikus untuk tukar menukar ide yang didapat dari luar
Spanyol. Pada usia 23 tahun, Picasso pindah ke Paris, kota pusat seni dunia pada masa itu.

Banyak seniman-seniman terkenal Dunia lainya ditandai oleh satu macam gaya dasar atau ciri
khas. Namun tidaklah demikian dengan Picasso, ia menampilkan ruang luas dari berbagai
gaya yang mengagumkan. Para kritikus dan pengamaat seni memberinya beberapa julukan,
seperti "periode biru", "periode merah muda", "periode neo-klasik", dan sebagainya. Dia
merupakan salah satu dari cikal bakal
"Kubisme," Dia kadang ikut serta, kadang
menentang perkembangan-perkembangan baru
dalam dunia lukis modern. Mungkin tak ada
pelukis dalam sejarah yang sanggup melakukan
karya dengan kualitas begitu tinggi dengan
lewat begitu banyak gaya dan cara.

" The Old Guitarist " by Picasso, 122.9 cm ×


82.6 cm, Oil on panel, 1903.
Location: Art Institute of Chicago
BIOGRAFI RADEN SALEH
Raden Saleh lahir di Semarang tahun 1807 – meninggal di Bogor pada tahun 1880.
Raden Saleh dilahirkan dalam sebuah keluarga Jawa ningrat.
Dia adalah cucu dari Sayyid Abdoellah Boestaman dari sisi
ibunya. Ayahnya adalah Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal
bin Jahja, seorang keturunan Arab.Ibunya bernama Mas
Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terboyo, dekat
Semarang. Sejak usia 10 tahun, ia diserahkan pamannya,
Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya di
Batavia. Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu
bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School).
Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke
lingkungan orang Belanda dan lembaga-lembaga elite
Hindia-Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar
Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur
Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan
pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas
di departemennya. Kebetulan di instansi itu ada pelukis
keturunan Belgia, A.A.J. Payen yang didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan
pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor Departemen van Kolonieen di Belanda.
Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan berinisiatif memberikan bimbingan.

Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, namun mantan
mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden Saleh
mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat
minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa mencari
model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe
orang Indonesia di daerah yang disinggahi.

Salah satu lukisan karya Raden Saleh berjudul " Berburu (Hunt), 1811-1880" media
lukisan cat minyak diatas canvas, dikoleksi oleh Museum Mesdag, Belanda.
BIOGRAFI HENK NGANTUNG
Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau juga dikenal dengan
nama Henk Ngantung (lahir di Manado, Sulawesi Utara, 1
Maret1921 – meninggal di Jakarta, 12 Desember 1991 pada
umur 70 tahun) adalah pelukis Indonesia dan Gubernur Jakarta
untuk periode 1964-1965. Henk merupakan seorang pelukis dan
budayawan, ia juga memprakarsai berdirinya Sanggar Gotong
Royong.
Sebelum menjadi Gubernur Jakarta, Henk dikenal sebagai
pelukis tanpa pendidikan formal. Bersama Chairil Anwar dan
Asrul Sani, ia ikut medirikan "Gelanggang". Henk juga pernah
menjadi pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok
1955-1958. Henk di angkat sebagai Gubernur Jakarta pada
tahun 1964, ia dianggap memiliki bakat artistik sehingga
diharapkan mampu untuk menjadikan Jakarta sebagai kota budaya.
Tugu Selamat Datang yang menggambarkan sepasang pria dan wanita yang sedang
melambaikan tangan yang berada di bundaran Hotel Indonesia merupakan hasil sketsa Henk.
Ide pembuatan patung ini berasal dari Presiden Soekarno dan design awalnya dikerjakan oleh
Henk Ngantung yang pada saat itu merupakan wakil Gubernur DKI Jakarta. Henk juga
membuat sketsa lambang DKI Jakarta dan lambang Kostrad namun ironisnya, hal tersebut
belum diakui oleh pemerintah.
Setelah tidak menjabat, Henk mengalami krisis finansial yang cukup parah sehingga ia harus
menjual rumahnya di pusat kota dan kemudian pindah ke perkampungan. Meski demikian,
kesetiaan Henk melukis terus berlanjut meski dia digerogoti penyakit jantung dan glaukoma
yang membuat mata kanan buta dan mata kiri hanya berfungsi 30 persen. Pada akhir 1980-an,
dia melukis dengan wajah nyaris melekat
di kanvas dan harus dibantu kaca
pembesar. Sebulan sebelum wafat, saat ia
dalam keadaan sakit-sakitan, pengusaha
Ciputra memberanikan diri mensponsori
pameran pertama dan terakhir Henk, karya
terakhir Henk adalah sebuah lukisan
berjudul Ibu dan Anak.

Pelukis: Henk Ngantung


Judul: Gajah Mada
Medium: Cat minyak diatas canvas
Ukuran: 124,5cm X 99,5cm
Tahun: 1950
*) Koleksi Bung Karno
Biografi Barli Sasmitawinata (Maestro Seni Rupa Indonesia)
Barli Sasmitawinata (lahir di Bandoeng, 18 Maret 1921 – meninggal di Bandung, 8 Februari
2007 pada umur 85 tahun) adalah seorang pelukis realis asal Indonesia.

Lahir Barli Sasmitawinata, 18 Maret 1921, Bandung,


Hindia Belanda
Meninggal 08 Februari 2007 (umur 85), Bandung, Jawa
Barat, Indonesia
Kebangsaan Indonesia
Pendidikan
Académie de la Grande Chaumière, Paris, 1950.
Rijksakademie van beeldende kunsten, Amsterdam, 1956.

Pekerjaan
Dosen, Institut Teknologi Bandung (ITB)
Perintis jurusan seni rupa di Institut Kejuruan dan Ilmu
Pendidikan (IKIP, kini bernama Universitas Pendidikan
Indonesia) tahun 1961.
Ia mulai menekuni dunia seni lukis sekitar tahun 1930-an
dan merupakan bagian dari "Kelompok Lima" yang juga beranggotakan Affandi, Hendra
Gunawan, Sudarso, dan Wahdi. Awalnya ia menjadi pelukis atas permintaan kakak iparnya
pada tahun 1935 agar ia memulai belajar melukis di studio milik Jos Pluimentz, pelukis asal
Belgia yang tinggal di Bandung. Di sana ia banyak belajar melukis alam benda. Setelah
berguru pada pelukis Italia Luigi Nobili (juga di Bandung), pada tahun 1950-an ia lalu
melanjutkan pendidikan seni rupa di Eropa. Latar belakang pendidikan tingginya di Belanda
dan Perancis (Académie de la Grande Chaumière, Paris, 1950 dan Rijksakademie van
beeldende kunsten, Amsterdam, 1956) terwakili dalam karya-karyanya yang menunjukkan
penguasaan teknik menggambar anatomi tubuh secara rinci.
Jalan Tanah Merah
Pelaku Seni : Barli
Sasmitawinata

Medium : Oil
paint , Canvas
Tahun Pembuatan :
1940-1994
Dimensi Karya :
cm x 80 cm x 60 cm
Deskripsi :
Karya ini dikoleksi
oleh Presiden pertama RI,
Ir. Soekarno di Istana
Kepresidenan Jakarta.
Gambar didonasikan oleh
Enong Ismail.
BIOGRAFI S. SOEDJOJONO

S. Sudjojono lahir di Kisaran, Sumatera Utara 14 Desember


1913, dan wafat di Jakarta 25 Maret 1985. Soedjojono lahir
dari keluarga transmigran asal Pulau Jawa. Ayahnya,
Sindudarmo, adalah mantri kesehatan di perkebunan karet
Kisaran, Sumatera Utara, beristrikan seorang buruh
perkebunan. Ia lalu dijadikan anak angkat oleh seorang guru
HIS, Yudhokusumo. Oleh bapak angkat inilah, Djon (nama
panggilannya) diajak ke Jakarta (waktu itu masih bernama
Batavia) pada tahun 1925. Ia menamatkan HIS di Jakarta,
lalu melanjutkan SMP di Bandung, dan menyelesaikan
SMA di Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Di
Yogyakarta itulah ia sempat belajar montir sebelum belajar
melukis kepada R.M. Pringadie selama beberapa bulan.
Sewaktu di Jakarta, ia belajar kepada pelukis Jepang, Chioji
Yazaki.

S. Sudjojono sempat menjadi guru di Taman Siswa seusai lulus dari Taman Guru di
perguruan yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara itu. Ia ditugaskan oleh Ki Hajar
Dewantara untuk membuka sekolah baru di Rogojampi, Banyuwangi, tahun 1931. Namun ia
kemudian memutuskan untuk menjadi pelukis. Pada tahun 1937, ia ikut pameran bersama
pelukis Eropa di Kunstkring Jakarya, Jakarta. Inilah awal namanya dikenal sebagai pelukis,
Pada tahun itu juga ia menjadi pionir mendirikan Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi).
Oleh karena itu, masa itu disebut sebagai tonggak awal seni lukis modern berciri Indonesia.
Ia sempat menjabat sebagai sekretaris dan juru bicara Persagi. Selain sebagai pelukis, ia juga
dikenal sebagai kritikus seni rupa pertama di Indonesia.

Lukisanya memiliki karakter Goresan ekspresif


dan sedikit bertekstur, goresan dan sapuan
bagai dituang begitu saja ke kanvas, pada
periode sebelum kemerdekaan, karya lukisan
S.Sudjojono banyak bertema tentang semangat
perjuangan rakyat Indonesia dalam mengusir
penjajahan Belanda, namun setelah jaman
kemerdekaan kemudian karya Lukisanya
banyak bertema tentang pemandangan Alam,
Bunga, aktifitas kehidupan masayarakat, dan
cerita budaya.

"Ngaso" by S. Sudjojono, Size: 140cm x 100


cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1964
*) Auction: Christie's Hongkong
Abdullah Suriosubroto (1878-1941)

Lahir di Semarang tahun 1878, meninggal di


Yogyakarta tahun 1941. Ia merupakan anak tokoh
pergerakan nasional dr. Wahidin Sudirohusodo.
Abdullah Suriosubroto disekolahkan kedokteran ke
Negeri Belanda, namun pada akhirnya ia memilih
menjadi pelukis. Abdullah Suriosubroto dikenal sebagai
pelukis Indonesia generasi pertama abad 20 setelah
Raden Saleh mengawalinya di tengah abad 19. Ia
merupakan ayah dari pelukis Basoeki Abdullah dan
pematung Trijoto Abdullah.
Menurut tulisan Kusnadi, sebagai salah satu pelukis pemandangan, pewaris Mooi Indie,
Abdullah Suriosubroto sering dibicarakan melalui karya-karya lukis cat minyaknya sebagai
hasil praktik memandang tamasya alam dari jarak jauh, dan bersifat romantik. Meskipun
begitu, sesungguhnya perlu penelitian lebih lanjut dalam karya-karya Abdullah Suriosubroto
dalam medium cat air dan juga cara pandang lain dalam melihat karya-karyanya tersebut.
Abdullah Suriosubroto lebih banyak tinggal di Bandung dan memberi pengaruh terhadap
gaya pelukis-pelukis sesudahnya.

Lukisan Karya Abdullah Suriosubroto dengan Tema Pemandanan Indonesia (Indonesian


Landscape)
Biografi Delsy Syamsumar"
Lahir : 7 Mei 1935 Medan, Hindia Belanda
Meninggal : 21 Juni 2001 (umur 66) Jakarta
Kebangsaan : Indonesia
Pekerjaan : Seniman , pelukis
Agama : Islam
Pasangan : Adila

Delsy Syamsumar (lahir di Medan, 7 Mei 1935 –


meninggal di Jakarta, 21 Juni 2001 pada umur 66 tahun)
adalah seorang pelukis “Neoklasik” Indonesia berasal dari
Sungai Puar, Sumatera Barat . Pelukis ini telah
menampakkan bakat melukisnya sejak usia 5 tahun. Di waktu perang revolusi keluarganya
memilih tinggal di Bukittinggi. Delsy melalui sekolah dasar dan menengah umum bahkan
pendidikan agama Islam, ia selalu menonjol dalam pelajaran seni lukis dan menjadi juara
pertama pada setiap sayembara di sekolah sekolah di Sumatera Barat. Pada usia 17 tahun
Delsy telah mampu melukis komik sejarah dan karangannya sendiri yang ia kirim sendiri per
pos ke majalah ibukota. Karyanya seperti Komik “Mawar Putih” tentang “Bajak Laut Aceh”
dimuat di majalah “Aneka” telah membuat ia terkenal diseluruh Indonesia pada usia yang
amat muda. Kalau perantau-perantau Minang umumnya cenderung mengadu nasib sebagai
pedagang, maka berbeda dengan bocah Delsy ini yang di panggil ke Jakarta oleh penerbit
dengan fasilitas cukup. Atas adanya kepastian itu Barulah ibunya mau melepas Delsy dan
menginginkan anaknya tersebut menjadi “pelukis terkenal” seperti Raden Saleh dan Basuki
Abdullah. Delsy sejak di SD sudah dibelikan cat minyak oleh ayahnya seorang yang pengukir
Rumah Gadang. Meskipun Delsy dikenal sebagai sosok seorang pelukis komik
sejarah,illustrator, wartawan masmedia dan penata artistik di berbagai banyak Film
nasional,namun ia tidak meninggalkan kanvas dan cat minyak.
Lukisan karyanya pernah tercatat sebagai lukisan termahal yang terjual pada Pameran
bersama pelukis-pelukis
(Basuki Abdullah, Affandi,
Lee Man Fong dsb.) ternama
Indonesia yang di Gedung
Kesenian Jakarta(Taman
Ismail Mardzuki). Dan pada
pameran-pameran bersama di
Balai Budaya saat pra
reformasi, lukisan-lukisan
Delsy selalu mencatat rekor
sebagai lukisan yang paling
banyak diminati para kolektor
lukisan. Pada tahun 1992 ia
juga sempat melakukan
pameran bersama dengan
Basuki Abdullah
NAMA : M. ALI IMRON
KELAS : XI IPA 1

BIOGRAFI TITIAN

Tiziano Vecelli atau Vecellio atau lebih dikenal dengan nama Titian, lahir sekitar tahun 1488
sampai 1490 – Meninggal pada 27 Agustus 1576, Titian adalah salah satu pelukis terbesar
dari zaman Renaissance. Ia berasal dari kota Venezia, Italia.

Titian pada masanya disebut sebagai " Matahari diantara bintang-bintang kecil", Titian
merupakan salah satu pelukis Italia yang multi talenta, ahli dalam melukis wajah serta figur
manusia, ahli dalam melukis pemandangan alam sebagaimana latar belakang pemandangan
alam dalam sebagian besar karya lukisanya, ia juga ahli dalam mitologi dan agama.

Gaya dan tehnik lukisanya, khususnya


dalam penerapan dan penggunaan warna,
memberikan pengaruh besar tidak hanya
pada pelukis Renaisans Italia, tapi juga
pada generasi masa depan seni Barat.

Woman with a Mirror by Titian, 96cm ×


76 cm, oil on canvas, 1511
*) Collection of Louvre (Paris)
NAMA : AHMAD SAIFUL
KELAS : XI IPA 1
BIOGRAFI RADEN SALEH
Raden Saleh lahir di Semarang tahun 1807 – meninggal di
Bogor pada tahun 1880.
Raden Saleh dilahirkan dalam sebuah keluarga Jawa ningrat.
Dia adalah cucu dari Sayyid Abdoellah Boestaman dari sisi
ibunya. Ayahnya adalah Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal
bin Jahja, seorang keturunan Arab.Ibunya bernama Mas
Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terboyo, dekat
Semarang. Sejak usia 10 tahun, ia diserahkan pamannya,
Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya di
Batavia. Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu
bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School).
Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke
lingkungan orang Belanda dan lembaga-lembaga elite Hindia-
Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt,
pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian,
Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau
sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di departemennya. Kebetulan di instansi
itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J. Payen yang didatangkan dari Belanda untuk
membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor Departemen van
Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan berinisiatif memberikan
bimbingan.

Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, namun mantan
mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden Saleh
mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat
minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa mencari
model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe
orang Indonesia di daerah yang disinggahi.

"Berburu Singa" by Raden Saleh, Size: 74cm x 115cm, Medium: oil on canvas, Year: 1839

Anda mungkin juga menyukai