2. Festival Teater
Sudah sejak tahun 1950-an diselenggarakan festival, tapi tidak melembaga. Festival
teater di daerah-daerah (Palembang, Medan, Kaltim, Sulsel, Menado, Surabaya,
dan Jateng) hanya sekali dua kali saja diselenggarakan.
Festival agak melembaga, Pekan Kesenian Mahasiswa pada tahun 1958 di
Yogyakarta. PKM II di Jakarta tahun 1960, PKM III di Denpasar, dan PKM IV
Bandung. Dalam PKM ini tidak hanya Drama tapi juga seni pertunjukan lainnya;
seni musik vokal dan deklamasi.
Dalam PKM II di Jakarta, yang agal menarik adalah peristiwa pementasa STB yang
mewakili perguruan-perguruan tinggi Bandung di bawah koordinasi ITB, yakni
naskah Libretto Sangkuriang karya Utuy. Tampil dengan ide wayang, bentuk arena,
dan topeng Panji.
3. Teater dan Kegitan Keagamaan
Dasawarsa 1960-an ditandai dengan menonjolnya kegiatan teater yang didukung atau
ditopang oleh kegiatan keagamaan. Atau setidak-tidakanya ada misi keagamaan. Gejala
ini mengeras menjelang tahun 1965, yakni munculnya Lekra di bawah partai komunis
yang menekan kehidupan teater bebas.
Seni Teater Kristen (STK) di Jakarta berdiri pada tahun 1957, tokoh utamanya adalah
Steve Lim (Teguh Karta) dan Khouw Hok Goan. Sampai tahun 1963 telah memetaskan
tak kurang dari 11 pementasan.
Masih di Jakarta, Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI) yang berdiri pada tahun 1956.
Tujuan organisasi ini adalah “ membina kebidayaan/kesenian Islam dalam arti seluas-
luasnya dalam kehidupan budaya nasional”. Lakon disesuaikan dengan peringatan
keagamaan.
Di Bandung, STB bergiat pula untuk kepentingan gereja Kristen. Juga memetaskan pula
drama bernafas Islam.
Di Yogyakarta, Teater Muslim di bawah Muhmad Dipenogoro dan Arifin C. Noer giat
mementaskan karya-karya keagamaan.
Pada tahun 1965, lembaga-lembaga kebudayaan Islam Bandung-Yogya-
Jakarta mengadakan pementasan bersama dengan mementaskan “Api
Islam di Majapahit” karya Kuntowijoyo dan “Masyitoh” karya Ayip Rosidi.
Sedangkan W.S. Rendra sendiri pada tahun 1961 telah mementaskan
naskah Cinta dalam Luka dengan memerankan tokoh Jesus.
4. Teror Lekra
Tahun 1959 merupakan tahun perubahan penting dalam kehidupan
politik dan kebudayaan Indonesia.
Dalam bidang kebudayaan dan kesenian tugas memanfaatkan situasi
politik yang menguntungkan ini diserahkan kepada Lembaga Kebudayaan
Rakyat (Lekra). Lekra sebenarnya sudah berdiri sejak 17-8-1950 atas
inisiatif tokoh-tokoh komunis seperti Aidit, Dharta, dan Nyoto.
Dalam bidang teater, mereka berhasil menarik tokoh besar tahun 1950-an
dan 1960-an, yakni Utuy Tatang Sontani. Drama Utuy, “Sayang Ada Orang
Lain” yang ditulisnya sebelum masuk Lekra, diberi penekanan anti-haji.
Teater Indonesia Mutakhir
1. Teater Indonesia Setelah 1965